14
2. Tesis saudara Frianata Felix Ginting, dengan judul: “Status Perbuatan Hukum
Yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum.”.
3. Tesis saudara Muhammad Arwan Ananda dengan judul: “Perjanjian Kredit Pada
BNI Dengan Jaminan Hak Tanggungan dan Upaya penyelesaian Kredit Macet pada PT. Bank Negara Indonesia Tbk, Cabang Kabanjahe.
4. Tesis saudara Haposan Siahaan dengan judul: “Analisa Hukum Atas Klausula
Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai Debitur dalam Perjanjian Kredit Pada Bank.
Dari beberapa penelitian yang disebutkan diatas atau yang ada tidak ada menyebutkan objek yang diteliti adalah Subjek hukum yang berubah dalam suatu
perjanjian yang telah diadakan sebelumnya, serta dampak akibat hukum dari
perjanjian yang telah diadakan disebabkan perubahan atas perubahan subjek hukum, serta tempat dari penelitian yang dilakukan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori merupakan “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan
problem yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang
Universitas Sumatera Utara
15
mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.
13
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.
14
Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.
15
Sebagai kerangka teori yang akan dibahas dalam tulisan ini dengan aliran hukum positif yang analistis dari Jhon Austin, Jhon Austin dengan analytical legal
positivism-nya menjadi penganut utama aliran positivisme yuridis. Austin bertolak dari kenyataan bahwa terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah-perintah,
dan ada orang yang pada umumnya mentaati perintah-perintah itu. Tidak penting mengapa orang mentaati perintah perintah itu. Bahwa mereka mentaati karena takut,
atau karena rasa hormat, atau karena merasa dipaksa, sama saja. Yang penting, faktanya adalah ada orang yang mentaati aturan itu. Kalau tidak, dijatuhkan sanksi,
maka untuk dapat disebut hukum menurut Austin diperlukan adanya unsur-unsur yang berikut :
a. Adanya seorang penguasa souvereighnity, b. Suatu perintah command,
c. Kewajiban untuk mentaati duty,
13
M. Solly Lubis I, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80
14
Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 254.
15
Ibid, hal. 253
Universitas Sumatera Utara
16
d. Sanksi bagi mereka yang tidak taat sanction.
16
Kedudukan Badan Usaha Commanditair Venotschap CV maupun Badan Hukum Perseroan Terbatas didalam Perjanjian Kredit adalah sebagai debitur
sedangkan Bank kedudukannya sebagai kreditur, yang mana debitur dan kredit merupakan subjek hukum didalam suatu perjanajian kredit bank.
Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit yang sedang berjalan merupakan suatu peralihan debitur disebabkan
Badan Usaha CV dengan Badan Hukum PT adalah merupakan subjek hukum yang berbeda.
Konsekwensi dari Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit yang sedang berjalan diperlukan suatu Perjanjian
berupa Pembaharuan hutang, hal ini diatur Pada Buku ke III Bab ke Empat, Bagian Ketiga tentang Pembaharuan Hutang dari Pasal 1413 sampai dengan pasal 1424 KUH
Perdata. Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang
sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru.
17
Karena dalam pembaruan hutang novasi perikatan yang lama hapus, maka pokok perikatan yang baru dapat berbeda dari pokok perikatan yang lama. Misalnya
hubungan hukum antara penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli dirubah
16
Lihat Satjipto Rahardjo, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal 120.
17
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal
133.
Universitas Sumatera Utara
17
menjadi perjanjian pinjam meminjam uang, artinya disini sisa pembayaran harga yang belum dibayar oleh pembeli diakui sebagai hutang dalam perjanjian pinjam
meminjam uang. Namun ada kemungkinan sifat hubungan hukum antara perikatan lama yang sudah dihapus dengan perikatan baru adalah sama. Misalnya suatu
perjanjian kredit dihapuskan dengan perjanjian restrukturisasi hutang. Kedua perjanjian tersebut disensusnya sama yaitu pinjam meminjam uang. Novasi yang
yang disebutkan
diatas adalah
novasi objektif,
karena perikatannya
yang diperbaharui. Selanjutnya dikenal pula novasi novasi subjektif dimana terjadi
kesepakatan tiga pihak antara kreditur, debitur dari pihak ketiga untuk melakukan pembaharuan hutang. Novasi subjektif dibagi atas novasi subjektif aktif dan subjektif
pasif. Novasi subjektif aktif terjadi jika kreditur dalam perikatan yang lama diganti dengan pihak ketiga selaku kreditur dalam perikatan yang baru. Sedangkan dalam
novasi subjektif pasif justru debitur dalam perikatan yang lama diganti oleh pihak ketiga sebagai debitur dalam perikatan baru. Dalam novasi kreditur baru tidak
menempati posisi kreditur lama, demikian pula debitur baru tidak menempati posisi debitur lama, karena perikatan yang lama sudah dihapus. Pasal 1413 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata KUH Perdata menyebutkan tiga cara untuk melaksanakan novasi yaitu :
1. Apabila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru bagi kreditur untuk
menggantikan perikatan yang lama dihapuskan karenanya hal inilah yang disebut novasi objektif.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Apabila seseorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan seseorang debitur
lama yang dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif pasif. 3.
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorangkreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa debitur dibebaskan dari
perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif aktif. Seandainya KUH Perdata tidak mengatur novasi, novasi tetap diperolehkan
atas dasar doktrin kebebasan berkontrak, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Namun demikian karena dalam
novasi, perikatan yang lama hapus, maka dalam perikatan baru tidak dapat diperjanjikan hak-hak istimewa yang melihat pada perjanjian yang lama, apalagi
perikatan yang baru tidak selalu sama dengan perikatan yang lama. Antara Debitur dan Kreditur didalam melakukan Perjanjian Kredit mematuhi
Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 empat syarat yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu pengikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan
Universitas Sumatera Utara
19
syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian.
18
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan istilah “secara sah” Pembentuk Undang-undang hendak menunjukkan
bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum. Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat. Yang dimaksud dengan secara sah
di sini ialah bahwa perbuatan perjanjian harus mengikuti apa yang ditentukan oleh pasal 1320 KUH Perdata.
19
Dalam hukum perdata, perjanjian kredit adalah termasuk dalam perjanjian tak bernama, karena tidak dikenal dalam KUH Perdata. Walaupun usianya sama dengan
usia Bank, sampai saat ini belum ada ketentuan perundang undangan yang mengatur perjanjian kredit.
20
Dalam praktek perbankan, yang mejadi dasar hukum perjanjian kredit adalah unsur kesepakatan konsensualisme yang tertuang dalam perjanjian antara bank
dengan debitur. Azas kebebasan berkontrak partij otonomos, azas itikad baik good faith, azas setiap janji harus dipatuhi pacta sun servanda dan azas kehati- hatian
prudential.
21
18
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 23-24.
19
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 27.
20
Martin Roestamy, Hukum Jaminan Fidusia, PT. Percetakan Penebar Swadaya, Jakarta, 2009, hal 24.
21
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
20
2. Kerangka Konsepsi