seorang perempuan yang penurut dan menghargai peran pria sebagai kepala rumah tangga.
B. Moderates, yaitu perempuan yang mulai mengalami masa transisi perubahan
konsep peran. Disini perempuan berperan sebagai Partner rekan pria, tetapi juga mampu berperan ganda; yaitu sebagai ibu rumah tangga dan bekerja untuk
membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Sifat perempuan ini selalu terbuka dan kompromi.
C. Feminists, yaitu perempuan modern yang mandiri yang beranggapan bahwa
perempuan dapat berperan sejajar bahkan lebih baik dari pria Kuswandi, 2008: 68.
Penggelompokkan perempuan berdasarkan pola perilaku dan sikap, memang tidak pemah ads kesamaan pendapat tentang penilaian majalah keberadaan
perempuan sebagai obyek iklan ON. Masing-masing kelompok mempunyai penilaian dan argumentasi sendiri. Namun, di kelompok mana pun perempuan itu berada, tetap
saja perempuan selalu berperan sebagai pengguna user serta pembeli buyers yang mempunyai posisi vital dalam menentukan pola konsumsi kebutuhan hidup sehari-
hari, khususnya kebutuhan rumah tangga Kuswandi, 2008: 69.
2.1.10 Citra Perempuan
Media, di satu pihak, telah berhasil menyebarkan ke seluruh tubuh sosial nilai pembebasan dan kesetaraan sehingga lebih banyak orang menyadari akan haknya; di
lain pihak, media jugs gencar menyebarkan dan menawarkan nilai hedonis. Maka, tidak mengherankan bahwa harapan yang diletakkan pada media untuk menjadi
pelopor budaya yang berkualitas, akhirnya jatuh dalam hal pemberitaan hal yang
remeh, gosip selebritis, dan kriminalitas. Bahkan berbagai bentuk iklan semakin memacu konsumsi. Dan sudah menjadi rahasia umum, bila keprihatinan utama media
adalah keuntungan, yang tentu saja perlu dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Keuntungan hanya mungkin kalau punya pengaruh. Maka,
mempengaruhi dan membentuk citra bergeser menjadi obsesi media. Pencitraan mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara
realitas, representasi, simulasi, kepalsuan dan hiperrealitas J. Baudrillad, 1981:17. Dalam konteks penelitian iklan Clear Soft and Shiny pencitraannya lebih
berorientasi pada simbol kehidupan yang sengaja dibangun oleh pengiklannya. Alasannya karena pencitraan tersebut merupakan suatu gambaran yang sengaja
dibangun oleh pihak para pengiklan dan media untuk mempengaruhi cara manusia mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan dari pencitraan inilah yang
mempengaruhi cara manusia berperilaku. Oleh sebab itu, tidak heran bila langkah strategi pesan dari pengiklan disebut dengan strategi citra merek atau brand image.
Daham strategi citra merek terdapat bentuk strategi yaitu strategi differensiasi. Maksudnya adalah sampai di mana produk atau brand tersebut mampu membangun
image khusus, unik, atau berbeda pada masyarakat tontonan.
http:google.co.idlogika-waktupendek-media Selain itu, menurut Tamrin Amal Tomagola Ph.D, M.A., sosiolog Universitas
Indonesia, mengatakan bahwa eksploitasi perempuan dalam Wan harus terus dipersoalkan, karena telah melanggengkan kemapanan dari subsistem dan struktural
yang sebenarnya tidak memberikan tempat setara, dan tidak adil antara perempuan dan laki-laki serta menutup kemungkinan memunculkan potensi-potensi dari
perempuan Kuswandi, 2008:69.
Untuk memperkuat argumentasinya, sosiolog ini membuktikan lewat hasil penelitiannya, tentang perempuah. Dalam penelitian itu terungkap ada lima citra
yang melekat dari seorang perempuan dalam setiap obyek Man, yaitu: 1.
Citra Pigura: Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai makhluk yang
halus dan memikat. Untuk itu ia harus menonjolkan ciri biologis, seperti buah dada, pinggul maupun ciri keperempuanan yang dibentuk budaya, seperti rambut
panjang, betis ramping dan mulus. 2.
Citra Pilar: Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai pilar pengurus
rumah tangga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Sehingga wilayah kegiatan
dan tanggung jawabnya adalah di dalam rumah tangga. Sebagai pengurus rumah tangga, perempuan berkewajiban atas keindahan fisik rumah, suami, pengelolaan
sumber daya rumah tangga financial maupun SDM termasuk di dalamnya ialah anak-anak.
3. Citra Peraduan: Dalam citra ini, perempuan diasumsikan sebagai obyek
pemuasan nafsu laki-laki, khususnya pemuasan seksual. Seluruh kecantikkan alamiah dan buatan perempuan disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui
kegiatan menyentuh, memandang dan mencium. Man jenis ini, ingin memberi kesan bahwa perempuan merasa dirinya presentable, acceptable, dihargai, dan
dibutuhkan laki-laki. 4.
Citra Pinnan: Dalam citra ini digambarkan bahwa setinggi apa pun pendidikan
maupun penghasilan kerja perempuan kewajibannya adalah di dapur. Tetapi berkat kemajuan teknologi, kekuatan perempuan di dapur tidak berat lagi. Jadi
pembagian kerja secara seksual antara perempuan dan pria, kini berubah secara
drastis. Ciri menarik dari jenis Man ini ialah dalam body copy, nyaris tidak ada suggestive information, yang ada adalah `property produk tertentu. Justru yang
diberikan sangat metodis, seolah-olah mengatakan bahwa dengan cam do it your self, kegiatan dapur tidak jauh berbeda dengan dunia pabrik. Dengan gaya ini,
maka akan timbul ilusi psikologis bagi perempuan. 5.
Citra Peraaulan : Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai makhluk
yang dipenuhi dengan kekhawatiran tidak memikat, tidak menawan, tidak bisa dibawa ke tempat umum dan sebagainya. Iklan ini mengesankan bahwa
perempuan sangat ingin diterima oleh lingkungan sosial tertentu. Untuk dapat diterima, perempuan harus memiliki penampilan fisik yang menarik seperti
bentuk lekuk tubuh, aksentuasi tertentu dengan menggunakan kosmetik atau aksesori yang selaras, sehingga bisa tampil anggun. Ini artinya, kaum perempuan
dianjurkan untuk membuat statement tentang kepribadiannya melalui hal-hal fisik seperti pakaian, perihasan sehari-hari Kuswandi, 2008: 69.
2.1.11 Teori Semiotik