Pertamina dex Solar pertadex Persyaratan kualitas biodiesel

PdCl 2 CuCl 2 H CH 3 CH 2 7 CH=CH CH 2 7 COOH H 3 C —CH 2 7 — C—CH 2 —CH 2 7 --- C = O CO O = C O Anhidrid melingkar 3-oktil- undekana- dikarbosilat anhidrid H CH 3 OHH 2 SO 4 H H 3 C —CH 2 7 —C—CH 2 —CH 2 7 --- C = O CH 3 – CH 2 7 – C--- CH 2 CH 2 7 COOCH 3 O = C O COOCH 3 Anhidrid melingkar 3-oktil- undekana- dikarbosilat anhidrid Dimetil ester rantai bercabang DMEB

2.5. Pertamina dex Solar pertadex

Teknologi kendaraan bermotor di dunia saat ini semakin mengarah pada keunggulan di bidang keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup, sampai dengan saat ini ada tiga standar terbesar dalam pengujian standar emisi yaitu US Federal, JIS standar dan standar euro. Standar Euro merupakan standar emisi yang telah mengalami beberapa perubahan yang sesuai dengan kemampuan teknologi dan kualitas bahan bakar yang semakin ramah lingkungan dengan pengurangan kadar timbal dan sulfur dalam bahan bakar. Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah mengeluarkan peraturan Pada tangal 23 september 2003 yang membatasi polusi udara dari kendaraan bermotor untuk pencemar seperti CO, HC, NOx dan PM yang mengacu pada standar euro II yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 141 Tahun 2003. Pertamina Dex, merupakan bahan bakar mesin diesel yang telah Solar murni kualitas 1 Satu yang memenuhi standar emisi euro II yang memiliki bilangan setana 53 dan kandungan Sulfur maksimal 300 ppm, sehingga bahan bakar ini berpotensi untuk meningkatkan kinerja mesin dan mengatasi permasalahan pencemaran akibat bahan bakar fosil. Girsang, J.M. 2012.

2.6. Proses produksi biodesel minyak jarak.

Jarak pagar dipandang menarik sebagai sumber biodiesel karena kandungan minyaknya yang tinggi, Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang cukup kuat, dan mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Tanaman jarak disebut juga pioner dari tanaman penahan erosi karena dari tanaman ini mampu menahan air dan tanah, sehingga usaha untuk penghijauan dengan jarak pagar sangat bermampaat. Proses produksi biodiesel umumnya melalui reaksi transesterifikasi senyawa trigliserida yang terkandung didalam minyak atau lemak. Reaksi transesterifikasi bertujuan Universitas Sumatera Utara untuk menurunkan viskositas minyak atau lemak agar dapat memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar . Terdapat berbagai metode reaksi transesterifikasi melalui berbagai variasi bahan baku, jenis alkohol, katalis, temperatur reaksi, waktu reaksi, jenis reaktor dan proses pemisahan. Secara umum terdapat dua tantangan dalam pengembangan proses produksi biodiesel dari minyak jarak yaitu : 1. Tranesterifikasi digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas atau tranesterifikasi merupakan proses reaksi kesetimbangan sehingga diperlukan alkohol untuk mendorong reaksi sehingga dihasilkan metil ester. Reaksi dari transesterifikasi memiliki sifat reversibel dan ketidaklarutan antara minyak dan alkohol maka reaksinya harus dijaga agar kesetimbangan reaksinya bergeser ke arah produk sehingga perolehan biodiesel atau fame nya tinggi. Untuk mendapatkan biodesel yang baik biodiesel atau gliserol harus dipisahkan. Reaksi yang tidak sempurna dapat menyebabkan rendahnya mutu atau kualitas dari biodiesel karena terdapat zat pengotor seperti Trigliserida, Digliserida, Monogliserida dan kehilangan reaktan. 2. Menggunakan membran reaktor. Membran reaktor memadukan proses reaksi dan proses pemisahan produk dalam satu tahap yang simultan sehingga terjadi pengadukan bahan baku secara kontinu dan menjaga proses perpindahan massa yang besar antara fasa yang saling tidak larut, membran reaktor dapat melakukan pemisahan reaktan yang tidak bereaksi dan produk yang dihasilkan secara kontinu sehingga kesetimbangan reaksi bergeser ke arah produk dan perolehan produk biodiesel tinggi. Minyak jarak pagak sebelum dimasukkan kedalam reaktor terlebih dahulu ditambahkan katalis dalam larutan metanol, sedangkan hasil produksi dari reaktor tersebut adalah biodesel yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar. Hasil produksi reaktor adalah biodesel yang masih memerlukan pemurnian dan pencucian sehingga diperoleh boidesel yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar. Proses pemurnian minyak meliputi penghilangan gum degumming, Netralisasi atau penghilangan asam lemak. Sibarani, H. 2011. 2.7.Proses pemurnian minyak jarak pagar 2.7.1. Pengilangan gum Degumming Pemisahan gum degumming merupakan salah satu tahap pemurnian minyak nabati yang menentukan mutu produk dan efisiensi proses lanjutan. Dalam penggunaan langsung sebagai bahan bakar, adanya gum dalam minyak dapat menyebabkan penyumbatan aliran minyak. Gum dalam minyak juga dapat mengganggu jalannya proses Universitas Sumatera Utara esterifikasitransesterifikasi untuk produksi biodiesel. Aplikasi teknologi membran untuk memisahkan gum merupakan alternatif teknik pemisahan gum yang dianggap ramah lingkungan dan hemat energi. Untuk mendapatkan efisiensi pemisahan gum yang tinggi, diperlukan kajian kondisi operasi membran Sumangat, D. dan Harimurti, N. 2008

2.7.2. Netralisasi asam atau pemisahan asam lemak bebas ALB

Proses pemisahan kandungan asam lemak bebas ALB bisa dilakukan dengan beberapa pilihan proses, yaitu : 1. Memisahkan ALB sebelum proses dan menggunakan transesterifikasi katalis basa konvensional. 2. Menggunakan katalis asam untuk mengkonversi minyak dan ALB menjadi metil ester. 3. Mengkonversi seluruh minyak menjadi asam lemak dan menggunakan jalur esterifikasi katalis asam untuk mengkonversi asam lemak menjadi metil ester atau kedalam bentuk metil ester asam lemak FAME = Fatty Acid Methyl Ester .Nasikin, M. dan Nurhayti, W. 2010. Minyak dari biji jarak dapat diekstrak dengan cara mekanik ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksan. Minyak jarak memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. Kandungan asam lemak pada minyak. jarak pagar dilihat pada Tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1. Kandungan asam lemak minyak jarak No Nama Asam Komposisi w Berat 1 Asam Miristat 14:0 – 0,1 2 Asam Palmitat 16:0 14,1 – 15,3 3 Asam Palmitoleat 16:1 – 1,3 4 Asam Stearat 18:0 3,7 – 9,8 5 Asam Oleat 18:1 34,3 – 45,8 6 Asam Linoieat 18:2 29,0 – 44,2 7 Asam Inoienat 18:3 – 0,3 8 Asam Arakhidat 20:0 – 0,3 9 Asam Behena 22:0 – 0,2 Hambali, E. 2008 2.8.Proses transesterifikasi minyak jarak pagar Jatropha Curcas Oil Biodiesel dapat diproduksi melalui transesterifikasi trigliserida dengan alkohol rantai pendek dan dengan adanya katalis. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan Universitas Sumatera Utara yang biasanya dilakukan secara sederhana dengan mencampurkan raktan-reaktan. Reaksi ini berjalan sangat lambat sehingga diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi agar dapat digunakan secara komersial. Penggunaan katalis hanya mempecepat terjadinya kesetimbangan akan tetapi tidak dapat mengeser komposisi kesetimbangan. Asam kuat dan basa kuat banyak digunakan sebagai katalis. Tranesterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Tranesterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah : RCOOH + CH 3 OH RCOOH 3 + H 2 O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi tranesterifikasi adalah waktu reaksi, pengadukan, katalisator, dan suhu reaksi. Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis adalah tahap konversi dari trigliserida minyak nabati menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah : Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : 1. Suhu proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih alkohol yang digunakan semakin tinggi. 2. Kecepatan pengadukan Kecepatan pengadukan akan menaikkan pergerakkan molekul dan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai terbentuk metil ester. 3. Lama Reaksi Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekel-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Universitas Sumatera Utara 4. Jenis katalis Proses transesterfikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju pembentukan ester. Katalis biasa yang digunakan adalah katalis asam atau katalis basa. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalis homogen meliputi alkali dan asam. 2.9.Sifat-sifat penting dari bahan bakar mesin diesel Untuk mengetahui dan mengenal biodiesel ini akan menganalisa beberapa sifat-sifat fisisnya yang dapat dipergunakan sebagai tolak ukur kualitas bahan bakar biodiesel. Bahan bakar motor diesel mempunyai sifat yang sama dengan biodesel sehingga dapat mempengaruhi prestasi kerja dari mesin diesel diantaranya: Penguapan Volatilitas, residu karbon., viskositas ukuran yang menunjukkan kemampuan minyak untuk untuk dapat bertahan atau mempertahankan kekentalan terhadap perubahan temperatur selama proses kerja minyak dalam mesin atau suatu ukuran dari tahanan didalam minyak itu sendiri untuk mengalir, kandungan belerang, abu dan endapan, titik nyala flash point, titik kabut cloud point, sifat korosif, mutu penyalaan dan kadar air. Darmanto, S. 2006.

2.10. Persyaratan kualitas biodiesel

Bahan bakar nabati Biofuel jenis biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang digunakan sebagai campuran bahan bakar solar harus memenuhi standar dan mutu, maka dalam pembuatan biodesel harus memiliki standar dan mutu biodiesel. Dibawah ini adalah Tabel 2.2 standar mutu atau kualitas biodiesel berdasarkan SNI-04-7182-2006. Tabel 2.2. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. No Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode Setara 1 Massa jenis pada 40 C, kgm 3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 2 Viscositas kinematika pada 40 C, mm 2 s cst 2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104 3 Angka Setana Min.51 ASTM D 613 ISO 5165 4 Titik nyala mangkok tertutup C Min.100 ASTM D 93 ISO 2710 5 Titik Kabut C Maks.18 ASTM D 2500 - 6 Korosi bilah tembaga 3 jam50 C Maks. 3 ASTM D 130 ISO 2160 7 Residu karbon, berat Dalam contoh asli Dalam 10 ampas distilasi Maks. 0,05 Maks. 0,03 ASTM D 4530 ISO 10370 8 Air dan Sendimen, vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 - Universitas Sumatera Utara 9 Temperatur distilasi 90, C Maks. 360 ASTM D 1160 - 10 Abu tersulfatkan, berat Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987 11 Belerang, ppm-b mgkg Maks. 100 ASTM D 5453 ISO 20884 12 Fosfor, ppm-b mgkg Maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI- A05-03 13 Angka Asam, mg-KOHg Maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI- A02-03 14 Gliserol bebas,-berat Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI- A02-03 15 Gliserol total, -berat Maks.0,24 AOCS Ca 14-56 FBI- A02-03 16 Kadar ester alkil, berat Min. 96,5 - FBI- A03-03 17 Angka iodium, g-12 100g Maks.115 AOCS Cd 1-25 FBI- A04-03 Sumiarso, L. 2006 . Secara umum kualitas bahan bakar solar dalam kaitannya dengan kinerja dan umur pakai mesin dapat dilihat pada parameter bilangan cetana, kandungan sulfur, kandungan partikulat, kandungan air dan sifat kelumasannya. Bahan bakar solar dengan kandungan sulfur, partikulat dan air yang rendah hanya mungkin dihasilkan dari proses kilang yang panjang, rumit dan memerlukan biaya proses yang tidak mudah . Sifat kelumasan bahan bakar Solar yang rendah sulfurnya hanya bisa dicapai jika ditambahi aditif, untuk itu solar yang yang diproduksi harus memiliki persyaratan mutu solar seperti pada Tabel 2.3 berikut ini: Tabel 2.3. Persyaratan mutu solar No Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji 1 Massa jenis 40°C, grml 0,82 – 0,87 ASTM D–1298 2 Visikositas kinetic pada 40°C, cSt 1,6 – 5,8 ASTM D –445 3 Angka setana Min 45 ASTM D –613 4 Titik kilat flash point, °C Maks 150 ASTM D –93 5 Korosi strip tembaga 3 jam pada 50°C Min No. 1 ASTM D –130 6 Residu karbon – bb Min 0,1 ASTM D –189 7 Kadar Air dan sedimen, – vv Min 0,05 ASTM D –96 8 Temperatur distilasi 300, °C Max 40 ASTM D –86 9 Abu tersulfatkan, b Min 0,01 ASTM D –974 10 Belerang, ppm b Min 0,5 ASTM D –1551 Sumiarso, L. 2006 . Indonesia memproduksi 2 dua jenis bahan bakar mesin diesel, yaitu solar yang digunakan untuk motor dengan putaran mesin tinggi lebih dari 1200 rpm dan minyak diesel untuk motor dengan putaran rendah kurang dari 500 rpm. sifat fisis bahan bakar perlu Universitas Sumatera Utara diperhatikan untuk menghindari kerusakan alat dan kerugian lainnya yang mungkin timbul akibat penggunaan bahan bakar tersebut. Selain itu sifat fisis juga berpengaruh pada kualitas penyalaan. Bahan bakar sangat besar pengaruhnya terhadap hasil dari suatu pembakaran. Bahan bakar yang baik mempunyai sifat mudah terbakar dan hasil pembakarannva dapat menghasilkan tenaga yang baik serta polusi yang ditimbulkan kecil sedikit. Sebaliknya bahan bakar yang kurang baik antara lain akan menjadikan pembakaran yang tidak sempuma serta dapat menyebabkan timbulnya knocking, tenaga mesin kecil yang disertai timbulnya asap hitam. Sunardi, 2009. Sifat fisika minyak solar Automotive minyak solar dapat lihat pada Tabel 2.4. berikut ini. Tabel. 2.4. Sifat fisika minyak solar Automotive Diesel Oil No Sifat Minyak Solar Metode ASTM Min Maks 1 Spesific gravity 6060 o F 0,820 0,87 D1298 2 Colour astm 3,0 D-11500 3 pour point, O F 6,5 D-97 4 Sulfur content, wt 0,5 D-1551 5 Flash Point, o F 150 D-93 6 Viscosity 1,6 kinematik 5,8 cSt, 100F D-455 7 Sediment, wt 0,01 D-473 8 Ash content, wt 0,01 D-473 9 Coradson carbon residue, wt 0,1 D-189 10 Water content 0,05 D-95 Sumiarso, L. 2006 . Keunggulan lain dari bahan bakar Biodiesel adalah dapat melakukan kendali kontrol polusi, dimana biodisel lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar diesel fosil karena tidak mengandung sulfur bebas dan memiliki gas buangan dengan kadar pengotor yang rendah dan dapat didegredasi . Bahan bakar biodiesel memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan bahan bakar diesel konvensional dan juga memiliki nilai energi yang hampir setara seperti pada Tabel 2.5. berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel.2.5. Sifat fisika biodiesel No Parameter Nilai 1 Specpic gravity grml 0,87 – 0,89 2 Kinematik Viscositas40 C cSt 3,7 - 5,8 3 Cetana Number 46 - 70 4 Higher heating value btu1b 16,98 - 17,996 5 Sulfur,wt 0,0 - 0,0024 6 Cloud Point C -11 - 16 7 Iodine Number g-I 2 100g 60 - 135 8 Lower heating Value btuIb 15,700 - 16,735 Sumiarso, L. 2006.

2.11. Nilai kalor bahan bakar