BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Tidak hanya dikenal sebagai negara yang bertetangga. Indonesia dan Malaysia juga dikenal bangsa yang serumpun, yakni sebuah bangsa yang berasal
dari nenek moyang yang sama. Tidak hanya memiliki kesamaan nenek moyang, Indonesia dan Malaysia adalah bangsa yang juga memilik kesamaan, mulai dari
bahasa, warna kulit, warna rambut, warna mata, kesamaan budaya, serta topografi daerahnya. Tidak hanya itu, salah satu suku yang terdapat di Indonesia juga
merupakan suku yang terbesar yang ada di Malaysia, yakni Melayu, hampir diseluruh pulau sumatera penduduknya adalah Melayu dan tersebar di beberapa
bagian wilayah di pulau Kalimantan. Suku Melayu merupakan suku terbesar dan merupakan bangsa asli negara Malaysia. Hal inilah yang menjadi persamaan
mencolok antara bangsa Indonesia dan Malaysia. Namun pada kenyataannya tidak begitu, justru negara yang jaraknya sangat berdekatan itu memiliki permasalahan
yang sangat kompleks, sehingga dapat mempengaruhi keharmonisan hubungan bangsa serumpun ini. Begitu banyak masalah yang timbul, hal tersebut tidak
hanya timbul di waktu belakangan ini. Beberapa kejadian konflik yang berkepanjangan tersebut, menjadi catatan sejarah perjalanan kedua bangsa yang
memiliki akar suku bangsa melayu tersebut. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1961 saat 16 tahun Indonesia merdeka
konflik ini pun bermula, konflik yang lebih dikenal dengan “ Konfrontasi Indonesia – Malaysia “, hal ini terjadi dikarenakan perebutan tapal batas wilayah
antara kedua negara, Perang ini berawal dari keinginan Federasi Malaya lebih
Universitas Sumatera Utara
dikenal sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang
tidak sesuai dengan Persetujuan Manila oleh karena itu keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi
Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai boneka Inggris merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan
terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia. Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi.
Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara,
kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan
Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia. Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia, Presiden Soekarno
berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga
mengancam kemerdekaan Indonesia. Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran
menyerbu gedung KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tuanku
Abdul Rahman - Perdana Menteri Malaysia saat itu dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak Widiyanta.
Danar, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti- Indonesian yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan
balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia
. Namun tidak hanya sampai pada pristiwa konfrontasi, pertentangan antara
Indonesia dan Malaysia berujung, itu adalah sebuah babak permulaan saja, tahun demi tahun berlalu, namun masih tetap ada saja pertentangan yang timbul.
Bahkan di tahun – tahun belakangan ini begitu banyak ketegangan terjadi, mulai dari sengketa perebutan wilayah, seperti Pulau Sipadan dan Ligitan. Tidak
hanya terlibat dalam perebutan dan sengketa wilayah, konflik ketegangan antar kedua bangsa serumpun ini juga terjada di berbagai bidang, seperti halnya peng-
klaiman beberapa situs warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia, seperti halnya saat malaysia meng-klaim kepemilikan Tari Pendet, Reog Ponorogo, alat
musik Angklung, kesenian Batik, masakan Rendang, bahkan kini negeri itu juga mencaplok lagu daerah Rasa Sayange yang berasal dari Maluku, Indonesia.
Khusus pada penelitian ini peneliti mengambil permasalahan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang sejatinya adalah lagu daerah Maluku, letak
kontroversinya adalah Lagu ini digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar bulan
Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu kepulauan Nusantara
Malay archipelago, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu Rasa Sayange adalah milik Indonesia karena ia merupakan lagu rakyat yang
telah membudaya di provinsi Maluku sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu
Universitas Sumatera Utara
adalah salah. Gubernur melihat bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan
diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa
membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia. Bagaimanapun, bukti tersebut akhirnya ditemukan. Rasa Sayange diketahui
direkam pertama kali di perusahaan rekaman Lokananta Solo 1962 Tentang bukti rekaman Rasa Sayange, bukti lagu tersebut direkam oleh
Lokananta, Solo, Indonesia pada tahun 1962 dalam piringan hitam Gramophone. Rekaman master dari piringan ini masih disimpan oleh Perum PNRI Percetakan
Negara Republik Indonesia Cabang Surakarta yang dahulunya adalah PN Percetakan Negara Lokananta. Ini dikenal sebagai rekaman pertama terhadap
lagu ini. Piringan hitam tersebut didistribusikan sebagai souvenir kepada partisipan Asian Games ke 4 tahun 1962 di Jakarta, dan lagu Rasa Sayange
adalah salah satu lagu rakyat Indonesia di piringan tersebut, bersama dengan lagu etnis lain Indonesia seperti Sorak-sorak Bergembira, O Ina ni Keke, dan Sengko
Dainang. Pemberitaan tentang konflik ini menjadi berita di berbagai media massa.
Semakin banyaknya media memberitakan pastilah menimbulkan pro dan kontra. Hal ini tentunya dengan didorongnya kekuatan media massa sendiri yang dapat
menciptakan kerangka berfikir seseorang, sehingga dengan kekuatan tersebut para pemilik media ingin menguasai kerangka berfikir yang nantinya dapat membentuk
sebuah opini dan tentunya hal tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan keinginan pemilik media itu sendiri. Perang adu argumen, adu statement, protes di
Universitas Sumatera Utara
setiap daerah, demontrasi besar-besaran yang malah justru mempersatukan sebagai bangsa yang kehilangan akar budayanya seolah-olah menjadi makanan
setiap hari di media massa. Media massa sangat berperan besar dalam mempengaruhi dan menentukan
sikap khalayak. Setiap pemberitaan dalam media akan memunculkan perubahan yang signifikan. Media memberikan begitu banyak informasi mengenai
lingkungan terdekat maupun lingkungan yang lebih jauh. Media mempengaruhi kebiasaan konsumsi, media memberikan model dan contoh positif dan negatif
yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku. Media menolong kita untuk berinteraksi secara lebih efektif dengan kelompok sosial dan lingkungan. Pada
tingkat yang lain, adalah juga jelas bahwa media massa sekarang mendorong dan mempengaruhi fungsi institusi-institusi sosial yang menonjolkan, seperti dalam
bidang politik, pemerintahan, sistem keadilan dan bisnis. Begitu besar pengaruh media hingga dapat membentuk opini pada
masyarakat, dengan mengkonsumsi berita yang dimuat oleh media opini-opini yang ada pada masyarakat khususnya pada mahasiswa akhirnya membentuk pola
pikir pada diri mahasiswa tersebut. Adapun alasan peneliti mengadakan penelitian dengan mengambil
permasalahan pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange adalah peneliti ingin mengetahui secara langsung kepedulian kita sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat, walau isu yang peneliti angkat sudah tidaklah “up date” lagi, dan alasan mengapa peneliti mengadakan penelitian yang mengambil opini mahasiswa
adalah dikarenakan bahwa selama ini kita hanya melihat dan mendengar pandangan publik secara umum melalui media, namun belum pernah mendengar
Universitas Sumatera Utara
dan menampung pandangan atau opini dari mahasiswa dalam bentuk penelitian secara langsung. Selaku masyarakat intelektual, mahasiswa hendaknya tidak
hanya memberikan opini namun juga dapat memberikan saran yang terbaik dalam memandang dan memahami permasalahan ini. Serta tentunya peneliti sangat ingin
mengetahui sejauh mana mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini mengkonstruksikan, menilai, dan memahami permasalahan yang dimuat dalam
pemeberitaan media televisi itu sendiri, apakah mahasiswa tersebut, dapat mencerna dan menelaah isi yang disampaikan atau hanya sebagai bahan informasi
saja. Serta yang terakhir adalah bertujuan untuk mengetahui apakah media mampu membentuk, mempengaruhi opini pada diri mahasiswa dan respondennya. Dan
yang menjadi alasan mengapa peneliti mengadakan penelitian di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya-USU adalah peneliti mengharapkan
selaku mahasiswa Ilmu Budaya, hendaknya responden secara jeli dapat memahami hal ini dan dapat memberikan masukan demi terciptanya jalan keluar.
Hal ini dikarenakan menyangkut dengan masalah perebutan warisan budaya Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh manakah pengaruh pemberitaan pada media televisi mengenai konflik
pencaplokan lagu daerah Rasa Sayange yang dilakukan oleh Malaysia terhadap opini mahasiwa Departemen Etnomusikologi, FIB-USU
Universitas Sumatera Utara
I.2. Perumusan Masalah.