Analisis Properti Psikometri Alat Tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire – Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) Versi Bahasa Indonesia

(1)

ANALISIS PROPERTI PSIKOMETRI ALAT TES

TRAIT EMOTIONAL INTELLIGENCE

QUESTIONNAIRE-ADOLESCENT SHORT FORM (TEIQue-ASF)

VERSI BAHASA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

oleh

VERA GANDHI

101301057

FAKULTAS PSIKOLOGI


(2)

SHORT FORM (TEIQue-ASF) VERSI BAHASA INDONESIA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

VERA GANDHI 101301057

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 28 Januari 2015

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Dewan Penguji

1. Etti Rahmawati, M.Si. Penguji I/Pembimbing NIP: 198107252008012013

2. Lili Garliah, M.Si, Psikolog Penguji II NIP: 196006041986032002

3. Dina Nazriani, M.A. Penguji III NIP: 84100511042001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Analisis Properti Psikometri Alat Tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire Adolescent Short Form (TEIQue-ASF)

Versi Bahasa Indonesia

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.


(4)

ABSTRAK

Kecerdasan emosional (emotional Intelligence – EI) sangat berperan penting pada masa remaja dan skor EI dapat memprediksi prilaku menyimpang pada remaja, namun di Indonesia, alat tes EI yang dikhususkan untuk remaja masih sangat minim serta belum memiliki kajian psikometrik yang mendalam. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis properti psikometri alat tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) dalam versi bahasa Indonesia. Alat tes TEIQue-ASF dikhususkan untuk partisipan berusia 13 – 17 tahun.

Subjek penelitian yang digunakan berjumlah 500 orang dengan rincian 100 orang untuk setiap tingkatan umur, yang semuanya merupakan pelajar dari sekolah Wiyata Dharma. Properti psikometri yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu validitas berdasarkan struktur internal dengan melakukan analisis faktor konfirmatori dan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha Cronbach.

Hasil analisis validitas TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia berdasarkan struktur internal menunjukkan bahwa hanya 50% aitem saja yang memiliki validitas yang baik. Hasil analisis reliabilitas sebesar 0.73 menunjukkan bahwa hasil pengukuran TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia dapat dipercaya. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia reliabel, tetapi hanya memiliki 50% aitem yang valid untuk mengukur trait EI pada remaja.

Kata kunci : remaja, trait emotional intelligence, TEIQue-ASF

1


(5)

Psychometric Properties Analysis of The Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) in Indonesian Version

Vera Gandhi1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRACT

Emotional Intelligence (EI) has an important role in adolescence age and EI score can predict deviant behavior in adolescent. However in Indonesia, EI

assessment tool which is specially made for adolescents is very limited and hasn’t

had a deep psychometric analysis. Therefore, the purpose of this research is to analyse psychometric properties of The Trait Emotional Intelligence Questionnaire - Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) in Indonesian version. The TEIQue-ASF is specified for 13 – 17 years old.

Research subjects used amount to 500 people, 100 people for each age level in detail. The subjects are all students at Wiyata Dharma School. Psychometric properties that will be analyzed in this research is the validity evidence based on an internal structure using confirmatory factor analysis (CFA), and the reliability using Alpha Cronbach formula.

The result of validity analysis of The TEIQue-ASF in Indonesia version based on internal structure shows that only 50% items have good validity. The 0.73 result of reliability analysis shows that assessment result of TEIQue-ASF in Indonesian version is reliable. The conclusion of this research is TEIQue-ASF in Indonesia version is reliable, but only has 50% valid items to measure trait EI for adolescent.

Keywords : adolescent, trait emotional intelligence, TEIQue-ASF

1


(6)

Kuasa karena berkat karunia dan rahmat-Nya, penulis masih diberi kesempatan serta kesehatan yang baik untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Analisis Properti Psikometri Alat Tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire

– Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) Versi Bahasa Indonesia”

Peneliti juga telah mendapatkan banyak bimbingan, wawasan, motivasi, nasihat, dan saran dari beberapa pihak selama proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof . Dr. Irmawati, Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Sumatera Utara.

2. Ibu Etti Rahmawati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membagikan ilmu dan waktunya dalam membimbing peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M.Si, Psikolog dan Kakak Dina Nazriani, M.A. yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji peneliti dan membimbing peneliti dalam melakukan revisi.

4. Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik selama perkuliahan berlangsung.

5. Keluarga yang telah mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Sekolah Wiyata Dharma yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk


(7)

7. Teman-teman yang telah bersedia membantu mengadministrasikan alat tes di sekolah (Lili, Yohanti, Weillon, Irun, Icut, Yoseva, Yulian), terima kasih banyak.

8. Teman-teman seperjuangan kuliah (Yohanti, Decil, Irene, Vivian, Johan, Dede, Weillon, Steven, Anggun, dan keluarga Insos Kece lainnya), teman-teman angkatan 2010 dan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih banyak.

9. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak tersebut di atas, penelitian mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan, waktu, dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Januari 2015


(8)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Emotional Intelligence ... 8

1. Sejarah EI ... 8

2. Definisi Trait EI ... 10

3. Aspek-aspek Trait EI ... 10

4. Alat Tes Trait EI ... 18

B. ADAPTASI ALAT TES ... 19

1. Definisi Adapatasi Alat Tes ... 19

2. Prosedur Adaptasi Tes ... 19

C. Properti Psikometri ... 24

1. Validitas ... 24

2. Reliabilitas ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 30

C. Instrument Penelitian ... 31


(9)

2. Tahap Alih Bahasa ... 34

3. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan data ... 40

E. Teknik Analisis Data ... 41

1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal ... 41

2. Analisis Reliabilitas ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

A. Deskripsi Umum Data Penelitian ... 44

B. Deskripsi Hasil ... 44

1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal ... 44

a. Uji Kecocokan Model ... 44

b. Analisis Parameter Aitem TEIQue-ASF Versi Bahasa Indonesia ... 45

2. Analisis Reliabilitas ... 46

C. Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(10)

Tabel 2. Aitem Trait EI Versi Asli... 33

Tabel 3. Perbandingan Hasil back translation ... 34

Tabel 4. Revisi Aitem Berdasarkan Kesetaraan Hasil Terjemahan ... 37

Tabel 5. Blueprint Aitem TEIQue-ASF ... 38

Tabel 6. Hasil Professional Judgement ... 39

Tabel 7. Revisi Aitem Berdasarkan Ujicoba Kualitatif ... 40

Tabel 8. Ukuran Goodness of Fit ... 43

Tabel 9. Keterangan Aitem yang Valid dan Tidak Valid... 45


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

ABSTRAK

Kecerdasan emosional (emotional Intelligence – EI) sangat berperan penting pada masa remaja dan skor EI dapat memprediksi prilaku menyimpang pada remaja, namun di Indonesia, alat tes EI yang dikhususkan untuk remaja masih sangat minim serta belum memiliki kajian psikometrik yang mendalam. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis properti psikometri alat tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) dalam versi bahasa Indonesia. Alat tes TEIQue-ASF dikhususkan untuk partisipan berusia 13 – 17 tahun.

Subjek penelitian yang digunakan berjumlah 500 orang dengan rincian 100 orang untuk setiap tingkatan umur, yang semuanya merupakan pelajar dari sekolah Wiyata Dharma. Properti psikometri yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu validitas berdasarkan struktur internal dengan melakukan analisis faktor konfirmatori dan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha Cronbach.

Hasil analisis validitas TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia berdasarkan struktur internal menunjukkan bahwa hanya 50% aitem saja yang memiliki validitas yang baik. Hasil analisis reliabilitas sebesar 0.73 menunjukkan bahwa hasil pengukuran TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia dapat dipercaya. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia reliabel, tetapi hanya memiliki 50% aitem yang valid untuk mengukur trait EI pada remaja.

Kata kunci : remaja, trait emotional intelligence, TEIQue-ASF

1


(13)

Psychometric Properties Analysis of The Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) in Indonesian Version

Vera Gandhi1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRACT

Emotional Intelligence (EI) has an important role in adolescence age and EI score can predict deviant behavior in adolescent. However in Indonesia, EI

assessment tool which is specially made for adolescents is very limited and hasn’t

had a deep psychometric analysis. Therefore, the purpose of this research is to analyse psychometric properties of The Trait Emotional Intelligence Questionnaire - Adolescent Short Form (TEIQue-ASF) in Indonesian version. The TEIQue-ASF is specified for 13 – 17 years old.

Research subjects used amount to 500 people, 100 people for each age level in detail. The subjects are all students at Wiyata Dharma School. Psychometric properties that will be analyzed in this research is the validity evidence based on an internal structure using confirmatory factor analysis (CFA), and the reliability using Alpha Cronbach formula.

The result of validity analysis of The TEIQue-ASF in Indonesia version based on internal structure shows that only 50% items have good validity. The 0.73 result of reliability analysis shows that assessment result of TEIQue-ASF in Indonesian version is reliable. The conclusion of this research is TEIQue-ASF in Indonesia version is reliable, but only has 50% valid items to measure trait EI for adolescent.

Keywords : adolescent, trait emotional intelligence, TEIQue-ASF

1


(14)

Emotional intelligence (EI) memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Penelitian mengenai EI telah banyak dilakukan pada berbagai bidang psikologi seperti organisasi, klinis, kesehatan, pendidikan, dan sosial. Selain itu, penelitian ini juga telah dilakukan pada berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga dewasa. Salah satu tahapan terpenting dalam kehidupan manusia adalah masa remaja, yaitu tahap perkembangan ketika seseorang berusaha untuk mencari jati dirinya dan ingin mencoba-coba sesuatu yang baru. Masa remaja yang termasuk tahap ke lima dalam teori perkembangan Erikson merupakan masa yang labil dalam kehidupan seseorang (Papalia, Olds & Feldman, 2007). EI juga memiliki peranan yang penting pada masa ini.

Penelitian EI yang dilakukan oleh Parker, Taylor, Eastabrook, Schell, dan Wood (dalam Petrides, 2011) dalam bidang kesehatan menunjukkan bahwa EI berkorelasi negatif dengan prilaku adiktif seperti bermain internet dan berjudi. EI juga berkorelasi negatif dengan ketergantungan alkohol (Austin, Saklofske, & Egan, 2005, dalam Petrides 2011) serta penggunaan obat ekstasi (Craig, Fisk, Montgomery, Murphy, & Wareing, 2010, dalam Petrides 2011).

Penelitian dalam bidang klinis yang dilakukan oleh Mikolajczak, Petrides, dan Hurry (2009) menemukan bahwa ada kaitan antara EI dengan prilaku membahayakan diri sendiri (self-harm) pada remaja. Remaja yang memiliki skor EI yang sangat rendah berkemungkinan memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri


(15)

2

ataupun mengalami gangguan psikologis tertentu. Petrides, Frederickson, dan Furnham (2004) melakukan penelitian EI pada remaja dalam konteks pendidikan, yang menunjukkan bahwa pelajar dengan skor EI yang tinggi memiliki tingkat absen ilegal yang rendah dan jarang dikeluarkan dari sekolah yang disebabkan oleh pelanggaran aturan dibandingkan dengan pelajar dengan skor EI yang rendah. Skor EI juga berkorelasi negatif dengan prilaku agresif dan menyimpang pada pelajar. Penelitian Mavroveli & Sanchez-Ruiz menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang terlalu signifikan antara EI dengan pencapaian akademik pelajar, kecuali pada grup spesifik anak-anak yang berkebutuhan khusus (dalam Petrides, 2011).

Di Indonesia, masalah penyimpangan prilaku pada remaja juga semakin mencemaskan. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto mengatakan bahwa tingkat penyimpangan prilaku remaja telah di luar batas pelajar (Prihananto, 2013). Pada tahun 2010, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) menyatakan bahwa setengah dari 63 juta jiwa remaja berusia 10 sampai 24 tahun rentan terhadap prilaku yang tidak sehat (Separuh dari 63 Juta, 2010). Selain itu jika dilihat dari sisi klinis remaja, pakar kesehatan jiwa, Albert Maramis juga menyampaikan bahwa bunuh diri di kalangan anak remaja juga semakin meningkat (Aditya, 2014).

Pemaparan di atas menunjukkan pentingnya EI agar dapat mengurangi prilaku yang menyimpang pada remaja serta sebagai upaya pencegahan terhadap hal yang tidak diinginkan. Pelatihan peningkatan EI pada remaja yang memiliki


(16)

penyimpangan prilaku yang dilakukan remaja. Namun, alat ukur di Indonesia yang sudah terstandarisasi untuk mengukur skor EI pada remaja masih minim. Penelitian mengenai kaitan EI dengan bidang lainnya cukup banyak dilakukan di Indonesia, tetapi alat ukur EI yang dikonstruk maupun diadaptasi belum memiliki kajian psikometri yang mendalam. Selain itu, landasan teori alat ukur EI yang digunakan oleh peneliti di Indonesia sebagian besar menggunakan teori yang dicetuskan oleh Daniel Goleman.

Goleman merupakan orang pertama yang mempopulerkan istilah EI setelah konstrak EI pertama kali diusulkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Buku yang dipublikasikan oleh Goleman pada tahun 1995 berjudul Emotional Intelligence – Why it can mattter more than IQ, menjadi bestseller di berbagai negara, bahkan menjadi artikel sampul di majalah Time (Gibbs, 1995, dalam Mayer, Salovey, & Caruso, 2008). Meskipun demikian, Goleman mendapat kritikan dari berbagai pihak atas pernyataan yang dibuat, bahwa EI lebih penting daripada IQ. Klaim ini dianggap tidak memiliki dasar penelitian ilmiah yang jelas, karena kesimpulan tersebut ditarik berdasarkan cerita anekdotal yang disampaikan dalam bukunya atau hanya berupa perkiraan saja (Lee, 2010). Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadaptasi alat ukur EI yang bukan berdasarkan pada teori Goleman.

Setelah dipublikasikannya buku tersebut, berbagai model alat ukur EI pun mulai muncul seperti EQi (Emotional Quotioent Inventory), SEIS (Schutte Emotional Intelligence Scale), MEIS (Multifactor Emotional Intelligence Scale), MSCEIT (Mayer-Salovey-Caruso Emotional Intelligence Test) dan lain


(17)

4

sebagainya. Namun, masalah yang kemudian muncul yaitu alat tes ini memiliki metode pengukuran yang berbeda. Sebagian peneliti mengembangkan metode self-report questionnaires, sedangkan yang lain mengembangkan metode maximum-performance test. Perbedaan ini merupakan masalah yang serius karena pendekatan pengukuran yang berbeda memiliki kecenderungan tinggi memproduksi hasil yang berbeda. Oleh karena itu, Petrides dan Furnham membagi EI menjadi dua yaitu ability EI, yang menggunakan metode maximum-performance test, dan trait EI, yang menggunakan metode kuesioner self-report (dalam Petrides, 2011).

Ability EI didefinisikan sebagai kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan emosi, mengasimilasikan emosi dalam pikiran, memahami dan mengetahui penyebab suatu emosi, serta meregulasi emosi dalam diri dan dengan orang lain (Mayer & Salovey, 1997). Metode maximum-performance test yang digunakan dalam pengukuran ability EI merupakan tes yang memiliki jawaban benar dan salah. Kritik terhadap metode ini yaitu pada saat proses penilaian alat tes ability EI, aitem yang dibuat tidak dapat benar-benar dinilai dengan kriteria yang objektif. Prosedur penilaian alternatif seperti konsensus ataupun professional judgement juga tidak menjamin seberapa objektif penilaian tersebut, karena jawaban yang benar sangat berkaitan dengan norma ataupun kultur yang melatarbelakangi responden. Selain itu, Wilhelm (dalam Petrides, 2011) juga mengkritik bahwa prosedur pengukuran ability EI menghasilkan skor yang asing bagi kemampuan kognitif, juga tidak memiliki makna psikologis (psychologically


(18)

Menurut Petrides (2011), teori trait EI (disebut juga trait emotional self-efficacy) mampu mengukur subjektivitas yang melekat pada pengalaman emosional seseorang. Trait EI didefinisikan sebagai kumpulan persepsi diri yang lokasinya terletak pada level yang lebih rendah dari hirarki kepribadian (Petrides, Pita, & Kokkinaki, 2007). Alat ukur yang dikonstruk oleh Petrides (Petrides & Furnham, 2003) adalah The TEIQue (Trait Emotional Intelligence Questionnaire) dengan berdasarkan pada 15 faset. Petrides, Pita & Kokkinaki (2007) telah mengklaim bahwa trait EI termasuk dalam personality trait, sehingga sama sekali tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif lagi. Penelitian mengenai trait EI pada sampel anak-anak, remaja, dan dewasa, menunjukkan bahwa hasil skor pada trait EI dapat memprediksi prilaku prososial dan antisosial individu, gaya mengatasi masalah yang adaptif dan pengaruh yang menyebabkan depresi (adaptive coping styles and depressive affect), kepemimpinan, regulasi emosi, dan pengambilan keputusan yang efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa alat tes trait EI memiliki kaitan yang lebih erat dengan psikologi, yaitu mengukur pengalaman emosional seseorang secara subjektif, dan bukan berdasarkan pada kecerdasan kognitif seseorang seperti yang diukur dalam ability EI. Ability EI juga lebih sulit diadaptasikan ke Indonesia karena tidak ada jawaban yang tepat untuk budaya yang berbeda. Oleh karena itu, peneliti akan mengadaptasi alat ukur The TEIQue ke dalam bahasa Indonesia dan mengkaji karakteristik psikometrinya.

The TEIQue memiliki beberapa versi seperti, The TEIQue (full form), TEIQue-SF (short form), yang digunakan untuk sampel berusia 17 tahun ke atas,


(19)

6

TEIQue 360, yang diisi oleh rekan ataupun orang dekat individu yang bersangkutan, TEIQue-AF (adolescent form), TEIQue-ASF (adolescent short form), untuk sampel berusia 13-17 tahun, dan TEIQue-CF (child form) untuk anak-anak berusia 8-12 tahun. Sesuai dengan latar belakang masalah pada pemaparan sebelumnya, bahwa prilaku remaja di Indonesia sudah semakin mencemaskan dan rentan terhadap prilaku tidak sehat, maka diperlukan alat tes EI untuk mengukur skor EI pada remaja, agar nantinya dapat dilakukan pelatihan peningkatan EI pada remaja dengan skor sangat rendah sebagai salah satu bentuk pencegahan terhadap prilaku tidak sehat. Peneliti memilih untuk mengadapatasi The TEIQue-ASF yang memang dikhususkan untuk mengukur skor EI remaja berusia 13-17 tahun.

TEIQue-ASF dalam bahasa Indonesia akan diuji properti psikometrinya, seperti validitas dan reliabitas alat tes tersebut. Alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia ini akan diujicobakan pada 500 sampel yang berusia 13-17 tahun yang berdomisili di kota Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

Apakah alat tes TEIQue-ASF dalam versi bahasa Indonesia memiliki properti psikometri yang baik?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasikan alat tes TEIQue-ASF ke dalam bahasa Indonesia dan mengkaji properti psikometrinya.


(20)

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian terbagi atas :

1. Manfaat teoritis

Peneliti melihat belum adanya penggunaan alat tes TEIQue-ASF di Indonesia, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Umum dan Eksperimen, khususnya topik yang berhubungan dengan trait emotional intelligence pada remaja.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan alat tes trait emotional intelligence untuk remaja yang valid, sehingga dapat digunakan oleh peneliti lainnya yang ingin meneliti topik mengenai trait emotional intelligence pada remaja.


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi kajian teoritis emotional intelligence (EI) berupa sejarah EI, definisi trait EI, dan aspek-aspek trait EI, kajian teoritis adaptasi tes berupa definisi dan prosedur adaptasi tes, serta kajian teoritis properti psikometri yang terdiri dari pembahasan validitas dan reliabilitas.

A. EMOTIONAL INTELLIGENCE 1. Sejarah EI

Sejarah EI diawali dari konsep social intelligence yang diusulkan oleh Thorndike pada tahun 1920. Thorndike mendefinisikan social intelligence sebagai kemampuan untuk memahami pria dan wanita, laki-laki dan perempuan, serta bertindak secara bijak dalam hubungan manusia. Inti dari social intelligence yaitu kemampuan untuk merasakan keadaan internal, motivasi, dan prilaku diri sendiri dan orang lain, serta bertindak kepada orang lain secara optimal berdasarkan informasi tersebut (dalam Salovey & Mayer, 1990). Pada saat itu, istilah EI belum ada. Istilah EI muncul pertama kali pada tahun 1966 oleh Leuner, namun itu hanya sebatas suatu istilah saja tanpa ada konstruk yang konkret (Petrides, 2011).

Petrides (2011) juga menambahkan pada tahun 1983, Gardner dalam bukunya Frames of Mind mengusulkan teori multiple intelligence yang mengungkapkan bahwa tiap-tiap orang memiliki tipe inteligensi yang berbeda. Dua tipe inteligensi yang memberikan pengaruh besar atas terciptanya EI yaitu kecerdasan intrapersonal (kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan


(22)

dirinya dengan efektif) dan kecerdasan interpersonal (kemampuan untuk memahami orang lain dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain).

Salovey dan Mayer merupakan orang pertama yang membuat konstruk EI secara utuh pada tahun 1990. Saat itu emotional intelligence belum terkenal seperti sekarang ini dan hanya digunakan dalam bidang penelitian ilmiah. Orang pertama yang mempopulerkan istilah ini kepada publik adalah Daniel Goleman melalui bukunya yang berjudul Emotional intelligence – Why it can matter more than IQ, yang dipublikasikan pada tahun 1995 (Petrides, 2011).

Buku Goleman menuai banyak pujian dari publik dan juga kecaman dari kalangan ilmiah. Oleh karena itu, penelitian terhadap EI mulai berkembang pesat di atas tahun 1995 serta berkembang juga berbagai pengukuran EI seperti EQi (Emotional Quotient Inventory), SEIS (Schutte Emotional Intelligence Scale), MSCEIT (Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Test), dan TEIQue (Trait Emotional Intelligence Questionnaire). Masalah yang kemudian muncul yaitu antara satu alat ukur dengan alat ukur lainnya memiliki metode pengukuran yang berbeda. Sebagian alat ukur dikembangkan dengan metode self-report questionnaires, yang lainnya dikembangkan dengan metode maximum-performance test. Perbedaan ini menyebabkan hasil yang diperoleh dari alat ukur tersebut juga berbeda. Oleh karena itu, Petrides dan Furnham (2001) membagi EI menjadi dua yaitu ability EI, yang menggunakan metode maximum-performance test, dan trait EI, yang menggunakan metode kuesioner self-report.


(23)

10

2. Definisi Trait EI

Trait EI didefinisikan sebagai kumpulan persepsi diri yang terletak pada level yang lebih rendah dari hirarki kepribadian (Petrides, Pita, & Kokkinaki, 2007). Petrides, Pita, dan Kokkinaki (2007) telah mengklaim bahwa trait EI termasuk dalam personality trait, sehingga sama sekali tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif lagi. Trait EI disebut juga trait emotional self-efficacy. Petrides (2011) menyatakan bahwa trait EI memiliki operasionalisasi yang mampu mengenali subjektivitas yang melekat pada pengalaman emosional. Trait EI memberi perhatian pada konsistensi cross-situational prilaku yang dimanifestasikan dalam trait spesifik (seperti empati, asertif, optimisme). Hal ini berlawanan dengan ability EI yang lebih memberi perhatian pada kemampuan-kemampuan seperti mengidentifikasi, mengekspresikan, dan melabel emosi. Pengukuran Trait EI menggunakan metode self-report yang mengukur prilaku tertentu, sehingga tidak ada jawaban partisipan yang benar ataupun salah.

3. Aspek-aspek Trait EI

Petrides dan Furnham (2001) melakukan analisis konten pada model-model EI yang sudah ada sebelumnya dan juga konstruk yang memiliki hubungan, seperti alexithymia, komunikasi afektif, ekspresi emosi, dan empati. Analisis konten ini menghasilkan 15 faset trait EI untuk remaja dan dewasa sebagai berikut :

a. Adaptabilitas (adaptability) - fleksibel dan mau beradaptasi terhadap kondisi yang baru.


(24)

Individu dengan skor yang tinggi pada faset ini merupakan orang yang fleksibel baik dalam dunia kerja maupun dalam kehidupannya. Mereka memiliki kemauan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang baru, menikmati sesuatu yang baru serta perubahan yang bertahap. Skor rendah pada faset ini merupakan orang yang tidak ingin berubah dan merasa sulit mengubah pekerjaan dan gaya hidupnya. Mereka biasanya tidak fleksibel, memiliki pandangan dan ide yang sudah tetap.

b. Asertivitas (assertiveness) - Berterus terang, jujur, mau mempertahankan hak-hak mereka.

Individu dengan skor tinggi pada faset ini adalah orang yang dapat berbicara dengan langsung dan berterus-terang, tahu bagaimana meminta sesuatu, memberi dan menerima pujian, serta mengkonfrontasi jika diperlukan. Mereka adalah orang yang mampu memimpin dan dapat mempertahankan hak-hak serta keyakinan mereka. Individu dengan skor rendah cendrung mengalah walaupun mereka tahu mereka benar. Mereka juga sulit mengatakan tidak, sehingga pada akhirnya mereka sering melakukan hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan. Kebanyakan dari mereka lebih suka menjadi bagian dari tim daripada menjadi pemimpin.

c. Ekspresi emosi (emotion expression) - Mampu mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain.

Individu dengan skor tinggi pada faset ini adalah orang yang mampu mengkomunikasikan emosi mereka dengan lancar kepada orang lain, dapat mengekspresikan perasaan mereka secara akurat dan tidak ambigu. Skor rendah


(25)

12

mengindikasikan kesulitan dalam mengkomunikasikan pikiran yang berhubungan dengan emosi, serta sulit membiarkan orang lain tahu apa yang mereka rasakan. Ketidakmampuan mengekspresikan emosi juga mengindikasikan kurangnya percaya diri dan asertivitas sosial.

d. Pengelolaan emosi – pada orang lain (emotion management – others) - Mampu mempengaruhi keadaan emosional orang lain.

Skor tinggi menunjukkan individu mampu mempengaruhi perasaan orang lain seperti menenangkan, menghibur, dan memotivasi orang lain. Mereka dapat membuat orang lain merasa lebih baik ketika dibutuhkan. Skor rendah pada faset ini menunjukkan individu tidak mampu mempengaruhi perasaan orang lain, juga kewalahan ketika harus menangani luapan emosi orang lain serta cenderung kurang menikmati sosialisasi dan menjalin jaringan dengan orang lain.

e. Persepsi terhadap emosi – diri sendiri dan orang lain (emotion perception – self and others)- Jelas terhadap perasaan diri sendiri maupun orang lain. Individu dengan skor tinggi akan jelas terhadap perasaan mereka dan mampu mengartikan ekspresi emosional orang lain. Sedangkan individu dengan nilai rendah sering merasa bingung dengan apa yang mereka rasakan dan kurang memperhatikan tanda-tanda emosional yang ditunjukkan orang lain.

f. Regulasi emosi (emotion regulation) - Mampu mengontrol emosi dan perasaan diri sendiri.

Individu dengan skor tinggi mampu mengontrol emosi mereka dan dapat mengubah mood tidak menyenangkan ataupun memperlama mood menyenangkan


(26)

menenangkan kembali emosi mereka. Skor rendah mengindikasikan bahwa individu mudah terpengaruh pada serangan emosional dan merasakan kecemasan yang lebih lama, bahkan depresi. Mereka sulit menangani perasaan mereka, sering moody dan mudah tersinggung.

g. Keimpulsifan – rendah (impulsiveness – low) - Reflektif dan cenderung tidak mengikuti nafsu keinginan.

Faset ini lebih mengukur disfungsi impulsivitas daripada fungsional impulsivitas. Individu dengan impulsivitas rendah akan berpikir sebelum bertindak dan berhati-hati dalam membuat keputusan. Skor tinggi pada faset ini berarti individu menimbang semua informasi sebelum mereka memutuskan sesuatu, tetapi juga tidak terlalu berlebihan. Sedangkan skor rendah cenderung tidak sabar dan mudah mengikuti keinginan hati mereka. Hal ini dapat terlihat pada anak-anak yang menginginkan kepuasan langsung dan memiliki kontrol diri yang rendah, serta berbicara tanpa benar-benar memikirkannya terlebih dulu dan sering berubah pikiran.

h. Hubungan personal (relationships) - Mampu mempertahankan hubungan personal yang memuaskan.

Hubungan ini termasuk dengan teman dekat, pasangan, dan keluarga, bagaimana memulai dan mempertahankan ikatan emosional dengan orang lain. Individu dengan skor tinggi biasanya memiliki hubungan personal yang memuaskan sehingga secara positif mampu mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan emosionalnya. Mereka tahu bagaimana mendengar dan merespon orang-orang yang dekat dengan mereka. Individu dengan skor rendah akan merasa


(27)

14

sulit untuk memiliki ikatan dengan orang lain dan cenderung kurang menghargai hubungan personal mereka. Mereka juga sering berprilaku yang dapat menyakiti orang-orang dekatnya.

i. Penghargaan terhadap diri (self-esteem) –Percaya diri dan memandang positif atas pencapaiannya.

Faset ini mengukur evaluasi keseluruhan individu pada dirinya sendiri. Individu dengan skor tinggi memandang dirinya dan segala pencapaiannya dengan positif. Mereka percaya diri dan puas pada hampir seluruh aspek dalam kehidupannya. Skor rendah menununjukkan individu kurang begitu menghargai dirinya sendiri.

j. Motivasi diri (self-motivation) – Terdorong dan tidak pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan.

Individu dengan skor tinggi akan terdorong untuk menghasilkan kualitas pekerjaan yang bagus. Mereka tekun dan gigih, serta tidak perlu mendapatkan penghargaan eksternal karena motivasi mereka muncul dari dalam diri. Individu dengan skor rendah memerlukan banyak bonus dan dukungan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka cenderung menyerah ketika menghadapi kesulitan, juga kurang gigih dan kurang memiliki dorongan dari dalam diri.

k. Kesadaran sosial (social awareness) – Mencapai jaringan yang luas dengan keterampilan sosial yang superior.


(28)

pengertian. Mereka unggul dalam negosiasi, transaksi broker, dan mampu mempengaruhi orang lain. Mereka juga cenderung dapat mengontrol emosi dan prilaku mereka, serta percaya diri dalam berbagai konteks sosial, seperti pesta ataupun even perkumpulan. Individu dengan nilai rendah meyakini bahwa mereka memiliki keterampilan sosial yang terbatas dan sering merasa cemas karena tidak tahu harus berprilaku seperti apa dalam lingkungan yang kurang mereka kenali. Mereka sulit mengekspresikan diri secara jelas dan hanya memiliki sedikit kenalan, serta dikenal sebagai orang yang memiliki keterampilan interpersonal yang terbatas.

l. Pengelolaan stres (stress management) - Mampu menahan tekanan dan meregulasi stres.

Skor tinggi mengindikasikan individu mampu menangani tekanan dengan tenang dan efektif karena mereka telah mengembangkan coping mechanism (mekanisme menanggulangi) dengan sukses. Mereka juga pintar dalam meregulasi emosi yang dapat membantu mereka dalam menghadapi stres. Individu dengan skor rendah cenderung kurang mengembangkan strategi menghadapi stres. Mereka lebih suka menghindari situasi yang dapat membuat mereka lelah daripada menghadapinya. Oleh karena itu mereka lebih banyak menolak proyek-proyek penting yang perlu kerjakan dalam waktu lama.

m. Trait empati (trait empathy) - Mampu melihat melalui perspektif orang lain, memahami kebutuhan dan keinginan orang lain.

Individu dengan skor tinggi pada faset ini cenderung memiliki keterampilan dalam percakapan dan negosiasi kerena mereka dapat melihat sesuatu dari sudut


(29)

16

pandang lawan bicaranya dan menghargainya. Skor rendah menunjukkan kesulitan mengadopsi perspektif orang lain, cederung suka beropini dan argumentatif, serta kelihatan lebih self-centered.

n. Trait kebahagiaan (trait happiness) - Riang dan puas dengan kehidupannya. Individu dengan skor tinggi pada faset ini adalah orang yang periang dan merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Skor rendah menunjukkan individu sering murung dan memandang berbagai hal dengan negatif. Mereka juga cenderung kecewa dengan kehidupannya sekarang. Trait happiness, self-esttem, dan optimism merefleksikan keadaan psikologis seseorang secara umum pada saat ini.

o. Trait optimisme (trait optimis) - Percaya diri dan cenderung melihat kehidupan dari sisi yang positif.

Skor tinggi pada faset ini menunjukkan individu yang selalu melihat kejadian dalam kehidupannya secara positif dan mengharapkan terjadinya hal-hal yang positif. Nilai rendah menunjukkan kecederungan pesimis dan memandang kejadian dari sisi yang negatif. Mereka kurang mampu mengejar kesempatan baru dan takut mengambil resiko.

Selain 15 faset spesifik di atas, 13 dari aspek trait EI juga bisa dikelompokkan menjadi 4 faktor yang berelevansi dan lebih luas, yaitu :

1) Well being, mencakup trait optimism, trait happiness, self-esteem

2) Emotionality, mencakup : trait empathy, emotional perception, emotional expression, relationships


(30)

3) Self-control, mencakup : emotion regulation, low impulsiveness, stress management

4) Sociability, mencakup : emotional management, assertiveness, social awareness

Dua faset yang tidak termasuk di dalam 4 faktor di atas yaitu self-motivation dan adaptability yang dikelompokan ke dalam faset tambahan (auxiliary facets). Faset tambahan ini berkontribusi pada skor global trait EI. Alat ukur trait EI, yaitu Trait Emotional Intelligence Questionnaire (TEIQue) versi lengkap, akan menghasilkan skor dari masing-masing faset, skor dari 4 faktor dan faset tambahan (auxiliary facets), serta skor global trait EI. Berikut ini adalah gambar pembagian faset serta faktor yang mencakupnya.


(31)

18

4. Alat Tes Trait EI

Jumlah alat tes EI yang menggunakan metode self-report yang membludak memunculkan anggapan bahwa mengkonstruk alat tes ini adalah hal yang mudah. Namun faktanya, hanya sedikit alat tes trait EI yang memiliki kerangka teori yang jelas dan bahkan lebih sedikit lagi yang memiliki fondasi empiris yang kuat (Pérez, Petrides, dan Furnham, 2005). Petrides (2011) mengemukakan bahwa Trait EI hanya bisa diukur hanya jika diinterpretasi berdasarkan teori trait EI, dengan menggunakan alat tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire (TEIQue).

TEIQue memiliki beberapa versi seperti, The TEIQue (full form), TEIQue-SF (short form), yang digunakan untuk sampel berusia 17 tahun ke atas, TEIQue 360, yang diisi oleh rekan ataupun orang dekat individu yang bersangkutan, TEIQue-AF (adolescent form), TEIQue-ASF (adolescent short form), untuk sampel berusia 13-17 tahun, dan TEIQue-CF (child form) untuk anak-anak berusia 8-12 tahun.

Penelitian ini akan menggunakan TEIQue-ASF yang terdiri dari 30 aitem, yaitu dua aitem untuk setiap faset (total 15 faset). Menurut Petrides (2011), alat tes TEIQue-ASF khusus dirancang untuk mengukur skor global trait EI, kurang disarankan untuk mengukur skor dari tiap faktor karena memiliki konsistensi internal yang lebih rendah dan tidak dapat digunakan untuk menghasilkan skor dari 15 faset trait EI.


(32)

B. ADAPTASI ALAT TES 1. Definisi Adaptasi Alat Tes

Pada umumnya adaptasi tes dan penerjemahkan tes dianggap sebagai hal yang sama, tetapi sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda.

Kata “menerjemahkan” lebih kepada upaya linguistik untuk mengganti bahasa

suatu teks dengan bahasa yang lain. Sedangkan adaptasi tes merupakan serangkaian aktivitas yang tidak sekedar menerjemahkan saja, tetapi juga mempersiapkan suatu alat tes untuk dapat digunakan dalam bahasa dan budaya yang berbeda. Dengan kata lain, aktivitas dalam adapatasi lebih dari sekedar

“mengalihbahasakan saja”. Hal ini diungkapkan oleh Hambleton dan Kanjee pada tahun 1995 dalam ulasan yang dibuat oleh Purwono (dalam Supraktinya & Susana, 2010). Serangkaian aktivitas tersebut dimulai sejak ditentukannya suatu tes benar-benar mengukur konstruk yang sama pada bahasa dan budaya berbeda (penelaahan koeksistensi konstruk), melakukan tahap alih bahasa, tahap empirik, hingga tahap validasi dan standarisasi kembali alat tes tersebut.

2. Prosedur Adaptasi Tes

Purwono (dalam Supraktinya & Susana 2010) memaparkan bahwa langkah-langkah adaptasi tes ada 4, yaitu penelaahan koeksistensi konstruk, tahap alih bahasa, tahap empirik (memastikan kesetaraan psikometrik), dan tahap validasi dan standarisasi kembali alat ukur. Berikut ini akan dipaparkan penjelasan dari langkah-langkah tersebut:


(33)

20

a. Penelaahan koeksistensi konstruk yang diukur

Penelaahan konstruk merupakan tahap pertama dalam langkah adaptasi, yaitu dengan cara memahami sosial budaya tempat adaptasi tes akan dilakukan. Proses penelaahan konstruk sangat penting karena budaya sangat mempengaruhi munculnya suatu prilaku, sehingga harus diperhatikan dalam pengadaptasian tes. Benson, dalam ulasan yang dibuat oleh Purwono, menjelaskan secara spesifik bahwa konstruk dapat direpresentasikan dalam domain teoritik dan domain empiris (dalam Supraktinya & Susana, 2010). Domain teoritik yaitu hasil evolusi teori-teori ilmiah pada suatu konstruk, sedangkan domain empirik merupakan serangkaian variabel yang teramati untuk mengukur suatu konstruk. Masalah inti yang dapat muncul dalam adaptasi tes yaitu konstruk pada dua atau lebih lingkungan budaya yang berbeda memiliki domain teoritik yang sama, tetapi domain empiriknya berbeda. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan berikut dirumuskan sebagai bentuk operasionalisasi penelaahan koeksistensi suatu konstruk :

1) Apakah konstruk/trait yang diukur oleh tes yang akan diadaptasikan juga dikenal di lingkungan sosial budaya target?

2) Bila konstruk tersebut juga terdapat dalam lingkungan sosial budaya target, apakah konstruk tersebut mencakup indikator prilaku yang sama dengan indikator prilaku di lingkungan sosial budaya asal tes tersebut dikembangkan? 3) Apakah respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sama juga akan


(34)

b. Tahap alih bahasa

Alat ukur akan diterjemahkan ke bahasa tujuan dengan memperhatikan lingkungan sosial budaya setempat sehingga alat ukur tersebut dapat mudah dimengerti. Menerjemahkan di sini bukanlah menerjemahkan kata demi kata, Bassnet (dalam Supraktinya & Susana, 2010) mengutip pendapat Etienne Dolet dalam bukunya yang berjudul How to translate Well from One Language into Another, yang mengungkapkan 5 prinsip penerjemahan:

1) Makna teks asli harus dimengerti sepenuhnya oleh penerjemah.

2) Pengetahuan yang memadai pada bahasa teks asli dan bahasa tujuan harus dimiliki oleh penerjemah.

3) Teks tidak boleh diterjemahkan kata demi kata.

4) Penerjemah harus menggunakan bentuk bahasa yang dapat dipahami dengan mudah.

5) Kata maupun kalimat yang dipilih dan disusun harus memiliki makna yang tepat dengan teks aslinya.

Selain itu, Besnet juga mengutip pendapat Alexander Fraser Tytler (dalam Supraktinya & Susana, 2010) yang juga mengungkapkan prinsip penerjemahan berikut:

1) Gagasan pada naskah asli harus diberikan oleh penerjemah dalam bentuk transkripsi lengkap.

2) Hasil terjemahan harus memiliki karakter/gaya penulisan yang sama seperti teks aslinya.


(35)

22

3) Naskah asli dan terjemahan harus mengandung komposisi yang sama.

Salah satu persyaratan penerjemahan yang tercantum dalam langkah-langkah adaptasi yang dipaparkan oleh International Test Commission (ITC) dalam buku Hambleton (dalam Supratiknya & Susana, 2010) terdapat pada pedoman (guideline) D1 yang berisi:

1) Penerjemah harus berkompeten dan berpengalaman dalam bahasa asli dan bahasa tujuan, salah satu syarat penting yaitu penerjemah harus memiliki sertifikasi dan sudah berpengalaman.

2) Materi tes yang akan diadaptasi harus dipahami secara mendalam oleh penerjemah.

3) Pengetahuan dasar mengenai pengembangan instrumen dan penulisan aitem harus dimiliki oleh penerjemah.

4) Proses adatasi tes sebaiknya dilakukan oleh tim yang terdiri dari beberapa orang, termasuk penerjemah.

5) Untuk menjamin hasil terjemahan, sebaiknya dibentuk tim dengan anggota-anggota yang menguasasi kedua bahasa tersebut.

Tahapan terakhir proses penerjemahan yaitu memeriksa efektivitas hasil terjemahan. Dua rancangan yang sering digunakan dalam penerjemahan tes adalah forward translation dan back translation. Pada forward translation, penerjemah menerjemahkan alat ukur secara linguistik, kemudian penerjemah lain memeriksa ketepatan terjemahan dan merevisinya jika ada kekurangan. Rancangan yang lebih popular dalam penelitian lintas budaya adalah back translation, yaitu teks yang


(36)

lain ke dalam bahasa aslinya, kemudian dilakukan pemeriksaan kesetaraan antara bahasa asli dengan bahasa terjemahan yang diterjemahkan kembali ke bahasa aslinya.

c. Tahap empirik – memastikan kesetaraan psikometrik

Tujuan utama dalam mengadaptasi tes yaitu mendapatkan alat ukur dengan bahasa yang berbeda tetapi tetap ekuivalen secara psikometrik dengan bahasa aslinya. Hambleton, Swaminathan, & Rogers dalam ulasan yang dipaparkan oleh Purwono mengungkapkan bahwa aitem dalam alat ukur dianggap ekuivalen bila individu yang berasal dari kelompok yang berbeda tetapi memiliki kemampuan yang sama, juga memiliki kemungkinan yang sama untuk menjawab suatu aitem dengan benar walaupun menggunakan versi bahasa yang berbeda (dalam Supraktinya & Susana, 2010). Ekuivalensi alat tes dapat dilihat melalui Differential Item Functioning (DIF) pada aitem dalam suatu alat tes. Contoh prosedur untuk mengidentifikasikan DIF yaitu prosedur General Linear Model (GLM), prosedur Mantel-Haenszel (MH), logistic regression, dan prosedur berbasis Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA).

d. Tahap revalidasi dan restandarisasi

Alat tes yang telah diterjemahkan harus divalidasi kembali oleh pihak pengembang dan pengguna tes. Hal ini disebabkan karena suatu tes belum tentu tepat digunakan untuk tujuan yang berbeda, dan juga tes yang tepat untuk digunakan di suatu lingkungan sosial budaya belum tentu tepat di lingkungan lainnya. Selain itu, standar yang digunakan juga harus distandarisasi kembali


(37)

24

berdasarkan norma baru yang berasal dari populasi di mana tes akan digunakan, bukan menggunakan norma yang dikumpulkan oleh negara tempat tes versi asli dikembangkan.

Penelitian ini tidak melaksanakan semua prosedur adaptasi alat ukur dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga peneliti. Prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini hanya sampai pada tahap empirik untuk memeriksa kesetaraan psikometrik alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia. Analisis tersebut akan dilakukan dengan metode CFA yang akan dibahas lebih lanjut di bab III.

C. PROPERTI PSIKOMETRI

Suatu alat tes dikatakan akurat bila alat tes tersebut dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan subjek yang mengisinya. Keakuratan alat tes dapat dilihat dari validitas dan reliabilitasnya. Semakin tinggi validitas dan reliabilitas suatu alat tes, maka informasi yang diberikan oleh tes tersebut akan semakin akurat (Azwar, 2003). Berikut ini akan dijelaskan keterangan mengenai validitas dan reliabilitas.

1. Validitas

Validitas merupakan pertimbangan yang paling dasar dan paling penting dalam psikometri. Dalam pengukuran psikometri modern, validitas diartikan sebagai suatu tingkatan akumulasi bukti yang dapat mendukung interpretasi skor tes sesuai dengan tujuan yang diusulkan (American Educational Research Association, dkk, dalam Osterlind, 2010). Menurut Osterlind (2010), ada tiga


(38)

skor tes pada situasi asesmen tertentu, bukan mengutamakan alat ukur tertentu, (b) membuktikan validitas melibatkan proses evaluatif yang formal, serta (c) validitas juga merupakan sebuah eksplorasi dalam psikologi.

Konsep psikometri modern juga memandang validitas sebagai konsep yang menyatu, sehingga tidak ada lagi tipe-tipe validitas yang berbeda seperti validitas konten, validitas berdasarkan kriteria, ataupun validitas konstruk. Namun, akumulasi bukti validitas harus bersumber dari konten, konstruk, kriteria eksternal dan internal yang berhubungan dengan skor tes. Semua bukti ini akan dikumpulkan selama dilakukan evaluasi validitas. Proses evaluasi validitas harus mengumpulkan bukti dari berbagai sumber. Berikut ini adalah sumber-sumber bukti validitas (Osterlind, 2010):

a. Bukti validitas berdasarkan konten tes

Blueprint tes berupa deskripsi dari konten dan format proses respon pada suatu alat tes akan sangat bermanfaat untuk pengguna tes, terutama dalam proses evaluasi validitas. Dasar teori dan praktik serta ketentuan administrasi alat tes juga berguna dalam mengumpulkan bukti konten tes. Selain itu, informasi konten tes dapat juga diperoleh melalui penilaian ahli (expert judgement), bukti berdasarkan teori, dan juga spesifikasi lainnya.

b. Bukti validitas berdasarkan proses respon

Bukti validitas berdasarkan proses respon yaitu memeriksa proses mental maupun kognitif pengisi tes yang berkemungkinan menghasilkan suatu respon terhadap stimulus alat ukur yang diberikan. Tes akan menjadi bersalahan ketika pembuat tes ingin mengukur bagaimana seseorang menggunakan logikanya untuk


(39)

26

menjawab suatu aitem dengan benar, tetapi pengisi tes merespon dengan benar aitem tersebut hanya berdasarkan hafalan yang telah ada dalam kepalanya. Beberapa metode yang dapat mengukur proses respon yaitu berdasarkan variabel laten dan proses kausal suatu konstruk termasuk analisis variabel laten, structural equation modeling (SEM), hierarchical linear modeling (HLM), analisis dugaan (conjectural analysis), analisis lintasan (path analsis), dan beberapa jenis meta-analisis.

c. Bukti validitas berdasarkan struktur internal

Memeriksa struktur internal suatu tes juga berarti telah mencakup keseluruhan tujuan validitas. Pertimbangan terhadap struktur internal dimulai dari memeriksa teori yang mendasari suatu konstruk. Bila teori tersebut hanya fokus pada satu dimensi, maka penetapan konstruk dapat dilakukan dengan cermat. Beberapa contoh metode psikometrik yang dapat dilakukan untuk memeriksa struktur internal suatu alat tes, apakah benar hanya mengukur satu dimensi atau multidimensi yaitu (1) analisis faktor dan metode reduksi data yang lain, (2) cluster analysis, principal component analysis, (3) Confirmatory Factor Analysis (CFA), (4) multitrait-multimethod matrix (MTMM), (5) IRT, (6) strategi seperti generalisasi teori ataupun indeks reliabilitas lainnya.

d. Bukti validitas berdasarkan hubungan dengan variabel lain

Bukti validitas berdasarkan hubungan dengan variabel lain yaitu bukti yang diperoleh melalui hubungan antara skor tes dengan kriteria yang diperiksa, atau disebut juga dengan bukti berdasarkan kriteria. Bukti berdasarkan kriteria terbagi


(40)

related evidence), keduanya menunjukkan korelasi antara alat tes dengan suatu kriteria eksternal. Bukti prediktif dapat diperoleh dari perbandingan antara skor tes saat ini, dengan kriteria yang akan muncul pada skor tes lain yang akan datang. Sedangkan bukti konkuren diperoleh ketika skor tes dan kriteria bisa serentak didapatkan bersamaan. Sampai sekarang perbedaan penggunaan kedua bukti ini belum ditetapkan, tetapi kedua jenis bukti tersebut harus menjadi bagian dari pengukuran validitas. Pada dasarnya, korelasi tetap harus ditentukan dalam evaluasi validitas.

e. Bukti validitas berdasarkan pertimbangan eksternal

Salah satu bukti validitas berdasarkan pertimbangan eksternal yaitu validitas tampang (face validity). Validitas ini mengacu pada bagaimana tampang alat tes ketika diberikan kepada partisipan, sehingga partisipan tidak merasa asing ataupun merasa bahwa alat tes tidak dipersiapkan secara profesional. Validitas ini tidak dapat diuji dengan metode statistik, tetapi tetap harus dipertimbangkan oleh pembuat alat tes. Bukti validitas lain yaitu validitas generalisasi, sebagai suatu tingkatan bukti validitas berdasarkan validitas kriteria yang dapat digeneralisasikan pada situasi yang baru, tanpa harus melakukan penelitian lebih jauh mengenai validitas pada situasi baru tersebut.

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu gambaran teknis kesalahan pengukuran. Reliabilitas mengestimasi seberapa bagus sampel dalam stimulus pengukuran yang tepat dapat merepresentasikan seluruh stimulus yang memungkinkan pada konstruk laten ataupun domain sampel tertentu. Semakin konsisten suatu


(41)

28

pengukuran ketika pengukuran dilakukan berulang kali terhadap sampel yang sama, maka reliabilitas suatu alat tes semakin baik. Suatu alat tes yang semakin reliabel menunjukkan bahwa hasil pengukuran memiliki eror yang semakin kecil sehingga tingkat kepercayaan terhadap hasil pengukuran semakin tinggi (Osterlind 2010).

Suatu alat tes dikatakan reliabel dapat dilihat dari seberapa tinggi angka pada koefisien reliabilitasnya. Koefisien reliabilitas dilambangkan dengan simbol rxx’, yang mana r merupakan koefisien korelasi antara tes pertama (x) dengan tes

kedua (x’) yang paralel dengan tes pertama. Jika kedua tes yang dianggap paralel memiliki koefisien korelasi yang semakin tinggi, maka alat tes tersebut semakin reliabel. Koefisien reliabilitas memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 1. Namun dalam prakteknya, nilai 0 dan 1 jarang di temukan, bahkan tidak pernah dijumpai. (Azwar, 2003).

Reliabilitas yang tinggi diperlukan ketika suatu alat tes digunakan untuk membuat keputusan yang penting terhadap seseorang. Reliabilitas yang lebih rendah boleh digunakan pada tahap awal pemeriksaan dari serangkaian tes yang akan diberikan. Untuk tes inteligensi, koefisien reliabilitas yang dianggap baik adalah di atas 0.9, sedangkan untuk tes prestasi atapun tes kepribadian berkisar antara 0.7 hingga 0.9. Sedangkan reliabilitas dia bawah 0.7 dianggap rendah sehingga kurang disarankan untuk digunakan (Murphy & Davidshofer, 2003).

Secara tradisional, beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi reliabilitas yaitu (Azwar, 2003) :


(42)

a. Metode tes – ulang (test-retest)

Metode ini menggunakan tes yang sama sebanyak dua kali untuk partisipan yang sama dengan waktu yang berbeda.

b. Metode bentuk paralel (parallel-forms/alternate-forms)

Metode ini menggunakan dua bentuk tes yang paralel, baik isi aitem secara kualitas ataupun kuantitasnya serta kedua tes memiliki tujuan ukur yang sama, diberikan kepada partisipan berturut-turut setelah tes yang satu selesai dikerjakan c. Metode konsistensi internal (internal consistency),

Teknik ini menggunakan hanya satu bentuk tes dan dilakukan sekali saja pada sekelompok partisipan (single-trial administration), sehingga estimasi reliabilitas dilakukan dengan membelah aitem menjadi dua atau lebih bagian. Cara membelah aitem tergantung pada sifat dan fungsi alat tes, serta jenis skala pengukuran yang digunakan dalam alat tes tersebut. Beberapa cara pembelahan yaitu pembelahan aitem menjadi dua bagian (formula Spearman Brown, Rulon), pembelahan tiga bagian (formula Kristof), dan pembelahan multibagian (formula Alpha Cronbach). Penelitian ini akan menggunakan reliabilitas berdasarkan metode konsistensi internal dengan pembelahan multibagian, yaitu alpha cronbach. Dasar penggunaan formula ini yaitu pertimbangan bahwa tes yang diberikan kepada partisipan hanya satu kali saja, serta jumlah aitem alat tes yang tidak terlalu banyak. Koefisien alpha cronbach dapat dihasilkan dengan bantuan program SPSS for window.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang mencakup jenis penelitian yang digunakan, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta teknik analisis data yang akan digunakan.

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian mengenai karakteristik psikometrik alat tes TEIQue-ASF menggunakan metode penelitian kuantitif yang analisisnya lebih ditekankan pada data-data numerikal dan diolah dengan metode statistik. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif, yaitu data penelitian dianalisis dan hasilnya disajikan secara sistematik sehingga kesimpulan penelitian lebih mudah ditarik (Azwar, 2010). Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak perlu mencari korelasi, membuat hipotesis, ataupun menguji hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data saja (Suryabrata, 2010). Properti psikometri yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini yaitu bukti validitas berdasarkan struktur internal dan reliabilitas alat tes TEIQue-ASF.

B. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kelompok subjek yang akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi, yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan populasinya (Azwar, 2010). Berdasarkan persyaratan alat tes TEIQue-ASF, maka populasi dalam penelitian ini


(44)

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajarnya di kota Medan, Sumatera Utara. Sampel yang digunakan yaitu pelajar SMP dan SMA berusia 13 sampai 17 tahun di sekolah Wiyata Dharma. 2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penentuan sampel secara bertingkat dengan tidak proporsional (disproportional stratified sampling). Dengan teknik ini, penentuan sampel dari tiap tingkat ditentukan terlebih dulu sehingga setiap tingkat terdiri dari jumlah sampel yang sama banyak, namun tidak proporsional dengan jumlah populasinya. Penelitian ini menggunakan sampel sebesar 500 orang, yaitu 100 sampel berusia 13 tahun, 100 sampel berusia 14 tahun, 100 sampel berusia 15 tahun, 100 sampel berusia 16 tahun, dan 100 sampel berusia 17 tahun.

C. INSTRUMEN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan alat tes TEIQue-ASF yang dibuat oleh K.V. Petrides untuk mengukur trait EI. TEIQue-ASF berjumlah 30 aitem, merupakan versi pendek dari TEIQue-AF yang berjumlah 153 aitem. Alat tes TEIQue-ASF menggunakan skala likert dengan 7 rentang. Pilihan angka semakin ke 1 menunjukkan semakin tidak sesuai dengan pernyataan yang diberikan, dan semakin ke angka 7 menunjukkan semakin sesuai dengan pernyataan tersebut. TEIQue-ASF akan menghasilkan skor global dari trait EI dengan berdasarkan pada 15 faset yang tertera dalam tabel 1.


(45)

32

Tabel 1. 15 Faset Trait EI

No. Faset

1. Kemampuan adaptasi (adaptability) 2. Asertivitas (assertiveness)

3. Ekspresi emosi (emotion expression)

4. Pengelolaan emosi – pada orang lain (emotion management – others) 5. Persepsi terhadap emosi – diri sendiri dan orang lain

(emotion perception – self and others) 6. Regulasi emosi (emotion regulation) 7. Impulsivitas– rendah (impulsiveness – low) 8. Hubungan personal (relationship)

9. Penghargaan terhadap diri (self-esteem) 10. Motivasi diri (self-motivation)

11. Kesadaran sosial (social awareness) 12. Pengelolaan stres (stress management) 13. Trait empati (trait empathy)

14. Trair kebahagiaan (trait happiness) 15. Trait optimisme (trait optimis)

D. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan

Peneliti mengkaji literatur yang berhubungan dengan EI dan trait EI agar lebih memahami teori yang akan menjadi dasar alat ukur TEIQue-ASF. Peneliti juga melakukan penelaahan koeksistensi konstruk sebagai langkah pertama dalam adaptasi, dengan mengumpulkan jurnal penelitian dan literatur yang mengkaji kecerdasan emosional di Indonesia. Banyaknya penelitian dan literatur di bidang ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial budaya di Indonesia sudah tidak asing dengan topik ini. Selain itu, peneliti juga mengkaji literatur yang berhubungan dengan teknik-teknik dalam menganalisis data, agar mengetahui bagaimana


(46)

Tabel 2. Aitem Trait EI Versi Asli

No. Aitem Disagree Agree

1 It’s easy for me to talk about my feelings to other people 1 2 3 4 5 6 7 2 I often find it hard to see things from someone else’s

point of view

1 2 3 4 5 6 7 3 I’m very motivated person 1 2 3 4 5 6 7 4 I find it hard to control my feelings 1 2 3 4 5 6 7

5 My life is not enjoyable 1 2 3 4 5 6 7

6 I’m good at getting along with my classmates 1 2 3 4 5 6 7

7 I change my mind often 1 2 3 4 5 6 7

8 I find it hard to know exactly what emotion I’m feeling 1 2 3 4 5 6 7 9 I’m comfortable with the way I look 1 2 3 4 5 6 7 10 I find it hard to stand up for my rights 1 2 3 4 5 6 7 11 I can make other people feel better when I want to 1 2 3 4 5 6 7 12 Sometimes, I think my whole life is going to be

miserable

1 2 3 4 5 6 7 13 Sometimes, others complain that i treat them badly 1 2 3 4 5 6 7 14 I find it hard to cope when things change in my life 1 2 3 4 5 6 7 15 I’m able to deal with stress 1 2 3 4 5 6 7 16 I don’t know how to show the people close to me that i

care about them

1 2 3 4 5 6 7

17 I’m able to “get into someone’s shoes” and feel their emotions

1 2 3 4 5 6 7 18 I find it hard to keep myself motivated 1 2 3 4 5 6 7 19 I can control my anger when I want to 1 2 3 4 5 6 7 20 I’m happy with my life 1 2 3 4 5 6 7 21 I would describe myself as a good negotiator 1 2 3 4 5 6 7 22 Sometimes, I get involved in things I later wish I could

get out of

1 2 3 4 5 6 7 23 I pay a lot of attention to my feelings 1 2 3 4 5 6 7

24 I feel good about myself 1 2 3 4 5 6 7

25 I tend to “back down” even if I know I’m right 1 2 3 4 5 6 7 26 I’m unable to change the way other people feel 1 2 3 4 5 6 7 27 I believe that things will work out fine in my life 1 2 3 4 5 6 7 28 Sometimes, I wish I had a better relationship with my

parents

1 2 3 4 5 6 7 29 I’m able cope well in new environments 1 2 3 4 5 6 7 30 I try to control my thoughts and not worry too much

about things


(47)

34

2. Tahap Alih Bahasa

Proses penerjemahan alat tes TEIQue-ASF terdiri dari beberapa tahapan : a. Mengunduh alat tes TEIQue-ASF dari psychometriclab.com serta meminta izin dengan mengirimkan email kepada Dr. Petrides untuk menerjemahkan alat ukurnya.

b. Proses penerjemahan aitem menggunakan desain back translation, yang terdiri dari dua tahapan yaitu:

1) Menerjemahkan teks asli dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, dengan melibatkan lembaga bahasa Inggris Sun Education Center.

2) Hasil terjemahan bahasa Indonesia diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh penerjemah lain, yaitu Lembaga Pusat Bahasa USU.

Setelah itu, dilakukan pemeriksaan kesetaraan antara bahasa Inggris yang asli dengan bahasa Inggris yang diterjemahkan dari bahasa Indonesia, dengan mempertimbangkan kesetaraan maknanya. Perbandingan hasil terjemahan back translation disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Hasil back translation

No. Aitem Asli Bahasa Indonesia Bahasa Inggris II

1

It’s easy for me to talk

about my feelings to other people

Mudah bagi saya untuk mengutarakan perasaan saya pada orang lain

It is easy for me to express my feeling to other people

2

I often find it hard to see things from

someone else’s point

of view

Saya sering mengalami kesulitan memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain

It is usually difficult for me to understand something which is viewed from other

people’s viewpoint I’m very motivated Saya adalah seseorang I am the one who has


(48)

Tabel 3. Perbandingan Hasil back translation (lanjutan)

No. Bahasa Inggris I Bahasa Indonesia Bahasa Inggris II

4

I find it hard to control my feelings

Saya mengalami kesulitan untuk

mengendalikan perasaan saya

It is difficult for me to control my feeling

5 My life is not enjoyable

Hidup saya tidak menyenangkan

My life is gloomy

6

I’m good at getting

along with my classmates

Saya dapat menjaga hubungan yang baik dengan teman-teman sekelas saya

I can get along very well with my classmates

7 I change my mind often

Saya sering berubah pikiran

I often make up my mind easily

8

I find it hard to know exactly what emotion

I’m feeling

Saya mengalami kesulitan mengetahui secara tepat emosi apa yang sedang saya rasakan

It is difficult for me to know exactly what i am thinking about

9 I’m comfortable with the way I look

Saya merasa nyaman dengan penampilan saya

I feel comfortable with my appearance

10

I find it hard to stand up for my rights

Saya mengalami kesulitan

memperjuangkan hak-hak saya

It is difficult for me to safeguard my rights

11

I can make other people feel better when I want to

Saya dapat membuat orang lain merasa lebih baik jika saya

menginginkannya

I can make other people feel much better if I want

12

Sometimes, I think my whole life is going to be miserable

Kadang-kadang. Saya merasa seluruh hidup saya akan menyedihkan

Sometimes I feel that all my life will be miserable

13

Sometimes, others complain that i treat them badly

Kadang-kadang, orang lain mengeluhkan perlakuan buruk saya terhadap mereka

Sometimes other people complain about my bad


(49)

36

Tabel 3. Perbandingan Hasil back translation (lanjutan)

No. Bahasa Inggris I Bahasa Indonesia Bahasa Inggris II

14

I find it hard to cope when things change in my life

Saya mengalami kesulitan mengatasi perubahan dalam hidup saya

It is difficult for me to cope with the changes in my life

15 I’m able to deal with stress

Saya mampu

menghadapi tekanan

I am able to cope with any pressure

16

I don’t know how to

show the people close to me that i care about them

Saya tidak tahu bagaimana

menunjukkan pada orang-orang dekat saya, bahwa saya

mempedulikan mereka

I do not know how to show to my close friends that I really care for them

17

I’m able to “get into someone’s shoes” and

feel their emotions

Saya sanggup

menempatkan diri saya pada posisi orang lain dan merasakan emosi mereka

I am able to imagine I am in other poeple’s position and know what they are thinking about 18

I find it hard to keep myself motivated

Saya mengalami kesulitan membuat diri saya terus termotivasi

It is difficult for me to make me

motivated

19

I can control my anger when I want to

Saya dapat

mengendalikan perasaan marah saya jika saya menginginkannya

I can handle my own anger if I want

20 I’m happy with my life

Saya senang dengan kehidupan saya

I feel happy with my present life

21

I would describe myself as a good negotiator

Saya melukiskan diri saya sebagai seseorang yang dapat berunding dengan baik

I feel that I am the one who can negotiate well

22

Sometimes, I get involved in things I later wish I could get out of

Kadang-kadang saya melibatkan diri dalam hal-hal yang di kemudian hari saya sesali

Sometimes I am involved in

something which will make me regretful I pay a lot of attention Saya sangat I am always aware of


(50)

Tabel 3. Perbandingan Hasil back translation (lanjutan)

No. Bahasa Inggris I Bahasa Indonesia Bahasa Inggris II

24 I feel good about myself

Saya menyukai diri saya I feel that I am a good person

25

I tend to “back down” even if I know I’m

right

Saya cenderung

mengalah bahkan ketika saya tahu saya benar

I am prone to give up even though I know that I am right 26

I’m unable to change

the way other people feel

Saya tidak sanggup mengubah perasaan orang lain

I am not able to

change other people’s

way of thinking 27

I believe that things will work out fine in my life

Saya yakin segalanya akan baik-baik saja dalam hidup saya

I am quite sure that my life will be all right

28

Sometimes, I wish I had a better

relationship with my parents

Kadang-kadang saya berharap seandainya saya memiliki hubungan yang lebih baik dengan kedua orang tua saya

Sometimes I come to think that my

relationship with my parents will be better

29

I’m able cope well in

new environments

Saya sanggup

menghadapi lingkungan yang baru dengan baik

I am capable of adjusting to new neighborhood well

30

I try to control my thoughts and not worry too much about things

Saya mencoba

mengendalikan pikiran saya untuk tidak terlalu merasa risau

I try to keep my mind under control for not too apprehensive

Kedua terjemahan tersebut dibandingkan untuk dilihat kesetaraan hasil terjemahannya. Proses perbandingan hasil terjemahan dilakukan oleh lembaga bahasa Inggris Sun Education Centre. Aitem yang diperlukan perbaikan adalah aitem nomor 24 dan 30, seperti yang disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Revisi Aitem Berdasarkan Kesetaraan Hasil Terjemahan

No Terjemahan Awal Revisi aitem

24 Saya menyukai diri saya. Saya merasa nyaman dengan diri saya.

30 Saya mencoba mengendalikan pikiran saya untuk tidak terlalu merasa risau.

Saya mencoba mengendalikan pikiran saya untuk tidak terlalu merasa risau tentang berbagai hal.


(51)

38

Aitem yang telah diperbaiki kemudian diberikan kepada 2 dosen untuk melakukan professional judgment yaitu dosen dari fakultas Psikologi USU yang berasal dari departemen Psikologi Perkembangan dan departemen Psikologi Umum dan Eksperimen. Kedua dosen memeriksa validitas konten serta memperbaiki kalimat menjadi lebih efektif. Validitas konten dilihat berdasarkan blueprint yang tertera pada tabel 5 dan hasil professional judgement dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 5. Blueprint Aitem TEIQue-ASF

No. Faset No. Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Kemampuan adaptasi (adaptability) 29 14 2

2 Asertivitas (assertiveness) - 10, 25 2

3 Ekspresi emosi

(emotion expression) 1 16 2

4

Pengelolaan emosi – pada orang lain

(emotion management – others)

11 26 2

5

Persepsi terhadap emosi – diri sendiri dan orang lain

(emotion perception – self and others)

23 8 2

6 Regulasi emosi

(emotion regulation) 19 4 2

7 Impulsivitas – rendah

(impulsiveness – low) - 7, 22 2

8 Hubungan personal (relationship) - 13, 28 2 9 Penghargaan terhadap diri

(self-esteem) 9, 24 - 2

10 Motivasi diri

(self-motivation) 3 18 2

11 Kesadaran sosial

(social awareness) 21, 6 - 2

12 Pengelolaan stres

(stress management) 15, 30 - 2

13 Trait empati (trait empathy) 17 2 2


(52)

Tabel 6. Hasil Professional Judgement

No Aitem

1. Mudah bagi saya untuk mengutarakan perasaan saya pada orang lain. 2. Saya sering kesulitan memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. 3. Saya adalah orang yang memiliki motivasi tinggi.

4. Saya kesulitan untuk mengendalikan perasaan saya. 5. Hidup saya tidak menyenangkan.

6. Saya dapat menjaga hubungan baik dengan teman-teman sekelas. 7. Saya sering berubah pikiran.

8. Saya kesulitan memahami emosi apa yang sedang saya rasakan. 9. Saya merasa nyaman dengan penampilan saya.

10. Saya kesulitan memperjuangkan hak-hak saya.

11. Jika saya mau, saya dapat membuat perasaan orang lain lebih baik. 12. Terkadang saya merasa seluruh hidup saya akan menyedihkan.

13. Terkadang, orang lain mengeluhkan perlakuan buruk saya terhadap mereka.

14. Saya kesulitan mengatasi perubahan dalam hidup saya. 15. Saya mampu menghadapi stres.

16. Saya tidak tahu bagaimana menunjukkan pada orang-orang dekat saya, bahwa saya mempedulikan mereka.

17. Saya sanggup menempatkan diri pada posisi orang lain dan merasakan emosi mereka.

18. Saya kesulitan membuat diri saya terus termotivasi. 19. Jika mau, saya dapat mengendalikan perasaan marah saya. 20. Saya senang dengan kehidupan saya.

21. Saya menggambarkan diri saya sebagai orang yang dapat berunding dengan baik.

22. Terkadang, saya melibatkan diri dalam hal-hal yang di kemudian hari saya sesali.

23. Saya sangat memperhatikan gejolak perasaan saya. 24. Saya merasa nyaman dengan diri saya.

25. Saya cenderung mengalah bahkan ketika saya tahu saya benar. 26. Saya tidak sanggup mengubah perasaan orang lain.

27. Saya yakin segalanya akan baik-baik saja dalam hidup saya.

28. Terkadang, saya berharap memiliki hubungan yang lebih baik dengan kedua orang tua saya.

29. Saya sanggup menghadapi lingkungan baru dengan baik.

30. Saya mencoba mengendalikan pikiran untuk tidak terlalu merasa risau tentang berbagai hal.


(53)

40

Hasil professional judgement diujicobakan secara kualitatif kepada 5 orang partisipan dari usia 13 sampai 17 tahun. Berdasarkan komentar dari partisipan, aitem nomor 11, 23, 26, dan 30 menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan terhadap aitem-aitem tersebut. Perbaikan aitem disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7. Revisi Aitem Berdasarkan Ujicoba Kualitatif

No Aitem asal Aitem Hasil Revisi Keterangan

11.

Jika saya mau, saya dapat membuat perasaan orang lain lebih baik.

Jika saya mau, saya dapat membuat perasaan orang lain lebih baik dari sebelumnya.

Aitem diberi tambahan

keterangan waktu “dari sebelumnya” sebagai

penekanan terhadap

kata “lebih baik”

23.

Saya sangat memperhatikan gejolak perasaan saya.

Saya sangat

memperhatikan apa yang saya rasakan.

Kata “gejolak” tidak

begitu dipahami sehingga diganti menjadi kalimat yang lebih tersurat.

26.

Saya tidak sanggup mengubah perasaan orang lain.

Saya tidak sanggup mempengaruhi perasaan orang lain.

Kata “mempengaruhi” lebih tepat dibandingkan kata “mengubah” 30. Saya mencoba mengendalikan pikiran untuk tidak terlalu merasa risau tentang berbagai hal.

Saya mencoba

mengendalikan pikiran untuk tidak terlalu merasa khawatir tentang segala sesuatu dalam hidup saya.

Aitem asal lebih abstrak sehingga diperbaiki menjadi kalimat yang lebih jelas.

3. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan data

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November tahun 2014. Kuesioner TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia diadministrasikan kepada


(54)

murid-kuesioner kepada setiap murid dalam kelas tanpa bertanya terlebih dulu berapa usia mereka. Hal ini dilakukan juga supaya tidak menimbulkan tanda tanya dalam diri partisipan mengenai batasan usia tersebut. Partisipan akan menuliskan usianya pada tempat yang telah disediakan di kuesioner.

Total seluruh partisipan berjumlah 616 orang yang berusia mulai dari 12 tahun hingga 18 tahun. Partisipan yang dipilih untuk digunakan datanya diambil berdasarkan usia yang memenuhi persyaratan serta keseriusan partisipan dalam mengisi kuesioner. Keseriusan partisipan dilihat dari terisinya seluruh respon terhadap aitem tanpa ada yang dikosongkan dan respon terhadap aitem cukup bervariasi (bukan jawaban yang ekstrim, misalnya hanya merespon dengan angka 1 dan 7 saja). Partisipan yang terpilih sebanyak 500 yang berasal dari jenjang usia berbeda untuk digunakan datanya. Data hasil penelitian tersebut akan dianalisis dengan menggunakan program LISREL 9.1 free trial edition for Windows dan program SPSS 16.0 for Windows.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal dan analisis reliabilitas.

1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh validitas berdasarkan struktur internal yaitu metode analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis – CFA). Peneliti menggunakan metode tersebut untuk memastikan apakah model yang menunjukkan hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati pada alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia


(55)

42

sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh alat tes sebelumnya. Analisis faktor konfirmatori dilakukan dengan bantuan program LISREL 9.1 free trial edition for Windows. Berikut ini adalah prosedur analisis faktor konfirmatori (Wijanto, 2008) :

a. Spesifikasi model

1) Variable laten : Trait Emotional Intelligence 2) Variabel teramati :

Semua aitem dalam alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia. b. Pengumpulan data

Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada partisipan berusia 13 – 17 tahun. Format kuesioner terdapat di lampiran 2.

c. Pembuatan program SIMPLIS

Program SIMPLIS dibuat berdasarkan spesifikasi model dan data yang telah dikumpulkan sebelumnya.

d. Menjalankan program SIMPLIS dan Analisis keluarannya

Program SIMPLIS yang telah dibuat akan dijalankan sehingga menghasilkan keluaran (output). Prosedur analisis validitas terhadap keluaran program SIMPLIS sebagai berikut :

1) Memeriksa offending estimate, seperti standar varians negatif (negative error variance) dan muatan faktor standar (standardized loading factor) > 1.0, serta nilai standar error yang sangat besar. Jika > 1.0 , tambahkan pada program


(56)

2) Analisis validitas alat tes TEIQue-ASF dengan memeriksa nilai t (t-value) pada muatan faktor standar dari variabel-variabel teramati, yaitu > 1.96 serta muatan faktor standar ≥ 0.30. Jika kedua nilai telah terpenuhi, maka suatu aitem dinyatakan telah sesuai dengan model.

3) Uji kecocokan model (goodness of fit statistics) dengan memeriksa nilai RMSEA, GFI, dan AGFI. Nilai-nilai tersebut harus memiliki nilai kecocokan yang baik, seperti yang tertera pada tabel 8.

Tabel 8. Ukuran Goodness of Fit

Ukuran GOF Tingkat kecocokan yang bisa diterima GFI GFI ≥ 0.90 menunjukkan good fit.

0.80 ≤ GFI < 0.90 menunjukkan marginal fit.

RMSEA

RMSEA < 0.05 menunjukkan close fit.

0.05 < RMSEA ≤ 0.08 menunjukkan good fit. 0.08 < RMSEA ≤ 0.10 menunjukkan marginal fit. RMSEA > 0.10 menunjukkan poor fit.

AGFI GFI ≥ 0.90 menunjukkan good fit.

0.80 ≤ GFI < 0.90 menunjukkan marginal fit.

2. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas alat tes TEIQue-ASF versi bahasa Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan koefisien reliabilitas alpha cronbach. Analisis ini akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Menurut Murphy dan Davidshofer (2003), koefisien reliabilitas antara 0.70 – 0.90 sudah dianggap dapat dipercaya dalam tes kepribadian, termasuk juga alat tes TEIQue-ASF.


(1)

Osterlind, S.J. (2010). Modern measurement : Theory, principles, and applications of mental appraisal (2nd ed.). United States of America: Pearson Education, Inc.

Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2007). Human development (10th ed.).

New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Pérez, J. C., Petrides, K. V., & Furnham, A. (2005). Measuring trait emotional intelligence. Dalam R. Schulze dan R.D. Roberts (Eds.), International Handbook of Emotional Intelligence. Cambridge, MA: Hogrefe & Huber

Petrides, K.V., & Furnham, A. (2001). Trait emotional intelligence: Psychometric investigation with reference to established trait taxonomies. European Journal of Personality, 15, 425-448. Diunduh dari www.psychometriclab.com

Petrides, K.V., Frederickson, N., & Furnham, A. (2004). The role of trait emotional intelligence in academic performance and deviant behavior at school. Personality and Individual Differences, 36, 277-293. Diunduh dari www.psychometriclab.com

Petrides, K.V., Pita, R., & Kokkinaki, F. (2007). The location of trait emotional intelligence in personality factor space. British Journal of Psychology, 98,

273-289. Diunduh dari www.psychometriclab.com

Petrides, K.V. (2011). Ability and trait emotional intelligence. Dalam Chamorro-Premuzic, T., Furnham, A., & von Stumm, S. (Eds.), The Blackwell-Wiley Handbook of Individual Differences. New York: Wiley. Diunduh dari www.psychometriclab.com

Prihananto, P.E. (2013, Oktober 8). Kenakalan Remaja Makin Mencemaskan. Diakses pada tanggal 12 September 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/08/0920254/Kenakalan.Rem aja.Makin.Mencemaskan

Salovey, P., & Mayer, J.D. (1990). Emotional intelligence. Imagination, Cognition, and Personality, 9, 185-211. Diunduh pada tanggal 19 November 2014 dari https://www.google.co.id/url?sa=t&source=wb&rct= j&ei=ZoXBVLCaC8398QWo6oLACw&url=http://www.unh.edu/emotion al_intelligence/EI%2520Assets/Reprints...EI%2520Proper/EI1990%2520E motional%2520Intelligence.pdf&ved=0CBwQFjAA&usg=AFQjCNGAaB GKVpnmZRGlKliHCCL3h4ZvMA&sig2=UIBPVD57Pi9rK5FIxmR8_w


(2)

Supraktiknya, A., Susana, T. (2010). Redefinisi psikologi Indonesia dalam keberagaman. Jakarta: Himpunan Psikologi Indonesia.

Suryabrata, S. (2010). Metodologi penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Wijanto, S.H. Structural equation modeling dengan lisrel 8.8: Konsep dan

tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(3)

LAMPIRAN

Nilai GOF,

Nilai Muatan Faktor Standar,

dan Nilai

t


(4)

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom for (C1)-(C2) 405

Maximum Likelihood Ratio Chi-Square (C1) 1401.469 (P = 0.0000) Browne's (1984) ADF Chi-Square (C2_NT) 1708.651 (P = 0.0000) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) 996.469

90 Percent Confidence Interval for NCP (886.305 ; 1114.199)

Minimum Fit Function Value 2.803 Population Discrepancy Function Value (F0) 1.993

90 Percent Confidence Interval for F0 (1.773 ; 2.228) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 0.0701

90 Percent Confidence Interval for RMSEA (0.0662 ; 0.0742) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) 0.000

Expected Cross-Validation Index (ECVI) 3.043

90 Percent Confidence Interval for ECVI (2.823 ; 3.278) ECVI for Saturated Model 1.860

ECVI for Independence Model 7.735

Chi-Square for Independence Model (435 df) 3807.329

Normed Fit Index (NFI) 0.631 Non-Normed Fit Index (NNFI) 0.682 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) 0.588 Comparative Fit Index (CFI) 0.704 Incremental Fit Index (IFI) 0.706 Relative Fit Index (RFI) 0.604

Critical N (CN) 169.819

Root Mean Square Residual (RMR) 0.225 Standardized RMR 0.0748 Goodness of Fit Index (GFI) 0.814 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0.787 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) 0.709


(5)

Nilai Muatan Faktor Standar


(6)

Nilai t