Analisis person-job fit dan kompetensi pengaruhnya terhadap kinerja karyawan pada PT.Atri Distribusindo Bandung

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Adanya kecenderungan yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini yaitu banyaknya lulusan perguruan tinggi yang tidak bekerja pada bidang yang dipelajarinya saat kuliah. Hal ini diantaranya banyak terjadi pada karyawan bank, dan perusahan-perusahan lainnya. Kejadian ini terjadi diantaranya karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan di perusahaan tertentu. Seperti PT. Atri Distribusindo terutama bagian management yang tidak mempekerjakan karyawan sesuai dengan latar belakang pendidikan.

Pada era informasi saat ini, informasi merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi suatu perusahaan. Informasi-informasi penting yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan modern adalah informasi yang bersifat strategik, yaitu informasi yang berkaitan dengan kehidupan jangka panjang perusahaan. Informasi membantu manajemen dalam keputusan yang logis dan mengarahkan pada tindakan yang diinginkan. Menurut Kentris Indarti (2004:83), Perusahaan yang dapat mengelola dan memanfaatkan teknologi informasi secara efektif sebagai suatu teknologi akan memperoleh keuntungan kompetitif di pasar global. Kesuksesan suatu sistem teknologi informasi tidak hanya ditentukan oleh bagaimana sistem tersebut dapat menghasilkan informasi dengan baik, tetapi juga ditentukan oleh kesesuaiannya dengan lingkungan pekerjaan, yang berarti teknologi informasi tersebut dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh pengguna.


(2)

sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis. Tingkat persaingan yang semakin ketat, selera konsumen, sistem informasi dan kemajuan teknologi, serta perubahan sosial ekonomi memunculkan tantangan bagi perusahaan di era-global. Perubahan-perubahan tersebut memaksa perusahaan untuk melaksanakan pengembangan sumber daya perusahaan. Seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan hendaknya tidak mudah ditiru oleh pesaing dan menopang tercapainya keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Lingkungan persaingan yang ketat (hypercompetitive environment), akan menyebabkan sumber daya bersaing yang dibutuhkan oleh organisasi merupakan sumber daya yang mampu memperbaiki kinerja sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Globalisasi sebagai suatu fenomena yang ditandai dengan adanya peningkatan efektivitas di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang begitu cepat (environmental turbulence) dengan berbagai implikasi yang luas terhadap berbagai aktivitas organisasi, baik bisnis maupun publik. Hammer & Champy (2004:92) menyatakan globalisasi bisnis yang terjadi telah berdampak pada apa yang disebut "3C" yakni Customer, Competition and Change. Pertama, customer memegang kekuasaan yang lebih besar dibanding produsen, sehingga telah mengubah filosofi mass production menjadi mass customization. Kedua, persaingan semakin meningkat (competition intensities); Ketiga, perubahan (change) yang mempengaruhi


(3)

telah mengalami kesulitan menghadapi lingkungan yang terus berubah, implikasinya perencanaan sulit diformulasikan dan implementasi program bisnis secara efektif dan rasional sulit tercapai. Hal serupa dirasakan di Indonesia, iklim usaha telah banyak mengalami perubahan mendasar dalam sistim dan tatanan perekonomian nasional. Banyak organisasi domestik maupun asing di berbagai sektor usaha telah mencoba menjalankan berbagai program rekayasa engineering. Saat ini konsumen memiliki banyak pilihan produk dan jasa dengan berbagai tingkat mutu dan pelayanan. Hanya produk yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta memberikan kepuasan yang dapat bertahan dalam persaingan. Selanjutnya, hanya perusahaan yang berwawasan pada pelanggan yang akan tetap hidup karena dapat menciptakan nilai yang lebih unggul dibanding pesaing-pesaingnya dengan ditunjang oleh kompetensi dan kepuasan kinerja semua sumber daya perusahaan. Perusahaan dituntut untuk mampu menawarkan barang atau jasa dengan kualitas pelayanan yang diberikan pada konsumen dari waktu ke waktu. Konsumen yang semakin pandai dan terdidik menyebabkan keinginan dan kebutuhannya berubah sangat cepat. Perusahaan sudah semestinya lebih terfokus pada konsumen agar dapat memenangkan persaingan. Dengan memberikan kepuasan pada konsumen maka akan dapat membangun kepercayaan konsumen dan akhirnya tercipta hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan.


(4)

antara dua benua, menjadikan Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat strategis umumnya dalam berbagai jenis usaha, hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang luas bagi dunia bisnis. Pertumbuhan usaha dan lingkungan bisnis yang pesat, merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan. Terbuka kesempatan usaha dan kesempatan kerja, bukan saja bagi sumber daya manusia di berbagai bidang, tentu menjadi mata rantai kegiatan ekonomi yang merupakan dampak ganda dari kegiatan lalu lintas manusia, barang dan jasa yang diciptakannya.

Seperangkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan dan ada pada diri seseorang (Morgeson, 2006:10). Selain itu, karakter pengetahuan meliputi kompleksitas pekerjaan, proses informasi, penyelesaian masalah, keragaman keterampilan, dan spesialisasi. Karakter pengetahuan lain yang signifikan mempengaruhi kinerja adalah beban kerja, kepuasan kerja dan sikap, yang semuanya berpengaruh pada pernyataan kritis psikologi (Humphrey, 2007:34).

Hackman dan Oldham (1990:34) mengatakan bahwa pernyataan kritis psikologi; pengalaman yang berarti, tanggung jawab pengalaman dan hasil pengetahuan berlaku sebagai mediator. Kinerja sebagai hasil, dimediasi secara berbedaoleh ketiga pernyataan kritis psikologi ini. Studi sebelumnya juga menemukan bahwa ada hubungan antar kinerja dengan kesesuaian


(5)

all, 2005:14).

Pada hakikatnya memiliki person-job-fit dan kompetensi merupakan sebuah keunggulan kompetitif yang berkelanjutan serta mampu memuaskan pelanggan baik dalam bisnis barang maupun jasa, merupakan unsur utama dalam mencapai kinerja terbaik perusahaan. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa mempertahankan pelanggan menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan. Kepuasan pelanggan pada dasarnya adalah merupakan fungsi dari harapan dan persepsi terhadap kinerja suatu produk setelah pelanggan mendapatkan atau menggunakan pelayanan. Sedangkan loyalitas adalah fungsi kepuasan pelanggan dan faktor lain yaitu yang terutama adalah switching barriers dan personal loyalty. Jadi pelanggan yang puas tidaklah 100% akan loyal karena adanya kedua faktor tersebut. Hasil penelitian Indonesian Customer Satisfaction Index/ICSI (2001:6) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen dengan tingkat profitabilitas.

Loyal Customer cenderung membeli lebih banyak, mereka juga cenderung mudah melakukan pembelian cross selling atau add on selling, sehingga revenue perusahaan akan bertambah dengan mempunyai pelanggan yang loyal. Penemuan ICSI menjadi sangat relevan dengan hasil penelitian Griffin (2002:15) yang menunjukkan bahwa kemampuan meretensi pelanggan secara langsung akan berpengaruh terhadap tingkat kemampulabaan. Kondisi inilah yang menjadi


(6)

Untuk memenangkan persaingan dipasar persaingan, harus mampu mempertahankan dan meningkatkan kompetensi dan kepuasan kinerja serta nilai dari Superior Customer Value (SCV) dalam arti nilai produk dan jasa yang dirasakan pelanggan dari perusahaan harus lebih tinggi dari pada nilai produk/jasa yang dirasakan pelanggan dari pesaing. Untuk mewujudkan harapan tersebut pengembangan sumberdaya perusahaan harus diarahkan pada keunikan manfaat produk/jasa yang ditawarkan (uniqueness) yang disertai dengan biaya yang ditanggung oleh konsumen harus lebih rendah, sedemikian rupa sehingga pihak perusahaan akan mampu membangun kepercayaan dari konsumen.

Berdasarkan gambaran kondisi persaingan yang demikian terbuka dan keras, perusahaan senantiasa berupaya untuk menawarkan berbagai macam produk dengan layanan yang prima. Tidak hanya perluasan jaringan kantor dengan design gedung dan lay out counter pelayanan yang nyaman, sarana parkir yang luas, bahkan dukungan fasilitas Teknologi Informasi (computer hardware and software) sudah menjadi suatu keharusan dalam memberikan pelayanan yang prima kepada konsumen. Kondisi persaingan di bidang dunia bisnis yang di dukung oleh fasilitas teknologi informasi dewasa ini semakin gencar, namun hanya perusahaan papan atas yang cenderung memiliki keunggulan bersaing yang tinggi untuk posisi ini bila dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya.


(7)

yang lebih modern. Dimana kompetisi dan kompetensi usaha semakin tajam sehingga perusahaan mulai membenahi diri dengan konsep dan model bisnis yang mampu bersaing, unggul pada produk dan jasa serta memberikan manfaat yang besar bagi perusahaannya. Bisnis dan usaha yang mampu berkembang dengan cepat memiliki orientasi pada pelanggan yang kuat. Mereka terus menerus selaras dengan kebutuhan pelanggan, strategi para pesaing, mengubah kondisi-kondisi lingkungan dan perkembangan teknologi, dan mereka mencari cara untuk mengembangkan nilai kompetensi perusahaan secara berkelanjutan solusi-solusi yang mereka berikan terhadap target pelanggan. Proses ini memungkinkan mereka selalu bergerak, sering kali memimpin perubahan, dan berkinerja tinggi. Kelangsungan organisasi tergantung pada sumber daya yang dimiliki dan strategi apa yang dipilih dalam memberdayakan sumber daya internal itu untuk merespons ancaman dan peluang eksternal. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai kinerja perusahaan tergantung sejauh mana organisasi tersebut mampu menerapkan strategi yang tepat pada semua calon konsumennya. Hal penting yang harus diperhatikan pimpinan adalah membuat ukuran atau patokan dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi seperti peningkatan kinerja organisasi dan reputasi perusahaan, yang dapat mendorong laju perusahaan melakukan penetrasi pasar.


(8)

tepat merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi suatu perusahaan. Kinerja sangat penting untuk menciptakan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang cepat. Pada hakikatnya memiliki keunggulan bersaing yang berkelanjutan serta mampu memuaskan konsumen baik dalam bisnis barang maupun jasa, merupakan unsur utama dalam mencapai kinerja terbaik perusahaan. Serta melalui terpeliharanya kompetensi perusahaan, diharapkan perusahaan akan dapat meningkatkan profitability usahanya dimasa yang akan datang. Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu tantangan pertama adalah untuk melakukan pergeseran dan identifikasi kebutuhan pelanggan akan produk dan jasa yang dapat dikembangkan oleh perusahaan (Dalrymple dan Parson, 1995). Kasper (1999) mengutarakan bahwa untuk bisnis, pelanggan sering menginginkan untuk mempunyai partner yang dia percayai (trust) dan memperhatikannya. Hal ini akan memberikan hubungan yang lebih personal dan dalam situasi ekstrim dikatakan One-on-One personal contact .

Peningkatan permintaan akan produk dan jasa perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius agar dapat memfasilitasi dengan baik kebutuhan konsumen dan pelanggan, sehingga diperlukan dukungan terhadap peningkatan program person-job-fit dan kompetensi terhadap kinerja karyawan.


(9)

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah.

Dewasa ini situasi bisnis telah mengubah orientasi dan strategi perusahaan dengan memberikan nilai yang unggul kepada konsumen, untuk dapat menciptakan suatu keunggulan di dalam persaingan dimana keunggulan bersaing mampu menciptakan loyalitas konsumen. Sehingga perusahaan mulai bersaing mendapatkan pelanggan yang tidak loyal dengan peningkatan kinerja kompetensi sumber daya, person-job-fit dan kinerja, fasilitas teknologi informasi, dan customer relationship management (CRM) yang dapat menciptakan nilai pelayanan (service value) yang diterima konsumen yang akan menumbuhkan kepercayaan serta akan terwujudnya loyalitas konsumen prioritas. Kondisi tersebut menarik untuk dikaji lebih jauh guna mampu menemukan solusi terbaik untuk memenangkan persaingan bisnis.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Ilmu Manajemen khususnya aspek person-job-fit dan kompetensi sebagai variabel independen (variabel bebas). Sedangkan variabel dependent/tergantung/antara adalah kinerja. Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan pada karyawan PT Atri Distribusindo Bandung. Umi Narimawati (METLIT, 2010) menyatakan bahwa masalah yang baik :


(10)

Spesifik mengenai bidang tertentu (jelas ruang lingkup pembahasannya). Berguna untuk mengembangkan suatu teori.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana person job fit, kompetensi dan kinerja karyawan PT Atri Distribusindo Bandung.

2. Seberapa Besar Pengaruh person job fit terhadap kompetensi pada karyawan PT Atri Distribusindo Bandung baik secara simultan maupun parsial.

3. Seberapa Besar pengaruh person job fit terhadap kinerja karyawan PT Atri Distribusindo Bandung baik secara simultan maupun parsial.

4. Seberapa besar pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan. PT Atri Distribusindo Bandung baik secara simultan maupun parsial.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka maksud dari penelitian ini adalah untuk menemukan fakta, data, dan semua hal yang berkaitan dengan permasalahan serta hubungan antar variable penelitian, dengan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris dan analisa


(11)

yang dikaji, adapun tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui person job fit, kompetensi dan kinerja karyawan PT Atri Distribusindo Bandung.

2. Untuk mengetahui pengaruh person job fit terhadap kompetensi pada karyawan PT Atri Distribusindo Bandung.

3. Untuk mengetahui pengaruh person job fit terhadap kinerja karyawan PT Atri Distribusindo Bandung.

4. Untuk mengetahui pengaruh person job fit kompetensi terhadap kinerja karyawan. PT Atri Distribusindo Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Operasional :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan dalam meningkatkan pelaksanaan person-job-fit, kompetensi dan kinerja karyawan.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan dalam menentukan kebijakan terkait dengan pelaksanaan program peningkatan keunggulan bersaing.


(12)

1.4.2 Manfaat Pengembangan Ilmu :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan ekonomi dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya sumbangan pengetahuan bagi para akademisi dalam mengukur pelaksanaan person-job-fit, kompetensi dan kinerja.

2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan, terutama dalam merancang orientasi sumber daya manusia yang strategik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para praktisi dan pakar dalam upaya mengembangkan variabel penelitian person-job-fit, kompetensi dan kinerja.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung dan acuan bagi penelitian lebih lanjut.

1.5 Pembatasan Masalah dan Asumsi 1.5.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini menganalisa person-job-fit, kompetensi dan kinerja terbatas pada kebenaran dan kejujuran pengisian data oleh para responden, dan permasalahan lainnya yang teridentifikasi tapi tidak berada dalam kerangka penelitian.


(13)

mengikuti cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja : kebutuhan yang obyektif, perumusan masalah, pengumpulan teori, perumusan hipotesis, pengumpulan data informasi fakta, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Perusahaan dapat memperbaiki dan mengoptimalkan peroleh profitnya apabila didukung oleh pelaksanaan person-job-fit dan kompetensi yang sangat baik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid, menggunakan model-model matematik, statistik, komputer dan berhubungan dengan data numerik yang bersifat obyektif. Variabel-variabel penelitiannya dapat diidentifikasi dan dapat diukur. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, mencatat dan menganalisa data yang dikerjakan secara sistematis berdasarkan suatu metode yang sifatnya ilmiah.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dari Tesis ini adalah sebagai berikut : Bab I - Pendahuluan

Tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat dilaksanakanya penelitian ini disertai dengan pembatasan masalah dan asumsi.


(14)

Bab III - MetodePenelitian

Penjelasan tentang metode yang digunakan, dilengkapi dengan operasionalisasi variabel, sumber dan cara penentuan data, teknik didalam pengumpulan data penelitian, serta rancangan analisis terhadap data dan pengujian hipotesisnya.

Bab IV - Hasil Penelitian dan Pembahasan

Uraian tentang pembahasan atas hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

Bab V – Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan hasil dari penelitian yang dilengkapi dengan sejumlah saran dari peneliti

Tesis ini juga dilengkapi dengan daftar lampiran yang berisi tentang data-data penelitian.


(15)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka yang digunakan secara keseluruhan dalam penelitian ini merupakan urutan pemikiran yang komprehensif, dimulai dari teori umum menyangkut teori manajemen sumberdaya manusia. Kemudian dilengkapi dengan teori antara yang berhubungan dengan teori person-job-fit, kompetensi dan kinerja yang ditunjang dengan teori-teori aplikasinya.

Bab ini ditujukan untuk memaparkan dan mensintesa konsep serta teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian, termasuk dimensi-dimensi dan indikator-indikator dari setiap variabel, yang terangkai didalam kerangka pemikiran penelitian yang dikembangkan.

Umi Narimawati (Research Methodology & Research Design 2010), menjelaskan tujuan studi pustaka atau telaah teori sebagai berikut :

Tujuan :

Untuk mencari teori/konsep/generalisasi yang dapat digunakan sebagai landasan teori/kerangka bagi penelitian yang akan dilakukan,

Untuk mencari metodologi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk membandingkan antara fakta di lapangan dengan teori yang ada.


(16)

Dilaksanakan dengan membaca sumber-sumber pustaka/bacaan sebagai berikut : Sumber acuan umum : buku teks, ensiklopedi, monograph dll (sumber teori-teori dan konsep-konsep),

Sumber acuan khusus : jurnal, buletin, tesis, disertasi, majalah ilmiah, laporan penelitian, makalah seminar, internet, dan lain-lain (sumber generalisasi).

2.1.1 Pengertian Jobfit

Menurut teori person job fit, adanya kesesuaian antara karakteristik tugas/pekerjaan dengan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas tersebut, akan memperkuat ikatan karyawan terhadap pekerjaannya, yaitu pegawai akan lebih komitmen terhadap pekerjaan (Allen dan Meyer, 1997 dalam Ozag dan Duguma, 2005). Job Fit mengandung pengertian yaitu kesesuaian tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pervin yang dikutip oleh Sims & K.Galen Kroeck (1994: 940), bahwa keuntungan bagi organisasi dapat berasal dari adanya berbagai jenis kesesuaian, adanya kesesuaian seorang individu dengan tugas pekerjaannya, jenis pekerjaan dan iklim kerja dalam organisasi. Dikatakan bahwa tugas atau pekerjaannya, jenis pekerjaan dan iklim kerja dalam organisasi merupakan variabel penting dalam masalah kesesuaian pegawai dengan organisasi. Jika terdapat kesesuaian antara karakteristik seorang individu dengan jenis pekerjaan, maka kinerja individu maupun organisasi akan cenderung tinggi, dan tingkat tekanan akan cenderung rendah. Selanjutnya dikatakan “adanya


(17)

„kekurangsesuaian‟ akan membuahkan „kinerja yang rendah, dan tekanan dalam sistem”.

2.1.1.1. Konsep Kesesuaian Individu -Pekerjaan

Telah diakui bahwa persyaratan dari pekerjaanlah yang memperlunak hubungan antara karakteristik pribadi yang dimiliki seseorang dengan kinerja pekerjaan. Menurut Holland seperti dikutip oleh Robbins (1996:64) menyatakan bahwa teori kesesuaian individu dengan pekerjaan didasarkan pada gagasan kesesuaian antara karakteristik seorang individu dengan lingkungan kerjanya. Selanjutnya Holland menyajikan enam tipe karakteristik individu dan mengemukakan bahwa kepuasan dan kecenderungan untuk meninggalkan suatu pekerjaan bergantung pada suatu lingkungan pekerjaan. Sedangkan Chatman (1989: 253) menyatakan bahwa kesesuaian individu dengan pekerjaan merupakan kesesuaian antara norma-norma dan nilai organisasi dengan nilai-nilai yang dianut seseorang.

Studi pada masalah kesesuaian individu dengan pekerjaan, dalam sebuah organisasi telah menjadi pokok bahasan dalam penelitian beberapa waktu yang lalu. Hasil penelitian Sims & Galen Kroeck (1994:939) menyebutkan bahwa: “It is readily accepted that types of jobs, while this concept may appear obvious, the person-situation match in other aspects of the employment situation is perhaps equally important as the type of work performed”. Dan sudah dapat diterima bahwa berbagai jenis individu yang berbeda memiliki kesesuaian pada berbagai jenis pekerjaan yang berbeda pula. Dengan demikian jelaslah bahwa kesesuaian antara manusia dengan jenis pekerjaan dalam berbagai aspek lain pada situasi


(18)

pekerjaan mungkin sama pentingnya dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan.

Rasch, Ronald & Andrian (1999:15) menyatakan bahwa upaya untuk menyesuaikan individu karyawan dengan pekerjaan dapat dilakukan dengan praktek penyeleksian pelamar kerja secara konvensional yang diarahkan pada penyeleksian individu yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan yang dianggap paling sesuai untuk diterapkan pada jenis-jenis pekerjaan tertentu. Pulakos dan Schmidt, seperti dikutip Rasch, Ronald & Andrian (1999:14) menyatakan bahwa pada saat menyeleksi calon karyawan kita bisa memperkirakan tingkat kepuasan kerja yang akan dialami calon karyawan tersebut dalam lingkungan kerja yang kita tawarkan, dengan jalan menyesuaikan kebutuhan individu dengan lingkungan kerja yang akan dimasukinya.

Menurut Teori kebutuhan McClelland dalam Rasch, Ronald & Andrian (1999:15) bahwa orientasi kerja tiap individu dipengaruhi oleh tiga kebutuhan hakiki, yaitu (kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan prestasi). Individu yang memiliki kebutuhan prestasi kuat cenderung untuk bereaksi positif terhadap lingkungan kerjanya dimana mereka bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dan menerima informasi umpan balik atas kinerjanya. Individu semacam ini seringkali tertarik dengan lingkungan kerja yang dapat menghargai tindakan-tindakan inovatifnya. Individu yang memiliki kebutuhan kekuasaan tinggi dan kebutuhan afiliasi rendah dapat disebut sebagai individu yang berorientasi untuk mempengaruhi atau memimpin. Hasil studi yang dilakukan oleh Harrell & Eickhoff (1990:237) di suatu kantor akuntan publik


(19)

menunjukkan bahwa individu yang berorientasi menjadi-pemimpin akan merasakan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan kurang berniat untuk pindah dibandingkan dengan rekan kerjanya pada masa-masa awal mereka mulai bekerja.

Oleh karena itu, dalam upaya memperoleh pegawai/tenaga kerja yang memiliki kesesuaian dengan pekerjaan, ada Aspek-aspek penting dari sebuah organisasi yang dapat ditunjukkan kepada para pencari kerja (pada saat pertama kali melamar pekerjaan), sehingga para pelamar dapat mengetahui dan menilai kesesuaian karakteristik pribadinya dengan pekerjaan di organisasi tersebut, sebelum mereka dapat bekerja pada organisasi tersebut. Menurut Gordan, dan Janz, et.al seperti dikutip Bowen et.al (1997:39) dapat dipaparkan dalam suatu bentuk catatan publik ataupun dikemukakan melalui beberapa cara, seperti ketika dilakukan proses wawancara. Dengan menggunakan informasi ini, seorang pelamar dapat menerima ataupun menolak untuk bergabung dalam organisasi itu sebelum ia dapat memulai bekerja dalam organisasi itu. Bagaimanapun juga, seringkali iklim kerja yang sebenarnya dari suatu organisasi ataupun departemen dalam organisasi tersebut tidak dapat terungkap jelas hingga seseorang terjun dan bekerja langsung di dalamnya.

Selain mencari tahu pelamar yang paling berkualitas dalam kemampuan, sebelum diputuskan untuk menerima calon pegawai, Posner et.al; Synder et.al; & Dawes menyarankan mencari untuk mengetahui tingkat kesesuaian seorang pelamar dengan karakteristik pekerjaan (dalam Sims & Galen, 1994:940). Rynes dan Gerhart (1990:15), menemukan bahwa dibalik semua kualifikasi minimum yang ditetapkan, ada satu kriteria yang lebih penting untuk menentukan orang


(20)

yang akan menerima tawaran pekerjaan dari organisasi, kriteria tersebut yaitu rasa kesesuaian seseorang terhadap pekerjaan dalam organisasi tersebut.

2.1.1.2. Model Kesesuaikan Individu-Pekerjaan (Person-Job Fit)

Untuk sampai pada tahap profesional individu karyawan, maka faktor yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah kesesuaian karyawan tersebut dengan pekerjaannya. Seorang karyawan yang tidak memiliki kesesuaian akan pekerjaannya, diprediksi sulit untuk menunjukkan keprofesionalannya karena yang bersangkutan merasa tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang diperoleh, sehingga timbul rasa enggan untuk meningkatkan kemampuannya. Sebaliknya bagi karyawan yang merasakan sesuai dengan jenis pekerjaan (profesinya), maka akan berusaha untuk terus belajar meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga dapat bekerja dengan optimal, karena kesesuaian merupakan dasar awal seseorang untuk menentukan langkah selanjutnya. Dikemukakan oleh Mondy and Noe (2005:183) bahwa kesesuaian karyawan dengan pekerjaan dan organisasi merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dengan persyaratan yang lainnya dalam penerimaan karyawan di suatu organisasi, “person-organizational fit refers to management’s perception of the degree to which the prospective employee will fit in with the firm’s culture or value system”. Sehingga akan diperoleh karyawan yang benar-benar memiliki kompetensi yang diinginkan organisasi, yaitu yang mampu untuk berubah mengikuti perkembangan.

Tabel 2.1 menampilkan suatu model yang dapat digunakan untuk menyesuaikan individu dengan pekerjaan dan perusahaan. Meskipun perusahaan


(21)

mungkin tidak bisa menerapkan semua langkah-langkah dalam model tersebut, namun bila digunakan secara lengkap akan menghasilkan kesesuaian individu- pekerjaan dan perusahaan yang baik. Untuk mencapai kesesuaian ini diperlukan dua jenis kesesuaian yang harus dicapai, yaitu (1) kesesuaian antara pengetahuan, keahlian dan keterampilan individu dengan pekerjaan/tugas; dan (2) kesesuaian antara kepribadian individu, misalnya, kebutuhan-kebutuhannya, minatnya, dan nilai-nilai yang dianutnya dengan iklim perusahaan.

Tabel 2.1.

A Hiring Process for Person-Organization Fit

Sumber: Bowen, et al., (1997: 37).

1.

ASSESS THE OVERALL WORK ENVIRONMENT

-

Job Analysis

-

Organizational Analysis

2.

INFER THE TYPE OF PERSON REQUIRED

-

Tecnical Knowledge, Skills and Ability

-

Social Skills

-

Personal Needs, Values, and Interests

-

Personality Traits

3.

DESIGN “RITES OF PASSAGE” FOR ORGANIZATION ENTRY THAT

ALLOW BOTH THE ORGANIZATION AND THE APPLICANT TO ASSES

THEIR FIT

-

Tests of Cognitive, Motor, and Interpersonal Abilities

-

Interviews by Potential Co-Workers and Others

-

Personality Tests

-

Realistic Job Previews, Including Work Samples

4.

REINFORCE PERSON-ORGANIZATION FIT AT WORK

-

Reinforce Skills and Knowledge Through Task Design and Training


(22)

Tabel 2.1 di atas, memperlihatkan langkah-langkah yang dilakukan untuk menyesuaikan individu dengan pekerjaan dalam organisasi adalah sebagai berikut: Langkah Pertama: Perhitungkan Lingkungan Kerjanya

Analisis pekerjaan dari model seleksi tradisional masih tetap dilakukan seperti biasa dalam model ini, karena kesesuaian antar pengetahuan, keterampilan dan keahlian (PKK) individu dengan karakteristik-karakteristik pekerjaan tetap perlu diperhitungkan. Sedangkan alternatif lain teknik analisis pekerjaan ini misalnya kuesioner analisis posisi/jabatan, inventori tugas, dan teknik-teknik insiden kritis.

Tujuan analisis organisasional ini adalah untuk menentukan dan menilai lingkungan kerja yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik organisasi, bukan hanya yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik jenis pekerjaannya. Teknik-teknik analisis organisasional ini masih belum ada yang mantap/baku karena tidak banyak penelitian yang secara sistematis menghubungkan karakteristik-karakteristik organisasional dengan pola-pola perilaku individu. Manajer harus mengidentifikasi dimensi-dimensi penting perusahaan mereka serta implikasinya bagi para pegawai yang paling sesuai dengan situasi tersebut. Namun begitu ada beberapa metode analisis organisasional yang tersedia. Penilaian karakteristik organisasi meliputi target jangka pendek dan jangka panjang, kebutuhan-kebutuhan penyusunan pegawai/staff, persepsi pegawai terhadap iklim perusahaan, serta properti lingkungan (misalnya stabilitas). Audit kultur organisasi juga menawarkan metode yang kualitatif dan kuantitatif untuk menguraikan norma-norma, dan nilai-nilai perusahaan. Salah satu metode yang


(23)

sangat menjanjikan adalah metodologi Q-sort yang berfungsi untuk menilai muatan, integritas, dan perwujudan nilai-nilai organisasi dan mensesuaikannya dengan nilai-nilai individu yang diseleksi.

Analisis organisasional ini bukan dimaksudkan untuk menggantikan analisis pekerjaan, akan tetapi berfungsi untuk memastikan agar komponen-komponen penting konteks kerja serta segala muatan-muatannya teridentifikasikan dan dievaluasi tingkat kepentingannya guna mencapai keberhasilan pekerjaan.

Langkah Kedua: Tentukan Jenis Individu yang Dibutuhkan

Dalam langkah dua ini, manajer mesti menilai para pelamar secara keseluruhan bukan hanya berdasarkan keahliannya saja. Memang PKK calon pegawai tetap perlu diperhitungkan dan tetap kompeten, namun berdasarkan sudut pandang analisis organisasional manajer juga harus mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai dan minat/kepentingan (kepribadian) yang dimiliki pegawai agar dapat menjadi anggota perusahaan yang efektif. Selain itu ketrampilan sosial dan interpersonal juga perlu dipertimbangkan disamping daya kognitif/nalar dan motorik yang menjadi fokus dominan dalam model seleksi tradisional.

Dikemukakan oleh Bowen, et al (1997:39) bahwa Berdasarkan penelitian-penelitian terbaru ditemukan hal yang menarik dimana atribut-atribut kepribadian individu dapat memprediksi kepuasan kerja di kemudian hari-lebih dari lima puluh tahun dan bahkan untuk jenis pekerjaan yang berbeda. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kepuasan kerja dapat dihubungkan dengan atribut


(24)

kepribadian yang stabil dan bertahan lama, bukan sebagai fungsi dari situasi.Ini berarti bahwa tipe individu yang akan dipekerjakan juga sangat penting.

Perusahaan juga harus mempertimbangkan keahlian-keahlian teknis yang dibutuhkan perusahaan. Seringkali terjadi banyak pelamar yang memiliki ketrampilan sosial dan kepribadian yang sesuai tetapi sayangnya keahlian teknisnya tidak memenuhi syarat. Dalam situasi seperti ini perusahaan seringkali lebih menitikberatkan pada ketrampilan sosial dan kepribadian dengan dasar bahwa lebih mudah untuk melatih keahlian teknis daripada harus mengubah kepribadian individu atau mengembangkan ketrampilan sosial. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan biaya pelatihan jangka pendek dan kelebihan staff sementara. Kemauan untuk mempelajari bidang pekerjaan baru adalah atribut yang tidak dapat ditanamkan pada pegawai dengan mudah, tidak seperti halnya dengan keahlian teknis yang relatif lebih mudah diajarkan. Jadi pilihlah individu yang memiliki atribut ini.

Langkah Ketiga: Buatlah “Jalur Penerimaan” Yang Memungkinkan

Perusahaan dan Individu Saling Menilai Kesesuaian Masing-Masing

Banyaknya penyaringan yang digunakan dalam metode seleksi baru dapat menyurutkan individu untuk menerima pekerjaan tersebut. Akan tetapi penyaringan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, penggunaan metode penyaringan berganda dan kriteria-kriteria seringkali dinyatakan sebagai metode penyeleksian terbaik. Kedua, sistem penyaringan berganda ini juga befungsi memberikan informasi nyata kepada para pelamar tentang lingkungan kerja sehingga mereka dapat menentukan pilihan untuk menerima pekerjaan tersebut


(25)

atau tidak. Ketiga, individu yang ikut bergabung dalam perusahaan akan merasa dirinya spesial karena telah lolos jalur penerimaan yang rumit.

Sebuah artikel dalam majalah Fortune menyebut metode baru ini sebagai “Seni Baru Penyeleksian yang Bijak”. Salah satu bagian dari metode baru ini adalah penggunaan latihan simulasi kerja untuk pegawai-pegawai perakitan. Simulasi kerja ini membantu individu dan perusahaan untuk saling menilai kesesuaian masing-masing. Si pelamar menerima gambaran kerja yang sebenarnya dan perusahaan berkesempatan untuk menilai keahlian teknis dan ketrampilan interpersonal para pelamar. Tes kecerdasan juga tampaknya mulai banyak digunakan.

Tes kepribadian adalah cara lain untuk menilai saling kesesuaian. Tes-tes ini banyak digunakan dalam program-program pengembangan manajemen. Akan tetapi, tes kepribadian ini juga mulai banyak digunakan sebagai tes penyeleksian, terutama untuk posisi pekerja perakitan dan keprofesionalan. Ketertarikan pada tes kepribadian ini mulai muncul kembali meskipun upaya-upaya untuk memvalidasikannya banyak menemui kegagalan. Meskipun begitu banyak yang berkeyakinan bahwa tes kepribadian dapat divalidasikan dalam kondisi-kondisi yang tepat, antara lain:

1. Dengan menggunakan tolok ukur – tolok ukur kepribadian yang disesuaikan dengan seting kerja. Tes-tes kepribadian yang ada tidak dirancang khusus untuk seting kerja, sehingga tidaklah mengherankan jika banyak yang gagal divalidasikan dalam penelitian-penelitian.


(26)

2. Dengan mengunakan tolok ukur kepribadian yang memprediksi kriteria global, yaitu tolok ukur perilaku dan sikap kerja yang beragam segi, bukan pada satu kriteria tertentu seperti angka penjualan per kwartal.

3. Dengan menggunakan tolok ukur dimensi-dimensi kepribadian yang secara logika atau teori dikaitkan dengan lingkungan kerja dalam perusahaan. Hal ini berlawanan dengan penyaringan atribut kepribadian yang tidak berhubungan dengan pekerjaan tetapi membawa kepentingan tertentu manajer.

Apabila tes kepribadian berfungsi menyediakan perusahaan dengan informasi tentang para pelamar, maka gambaran pekerjaan sesungguhnya (GPS) berfungsi untuk menyediakan informasi tentang perusahaan bagi para pelamar. Dengan GPS pelamar dapat menentukan pilihan apakah mereka akan merasa sesuai dengan lingkungan kerja barunya atau tidak. Pelamar yang merasa tidak sesuai akan mengundurkan diri dari proses penyeleksian, sedangkan pelamar yang diterima akan bergabung dalam perusahaan dengan rasa berkomitmen dan pengharapan yang realistik.

Langkah Keempat: Kembangkanlah Kesesuaikan Individu-Pekerjaan-Perusahaan

Penyeleksian adalah langkah yang penting dalam upaya memperoleh perbaikan sistem manajemen yang tepat. Akan tetapi proses penyeleksian ini harus dipadukan dan ditunjang dengan praktek-praktek manajemen SDM lain dalam perusahaan. Penggolongan kerja yang luas menumbuhkan fleksibilitas pegawai daripada hanya menggolongkan pada jenis pekerjaan tertentu saja. Pelatihan kerja yang ekstensif dan rotasi pekerjaan juga semakin menumbuhkan fleksibilitas. Aktivitas-aktivitas kelompok mendorong pegawai untuk


(27)

menyumbang ide-ide demi meningkatkan perusahaan dan menumbuhkan kerja tim. Dengan pegawai yang bertahan lama dan tidak sering gonta-ganti perusahaan dapat merealisasikan hasil pelatihannya serta investasi-investasi lain dalam SDM, dan juga untuk meningkatkan loyalitas pegawai terhadap perusahaan. Perlu dikemukakan di sini, bahwa penyeleksian di sini bukan berarti hanya untuk seleksi bagi karyawan baru, namun bagi karyawan lama juga penting untuk dilaksanakan dalam upaya kegiatan pengembangan masing-masing individu karyawan.

2.1.1.3. Faktor-Faktor Kesesuaikan Individu-Pekerjaan

Telah dikatakan bahwa seseorang akan memilih tempat bekerja yang paling sesuai dengan karakteristik-karakteristik pribadi mereka masing-masing. Dikemukakan oleh Tom sebagaimana dikutip oleh Sims & Galen (1994:939) “a person’s preference for an organization should vary with the degree of similarity between his self-concept and his image of work in the organization”. Pilihan seseorang akan suatu perusahaan akan tergantung pada tingkat kemiripan antara konsep pribadi yang ada dalam dirinya dan gambaran yang ia lihat pada pekerjaan di perusahaan tersebut.

Bohlander dan Snell (2004:184) mengemukakan, bahwa kesesuaian individu dengan pekerjaan (person-job fit) merupakan proses “Job specifications, in particular, help identify the individual competencies employees need for success-the knowledge, skills, abilities, and other factors (KSAOs) that lead to superior performance”. Ini berarti, kesesuaian individu-pekerjaan (person job fit) merupakan proses spesifikasi pekerjaan sebagai upaya untuk membantu


(28)

mengidentifikasikan kompetensi individual karyawan yang dibutuhkan untuk memperoleh kesuksesan, seperti pengetahuan, kemampuan, keahlian dan faktor lain yang dapat mengacu pada pemerolehan kinerja yang superior, oleh karena itu variabel ini sangat penting diperhatikan oleh perusahaan. Demikian juga, Bowen, et. al. (1997:37) menyatakan bahwa kesesuaian individu-pekerjaan (person job fit) memperhitungkan jenis-jenis individu yang diperlukan dengan kualifikasi: kesesuaian knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), abilities (kemampuan), social skills (keterampilan sosial), personal needs (kebutuhan individu), values (nilai-nilai), interest (minat) dan personality traits (sikap individu).

Mello (2002:247) yang menyatakan bahwa penting bagi perusahaan untuk melakukan penyesuaian individu-pekerjaan sehingga memperoleh kinerja individu yang optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor:

1. Pengetahuan teknis, keterampilan khusus, dan kemampuan personal Pengetahuan seorang karyawan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, keterampilan khusus yang diperlukan untuk menjalankan suatu pekerjaan, serta kemampuan karyawan untuk bekerja merupakan faktor yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, sehingga akan melahirkan suatu unjuk kerja sesuai standar minimal yang ditetapkan perusahaan. Dengan demikian perusahaan akan memperoleh karyawan yang bekerja sesuai dengan keahliannya.

2. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik dengan lingkungannya, agar ia


(29)

dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan pekerjaannya. Keterampilan ini merupakan keterampilan untuk bekerjasama dalam suatu tim kerja, bersedia mempelajari dan menerima berbagai hal yang baru, dan turut berpartisipasi secara aktif dalam upaya pengambilan keputusan, dan sebagainya.

3. Kebutuhan-Kebutuhan Personal, Nilai-nilai dan minat atau keinginan Kebutuhan-kebutuhan personel menjadi faktor utama yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk melamar pekerjaan. Kebutuhan-kebutuhan fisik, rasa aman, kebutuhan pengembangan diri, penghargaan dari orang lain , serta kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Identifikasi atas nilai-nilai yang dibawa seseorang dalam lingkungan pekerjaan juga diperlukan. Nilai-nilai tersebut, berupa nilai-nilai yang positif atau nilai yang negatif, yang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Minat seseorang juga turut diperhitungkan apakah ia benar-benar berminat terhadap pekerjaan yang ia miliki, serta keinginan-keinginan seseorang dalam suatu perkerjaan. Seperti pencapaian jenjang karir yang memuaskan, keamanan financial, adanya pengakuan sosial atas berbagai pencapaian yang telah ia dapatkan, serta keinginan-keinginan yang lain.

4. Sifat-sifat Personal

Sifat-sifat atau karakter dari seorang karyawan dalam lingkungan kerja, Seperti: kejujuran, keterbukaan, kemampuan untuk bekerjasama dan beradaptasi dengan orang lain, komitmen terhadap pekerjaan, serta stabilitas


(30)

emosi, juga turut diperhitungkan oleh perusahaan, sehingga calon karyawan dapat menjadi seorang karyawan yang berkinerja tinggi.

Kemampuan terdiri dari dua unsur, yaitu yang bisa dipelajari dan yang alamiah. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur kemampuan yang bisa dipelajari, sedangkan yang alamiah orang menyebutnya dengan bakat (M. Nurdin, 2004:24). Jika orang hanya mengandaikan bakat saja tanpa mempelajari dan membiasakan kemampuannya, maka dia tidak akan berkembang. Karena bakat hanya sekian persen saja menuju keberhasilan. Sedangkan orang yang berhasil dalam pengembangan profesionalisme itu ditunjang oleh ketekunan dalam mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu, potensi yang ada pada kita harus terus diasah.

Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah kemampuan dalam mengantisipasi setiap perubahan yang tcrjadi. Oleh karena itu, seorang karyawan yang profesional tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan global ini. Dengan dcmikian, karyawan harus mengantisipasi perubahan itu dengan banyak membaca supaya bertambah ilmu pengetahuannya.

Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang bermanfaat untuk jangka panjang. Keterampilan merupakan the requisite knowledge and ability. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan profesionalisme, tengantung pada jenis pekerjaan masing-masing. Untuk lebih jelasnya tentang prinsip pengembangan profesi dapat dilihat pada Gambar 2.1. di bawah ini.


(31)

PRESTASI = +

Dalam hal ini sangat dibutuhkan adanya komponen normatif yang dapat menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. Pegawai dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas benefit yang telah diberikan organisasi.

Gambar 2.2. Affective, continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates and consequences. Sumber : Meyer, J., Stanley, D., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (in press)

Kemauan Kemampuan

Yang Dipelajari Alamiah

Pengetahuan Keterampilan

Gambar 2.1.

Prinsip Pengembangan Profesi Sumber : Muhamaad Nurdin (2004: 143)


(32)

Kemampuan mengacu pada, alat-alat keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan seseorang untuk berhasil melakukan pekerjaannya. Ketika salah satu faktor ini hilang, ada kemungkinan meningkat bahwa karyawan akan under perform. Hal ini tidak biasa untuk mempekerjakan profesional untuk mengabaikan faktor-faktor dasar, terutama jika seorang calon memiliki kredensial akademis yang solid dan tampil sebagai cerdas dan percaya diri dalam wawancara kerja. Selain itu, bukan rahasia lagi bahwa calon yang paling melebih-lebihkan kemampuan mereka di resume mereka dan aplikasi pekerjaan.

Diagnostik yang membantu Anda mengidentifikasi jika karyawan berkinerja buruk memiliki kemampuan yang memadai:

Apakah Anda tahu keterampilan apa yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan apakah karyawan memiliki keterampilan? Jika ia tidak memiliki keterampilan yang diperlukan, bagaimana Anda akan membantunya mendapatkan mereka, dan berapa lama Anda harapkan proses yang mengambil? Pelatihan keterampilan membutuhkan waktu dan uang, dan hasil tidak pernah dijamin kecuali ada komitmen yang memadai dari kedua manajer dan karyawan. Ini kepentingan semua orang terbaik bagi manajer untuk menetapkan harapan yang sesuai bagi karyawan dari awal. Hal ini terutama benar jika pekerjaan tersebut membutuhkan kemampuan teknis khusus.

Bahkan jika seorang individu memiliki keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan itu, apakah dia memiliki alat untuk memberikan kinerja puncak? Sebagai contoh, seorang desainer web yang sangat terampil dan berpengalaman tidak bisa membangun sebuah website tanpa hardware komputer


(33)

dan software yang memadai. Alat tidak harus yang paling terbaru, tapi sistem yang crash dapat sangat frustasi dan tidak produktif, bahkan untuk pemain terbaik. Hanya karena seorang karyawan memiliki keterampilan untuk melakukan pekerjaan tidak berarti bahwa ia memiliki pengalaman untuk menerapkan keterampilan dalam posisi yang khusus. Hal ini terutama berlaku untuk lulusan baru, mempekerjakan luar dari industri yang berbeda dan mempekerjakan internal dari departemen yang berbeda. Sementara keterampilan yang dibutuhkan mungkin sama dari satu pekerjaan ke pekerjaan, aplikasi selanjutnya berbeda dan terminologi mungkin memerlukan bahwa karyawan baru mengambil waktu untuk mempelajari nuansa posisi barunya.

"Fit" mencerminkan perilaku dan kepentingan yang diperlukan untuk berhasil dalam pekerjaan. Banyak orang jatuh ke dalam perangkap memilih profesi atau pekerjaan yang cocok buruk. Daripada mencoba untuk memahami diri sendiri sehingga kita dapat memilih suatu panggilan yang didasarkan pada kekuatan kami dan sejalan dengan kepentingan kita, kita memilih pekerjaan karena tekanan teman sebaya dan pengaruh sosial.

Tujuan yang jelas membantu memfokuskan dan memotivasi karyawan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Karyawan harus sangat jelas tentang tanggung jawab mereka dan tentang hasil yang Anda harapkan mereka untuk mencapai. Pekerjaan sehari-hari dan prioritas yang mudah terpengaruh oleh krisis, permintaan setiap hari baru atau perubahan arah. Menetapkan dan melacak tujuan SMART membantu karyawan Anda fokus pada apa yang paling penting bagi bisnis Anda, dan akuntabilitas


(34)

yang jelas membantu memastikan bahwa pekerjaan akan dilakukan dengan konflik yang minimal.

Bagan Model multidimensional komitmen organisasi (Meyer dan Allen, 1997), dapat dilihat bagaimana hubungan antara penyebab (antecedent), proses terjadinya komitmen dan konsekuensi dari komitmen tersebut (Gambar 2.2):

Gambar 2.3. Bagan Model multidimensional komitmen organisasi Sumber : Meyer dan Allen (1997)


(35)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Person-job-fit, diantaranya : • Faktor pendorong kreativitas individu

– Pengalaman individu dengan kreatifitas – Perlakuan terhadap individu

– Kemampuan kognitif dari individu • Tahapan membangun kreativitas

– Tahap persiapan (preparation) – Tahap inkubasi (incubation)

– Tahap penemuan ide atau gagasan (insight) – Tahap pengujian (verification).

• French and Raven :

– Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways.

Faktor penentu kinerja (Griffin) • Motivasi (Motivation) • Kemampuan (Ability)

• Lingkungan pekerjaan (Work Environment)

2.1.2 Seleksi dengan Metode Person-Organization Fit

Seleksi merupakan bagian dari program pengadaan karyawan, dimana seleksi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan karyawan berdasarkan jumlah dan susunan pangkat yang ada dalam suatu perusahaan. Seleksi karyawan merupakan sarana bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja yang


(36)

berkompetensi tinggi, berkualitas, dan berkomitmen tinggi kepada perusahaan. Proses seleksi adalah pusat keberhasilan manajemen sumber daya manusia dan perusahaan, karena kegagalan dalam proses seleksi berarti kegagalan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Seleksi menurut John M. Ivancevich (2001:211), adalah: “selection is the process by which an organization choosen from a list of applicants the person or person who best meet the selection criteria for the position available, considering current environtmental condition”. Seleksi adalah proses dimana suatu perusahaan memilih dari suatu daftar pelamar kerja, orang yang terbaik yang sesuai dengan kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia, berdasarkan kondisi lingkungan yang ada”.

Menurut R.Wayne Mondy dan Robert M. Noe, (2005:162): “selection is the process of choosing from a group of applicants those individuals best suited for a particular position and organization”. Seleksi adalah suatu proses pemilihan dari sekelompok pelamar kerja individu-individu yang benar-benar sesuai untuk suatu jabatan tertentu dan juga sesuai untuk perusahaan”.

Menurut Robert L. Mathis, dan John H. Jackson seperti yang diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli, dan Bayu Prawira Hie (2001:305): “Seleksi adalah proses pemilihan individu-individu yang memiliki kualifikasi yang relevan untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam suatu organisasi”.

Menurut Drs. H. Achmad S. Ruky (2003:155): Seleksi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memilih calon yang dianggap paling tepat untuk mengisi sebuah jabatan dan seyogyanya memiliki potensi untuk


(37)

dikembangkan agar dapat mengisi jabatan-jabatan lain yang mungkin lebih berat tanggung jawabnya.

Dapat diartikan bahwa seleksi adalah proses untuk memilih pegawai yang paling berkualitas dan paling sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh perusahaan, untuk mengisi jenis pekerjaan yang ada, atau yang akan diadakan oleh suatu perusahaan. Selain itu, seleksi dapat juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk memilih individu yang memiliki kualifikasi tertentu untuk mengisi jabatan yang ada atau jabatan yang baru dibuka.

Seleksi dengan metode Person-Organization Fit adalah metode seleksi yang mempertimbangkan karakteristik karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kesesuaian antara individu dengan perusahaan perlu diperhitungkan, agar perusahaan mendapatkan karyawan yang loyal serta memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan. Seleksi dengan metode ini mengarah pada penyeleksian individu seutuhnya, guna menyesuaikan faktor individu dengan karakteristik perusahaan. Metode seleksi ini berusaha memperhitungkan dan menganalisis kecocokan antara sifat-sifat individu dengan karakteristik perusahaan, agar diperoleh karyawan yang memiliki loyalitas yang tinggi dan komitmen yang kuat terhadap perusahaan.

Para ahli manajemen sumber daya manusia, memberikan berbagai pengertian mengenai seleksi dengan metode Person-Organization Fit. Adapun pengertian-pengertian tersebut antara lain:

Menurut R.Wayne Mondy, dan Robert M. Noe, (2005:162), menyatakan bahwa Metode Person-Organization Fit adalah : “Organizational Fit refers to


(38)

management perception of the degree to which the prospective employee will fit in with the firm’s culture or value system”. Pencocokan Organisasional mengacu pada persepsi tentang derajat manajerial dimana pegawai yang prospektif akan menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan atau sitem nilai yang ada.

Menurut Bowen, David; Gerard E. Ledford; Barry R. Nathan dalam jurnal yang berjudul ”Hiring The Organization, not The Job” seperti yang dikutip oleh Jeffrey A. Mello (2002:253-262), adalah: “Person-Organization Fit places in the context of a rich interaction between the person and organization, both of which are more broadly defined and assessed than in the traditional selection model”. Artinya kecocokan individu dengan perusahaan menempatkan suatu kajian tentang suatu ketinggian interaksi antara seseorang dengan perusahaan, dimana keduanya didefinisikan secara lebih jelas, dan dinilai lebih baik dibandingkan dengan metode seleksi tradisional”.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2004:191), definisi dari metode Person-Organization Fit adalah: “Person-Organization Fit is the congruence between individuals and organizational factors”.Artinya Kecocokan Individu dengan Perusahaan adalah penyesuaian antara individu dengan faktor-faktor perusahaan”.

Jadi, seleksi dengan metode Person-Organization Fit adalah seleksi yang memperhitungkan kesesuaian antara individu dengan nilai-nilai perusahaan, dan suatu teknik yang menempatkan proses seleksi sebagai sarana untuk berinteraksi antara perusahaan dengan individu, dimana Kecocokan antara Individu dengan Pekerjaan (Person-Job Fit), dan Kecocokan Individu dengan perusahaan


(39)

(Person-Organization Fit), diperhitungkan dan didefinisikan dengan gamblang, daripada model seleksi tradisional.

2.1.3. Tujuan Seleksi dengan Metode Person-Organization Fit Seleksi dengan metode Person-Organization Fit memiliki tujuan untuk :

1. Menggabungkan kecocokan antara individu dengan pekerjaan (Person-Job Fit), dengan kecocokan antara individu dengan perusahaan (Person-Organization Fit), agar perusahaan dapat mengidentifikasi dengan baik setiap sifat-sifat dari calon karyawannya, dan menyesuaikan sifat-sifat tesebut dengan nilai-nilai dan filosofi yang ada di perusahaan.

2. Metode Person-Organization Fit memperhitungkan semua faktor-faktor yang diperlukan untuk menyesuaikan antara calon karyawan dengan perusahaan. Metode ini digunakan karena banyak perusahaan yang menggunakan wawancara tunggal sebagai landasan untuk menerima atau menolak calon karyawan, dimana dalam wawancara banyak sifat-sifat dari calon karyawan yang tidak dapat diidentifikasi dengan baik. Akibatnya, banyak karyawan yang memiliki loyalitas yang rendah terhadap perusahaan.

3. Sistem seleksi ini memberikan informasi nyata bagi calon karyawan mengenai lingkungan kerja yang akan mereka hadapi, sehingga mereka dapat menentukan dan memutuskan apakah mereka menerima pekerjaan yang ditawarkan, atau menolaknya.

4. Adanya rasa bangga dalam diri setiap individu yang berhasil melalui seleksi yang rumit ini dengan baik, karena mereka memiliki faktor-faktor yang sangat diperlukan oleh perusahaan di dalam dirinya. Hal ini mengakibatkan karyawan


(40)

tersebut akan senantiasa meningkatkan profesionalismenya dalam menjalankan pekerjaan.

2.1.4. Indikator-indikator seleksi dengan Metode Person-Organization Fit Menurut Bowen, David (2002:48) indikator-indikator seleksi dengan metode Person-Organization Fit adalah sebagai berikut :

1. Kesesuaian pengetahuan calon karyawan dengan pekerjaan 2. Kesesuaian keterampilan calon karyawan dengan pekerjaan 3. Kesesuaian kemampuan calon karyawan dengan pekerjaan

4. Kesesuaian kebutuhan calon karyawan dengan lingkungan perusahaan 5. Kesesuaian antara nilai-nilai personal calon karyawan dengan perusahaan.

2.1.5. Pengaruh seleksi dengan metode Person-Organization Fit terhadap prestasi kerja karyawan

Diungkapkan Bowen, David (2002:48) bahwa model seleksi pegawai dengan metode Person-Organization Fit yang bukan untuk jenis pekerjaannya saja akan menjadi satu-satunya model seleksi yang efektif dalam lingkungan usaha. Kepribadian pegawai tumbuh sejalan dengan nilai-nilai dan filosofi manajemen yang menjadi penentu keunikan perusahaan dan keselarasannya di masa depan sehingga prestasi kerja yang optimal dari pribadi karyawan akan diperolehnya

Didukung pula oleh hasil penelitian Umi Narimawati (2005:118) bahwa seleksi dengan metode Person-Organization Fit yang dilaksanakan dengan tepat, maka akan menghasilkan karyawan yang memiliki prestasi yang unggul.


(41)

2.1.6 Kompetensi

Menurut Purwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia “Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Kompetensi yang ada dalam Bahasa Inggris adalah competency atau competence merupakan kata benda, menurut William D. Powell dalam aplikasi Linguist Version 1.0 (1997) diartikan: 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.

Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.

UU No.20/2003 tentang Sisdiknas penjelasan pasal 35 (1): “Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standard nasional yang telah disepakati”

UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1(10) “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”

Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja


(42)

sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional

Pengertian Competency Based Training (CBT)” Sebuah pendekatan pada pelatihan yang menekankan pada apa yang seorang individu dapat mendemontrasikan: pengetahuannya, ketrampilan serta sikap profesional, di tempat kerja, sesuai dengan standard Industri sebagai hasil dari training”

Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) “Kompetensi adalah pernyataan tentang bagaimana sesorang dapat mendemontrasikan: keterampilan, pengetahuan dan sikapnya di tempat kerja sesuai dengan standar Industri atau sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja (industri).

Definisi kompetensi yang dipahami selama ini adalah mencakup penguasaan terhadap 3 jenis kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, teknologi) dan sikap perilaku (attitude).

Kompetensi haruslah dimaknai kembali sebagai pengembangan integritas pribadi yang dilandasi iman yang kuat sebagai fondasinya (SQ), baru kemudian dapat membangun hubungan yang tulus/ikhlas dengan sesama (EQ), dan akhirnya barulah penguasaan IPTEK melalui IQ bisa bermanfaat untuk membangun bisnis yang etis dalam rangka mencapai tujuan kemakmuran bersama bagi para stakeholders, tidak hanya untuk kepentingan ego pribadi.


(43)

Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa pengertian Kompetensi adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.

Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi dari Kompetensi yaitu: Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing “Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

Definisi kompetensi diuraikan oleh Steven Moulton, SPHR, dalam

tulisannya di SHRM berjudul “Competency Development, Integration and

Application”. Bagi organisasi, katanya, kompetensi bisa didefinisikan sebagai kemampuan teknikal yang membedakan perusahaan dengan pesaing. Sementara bagi individu, kompetensi bisa didefinisikan sebagai kombinasi pengetahuan, keahlian, dan kebisaan yang mempengaruhi kinerja kerjanya. Ia mengaku, definisi kompetensi bisa sangat beragam dan berbeda dari satu orang ke orang lainnya.

Drs. Budiman Sanusi Mpsi, Direktur Psikologi dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM), mengatakan Kompetensi adalah keseluruhan pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan sikap yang ditampilkan oleh


(44)

orang-orang yang sukses/berhasil dalam mengerjakan suatu tugas dengan prestasi kerja yang optimal.

Core Competency atau yang kerap dikenal sebagai kompetensi dasar merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh seluruh job roles yang ada di sebuah organisasi. Atau dengan lebih mudah dapat dikatakan, core competency ini wajib dimiliki oleh semua anggota organisasi. Sehingga karena core competency ini merupakan kompetensi dasar, maka untuk menentukannya harus melihat kembali kepada business driver dan corporate values yang dimiliki organisasi.

Specific Competency atau yang juga dikenal sebagai kompetensi khusus, merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing job role atau pekerjaan dalam organisasi. Tentunya dalam competency profiling, salah satu tahapan yang harus dilalui adalah melakukan interview dengan incumbent (pemegang jabatan) dan interview dengan atasan.

Dengan mengutip R. Pahlan (Competency Management: A Practicioner’s Guide, terjemahan, 2007), dapat menggali lima istilah dalam definisi kompetensi sebagai berikut.

(1). Karakter Dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam dan berlangsung lama. Dalam definisi ini, karakter dasar mengarah pada motif, karakteristik pribadi, konsep diri dan nilai-nilai seseorang.

(2). Kriteria Referensi berarti bahwa komptensi dapat diukur berdasarkan standar atau kriteria tertentu. Dapat diukur faktor-faktor pembentuk terjadinya kinerja karyawan yang beragam (unggul, biasa, dan rendah). Dari faktor-faktor


(45)

tersebut kemudian dapat diprediksi kinerja seseorang. Misalnya angka penjualan yang dilakukan seorang wiraniaga per satuan waktu.

(3). Hubungan Kausal mengindikasikan bahwa keberadaan suatu kompetensi dan pendemonstrasiannya memprediksi atau menyebabkan suatu kinerja unggul. Kompetensi-kompetensi seperti motif, sifat dan konsep diri dapat memprediksikan ketrampilan dan tindakan. Kemudian ketrampilan dan tindakan memprediksi hasil kinerja pekerjaan. Jadi disitu ada maksud atau motif yang mengakibatkan sebuah tindakan atau perilaku yang membuahkan hasil. Contohnya, kompetensi pengetahuan selalu digerakkan oleh kompetensi motif, karakteristik pribadi, atau konsep diri. Model kausal ini dapat diperjelas lagi melalui contoh berikut; kalau organisasi tidak mengakuisisi atau mengembangkan kompetensi inisiatif bagi para karyawannya, maka dapat diduga pekerjaan yang harus disupervisinya akan dikerjakan ulang dan biaya untuk memastikan kualitas pelayanan akan meningkat.

(4). Kinerja Unggul mengindikasikan tingkat pencapaian,misalnya dari sepuluh persen tertinggi dalam suatu situasi kerja.

(5). Kinerja Efektif adalah batas minimum tingkat hasil kerja yang dapat diterima. Ini biasanya merupakan garis batas dimana karyawan yang hasil kerjanya di bawah garis ini dianggap tidak kompeten untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Ruky (2003:104) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok

konsultan Hay & Mac Ber bahwa Kompetensi adalah “an underlying


(46)

effective and/or superior performance in a job or situation” (Karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia).

The Jakarta Consulting Group (Susanto, 2002) memberikan batasan bahwa kompetensi adalah segala bentuk perwujudan, ekspresi, dan representasi dari motif, pengetahuan, sikap, perilaku utama agar mampu melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik atau yang membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang individual.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa ”Kompetensi adalah kemampuan dan karak-teristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan efisien”.

Menurut Watson Wyatt dalam Ruky (2003:106) competency merupakan kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati dan di-terapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sebuah pernyataan terhadap apa yang seseorang harus lakukan ditempat kerja untuk menunjukan


(47)

pengetahuannya, keterampilannya dan sikap sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.

2.1.6.1 Konsep Kompetensi

Konsep kompetensi menurut maier dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal atau faktor dari dalam individu dan faktor eksternal dari luar atau sering disebut faktor lingkungan (Moh. As‟ad). Pendapat ini menegaskan bahwa faktor lingkungan yang berada di luar diri individu mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan seseorang didalam pelaksanaan tugasnya. Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan organisasi meliputi sarana kerja, teknologi, keselamatan dan kesehatan kerja, serta suprasarana yang meliputi kebijakan pemerintah, hubungan kerja dan manajemen (Ndraha, 1999;46).

Berkenaan dengan batasan kemampuan dalam konsep kompetensi, VHV Room mengemukakan bahwa kemampuan adalah atribut non motivasional yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas, atau merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Kemampuan ditentukan olehh tiga hal yaitu : (1). kondisi sensoris dan kognitif, (2). pengetahuan tentang cara merespon yang benar, (3). kemampuan tuntukmelaksanakan respon tersebut (Moh As‟ad). Pendapat ini menyimpulkan bahwa kemampuan merupakan proses respon, dari saat menerima respon, memilih dan menilaiserta melakukan tindakan yang sudah dipilih sebagai alternatif untuk merespon sesuatu.


(48)

Keith Davis mengemukakan bahwa kemampuan merupakan manifestasi dari pengetahuan dan kemahiran. Secara sederhana kemampuan dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Kemampuan Teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk menggunakan peralatan, melakukan kegiatan sesuai prosedur dan penguasaan secara teknis.

b. Kemampuan manajerial (managerial skill) yaitu kemampuan dalam mengelola suatu kegiatan/usaha.

Sedarmayanti (dalam Umar Husein, 1999;11-12) menyatakan bahwa ada beberapa ciri individu yang produktif atau mampu bekerja dengan baik, antara lain: tindakannya konstruktif, percaya diri, rasa tanggung jawab yang tinggi, cinta terhadap pekerjaan, memiliki pandangan kedepan, sanggup menyelesaikan persoalan, dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan, memiliki kontribusi positif terhadap lingkungan, memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensi.

Dale Timpe (Umar Husein, 1999;12) membeikan ciri-ciri lain yang menandakan karyawan yang produktif yaitu: cerdas dan dapat belajar dengan cepat, kompeten secara professional, memahami pekerjaan, belajar dengan cerdik, menggunakan logika, effisien, selalu melakukan perbaikan, dan dianggap bernilai oleh atasannya dengan catatan prestasi yang baik.

Beberapa ciri tersebut merupakan tolak ukur yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan atau kompetensi seseorang dalam bekerja.


(49)

2.1.6.2 Jenis Kompetensi Soft Competency :

 Faktor tersembunyi lebih berpengaruh  Belum banyak disadari arti pentingnya  Pengukuran dan pengembangan tidak mudah Hard Competency :

Faktor Pendidikan, Pelatihan & Pengalaman

Biasanya untuk yang superior tidak terlepas dari soft competency (meningkatkan, menyempurnakan) (lihat Model Spencer 1993) Pengukuran dengan sertifikasi

Kelompok Kompetensi Generik :

 Kemampuan Berprestasi (Merencanakan dan Mengimplementasikan)  Kemampuan Melayani

 Kemampuan Memimpin  Kemampuan Mengelola

 Kemampuan Berpikir (Cognitive)  Kemampuan Bersikap Dewasa

Kompetensi untuk jabatan (sumber: Spencer & Spencer, 1993) : Kemampuan Merencanakan dan Mengimplementasikan :

Acievement Orientation

Concern for Order, Quality and Accuracy Initiative


(50)

Information Seeking Kemampuan Melayani :

Interpersonal Understanding Customer Service Orientation Kemampuan Memimpin :

Impact and Influence Organizational Awareness Relationship Building Kemampuan Mengelola :

Developing Others Directiveness

Teamwork and Cooperation Team Leadership

Kemampuan Berpikir (Cognitive) :  Analytical Thinking

Conceptual Thinking

Technical/Professional/Managerial Expertise Kemampuan Bersikap Dewasa :

Self-Control Self-Confidence Flexibility


(51)

Definisi MSDM-BK (CB-HRM) :

 Serangkaian keputusan untuk mengelola hubungan ketenagakerjaan secara optimal mulai dari rekrutmen, seleksi, penempatan, pemeliharaan dan pengembangan serta terminasi dengan memanfaatkan informasi kebutuhan kompetensi jabatan dan tingkat kompetensi individu secara terintegrasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Gambar 2.4 Kerangka MSDM-BK

2.1.7 Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu


(52)

jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan–kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Menurut Wirawan (2009), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu

Menurut anderes gui (2008), kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dihasilkan seseorang (karyawan) dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan indicator-indikator sebagai berikut: target pekerjaan yang dilakukan, pengetahuan kerja, tindakan dalam menyelesaikan persoalan, kerja sama, integritas.

Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) yaitu “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003:223) yaitu “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.


(53)

Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi -fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.

Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.

Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada, tahun 1979 (dalam Prawirosentono, 1999:1-2) “to perform“


(54)

mempunyai beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to perform music, (8) to do what is expected of person or machine.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.

Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.

Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:2) yang mengartikan kinerja sebagai, “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang adan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.


(55)

Gomes (2003:142) mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”. Sementara Rivai (2005:14) mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.”

Stolovitch and Keeps (1992:34) mengemukakan bahwa: “Kinerja

merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta”. Griffin (1987:67), mengemukakan: “Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja”. Casio (1992:137) mengemukakan: ”Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan. Donnelly, et al (1994:210) mengemukakan: “Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.”

Bernardin dan Russell (1993:379) menyebutkan bahwa: “Performance is

defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period”. Sementara Simamora (2004:339) lebih tegas menyebutkan bahwa: “Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan seseorang. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja sering


(56)

disalahtafsirkan sebagai upaya (effort) yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil.”

Gomes (2003:142), Rivai (2005:14), Griffin (1987:67), Casio (1992:137), Donnelly, et al. (1994:210), Bernardin dan Russell (1993:379) dan Simamora (2004:339) adalah bahwa kinerja merupakan tingkat keberhasilan yang diraih oleh pegawai dalam melakukan suatu aktivitas kerja dengan merujuk kepada tugas yang harus dilakukannya.

2.1.7.1 Konsep Kinerja

Faktor yang mempengaruhi kinerja :

Wood, at. al. (2001:91) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work effort) dan dukungan organisasi (organizational support).

Buchari Zainun (1989:51) mengemukakan “ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu : (1) ciri seseorang, (2) lingkungan luar, dan (3) sikap terhadap profesi pegawai”. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut digambarkan sebagai berikut:

O‟Leary (dalam Jacobus, 2001:57) menyatakan bahwa “aspek penting dari kinerja tim adalah tingkat keyakinan mereka terhadap kepemimpinan, sasaran, dan pekerjaan mereka sendiri”.

Gordon (dalam Widodo, 1994:260) mengatakan “kelompok kerja berprestasi tinggi memiliki pemimpin yang berhasil membina serta memelihara


(1)

72

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan premis-premis yang telah diuraikan, maka dapat diajukan jawaban sementara atas permasalahan yang dirumuskan menjadi hipotesis sebagai berikut:

1. Job fit memiliki hubungan dengan kompetensi karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung

2. Job fit berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung

3. Kompetensi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung

4. Job fit dan kompetensi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja PT. Atri Distribusindo Bandung


(2)

131

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisa job fit dan kompetensi karyawan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung, maka pada bagian akhir dari penelitian ini, penulis menarik kesimpulan, sekaligus memberikan saran sebagai berikut.

5.1Kesimpulan

1. - Ketidaksesuaian job fit pada PT. Atri Distribusindo tersebut muncul karena karyawan memiliki jenis pekerjaan yang cukup banyak dan cukup bervariatif. Kondisi ini tentunya membutuhkan tingkat pengetahuan, kemampuan, keterampilan, yang cukup serta kesesuaian dengan pemenuhan kebutuhan hakiki, minat, bakat dan sikap yang memiliki integritas yang tinggi. Sementara apabila dilihat berdasarkan karakteristik responden, masih banyak yang memiliki pendidikan dibawah S1 dan belum banyak pengalaman. Minimnya pengalaman yang dimiliki karyawan dapat diatasi dengan cara sesering mungkin mengikutsertakan para karyawannya untuk mengikuti kegiatan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Karena dengan cara ini kesesuaian individu-pekerjaan dapat diciptakan/ dimunculkan.

- Kompetensi karyawan pada PT. Atri Distribusindo Bandung rata-rata skornya termasuk dalam kategori tinggi. Kompetensi emosional lebih


(3)

132

tinggi dibandingkan kompetensi intelektual dan kompetensi sosial, hal ini berarti karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung memiliki keyakinan karyawan dalam menunjukkan keahlian, dan kemampuan dengan pertimbangan yang positif sudah termasuk tinggi. Demikian juga dengan keperdulian karyawan untuk melayani pengguna pelayanan internal dan eksternal sudah termasuk tinggi. Kemudian kemampuan karyawan untuk memahami, mendengarkan, menanggapi kelebihan dan keterbatasan pemikiran orang lain; kemampuan karyawan dalam mengendalikan emosi pada saat menghadapi tekanan; kemampuan karyawan untuk bekerja secara efektif pada berbagai situasi dan kemampuan karyawan dalam memahami kaitan antara tanggung jawab pekerjaan dengan tujuan organisasi semuanya termasuk dalam kategori Tinggi.

- Kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung termasuk dalam kategori tinggi. keyakinan positif didalam bekerja memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan integritas dalam bekerja, hal ini berarti karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung memiliki keyakinan yang penuh untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal.

1. Job fit berpengaruh signifikan terhadap kompetensi karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung. Besarnya kontribusi atau pengaruh Job fit dalam meningkatkan kompetensi karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung adalah 22,8 persen.


(4)

2. Job Fit secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung. Besarnya kontribusi atau pengaruh job fit terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung sebesar 26,6 persen

3. Kompetensi karyawan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung. Besarnya kontribusi atau pengaruh Kompetensi karyawan terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung sebesar 29,8 persen.

4. Job fit dan kompetensi karyawan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung. Besarnya kontribusi atau pengaruh job fit dan kompetensi karyawan terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung sebesar 56,3 persen.

5.2Saran

Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang job fit dan kompetensi pengaruhnya terhadap kinerja karyawan PT. Atri Distribusindo Bandung, maka penulis akan memberikan beberapa saran yang dapat digunakan oleh PT. Atri Distribusindo Bandung yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan pelatihan-pelatihan untuk lebih meningkatkan keinginan dan kemampuan pada karyawan untuk bekerja sama secara kooperatif.

2. Selalu menginformasikan pemahaman karyawan akan pentingnya kualitas bekerja.


(5)

134

3. PT. Atri Distribusindo Bandung diharapkan untuk menerapkan paradigma baru dalam penilaian kinerja, yaitu penilaian terhadap kinerja karayawan di samping dilakukan oleh atasan juga dilakukan oleh rekan sekerja karyawan atau masyarakat pengguna pelayanan untuk menghindari subjektivitas dalam penilaian kinerja. Penilaian terhadap kinerja harus mempertimbangkan faktor pekerjaan dan karakterisrik personal karyawan, kemudian hasil penilaian terhadap kinerja diberikan umpan balik kepada karyawan dan ditindaklanjuti serta dikelola untuk kepentingan strategik, administratif, dan pengembangan.


(6)

Oleh

Manuella Suliman 61109007

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Management

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG