BAB III KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SENJATA API
A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana dengan Menggunakan Senjata Api
Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan adalah suatu perbuatan manusia yang melanggar atau
bertentangan dengan apa yang telah ditentukan dalam kaidah hukum atau lebih tegasnya lagi bahwa perbuatan-perbuatan yang telah melanggar aturan-aturan
yang sudah ditetapkan dalam kaidah hukum. Setelah diberikan suatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan, maka disini akan dijelaskan pula
mengenai apa itu kekerasan. Didalam kehidupan masyarakat, kejahatan terhadap harta benda banyak sekali terjadi. Bahkan masalah-masalah yang terbesar adalah
mengenai jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan seseorang, misalnya saja: Pencurian Bab XXII KUHP, Pemerasan dan Pengancaman Bab XXIII KUHP,
Penggelapan Bab XXIV KUHP, Penipuaan Bab XXV KUHP, Perbuatan Merugikan Penagih Utang atau Orang yang Berhak Bab XXVI KUHP,
Menghancurkan atau Merusakan Barang Bab XXVII KUHP. Didalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana bagian khusus
mengenai kekerasan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang mempergunakan tenaga badan dengan kekuasaan fisik si pelaku kejahatan,
penggunaan kekerasan itu dapat diwujudkan dengan memukul, menyekap, mengikat, menahan, dengan senjata api dan sebagainya.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, pada Bagian I mengenai aturan umum
dalam Pasal 1 dijelaskan:
65
Universitas Sumatera Utara
“Bahwa senjata api yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah senjata api dan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu
dan bagian-bagiannya seperti patoonhulsen, slaghoeajes, dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung bahan peledak
seperti granat tangan, bom dan lain-lainnya”
60
Jadi dapatlah diartikan bahwa senjata api adalah suatu alat dan bagian-bagiannya yang dapat mengeluarkan atau menyemburkan api.
Badan atau lembaga yang berwenang dalam hal pemberian izin untuk memiliki senjata api ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti
diatur dalam Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indionesia yang menyatakan: “Kepolisian Negara
Republik Indonesia memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam”.
Begitu juga mengenai sanksi yang diberikan kepada seseorang yang melanggar ketentuan tentang senjata api, dimana senjata api yang dimiliki tersebut
tidak memiliki surat izin dan digunakan untuk melakukan suatu tindak kejahatan, maka akan diberikan sanksi berdasarkan Pasal 1 Butir Pertama Undang-Undang
Darurat Hukuman Istimewa Sementara, yang menyatakan sebagai berikut: ”Barang siapa, tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,
mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api, amunisi,
atau suatu bahan peledak dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara setinggi-tingginya dua puluh Tahun”
61
Kepemilikan senjata api senjata api tanpa hak atau illegal dengan alasan apapun termasuk alasan membela diri serta menjaga keamanan diri adalah perbuatan yang
66
60
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan pemberian Izin Pemakaian Senjata Api, Pasal 1.
61
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Hukuman Istimewa Sementara, Pasal 1.
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan sebagai kejahatan, karena kepemilikan senjata api harus mendapatkan izin dari Kepolisian. Hal tersebut ditempuh agar kepemilikan senjata
api dapat dikontrol untuk memudahkan aparat Kepolisian memantau kepemilikan senjata api mengingat bertambahnya kejahatan dengan menggunakan senjata dari
tahun ke tahun. Seseorang yang melakukan aktivitas kejahatan terutama terhadap korban,
si pelaku seringkali menganiaya korban. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan dapat menyebabkan luka-luka, maka perbuatan demikian dapat
dikatakan sebagai suatu perbuatan yang dinamakan kekerasan. Kekerasan yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
adalah penggunaan kekuatan fisik oleh pelaku, yaitu dengan memukul, mengikat, menyekap, menahan, bahkan menembak korban. Perwujudan dari kekerasan
dengan senjata api dapat berupa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang dapat menyebabkan korban luka-luka. Penganiayaan dengan senjata api
dapat diwujudkan dengan memukul menggunakan gagang atau popor senjata api dan menembak untuk melumpuhkan korban, sedangkan dalam penculikan dengan
senjata api dapat diwujudkan dengan menahan, menyekap atau mengikat korban dibawah ancaman senjata api. Pengancaman atau perampokan dengan senjata api
dapat diwujudkan dengan menodongkan senjata api atau menembakkan senjata api ke udara. Berbeda dengan yang lainnya, dalam pembunuhan dengan
menggunakan senjata api dapat diwujudkan dengan menembakkan senjata api pada korban yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban.
Selain penggunaan kekerasan yang berlebihan dan pelanggaran HAM terdapat beberapa tindak pidana lainnya yang ditimbulkan oleh senjata api yaitu:
67
Universitas Sumatera Utara
1. Penganiayaan
Undang-Undang tidak memberikan ketentuan mengenai apakah yang dimaksud dengan penganiayaan. Menurut yurisprudensi yang dimaksud dengan
penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak penderitaan, rasa sakit pijn, atau luka. Didalam KUHP, penganiayaan diatur dalam Pasal 351,
352, 353, 354, dan 355. Berdasarkan Pasal 351 terdapat 3 tiga jenis penganiayaan yaitu:
a. Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
c. Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.
2. Pencurian
Diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan diantaranya bahwa: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian ........”.
3. Pemerasan
Diatur dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP, yang dinamakan dengan pemerasan dengan kekerasan. Pasal 368 ayat 1 menyatakan bahwa:
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau
supaya orang lain itu membuat utang atau menghapuskan piutang ........ “.
4. Pembunuhan
Diatur dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena
bersalah melakukan pembunuhan ........”.
68
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan bunyi Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur pembunuhan adalah:
62
a. Barang siapa
Hal ini Berarti ada orang tertentu yang melakukannya. b.
Dengan sengaja Dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 tiga jenis bentuk sengaja dolus
yakni: 1.
Sengaja sebagai maksud, 2.
Sengaja dengan keinsyafan pasti, 3.
Sengaja dengan keinsyafan kemungkinandolus eventualis, c.
Menghilangkan nyawa orang lain. 5. Kelalaian yang menyebabkan kematian
Diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang menyatakan bahwa: “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”. Rumusan karena salahnya adalah unsur kelalaian atau culpa yang menurut
ilmu hukum pidana terdiri dari:
63
a. Culpa dengan kesadaran,
b. Culpa tanpa kesadaran.
B. Jenis-jenis Senjata Api yang Digunakan