Tema Utama Empat Informan

pacarnya, keduanya menjadi pelaku sekaligus korban kekerasan dalam berpacaran. Kekerasan fisik maupun psikis yang keempat informan alami merupakan jenis berpacaran tidak sehat seperti yang diungkapkan oleh Atmowiloto dalam Mudjijanti, 2010 bahwa berpacaran tidak sehat merupakan hubungan pertemanan atau persahabatan yang hanya mencari keuntungan, tidak ada tanggung jawab, kurang menghargai teman, hanya sebagai suatu kesenangan saja, melanggar batas-batas yang aman dan meliputi kissing, necking, petting dan intercourse Dr Irawan, 2010 dalam Pujiati. Pukulan, tinjuan, mendorong dan tamparan yang kedua informan perempuan alami merupakan kekerasan dalam bentuk fisik seperti yang diungkapkan oleh Luhulima dalam Safitri, 2013 dimana tindakan seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras tubuh pasangan, serta tindakan fisik lainnyatermasuk dalam kekerasan secara fisik. Sedangkan, pengekangan dalam hal bergaul serta saling memaki yang kedua informan laki-laki alamimerupakan kekerasan dalam bentuk psikispsikologis, seperti yang diungkapkan oleh Luhulima dalam Safitri, 2013 dimana tindakan seperti mengancam, memanggil dengan sebutan buruk, mempermalukan,mencaci maki, menjelek-jelekan, dan berteriak termasuk dalam kekerasan secara psikispsikologis. Kekerasan yang dilakukan atau diterima oleh subjek merupakan bentuk pelampiasan atas rasa marah yang mereka atau pasangan mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rasakan. Menurut Hardiyani 2013 pada saat marah, individu dapat melakukan tindakan yang merugikan dan merusak diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan fisik sekitarnya. Hardiyani 2013 juga menjelaskan bahwa individu dapat langsung mengekspresikan perasaan marah itu secara agresif yaitu dengan mengekspresikannya secara fisik, seperti mendorong orang lain, memukul, mengancam, maupun secara verbal, seperti makian dan ungkapan-ungkapan yang tidak pantas. MenurutHickman dkk dalam Ragil Margaretha, 2012 marah menjadi alasan utama untuk melakukan kekerasan. Dari sisi perempuan, kekerasan dilakukan sebagai self-defense, sedangkan laki-laki menggunakan kekerasan untuk mengontrol pasangannya. Selain marah, cemburu dan sakit hati juga menjadi alasan melakukan untuk melakukan kekerasan. Murniatidalam Yanti, 2012 menyatakan bahwakekerasan hampir selalu terjadi dalam posisi hirarki. Dalam hubungan seperti ini, kelompok yang berada di posisi atas memiliki potensi untuk melakukan tindakan kekerasan atau menindas kelompok yang ada di bawahnya. Struktur dominasi ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam aspek ekonomi kaya-miskin, majikan-buruh, aspek sosial politik pemerintah- rakyat, aspek sosial budaya priayi-kaum papa, pandai-bodoh, aspek religius agamawan-awam, aspek umur tua-muda dan aspek jenis kelamin laki-laki-perempuan. Dilihat dari aspek jenis kelamin perempuan bisa dikatakan rentan terhadap semua bentuk kekerasan atau penindasan, hal ini terjadi karena posisinya yang lemah atau karena sengaja dilemahkan baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Namun, bukan berarti laki-laki juga tidak mengalami kekerasan, kekerasan dapat terjadi pada siapa saja selama ada salah satu pihak yang lebih mendominasi. Terkait dengan perbedaan penerimaan bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan laki-laki dimana perempuan cenderung menerima kekerasan fisik sedangkan laki-laki cenderung menerima kekerasan secara psikis disebabkan karena secara umum tingkat agresifitas laki-laki lebih tinggi dan secara fisik lebih kuat dibandingkan perempuan. Pada saat emosi, laki-laki lebih banyak mengekspresikannya secara fisik non verbal dibandingkan perempuan. Di sisi lain, perempuan cenderung mengekspresikannya secara verbal. Maka dari itu, tingkat agresifitas yang lebih tinggi dan kondisi fisik yang cenderung lebih kuat pada laki-laki menjadi faktor pendukung kerentanan laki-laki sebagai pelaku kekerasan.Dalam hal ini, perempuan merasa bahwa dirinya kurang mampu secara fisik untuk melawan laki-laki, maka dari itu perempuan lebih menggunakan verbal maupun cara lain dalam mengekspresikan emosinya kepada pasangan Yanti, 2012. Perilaku premarital sex intercourse yang dilakukan oleh para informan merupakan ciri-ciri dari bentuk dari hubungan berpacaran yang negatif. Tisyah dan Rohana 2013 mengemukakan bahwa hubungan berpacaran yang negatif tersebut akan ditandai dengan hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI