C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah konflik elit politik yang terjadi pada pilkada
langsung di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2006. 2.
Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang di perlukan untuk mengatasi konflik elit politik yang terjadi pada pilkada Kabupaten Aceh
Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian di
bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya pada mata kuliah Pemerintahan dan Politik Lokal.
2. Secara individu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi
peneliti lain yang ingin meneliti Konflik Elit Lokal dalam Pilkada, khususnya mengenai Konflik Elit yang terjadi dalam Pilkada Kabupaten Aceh Tenggara.
3. Bagi lembaga-lembaga politik seperti KIP dan Parpol, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperbaki stigma-stigma negatif yang berkembang di masyarakat mengenai Pemilihan Kepala Daerah Pilkada.
E. Dasar-Dasar Teori
Untuk membahas permasalahan yang telah di uraikan di atas, dikemukan teori yang relevan sesuai dengan permasalahan. Teori adalah serangkaian konsep, defenisi, dan
propoisisi yang saling berkaitan dengan bertujuan untuk memberikan gambaran yang
Universitas Sumatera Utara
sistematis tentang suatu fenomena pada umumnya.
9
Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan. Berdasarkan difinisi di atas dapat
disimpulkan bahwa teori adalah sebuah konsep sistematis yang mengandung pengertian. Karena penelitian ini adalah menganalisis suatu konflik elit politik lokal dalam pilkada,
maka penelitian mencoba menggunakan teori-teori mengenai konflik elit lokal, Pilkada menurut UU. No.322004 UU.No.112006, Pilkada sebagai demokratisasi politik lokal.
E.1. Teori Konflik
10
Depenisi konflik menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari
berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda . Akan tetapi secara umum konflik
11
9
. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, Tentang Pemerintahan Aceh. Dan Undang-undang RI No.322004,
Tentang Otonomi Daerah
10
Poerwordaminto, W. J.S Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2000, hal.461.
11
Nasikun, Dr, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 21.
dapat digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak merasa diperlukan secara tidak adil, kemudian kecewa. Dan
kekecewan itu dapat diwujudkan melalui konflik dengan cara-cara yang legal dan tidak legal. Konflik juga diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau
kelompok yang memiliki atau merasa sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang segala dengan menjabarkan relasi di antara
variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Konflik ini terjadi di antara kelompok-kelompok dengan tujuan untuk memperebutkan hal-hal yang sama. Dengan
demikian konflik adalah merupakan gambaran dari sebuah permainan, baik untuk permainan yang memenangkan kedua belah pihak Non-Zero Sum Conflict maupun yang
Universitas Sumatera Utara
juga mengalahkan pihak lain Zero- Sum Conflict seperti kelas konflik yang terjadi pada masyarakat industri.
12
Menurut Webster, istilah “Conflict” di dalam bahasa aslinya suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Kata ini
kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga
menyentuh aspek piskologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” menjadi begitu melus sehingga beresiko
kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep. Dengan demikian konflik di artikan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan perceived of interest, atau suatu kepercayaan
bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat di capai secara simultan.
13
Secara umum ada beberapa teori terjadinya konflik antara lain: Pertama, Konflik adalah merupakan suatu unsur sosial yang alami K. Lorenz .
14
Kedua, Dari sudut pandang pisikologi sosial, konflik berasal dari pertentangan antara dorongan dan motivasi
fisik manusia di satu sisi dan tuntutan norma di sisi lain. Ketiga, Dahrendrof
15
12
Ralf Dahrendorf, Class and Class Conflict in Indonesia Sosieity, Standfod: Standfod University Press, 1959, hal. 210-222. Lihat Decki Natalis Pigay Bik, Op. Cit., Evolusi dan Sejarah konflik Politik di Papua.
Hal. 68.
13
Dean G. Pruit Jeffrey Z. Rubin, Op. Cit., hal. 9.
14
Konrad Lorenz Lihat Op.Cit., Peter Schoder, dalam Strategi Politik, hal. 359.
15
Raif Dahrendorf, lihat Peter Schroder dalam Strategi politik, Jakarta: Friendrich Naumanniftung, 2003, hal.359.
melihat bahwa masyarakat terbentuk dan terjaga keberadaanya bukan berdasarkan kesepakatan
melainkan berdasarkan paksaan. Untuk itu, di manapun manusia membentuk suatu ikatan
Universitas Sumatera Utara
sosial di situ akan terdapat konflik. Keempat, Dari sisi Marxisme, konflik di sebabkan oleh kepemilikan harta benda.
16
16
Raif Dahrendorf, lihat Peter Schroder dalam Strategi politik, Jakarta: Friendrich Naumanniftung, 2003, hal.359.
Ada banyak teori mengenai terjadinya konflik antara lain: Pertama, Teori hubungan masyarakat yaitu menganggap bahwa konflik disebabkan oleh olarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyrakat. Kedua, Teori Negoisasi Prinsip yaitu menganggap bahwa konflik disebabkan
oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang suatu hal yang oleh. Ketiga, Teori kebutuhan Manusia berasumsi bahwa kinflik yang berakar dalam
disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang berupa kebutuhan fisik, mental, sosial, yang tidak terpenuhi atau di halangi. Keempat, Teori identitas berasumsi bahwa konflik
disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya suatu atau penderitaan di massa lalu yang tidak di selesaikan.
Kelima, Teori kesalahpahaman antara Budaya berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang
berbeda. Keenem, Teori Transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidak setiaan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya
dan ekonomi. Sedangkan menurut Louis Coser konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa kekuasaan dan sumber-
sumber kekayaan yang persediaanya tidak mencukupimemenuhi, dimana pihak-pihak yang bekonflik tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan
melainkan juga memojokkan, merugikan atau melemahkan lawan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan penyebab konflik menurut Paul Conn adalah karena dua hal, Pertama, kemajemukan horizontal yakni masyarakat secara cultural seperti: suku, ras, agama, antar
golongan, dan bahasa dari masyarakat majemuk secara horizontal sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi. Kedua, Kemajemikan vertikal seperti struktur
masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan.
17
Konflik elit politik terbentuk karena adanyan penguasa politik. Karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai penguasa politik artinya, tidak ada masyarakat yang
tidak mempunyai konflik politik. Dalam hal ini konflik politik yang terutama adalah konflik antar penguasa politik dalam melihat objek kekuasaan politik. Konflik dapat
terjadi karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi atau karena alternativ yang bersifat dinilai sulit didapat. Konflik dapat juga didepenisikan sebagai suatu perbedaan
persepsi mengenai kepentingan bermanfaat untuk meramalkan apa yang di lakukan orang. Hal ini di sebabkan persepsi yang biasanya mempunyai dampak yang bersifat
segera terhadap perilaku.
E.1.1. Pengertian konflik
18
Secara umum ada dua tujuan dasar konflik yakni, mendapatkan danatau mempertahankan sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber
merupakan ciri manusia yang bersifat materil-jasmaniah untuk maupun spiritual-rohaniah untuk dapat hidup secara layak dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh
manusia meliputi hal-hal yang sesuai dengan kehendak bebas dan kepentinganya. Tujuan
17
Paul Conn, Conflict and Decision Making, An Induction to Political Science, New York: Harper and Row Publisher, 1971 dalam Decki Natalis Pigay Bik “Evolusi dan Sejarah Konflik Politik di Papua”,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, hal. 70.
18
Dean Pruitt G. Jeffrey. Z., Teori Konflik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
konflik untuk mempertahankan sumber-sumber yang selama ini sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia. Manusia ingin memperoleh sumber-sumber
yang menjadi miliknya, dan berupaya mempertahankan dari usaha pihak lain untuk merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut. Yang ingin di pertahankan bukan
hanya harga diri, keselamatan hidup dan keluarganya, tetapi juaga wilayahdaerah tempat tinggal, kekayaan, dan kekuasaan yang dimiliki. Tujuan mempertahankan diri tidak
menjadi monopoli manusi saja karena binatang sekalipun memiliki watak untuk berupaya mempertahankan diri. Maka dengan itu dirumuskan tujuan konflik politik sebagai upaya
untuk mendapatkan danatau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.
19
Konflik merupakan sebagian dari kehidupan manusi yang tidak lenyap dari sejarah. Selama manusia masih hidup, konflik terus ada dan tidak mungkin manusia menghapus
konflik dari dunia ini, baik konflik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang ada dalam lingkup masyarakat.
Konflik senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya.
E.1.2.Bentuk-Bentuk Konflik
20
Meskipun sejak zaman dahulu kala orang telah tertarik untuk meneliti mengenai konflik, abad kesembilan belas telah membuat geberakan yang dramatis dan enerjik, yang
dampaknya masih dapat dirasakan sampai sekarang. Charles Darwin tertarik mengenai
E.1.3. Kelebihan dan Kelemahan Konflik
19
Ramlan Surbakti, Op.Cit., hal . 155
20
Fera Nugroho, M. A, dkk, Konflik dan Kekerasan pada Aras Lokal, Turusan Salatiga: Pustaka Percik, 2004, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
perjuangan yang dilakukan suatu spesies untuk bertahan hidup“survivel of the fittest”. Sigmund Freud mempelajari tentang perang antarberbagai kekuatan psikodinamika untuk
mengontrol Ego yang terjadi di dalam diri seseorang. Dan Karl Marx mengembangkan analisis politis dan ekonomis berdasarkan asumsi bahwa konflik adalah bagian yang
terletak dalam sebuah masyarakat, yang mencerminkan filosofi dialektis yang menjadi pegangannya.
21
Meskipun konflik dapat ditemukan di hampir setiap bidang interaksi manusia, Darwin, Freud, dan Mark telah membuat hal ini menjadi jelas dan meskipun berbagai
episode konflik merupakan peristiwa-peristiwa paling signifikan dan pantas menjadi berita dalam kehidupan manusia, tetapi anggapan bahwa setiap interaksi perlu melibatkan
konflik adalah salah. Orang pada umumnya mampu bergaul dengan baik dengan orang- orang, kelompok, maupun organisasi lain, pergaulan itu mereka lakukan dengan penuh
perhatian, kemauan untuk membantu, dan keterampilan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit terjadi konflik di dalamnya. Bilamana konflik itu memang tejadi, maka lebih
sering konflik itu dapat diatasi daripada tidak, bahkan dapat diselesaikan dengan sedikit masalah dan dapat memuaskan semua pihak. Beberapa fungsi positifnya sebagi tambahan
bagi apa yang telah di kemukan oleh Darwin, Frued, dan Marx. Dengan menarik kesimpulan dari hasil-hasil pemikiran para pemikir abad kesembilan
belas, bahwa konflik selalu bersifat merusak, sebenarnya kita kehilangan inti dari hasil kerja mereka. Dan ketiganya juga melihat adanya konsekuensi merugikan maupun
menguntungkan yang dapat muncul dari terjadinya konflik.
Kelebihan konflik
21
Dean Pruitt G. Jeffrey. Z., Teori Konflik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 12-17.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, konflik adalah persemaian yang subur bagi terjadinya perubahan sosial. Kedua, dari konflik sosial adalah tersebut memfasilitasi tercapainaya rikinsilasi atas
berbagai kepentingan. Ketiga atas dasar kedua fungsi pertama tadi, konflik dapat mempercepat persatuan kelompok.
Kelemahan konflik adalah
Kita telah menyaksikan banyak perubahan sosial yang tidak di sertai terjadinya konflik. Di samping itu, ketika konflik memeng terjadi, biasanya dapat di atasi tampa
sakit hati maupun dendam, bahkan di sertai sejumlah fungsi positif. Sekalipun demikian, konflik benar-benar mampu menimbulkan malapetaka di masyrakat.
Ketika orang menangani konflik dengan contengding, dimana masing-masing berusaha agar dapat mungkin pihak lawanlah yang berkorban, maka sejumlah tindakan
dan tindakan balik yang dilakukan justru akan cenderung meningkatkan intensitas konflik. Kami menyebut meningkatan intensitas ini sebagai eskalasi. Eskalasi konflik
diliat meskipun bukan berati tidak mungkin untuk di balik. Pertama, taktik contentiousi yang pada awalnya relatif ringan, bersahabat, dan tidak bersipat ofensif, cenderung
membuka jalan bagi tindakan yang lebih berat. Kedua, jumlah masalah yang timbul di dalam konflik meningkat. Ketiga, fokus yang pada awalnya bersifat khsus dapat melebar
dan menjadi bersifat lebih gelobal, menyangkut banyak hal. Keempat, motivasi di dalam
Universitas Sumatera Utara
konflik yang mengalami eskalasi beranjak dari kepentingan awal salah satu pihak untuk mendapatkan yang terbaik, yang kemudian berkembang kearah penyerangan terhadap
pihak lain dan pada akhirnya kearah memastikan dari bawah pihak lain lebih menderita daripada dirinya. Kelima, jumlah pihak yang berkonflik cenderung meningkat, pertama-
tama hanya antara saya dan anda, kemudian antara keluarga batih kita, lalu cepat atau lambat akan melibatkan seluruh keluarga besar kita. Sekali konflik mulai mengalami
eskalasi, maka transformasi yang menyertainya akan sulit untuk di de-eskalasikan.
E.2. Teori Elit
Kajian ini membagi dua katagori elit
22
A. Elit Politik Lokal merupakan seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik kekuasaan di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan
dipilih dalam proses politik yang demokratis ditingkat lokal. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan
politik. Elit polotiknya seperti: Gubenur,Bupati, Walikota, Ketua DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik.
dalam konteks lokal yaitu elit politik lokal dan elit non politik lokal.
22
Teori elit mengandung bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup a sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah; dan
b sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Elit sering di artikan sebagai sekumpulan orang sebagi individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai jaringan-
jaringan kekuasaan atau kelompok yang berbeda dilingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto membagi strtifikasi dalam tiga kategori yaitu elit yang memerintah governing elit, elit
yang tidak memerintah non-governing elitedan mkassa umum non-elite. Lihat S. P. Varma, Teori Politik Modren, Jakarta: Rajawali Pers, 1987, Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Pers,
1982, hlm.179. Penjelasan lain mengenai teori-teori elit ini dapat dilihat pada Mark. N. Hagopian, Regimes,Movement, and Ideology, New York and London: Logman, 1978, hlm. 223-249.
Universitas Sumatera Utara
B. Elit Non Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat.
Elit non politik ini seperti: elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan lain sebagainya.
Perbedaan tipe elit lokal ini diharapkan selain dapat membedakan ruang lingkup mereka, juga dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan antar-elit politik maupun
elit mesyarakat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah di tingkat lokal. Dalam sirkulasi elit, konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri maupun
antarkelompok pengusaha maupun kelompok tandingan. Sirkulasi elit menurut Pareto terjadi dalam dua kategori yaitu: Pertama, pergantian terjadi antara kelompok-kelompok
yang memerintah sendiri, dan Kedua, pergantian terjadi di antara elit dengan penduduk lainya. Pergantian model kedua ini bisa berupa pemasukan yang terdiri atas dua hal yaitu:
a. Individu-individu dari lapisan yang berbeda kedalam kelompok elit yang sudah ada, dan atau b. Individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru
dan masuk kedalam kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.
23
Sementara Mosca melihat bahwa pergantian elit terjadi apabila elit yang memerintah dianggap kehilangan kemampuanya dan orang luar di kelas tersebutu
menunjukan kemampuan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru.
E.2.1.Pengertian Elit
24
23
S.P. Varma,Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pres, 1987, hlm. 203
24
Varma,Ibit, hlm. 205-206.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sirkulasi elit yang disebutkan oleh masco, terutama karena terjadinya “ penjatuhan rejim,” konflik pasti tidak terhindarkan, karena masing-masing pihak akan
menggunakan berbagai macam cara. Duverger menjelaskan bahwa dalam konflik-konflik politik sejumlah alat digunakan seperti organisasi dan jumlah, uang kekayaan, sistem,
militer, kekerasan fisik, dan lain sebagainya.
25
Untuk memetakan perubahan politik di masyarakat antarwaktu misalnya, kita bisa meminjam kategori teoritik dari Amitai Etzionis 1961 yang membagi masyarakat atau
massa kedalam tiga kategori besar. 1 massa moral; 2 massa kalkulatif, dan 3 massa alienatif.
Tata cara mekanisme sirkulasi elit ini akan sangat menentukan sejauh mana sistem politik memberikan karangka bagi terujutnya
pergantian kekuasaan di suatu Negara. Dalam konteks pergantian seperti itu, kenyataannya perosesnya tidak selalu mulus, apalagi dalam konteks politik Internasional
yang menunjukan sifat-sifat ketidaknormalan. Meskipun ada tata cara umum sebagaimana di atur dalam UU No.221999, tetapi masing-masing DPRD mempunyai
tata cara dan mekanisme masing-masing dalam pergantian elit. Dalam memahami konstelasi dan rivalitas politik elit, perlu juga di pahami
tentang fenomena dan perilaku massa.
E.2.2.Klasifikasi Elit
26
25
Varma, ibit, hlm. 275.
26
Amitai Etzioni, A Comparative Analysis of Complex Organization, New York: Free Press, 1961.
Massa moral adalah yang potensial terikat secara politik pada suatu orsospol karena loyalitas normativ yang dimilikinya. Massa moral bersifat tradisional, cenderung
kurang atau tidak kritis terhadap krisis-krisis empirik. Massa kalkulatif adalah massa yang memiliki sifat-sifat yang amat peduli dan kritis terhadap krisis-krisis empirik yang
Universitas Sumatera Utara
dihadapi oleh masyarakat di sekitarnya. Massa ini akrap dengan modenitas, sebagian besar menepati lapisan tengah masyarakat, memiliki sifat kosmopolit berpandangan
mendunia dan punya perhitungan kalkulasi terhadap berbagai interaksi. Massa alienatif adalah massa yang terlienasi terasingkan dan pasrah pada mobilitisi politik, dan pada
saat yang sama tidak menyadari sepenuhnya akibat-akibat mobilisasi politik itu bagianya dan bagi proses politik secara umum. Bagaimanapun karakteristik konfliknya,
kecenderungan untuk terjadinya “integrasi” dalam rangka untuk mengakhiri konflik pasti terjadi. Oleh karena itu, gagasan pendekatan baru bahwa sistem politik demokrasi dapat
digunakan sebagai upaya penyelesaian konflik dan dapat digunakan sebagai pisau analisis.
27
Dalam menganalisa kedudukan elit dalam masyarakat, elemen yang perlu di perhatikan adalah konsep kekuasaan. Hal ini disadari bahwa elit dan kekuasaan
merupakan dua variable yang tidak dapat dipisahkan, karena elit adalah merupakan sekelompok orang yang memiliki sumber-sumber kekuasaan dan sebaliknya. Kekuasaan
E.2.3. Elit Politik
Elit merupakan seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik kekuasaan di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses
politik yang demokratis ditingkat lokal. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elit polotiknya seperti:
Gubenur,Bupati, Walikota, Ketua DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik
27
Peter Harris dan Ben Reilly eds, Demokrasi dan konflik yang mengakar: Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Jakarta: Internasional IDEA,2000, hlm. 141.
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu unsur terbentuknya elit. Elit politik adalah sekelompok orang yang memiliki kekuasaan politik.
28
Berbagai pembaharuan dalam sistem pemilu tersebut menandai babakan baru bagi proses demokratisasi yang lebih substantif dan partisipatif di Indonesia. Dalam kaitan
dengan pemilihan kepala daerah secara langsung Pilkadasung, pembaruan ini sangatlah penting artinya dalam mengupayakan sitem rekrutmen Kepala Daerah yang lebih
demokratis, partisipatoris, jurdil dan lebih kontekstual sesuai dengan kondisi yang khas di tiap-tiap daerah. Melalui pilkadasung diharapkan dapat disaring Kepala daerah yang lebih
akuntabel dan peka terhadap tuntutan rakyat di daerah karena merekalah yang memilih pemimpinnya secara langsung.
E.3.Politik Lokal
Pemilu 2004 baru-baru ini telah melahirkan satu terobosan politik yang sangat signifikan bagi pendalaman proses demokrtisasi di Indonesia, yaitu pembaharuan sistem
perwakilan melalui anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD dan juga memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung. Selain anggota Dewan dan pasangan Presiden-
Wapres, saat ini pemilihan langsung juga diberlakukan untuk kepala daerah. Tak kurang dari 33 gubenur, 349 Bupati, dan 91 Walikota akan dipilih oleh rakyatsecara langsung
diberbagai Provinsi, Kabupaten., dan Kota di Indonesia pada tahun 2005 ini.
28
Teori elit mengandung bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup a sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah; dan
b sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Elit sering di artikan sebagai sekumpulan orang sebagi individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai jaringan-
jaringan kekuasaan atau kelompok yang berbeda dilingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto membagi strtifikasi dalam tiga kategori yaitu elit yang memerintah governing elit, elit
yang tidak memerintah non-governing elitedan mkassa umum non-elite. Lihat S. P. Varma, Teori Politik Modren, Jakarta: Rajawali Pers, 1987, Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Pers,
1982, hlm.179. Penjelasan lain mengenai teori-teori elit ini dapat dilihat pada Mark. N. Hagopian, Regimes,Movement, and Ideology, New York and London: Logman, 1978, hlm. 223-249.
Universitas Sumatera Utara
Dengan begitu, maka pilkadasung diharapkan dapat menetralisir struktur oligarkihs dalam struktur ekonomi-politik dan sitem kepartaian nasioanal yang ditengarai cenderung
makin menguat pasca gerakan reformasiRobinson dan Hadiz 20004.
29
Meskipun demikian, berbagai perubahan politik di atas juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang tak kalah mendasarnya. Salah satunya adalah sejauh mana
proses pemilihan secara langsung ini mampu menjabatani dan menjamin bentuk-bentuk dan kelembagaan partisipasi yang hidup di tengah masyarakat, ataukah justru malah
terjebak pada bentu-bentuk fiodalisme politik baru maupun lama di daerah. Terkait dengan tantangan ini adalah masih adanya hambatan bagi lahirnya pimpinan eksekutif
dari figure-figur yang mekar di masyarakat dan non-partisan. Didalam undang-undang No.112006 tentang Pemerintahan Derah Aceh pemelihan kepala daerah dilakukan secara
langsung artinya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Jadi yang di maksud kepala daerah adalah kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis.
Pada saat yang sama, dari sisi pelembagaan partisipasi politik, sitem itu juga akan membuka peluang
bagi kemungkinan tercapainya bentuk-bentuk kontrak politik dan kelembagaan komunikasi serta kontrol politik yang lebih permanen antara konstituen dengan puncak
pimpinan eksekutuf yang dipilihnya.
E.3.1.Pengertian Politik Lokal
30
29
Htt: www2.tltc.ttu.eduSchneiderdev-sem5325-1b-politik lokal.htm.
30
Daniel S. Salossa, Ibid, hlm.15.
Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan
wewenang DPRD menurut UU.No.22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Universitas Sumatera Utara
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam UU. Ini dilakukan secara rakyat secara langsung dan Kepala Daerah dalam melaksankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil
Kepala Daerah, dan perangkat Daerah.
E.3.2. Bentuk-Bentuk Politik Lokal
Terbitnya Peraturan Pemerintah PP No 202007 Tentang Partai politik lokal di Aceh menjadi kabar baik bagi mereka yang ingin mengartikulasikan kepentingan
politiknya secara konstitusional, damai dan demokratis di Aceh.
31
Dari dimensi, politik partai politik lokal merupakan saluran demokratik dari perlawanan politik yang selama ini muncul di Aceh. Ada hak-hak politik, ekonomi dan
sosial rakyat Aceh yang terabaikan sehingga menimbulkan reaksi keras khas Aceh : perang. Pembentukan partai politik lokal ini menegaskan bahwa rakyat Aceh bukan
hanya bisa memperjuangkan hak-haknya melalui perjuangan bersenjata, tetapi siap juga hidup dalam aturan-aturan demokrasi. Kehadiran partai lokal penting karena ia
mendekatkan dua jarak yang selama ini tidak terpertemukan, yaitu jarak kepentingan antara konstituens dengan partai, dan jarak ideologis antara kelompok perlawanan di
Aceh dengan pemerintah. Kendati PP tersebut
terbit terlambat karena para penggagas partai lokal telah melakukan berbagai persiapan jauh-jauh hari sebelumnya, keberadaan PP tersebut akan menjadi legal standing penting
bagi pembentukan partai lokal. Lalu masalahnya, akankah partai lokal meraih kejayaan politik di Aceh? Dan bagaimana strategi partai nasional menyikapi situasi ini?
31
Baca: Artikel Maret 2007, Analisis Politik, Akhir Pekan Jumat 27 April 2007.
Universitas Sumatera Utara
Dimensi lokalitas partai lokal berfungsi untuk mendekatkan jarak kepentingan pertama. Selama ini partai lokal nasional seperti hidup dalam sistem kedekatan imajiner
dengan para konstituens di akar rumput. Elit partai baik di level nasioal maupun level lokal hanya menjadi juru bicara bagi dirinya sendiri dan tidak membawa kepentingan
rakyat secara aspiratif. Publik lebih mengenal partai lokal nasional dan tokoh-tokohnya karena konflik internal atau skandal, bukan karena program partai yang mencerdaskan,
mensejahterakan dan mencerahkan. Jarak ini terlembaga selama puluhan tahun dalam sistem politik nasional yang
mengabaikan keterwakilan aspirasi politik. Bagi elit partai nasional, pengurus pusat atau DPP bagaikan raja yang titah-titahnya harus dipatuhi. Keputusan DPP tidak bisa dilawan
oleh pengurus-pengurus lokal karena bisa berpeluang terjadinya pembekuan kepengurusan di daerah. Intervensi-intervensi DPP bahkan kadang-kadang
mengorbankan para politisi lokal yang memiliki akar kekuasaan di daerahnya
.
Sementara dalam konteks jarak ideologis, partai lokal yang bertanding dalam sistem politik Indonesia harus tunduk di bawah aturan main seperti undang-undang dan
peraturan-peraturan yang ada, apapun ideologi politiknya. Secara tidak langsung terjadi reintegrasi sistemik, di mana partai lokal akan terikat dengan realitas bahwa mereka tidak
bisa melepaskan diri dari kerangka sistem politik yang sedang berlaku. Di negara-negara yang penuh dengan konflik politik separatisme yang mengusung ideologi nasionalisme,
partai politik lokal merupakan jalan keluar dalam rangka memperkuat otonomi politik daerah dan mengikat daerah tersebut dalam sistem politik nasional. Jarak ideologis antara
Indonesia dan GAM serta kelompok perlawanan seperti SIRA dikompromikan melalui pengakuan otoritas politik dua pihak terakhir oleh pemerintah Indonesia. Namun, otoritas
Universitas Sumatera Utara
politik tersebut hanya bisa diabsahkan melalui proses pemilihan dan pelembagaan politik kelompok-kelompok tersebut dalam sistem politik yang ada. Memang terdapat
kemungkinan buruk bahwa kelompok-kelompok perlawanan yang telah terlembaga
secara politik bisa menukar alat perjuangan politik mereka dengan terus menerus memperkuat otonomi politik hingga munculnya komunitas politik baru yang merdeka,
tetapi kemungkinan tersebut bisa diantisipasi dengan memperkuat komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun Aceh secara bermartabat dan berkeadilan.
E.3.3. Fungsi politik Lokal
Secara teoritis, partai politik berperan sebagai sarana untuk mengoperasionalkan fungsi-fungsi politik, seperti sosialiasi politik, rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi
kepentingan politik masyarakat. Fungsi-fungsi ini terkait dengan kedudukan partai politik sebagai salah satu penghuni sistem politik. Sistem politik sendiri menurut pendekatan
Fungsional Estonian terdiri dari dua sub sistem yaitu, infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Dalam pengertian sederhana, infrastruktur politik merupakan
suasana kehidupan politik di tingkat masyarakat yang mencerminkan dinamika organisasi sosial politik di luar pemerintahan. Sementara suprastruktur politik merupakan suasana
kehidupan politik di dalam pemerintahan dan berkaitan dengan peran dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan.
Kehidupan politik baru di Aceh dimulai dengan kesuksesan perundingan damai Helsinki antara GAM-RI yang dilanjutkan dengan lahirnya UU Pemerintahan Aceh.
Salah satu pesan implisit dari MoU Helsinki dan UUPA adalah kekuatan-kekuatan politik di Aceh yang selama ini berseberangan garis politik dan ideologinya dengan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
akan melakukan transformasi menjadi gerakan politik dengan membentuk partai-partai politik. Suasana baru ini disambut dengan antusias oleh banyak kalangan karena mereka
melihat bahwa diantara agenda penting di Aceh adalah merawat perdamaian dan menyuburkan demokrasi. Perdamaian tidak bisa langgeng ketika kelompok kritis dan
strategis tidak bisa mendapatkan ruang untuk mengartikulasikan kepentingan politiknya.
32
Sedangkan desetralisasi berasal dari bahasa latin yaitu de yang berarti lepas, dan centrum yang berarti pusat. Dengan demikian Desentralisasi berarti dilepas atau lepas
E. 3.4. Pilkada Menurut UU No.322004 UU.112006