1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir
Istilah teori berasal dari bahasa Inggris, yaitu theory. Dalam bahasa Belanda disebut dengan theorie. Para ahli tidak mempunyai pandangan yang
sama dalam memberikan pengertian atau hakekat teori. Ahli yang menjelaskan bahwa teori sama dengan fenomena dan ada juga yang
menjelaskan banhwa teori merupakan proses atau produk dari aktivitas, serta ada juga yang menjelaskan bahwa teori merupakan suatu sistem.
Berikut pandangan para ahli tentang pengertian teori : 1.
Fred N Kerlinger menjelaskan pengertian teori sebagai berikut : ”seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajikan
pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan- hubungan antar variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan dan
memprediksikan gejala itu. ”
11
Kerlinger menyimpulkan bahwa pada hakekatnya teori menjelaskan suatu fenomena. Penjelasan dilakukan dengan cara menunjuk secara
rinci variabel-variabel tertentu yang terkait dengan variabel tertentu lainnya. Variabel adalah simbolbilangan yang padanya dilekatkan
bilangan atau nilai, seperti kelas sosial, jenis kelamin, aspirasi, dan lainnya.
2. Jonathan Turner menyebutkan tiga unsur dalam teori. Ketiga unsur
tersebut meliputi : konsep, variabel dan pernyataan.
11
Salim, HS., 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, hal. 7-8.
Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang studi sehingga menjadi penjabaran
abstrak teori. Konsep yang bersifat abstrak itu harus dijabarkan melalui variabel. Dengan demikian, apabila konsep itu berhubungan dengan
teori, variabel berhubungan dengan observasi dan pengukuran. Dalam pernyataan statement, dikenal adanya proposisi dan hipotesis.
Proposisi adalah kesimpulan yang ditarik tentang hubungan antar konsep, sedangkan hipotesis adalah harapan-harapan terinci tentang
realitas empiris yang diperoleh dari proposisi. 3.
Duane R Monette. Teori adalah serangkaian praposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala.
Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teori. Pertama : penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam
suatu teori. Kedua : teori menganut sistem deduktif , yaitu sesuatu yang bertolak dari
suatu yang umum dan abstrak menuju ke suatu yang khusus dan nyata umum ke khusus.
Ketiga : bahwa teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya.
12
12
Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bakir Indonesia, Jakarta,
hal. 8.
Istilah teori hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu theory of law. Dalam bahasa Belanda disebut dengan rechtstheorie. Teori hukum adalah
suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan
sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Dalam definisi ini teori hukum terlihat sebagai suatu produk. Sebab, keseluruhan pernyataan
yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Namun disisi lain teori hukum dapat pula dipandang sebagai sebagai suatu
proses. Dalam hal ini perhatian diarahkan kepada kegiatan teoritik tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritik bidang hukum itu sendiri dan
bukan pada hasil kegiatan-kegiatan itu. Disini terlihat bahwa perkataan
”teori” memiliki banyak arti : teori dapat dipandang sebagai suatu proses atau aktivitas dan sebagai produk atau hasil
tersebut, dan hasil itu terdiri atas suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan tentang suatu objek tertentu.
13
Ada dua manfaat teori, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis teori adalah sebagai alat dalam menganalisis dan mengkaji
penelitian-penelitian yang akan dikembangkan oleh para ahli. Sedangkan manfaat praktis teori adalah sebagai alat atau instrumen dalam mengkaji dan
menganalisis sebuah fenomena-fenomena yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, bangsa, dan negara.
14
13
Mr. Drs.J.J Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum alihbahasa oleh Arief Sidharta, SH, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 160.
14
Salim HS Op-Cit, hal. 1.
Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan suatu
kejanggalan apabila suatu norma tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip dalam konteks operasionalnya.
15
Terkait dengan pengertian ”asas” atau ”prinsip” yang dalam bahasa Belanda disebut
”beginsel” atau dalam bahasa Inggris ”principle” atau dalam bahasa Latin disebut
”principium”primus artinya pertama, dan capere artinya mengambil atau menangkap, secara leksikal berarti sesuatu yang menjadi
dasar tumpuan berpikir atau bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya.
Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang didalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan yang
penting. Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma hukum.
Menurut Van Eikema Homes menjelaskan bahwa asas hukum bukanlah norma hukum yang kongkret, tetapi sebagai dasar-dasar umum atau
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Jadi asas hukum merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif, sehingga dalam
pembentukan hukum praktis harus berorientasi pada asas-asas hukum.
16
Posisi asas hukum sebagai meta-norma hukum pada dasarnya memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental bagi keberadaan suatu
norma hukum. Banyak ahli yang menyatakan bahwa asas hukum merupakan
15
Agus Yudha Hernoko, 2010 ,” Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial”, Ed. 1, Cet. 1, Kencana, Jakarta, hal. 21.
16
Agus Yudha Hernoko, Ibid, hal. 22.
jantung atau hatinya norma hukum, salah satu ahli yang menyatakan adalah G.W Paton, hal ini didasari pemikiran :
a. Pertama, asas hukum merupakan ”landasan” yang paling luas bagi
lahirnya suatu norma hukum. Dengan demikian, setiap norma hukum itu pada akhirnya dapat dikembalikan pada asas hukum-asas hukum
dimaksud;
b. Kedua, asas hukum merupakan ”alasan” bagi lahirnya suatu norma
hukum atau merupakan ”ratio legis” dari norma hukum. Asas hukum
tidak akan pernah habis kekuatannya dengan melahirkan norma hukum, melainkan tetap ada dan akan terus melahirkan norma hukum-norma
hukum baru.
17
Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai dan tuntutan-
tuntutan etis. Meskipun asas hukum bukan merupakan norma hukum, namun tidak ada norma hukum yang dapat dipahami tanpa mengetahui asas-
asas hukum yang terdapat didalamnya.
18
Berbagai teori yang digunakan dalam penelitian ini diketengahkan teori dan asas-asas hukum serta pandangan para sarjana sebagai pisau
analisis untuk menjawab permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut dibawah ini :
1 Pertanggungjawaban Ketat Berdasarkan Undang-Undang Strict
Liability merupakan
salah satu
bentuk pembebanan
pertanggungjawaban kepada korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja pada korporasi tersebut.
Dokrin pertanggungjawaban
ketat merupakan
suatu pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku
17
Satjipto Rahardjo, 2000 ,”Ilmu Hukum”, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 45.
18
Ibid, hal. 47.
tindak pidana tertentu, tanpa perlu dibuktikan ada tidaknya unsur kesalahan baik itu sengaja atau kelalaian. Kesalahan pelaku tidak
dipermasalahkan dalam Strict Liability. Menurut dokrin Strict Liability, seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan untuk
tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang itu tidak ada kesalahan mens rea. Dokrin Strict Liability ini didasarkan pada
alasan-alasan sebagai berikut : a.
Adalah sangat essensial untuk menjamin dipatuhinya peraturan-peraturan penting tertentu yang diperlukan untuk
kesejahteraan sosial; b.
Pembuktian adanya mens rea akan menjadi sangat sulit untuk pelanggaran-pelanggaran
yang berhubungan
dengan kesejahteraan sosial itu;
c. Tingginya tingkat bahaya sosial yang ditimbulkan oleh
perbuatan yang bersangkutan. Relevansi dokrin Strict Liability dengan penelitian ini karena korporasi yang
melakukan pelanggaran perpajakan akan sangat merugikan kesejahteraan sosial masyarakat. Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan untuk
pembangunan di Indonesia.
2 Konsep Pembenaran Pemungutan Pajak
Falsafah pemungutan Pajak di Indonesia berdasar pada Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia. Dasar hukum sekaligus sebagai
sumber hukum Pajak di Indonesia secara konstitusional di atur dalam
Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun Indonesia 1945 amandamen menentukan “Pajak dan penerimaan Negara yang
bersifat memaksa untuk keperluan Negara berdasarkan Undang- Undang”
Penjelasan Pasal 23 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandamen menjelaskan:
“Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat sendiri,
karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan
yang menetapkan beban kepada rakyat seperti pajak, dan lain- la
in…harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. H. Rochmat Soemitro, menulis Konsep pembenaran pemungutan
Pajak menurut Pancasila, mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong, gotong royong adalah usaha yang dilakukan secara bersama,
tanpa diberi imbalan yang ditujukan untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama, seperti membuat jalan umum, menjaga
keamanan lingkungan, dan sebagainya. Pajak adalah salah satu bentuk gotong royong yang tidak perlu disyaratkan, melainkan sudah hidup
dalam masyarakat Indonesia, yang hanya perlu dikembangkan lebih lanjut. Kekeluargaan yang juga merupakan sifat Pancasila mengandung,
arti bahwa setiap anggota keluarga berdasarkan hakekat kekeluargaan mempunyai kewajiban untuk ikut membantu, mempertahankan,
melangsungkan hidup keluarga, dan menjaga nama baik keluarga tanpa
mendapatkan suatu imbalan, melainkan hanya melakukan pengorbanan saja.
19
Soeparman Soemahamidjaja menulis bahwa: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum”, perlu menghindari penggunaan istilah “paksaan” sehingga cukup mengatakan bahwa Pajak merupakan “iuran wajib” dan tidak perlu
diberikan tambahan “yang dapat dipaksakan”, sementara mengenai kontra prestasi, justru untuk menyelenggarakan kontra prestasi itulah perlu
dipungut pajak. Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi penyelenggaraan keamanan, kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan
hal-hal lainnya merupakan pemberian kontra prestasi bagi pembayar pajak selaku anggota masyarakat.
20
Pendapat para ahli hukum pajak tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak sebagai Pembayar Pajak kepada negara tidak mendapatkan
imbalan secara langsung karena uang yang dibayarkan adalah sebagai pendapatanpenerimaan negara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,
maka diperlukan pembaharuan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berorientasi pada pendapatan sebesar-besarnya bagi penerimaan negara.
Berdasarkan amanat konstitusi dan pendapat ahli tersebut maka Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286 menentukan “penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara
”, sehingga penerimaan negara yang diatur
19
Simon Nahak, 2013, Politik Hukum Pidana Dalam Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan Di Indonesia, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Brawijaya, Malang, hal. 159
20
Sri Pudyatmoko Y, 2005, Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi, Penerbit Andi, Jakarta, hlm. 2-3
dalam konstitusi dasar negara dan Undang-Undang Keuangan Negara merupakan bagian penerimaan untuk pendapatan negara.
Pasal 1 ayat 1 UU Perpajakan menentukan: “Pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan asas negara hukum Pancasila tersebut, maka lazimnya
suatu pemungutan pajak itu harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu pemungutan
pajak. W.J. de Langen seorang ahli Pajak kebangsaan Belanda
menyebutkan 7 tujuh asas pokok perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Asas Kesamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan yang
sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak.
2. Asas Daya Pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti
bahwa orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah,
dan pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak.
3. Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.
4. Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-
barang dan jasa yang diserahkan oleh pemerintah. 5. Asas Kesejahteraan, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa
dengan adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada
pihak lain menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah
meningkatan kesejahteraan masyarakat.
6. Asas Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan
dan betapapun tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.
7. Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi
hendaknya selalu diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian
hukum.
21
Konsep pembenaran pemungutan pajak ini digunakan dalam penelitian ini adalah bermaksud untuk menjelaskan bahwa berdasarkan
amanat Undang-Undang, negara mempunyai kewenangan mutlak untuk memungut pajak yang kepada warga negaranya baik sebagai subyek
hukum perorangan maupun selaku sebuah korporasi, yang mana pajak tersebut nantinya akan digunakan untuk sebesar-besarnya meningkatkan
kesejahteran rakyat Indonesia. Jika, sampai terjadi rakyat selaku subyek hukum melakukan tindak pidana perpajakan, maka negara mempunyai
kewenangan untuk menjatuhkan saksi kepada warga negaranya yang melakukan tindak pidana tersebut.
Relevansi antara penggunaan konsep pembenaran pemungutan pajak oleh negara dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa
negara mempunyai kewenangan untuk memungut pajak kepada setiap wajib pajak baik perseorangan maupun wajib pajak badan, dengan
tujuan sebesar-besarnya untuk pembiayaan pembangunan demi terwujudnya kemakmuran negara Republik Indonesia.
21
Simon Nahak, Op-Cit
, hal. 151.
3 Konsep Kepastian Hukum
Kepastian memiliki arti “ketetapan” sedangkan jika kata kepastian
itu digabungkan dengan kata hukum menjadi kepastian hukum, memiliki arti “perangkat hukum suatu Negara yang mampu menjamin hak dan
kewajiban setiap warga Negara”.
22
Peter Machmud Marzuki, menyatakan : “Bahwa kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama,
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam
undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang lainnya untu
k kasus serupa yang telah diputuskan.”
23
Dalam rangka menciptakan dan menjaga kepastian hukum, peran pemerintah dan pengadilan sangat penting. Pemerintah tidak boleh
menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang. Apabila hal itu terjadi,
pengadilan harus menyatakan bahwa peraturan demikian batal demi hukum, artinya dianggap tidak pernah ada sehingga akibat yang terjadi
karena adanya peraturan itu harus dipulihkan seperti sedia kala.
24
Konsep kepastian hukum digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, karena dengan adanya kepastian hukum akan memberikan
22
Anton M Muliono, 2008, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, Jakarta, hal.
1028
23
Peter Machmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada media Grup, Jakarta, hal. 158.
24
Peter Mahmud Marzuki, Ibid, Hal. 160
jaminan bahwa semua subyek hukum yang melakukan tidak pidana pasti akan dijatuhi sanksi yang sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
4 Teori Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Roeslan Saleh yang mengikuti pendapat Moelijatno
bahwa pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan, sedangkan unsur-unsur kesalahan adalah
: 1 Mampu bertanggung jawab
2 Mempunyai kesengajaan atau kealpaan 3 Tidak adanya alasan pemaaf
ada dua aliran yang selama ini dianut, yaitu :
1 Kaum indeterminis penganut indeterminisme, yang pada
dasarnya berpendapat, bahwa manusia mempunyai kehendak bebas dan ini merupakan sebab dari segala keputusan
kehendak. Tanpa ada kebebasan kehendak maka tidak ada kesalahan; apabila tidak ada kesalahan, maka tidak ada
pencelaan, sehingga tidak ada pemidanaan.
2 Kaum determinis penganut determinisme mengatakan,
bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Keputusan kehendak ditentukan sepenuhnya oleh watak
dalam arti nafsu-nafsu manusia dalam hubungan kekuatan satu sama lain dan motif-motif, ialah perangsang-
perangsang datang dari dalam atau dari luar yang mengakibatkan watak tersebut. Seseorang tidak dapat dicela
atas perbuatannya atau dinyatakan mempunyai kesalahan, sebab korporasi tidak punya kehendak bebas. Namun
meskipun diakui bahwa tidak punya kehendak bebas, itu tak berarti bahwa orang yang melakukan tindak pidana tidak
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
25
B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Kemampuan bertanggung jawab
Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada:
Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang melawan
hukum; faktor akal
Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. faktor
perasaankehendak
2. Kesengajaan dolus Kealpaan culpa