PERKEMBANGAN KANTOR PERWAKILAN AGAMA PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE K.H. M. ALI MASJHAR (1962 - 1969)

BAB VII PERKEMBANGAN KANTOR PERWAKILAN AGAMA PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE K.H. M. ALI MASJHAR (1962 - 1969)

Dalam periode K.H.M. Ali Masyhar yang menggantikan K.H. Zubair, sebelumnya sebagai Pengawas Urusan Agama di Kediri, ditandai setelah adanya Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi angkatan Bersenjata pada tanggal 5 Juli 1959, yang merupakan sumber hukum yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia, tentang kembalinya UUD 1945. Nomenklatur Kementrian Agama berubah lagi menjadi Departemen Agama atas dasar Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1960. Pada saat itu, Indonesia merasakan alam demokrasi, dan pada saat ini Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah mendapat tugas yang amat berat, karena meningkatkan program-program yang belum dilaksanakan pada periode K.H. Zubair, dengan tujuan mewujudkan masyarakat dan bangsa yang berKetuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan UUD 1945. Dan program yang diprioritaskan adalah tiga program, yaitu :

1. Menanamkan jiwa agama pada masyarakat dan aparat pemerintah.

2. Mengikis habis ajaran-ajaran komunisme/marxisme/leninisme.

3. Meningkatkan, membina dan mengembangkan pendidikan Agama. Pada tanggal 13 September 1967 dikeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 1967 tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Instansi Departemen Agama di daerah, yang pada Bab II Pasal 2 adalah : Perwakilan Departemen Agama Propinsi (Jawa Tengah) mengkoordinasikan :

1. Jawatan Urusan Agama

2. Jawatan Pendidikan Agama

3. Jawatan Penerangan Agama

4. Jawatan Peradilan Agama

5. Jawatan Perguruan Tinggi Agama/Penyuluhan Hukum

6. Jawatan Urusan Haji

7. JawatanAgama Kristen

8. Jawatan Agama Katholik

9. Jawatan Nindu/Budha Pada Pasal 3, Kepala Perwakilan Departemen Agama Propinsi (Java Tengah) dibantu Pemimpin Sekretariat yang terdiri dari Bagian Tata Usaha, dan Bagian Koordinasi, dan pada Pasal 4 menegaskan bahwa Kepala Perwakilan

Departemen Agama Propinsi dijabat Kepala Jawatan Urusan Agama setempat dan Jawatan-jawatan dilengkapi Bagian-Bagian atau Seksi-seksi.

Adapun tugas, wewenang dan tata kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Kepala Perwakilan Departemen Agama Propinsi yang sederajat, bertugas :

a. Melaksanakan kebijakan Menteri Agama tentang keagamaan di daerahnya.

b. Melakukan koordiansi Jawatan-jawatan Agama Propinsi/yang sederajat.

c. Mewakili Instansi Agama Propinsi/yang sederajat, dalam hubungannya dengan Gubernur/Kepala Daerah setempat.

2. Dalam rangka bimbingan-bimbingan dan pembinaan Jawatan-jawatan Kepala Perwakilan bersama-sama dengan Kepala-kepala Jawatan mengadakan rapat berkala/khusus.

3. Dalam hal penyelenggaraan urusan haji, Kepala Perwakilan DeparternenAgama Propinsi bertindak selaku Wakil Koordinator/Kepala Staf Urusan Haji Propinsi yang dikoordinir oleh Gubernur/Kepala Daerah.

Adapun Jawatan-jawatan Agama Propinsi sesuai pasal 25 adalah

1. Masing-masing Jawatan Agama Propinsilyang sederajat mempunyai wewenang dalam bidang tehnis dan administrasi dari direktoratnya masing-masing.

2. Dalam hal penyelenggaraan urusan haji, Kepala Jawatan Urusan Haji Propinsi bertindak selaku Wakil Kepala Staf Urusan Haji Propinsi

Tugas utama Departemen Agama adalah mengurus masalah-masalah yang menyangkut bidang keagamaan, yang menurut isi dan lingkungannya mencakup bidang yang amat luas dan berbagai aspek yang cukup kompleks. Dengan tugas-tugas yang demikian, maka menjadi keharusan mutlak untuk mewujudkan kerja sama yang harmonis dengan jiwa gotong royong antara Departemen Agama dan Departemen lainnya.

Sebagai bukti betapa lugs dan kompleksnya masalah agama dalam hubungannya dengan bidang-bidang yang lain, dapat dibuktikan dengan kerja samaDepartemen Agama dengan Departemen/lnstansi yang lain, di antaranya : Degan Departemen Dalam Negeri.

Maklumat bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang status Kaum (Modin).

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang prosedur perijinan pendirian rumah-rumah ibadah.

an Departemen Penerangan. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Penerangan tentang pembagian pekerjaan dan cara kerja sama antara kedua instansi di daerah. Dengan Departemen PTIP. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri PTIP tentang penunjukan dosen-dosen Agama pada Universitas-universitas Negeri. Dengan Departemen Pertanian. Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri Pertanian tentang pembangunan pondok pesantren. Sebelum timbulnya pembrontakan G 30 SIPKI dan pada waktu komunisme/atheisme masih sangat berpengaruh, kehidupan beragama di Jawa Tengah terdesak sedemikian rupa sehingga pengetrapannya secara riil dalam kehidupan sehari-hari semakin berkurang. Bentuk-bentuk dan tindakan-tindakan anti agama jelas-jelas an Departemen Penerangan. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Penerangan tentang pembagian pekerjaan dan cara kerja sama antara kedua instansi di daerah. Dengan Departemen PTIP. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri PTIP tentang penunjukan dosen-dosen Agama pada Universitas-universitas Negeri. Dengan Departemen Pertanian. Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri Pertanian tentang pembangunan pondok pesantren. Sebelum timbulnya pembrontakan G 30 SIPKI dan pada waktu komunisme/atheisme masih sangat berpengaruh, kehidupan beragama di Jawa Tengah terdesak sedemikian rupa sehingga pengetrapannya secara riil dalam kehidupan sehari-hari semakin berkurang. Bentuk-bentuk dan tindakan-tindakan anti agama jelas-jelas

“…. Setiap kegiatan , di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/ marxisme- leninisme dalam segala bentuk dan

manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut dilarang..."

maka perkembangan kehidupan beragama telah dikembalikan kepada tempat yang selayaknya. Keagungan Tuhan kembali pada singgasana-Nya di bumi Indonesia tercinta. Pengunjung-pengunjung penyuluhan agama, jamaah-jamaah di masjid, gereja- gereja dan lain-lain bertambah banyak dan menjadi penuh. Kesempatan-kesempatan untuk menyiarkan dan mengadakan penyuluhan agama baik lewat pengajian, pers dan radio bertambah dug kali lipat. Dalam jangka waktu yang relatif pendek (1966-1969) kehidupan beragama telah dapat menciptakan ketenangan, ketenteraman lahir batin sebagai landasan pokok dimulainya Pembangunan Lima Tahun.

Di Jawa Tengah berkembang semua agama yang ada, yaitu : Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Kong Hu Chu. Adapun jumlah pemeluk agama di Jawa Tengah tahun 1966-1969 dapat dilihat seperti

tabel berikut. '

(K)Protestan

30.497 ---r ---------------------------

Kong Hu Chu 8.961 8.961 -,-- -- -

9.320

6.662

Jml. 19.953.744 20.363.619 30.69669J 20.924.255 Penduduk Di samping agama-agama tersebut, hidup pula aliran-aliran kebatinan sebanyak 120 aliran dengan jumlah anggota sebanyak kurang lebih 19.500 prang. Pihak Kejaksaan Agung/Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah bersama dengan Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah/Perwakilan Agama Propinsi Jawa Tengah melalui PAKEM (Pengawas Aliran Kemasyarakatan) selalu mengadakan pengawasan terhadap kegiatan aliran

kebatinan, karena kadang kala dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan beragama dan ketenteraman masyarakat. Karena adanya bermacam-macam agama di Jawa Tengah, dipandang perlu untuk menciptakan, membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama. Dan syukurlah, bahwa umat beragama khususnya pemuka-pemuka beragama sekalipun menyadari adanya perbedaan-perbedaan yang bersifat prinsip, telah menyadari pula bahwa sebagai satu bangsa yang mempunyai falsafah hidup Pancasila, yang manifestasi penghayatannya adalah hidup rukun (gotong-royong) mewajibkan keharusan adanya saling pengertian, bahwa dirinya mempunyai tugas yang sama, yaitu mengusahakan terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur, lahir dan batin. Peristiwa "Makasar" sebagai peristiwa yang sangat membahayakan bagi terciptanya kerukunan hidup beragama, telah dapat dicegah pengaruh dan ekses nya diJawa tengah, berkat adanya saling pengertian dan kerja sama umat Bergama yang secara formal tertuang dalam "Pernyataan Bersama Pemuka-pemuka Agama se-Jawa Tengah" pada tanggal 28 Oktober 1967 di Semarang Gairah rakyat Jawa Tengah untuk membangun dan mencukupi tempat-tempat ibadah di Jawa Tengah nampak semakin meningkat, terutama sekali tahun 1966 atau sejak gagalnya pemberontakan G 30 S/PKI. Pembangunan tersebut meliputi pembangunan dan rehabilitasi masjid, gereja dan lain-lain. Setiap tahun di Jawa Tengah rata-rata terjadi penambahan tempat-tempat ibadah sebanyak 750 buah masjid, 3.500 buah langgar, 400 mushola, 20buah gereja Kristen, 49 gereja Katholik. Adapun jumlah tempat ibadah yang ada di Jawa Tengah tahun 1966-1969 adalah sebagai berikut: Tahun

Gereja,Kristen 327

f--- Gereja Kath'olik 150

Pura Budha

_ ---~

Pura Hindu

Pembiayaan pembangunan tempat-tempat ibadah tersebut selain mendapatkan bantuan dari pemerintah (pusat, propinsi dan kabupaten), sebagian besar dipikul oleh masyarakat secara gotong-royong. Mengenai pembangunan masjid yang menonjol pada periode ini adalah :

Pembangunan Masjid Baiturrahman Semarang. Sebagai Ibukota Jawa Terigah, Kota Semarang telah memiliki Masjid Besar yang terletak di JI. Alun-alun Barat atau yang umum disebut dengan Masjid Kauman. Meskipun telah diadakan berbagai penyempurnaan dan perbaikan, namun masjid ini belum mampu menjadi masjid yang benmartabat "Provinciaale waardig". Di samping itu, perluasan dan usaha-usaha Walikota Semarang untuk memperindah kota Semarang perlu diimbangi dengan membangun satu masjid yang artistik, modern, lengkap dengan perpustakaan dan harus terletak dalam daerah yang strategis dengan tidak meninggalkan nilai- nilai kebudayan Jawa Tengah.

Maka untuk itu dibentuklah sebuah Yayasan dengan nama Yayasan Baiturrahman yang didirikan dengan pengukuhan Akte Notaris RM. Soeprapto Nomor 43 tanggal 22 Juli 1967, sebagai kelanjutan dan prubahan dari Yayasan Masjid Candi yang telah bergerak sejak tahun 1955-1956 dan telah berhasil membangun sebuah masjid di JI. Merapi, Candi, Semarang.

Adapun susunan peragurusnya adalah sebagai berikut Pelindung

: Pejabat anggota Muspida Jawa Tengah. Penasehat

: Walikota Kotamadya Semarang.

Ketua

: H. Imam Sofwan

H. Fuad Sahil : K.H. All Masyhar M.S. Djoenaedi SH Abu Bakar Imam Churmen

:Kapten Pens. Soedjono R.M. Soeprapto H.M. Sulchan K. H. Moh. Sowwam

Letkol. Abdutkadir, SH Ir. Misdji Prof. Heyder bin Heyder K.H. Zubair Drs.H.Masdar Helmy Moh. Chaeron, BA Yayasan ini menggunakan gedungYayasan Masjid Baiturrahman sebagai kantor dengan alamat JI. Pandanaran Nomor 126 Semarang. Mengenai sejarah dan perkembangannya, semula bermaksud membangun sebuah masjid di daerah candi yang cukup megah, yang terletak di pinggir jalan besar jurusan Semarang-Solo, yaitu di Jalan Setia Budi. Akan tetapi karena kesulitan daiam penyelesaian tanahnya, maka kemudian pindah ke Jalan Merapi di mana masjid itu telah selesai dibangun dalam tahun 1958. Keinginan untuk membangun masjid yang provinciaale waardig ini didorong lagi oleh Bapak Gubernur Muchtar. Dalam tahun 1962 pengurus Yayasan Masjid Candi teiah diubah atau ditambah dengan tenaga-tenaga baru Dalam tahun 1963, Yayasan mengajukan permohonan kepada yang berwenang agar disekitar tanah lapang yang terletak di titik pertemuan antara lima jalan, yang dulu disebut ”Simpang Lima" dan sekarang resmi menjadi “Lapangan Pancasila” Letkol. Abdutkadir, SH Ir. Misdji Prof. Heyder bin Heyder K.H. Zubair Drs.H.Masdar Helmy Moh. Chaeron, BA Yayasan ini menggunakan gedungYayasan Masjid Baiturrahman sebagai kantor dengan alamat JI. Pandanaran Nomor 126 Semarang. Mengenai sejarah dan perkembangannya, semula bermaksud membangun sebuah masjid di daerah candi yang cukup megah, yang terletak di pinggir jalan besar jurusan Semarang-Solo, yaitu di Jalan Setia Budi. Akan tetapi karena kesulitan daiam penyelesaian tanahnya, maka kemudian pindah ke Jalan Merapi di mana masjid itu telah selesai dibangun dalam tahun 1958. Keinginan untuk membangun masjid yang provinciaale waardig ini didorong lagi oleh Bapak Gubernur Muchtar. Dalam tahun 1962 pengurus Yayasan Masjid Candi teiah diubah atau ditambah dengan tenaga-tenaga baru Dalam tahun 1963, Yayasan mengajukan permohonan kepada yang berwenang agar disekitar tanah lapang yang terletak di titik pertemuan antara lima jalan, yang dulu disebut ”Simpang Lima" dan sekarang resmi menjadi “Lapangan Pancasila”

Dalam tahun 1964, fondasi pagar keliling melingkari tanah seluas 11.730 M 2 telah dapat diselesaikan oleh Yayasan.

Dalam tahun 1967, Bapak Gubernur Munadi mendorong agar yayasan mulai bekerja lagi, dengan dorongan amal positif berupa anjuran kepada jamaah haji tahun 1966/1967 agar sepulangnya dari tanah suci memberi oleh-oleh berupa sekeping emas ala kadarnya yang berhasil terkumpul sebanyak 1.957.35 gram (atau hampr 2 Kg). Pada tahun itu juga, Yayasan masjid Candi berubah menjadi Yayasan Masjid Baiturrahman. Dalam tahun 1968 gedung Yayasan Masjid Baiturrahman telah selesai dibangun dalam waktu kurang dari satu tahun dan diresmikan tanggal 27 Pebruari 1969 (ledul Adha). Pada tanggal 10 Agustus 1968 pembangunan masjid Baiturrahman dimulai secara fisik dengan rnemancangkan tiang pancang yang diterima sebagai sumbangan dari Bapak Menteri Kehakiman, Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dan Ketua Pengadilan Negeri Semarang. Pemancangan tiang pancang sebanyak 137 buah telah selesai dalam bulan Desember 1968.

Dalam tahun 1969 sumur bor telah selesai dikerjakan oleh Jawatan Geologi di Bandung yang direncanakan akan dapat memberikan suplay air untuk keperluan wudhu dan lainnya. Dalam pada itu sumbangan air ledeng dari Perusahaan Air Minum Kodia Semarang telah didapatkan sebagai sumbangan.

Tahun 1969-1970 mulai pelaksanaan pekerjaan beton sloof, beton kolom yang banyak tergantung pada ketentuan tehnis dan semen yang dibeli iangsung dari Pabrik Semen Gresik.

Tahun 1971 lantai dua telah selesai, termasuk juga pipa-pipa untuk jaringan listrik. Bangunan tingkat dua ditetapkan menggunakan kerangka besi (konstruksi baja) sampai pada kerangka atapnya. Untuk escalator yang akan dipergunakan dengan tenaga bermesin dari lantai I ke lantai ll dan balkon sedang ditunggu perkenan Bapak Presiden Soeharto untuk menghadiahkan barang tersebut pada masjid Baiturrohman. Adapun mengenai pembiayaannya berupa oleh-oleh emas jamaah haji1966/1967 sejumlah 1.957.35 gram yang dijual dengan harga Rp. 528.484,50. Uang tunai sebesar Rp 35.119,50 dan saldo Yayasan Masjid Candi sebesar Rp 1.081.05, sehingga jumlah stoot kapital seluruhnya Rp. 564.585,05 melakukan NTR se-Jawa Tengah minus Karesidenan Pati dan kebanggaan rakyat Jawa Tengah dapat selesai secepatnya

Sebagai sumber utama adalah bantuan dari Perwakilan Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah meialui sumbangan umat Islam yang melakukan NTR se-Jawa Tengah minus Karesidenan Pati dan Banyumas, masing-masing @Rp. 50.00 atas dasar Keputusan Menteri Agama Nomor 21 Tahun 1969 tanggal 24 Pebruari 1969 dan sumber ke II adalah sumbangan pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah yang telah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 1969/1970 sebesar Rp. 5.000.000,00. Sumbangan Gubernur Kepala Daerah

Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 10.000.000,00. Serta bantuan perorangan baik berupa sodaqoh/nadzar maupun zakat yang selama 4 tahun mulai tahun 1969/1971 telah terkumpul sebesar Rp. 4.182.870,00, dan sejumlah barang- barang material seperti batu merah, pasir, jam tangan, dan lain-lain. Dari jumlah tersebut relah dikeluarkan sebesar Rp. 54.280.989,66. Diharapkan bahwa untuk tahun-tahun mendatang masuk uang akan lebih lancer dan nantinya akan merupakan suatu Masjid yang menjadi kebanggaan rakyat Jawa Tengah dapat selesai secepatnya. Pembangunan Masjid Agung Demak dan rnakam Sunan Kalijogo di Kadilangu

Pembangunan Masjid Agung Demak dan Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu dimulai sejak tahun 1964 yang dilakukan oleh Panitia Perbaikan Makam Walisongo dan Pembangunan Masjid Agung Demak yang di ketuai oleh H. Imam Sofwam, ex Ketua DPRDGR Tingkat I Jawa Tengah, dengan menelan biaya sebanyak Rp 7.500.000,00 yang bersumber dari bantuan Departemen Agama Pusat, Gubernur Jawa Tengah, dana Perwakilan Departemen Agama Kab. Demak dan dari Bupati Demak.

Pembangunan Masjid Agung Baitussalam Purwokerta. Pembangunan Masjid Agung Baitussalam Purwokerto ini dimulai tanggal 21 Juni 1968, dengan menghabiskan dana sekitar Rp 35.000.000,00 yang berasal dari bantuan pemerintah pusat maupun daerah serta dana dari masyarakat. Pembangunan Langgar Agung Pangeran Diponegoro di Menoreh Magelang. Untuk

peninggalan Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro. maka dibangun Langgar Agung Pangeran Diponegoro di Menoreh Magelang yang dimulai tanggal 23 mei 1964 dengan menelan biaya sebesar Rp 2.900.000,00 yang dua pertiganya diperoleh dari Dinas Urusan Agama Kabupaten Magelang.

Langgar Agung P. Diponegoro dibangun kembali dengan bentuk modern, sekaligus sebagai monumen kepahlawanan putra Jawa Tengah

Pembangunan Masjid Besar Pati. Perluasan dan perbaikan Masjid Besar Pati dimulai pada tahun 1968 dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 4.500.000,00. Di samping pembangunan dan rehabilitasi tempat-tempat ibadah, maka pemeliharaan dan pembinaan mental agama dan pusat penggalian ilmu agama sangat menonjol, misalnya penataran khotib, pengadaan buku-buku dan brosur- brosur dengan mendapat bantuan pembiayaan dari pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah, seperti dapat~dilihat dalam tabel berikut :

28.472 i

-;- 8.317 ~

6.716 i

ledui Adha

Bukti nyata dari usaha untuk memelihara dan membina masjid ataupun gereja adalah Agama Islam

BKM (Badan kesejahteraan Msjid). Badan yang terbentuk secara vertikal dari Pusat sampai dengan Kecamatan yang bertugas mengurusi dan memelihara kemakmuran masjid ini, bersifat semi resmi dan merupakan pusatpembinaan umat Islam, yang bertujuan

Menjaga kesucian, kehormatan, memelihara kesejahteraan/kemakmuran masjid, mushola dan tempat pribadatan lainnya bagi umat Islam. Meningkatkan kemanfaatan masjid/tempat-tempat ibadah umat Islam sesuai dengan fungsinya sebagai tempat pembangunan mental agama dan penggalian ilmu agama Islam. Usaha-usaha BKM meiiputi Membentuk/menyempurnakan serta mengintensifkan pengurus masjid. Memberikan bantuan yang diperlukan baik moril maupun materiil daiam rangka pembangunan/ perbaikan/pemeiiharaan masjidi mushola/tempat ibadah lainnya. Menggiatkan pelaksanaan pengalian dan penerangan agama serta kuliah agama. Mengusahakan dan melengkapi perpustakaan masjid. Meningkatkan mutu dan isi khutbah dari para khotib Jum'at, ledul Fitri dan ledul Adha dengan mengadakan kursus-kursus Wakaf Untuk Masjid.

Tanah wakaf diurus oleh BKM sebagai koordinator, kecuafi di Kendal, Demak dan Kotamadya Semarang yang berstatus sebagai nadzir. Hasil dari tanah wakaf tersebut digunakan untuk pembiayaan pemeliharaan dan pembinaan masjid, langgar, mushola, serta untuk Kemaslahatan ummat Islam lainnya.

Hasil yang diperoleh dari tanah wakaf tersebut adalah : Kendal,Rp. 2.000.000,00 dari tanah wafaf yang berupa sawah seluas 107 HA; Demak sebesar Rp 3.000.000,00 dari sawah wakaf seluas 376,861 HA dan Kotamadya Semarang sebesar Rp 2.000.000,00 dari sawah wakaf seluas 104 HA. Kristen

Kegiatan di lingkungan gereja Kristen maupun Katholik di Jawa Tengah beserta umat masing-masing, nampak pula kegiatan-kegiatan yang langsung menunjang pelaksanaan pembangunan atau modernisasi desa di Jawa Tengah, di antaranya : Usaha penanaman kopi dengan areal seluas 9 HA di Salatiga dan usaha

transmigrasi yang diselenggarakan oleh umat Kristen melalui yayasan "Transmigrasi Trunojoyo".

Mengadakan "Sekolah Kerja" bagi para tuna karya dalam bidang-bidang pertanian, peternakan, pertenunan dan kerajinan tangan yang diselenggarakan oleh Yayasan Salib Putih milik umat Kristen. Mengadakan pembangkit listrik yang berkekuatan 75 Kwt di Rowoseneng Temanggung yang diselenggarakan oleh umat Katholik. Mengadakan atau menyelenggarakan peternakan lembu jenis unggul dari negeri Belanda serta mengadakan penanaman pohon jeruk dengan 5.000 bibit di Rowoseneng Temanggung, yang juga diselenggarakan oleh umat Katholik. Menyelenggarakan peternakan ayam jenis unggul di lingkungan gereja Katholik

Purwodadi, Ungaran, Muntilan dan lain-lain. Dalam bidang pendidikan Agama di lingkungan Departemen Agama ada lima

persoalan pokok, yaitu : Pendidikan Agama di lingkungan madrasah. Di Jawa Tengah terdapat madrasah baik negeri maupun swasta sebanyak 7.321 buah yang terdiri dari Madrasah-madrasah Diniyah, T.K. Islam, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan PGA 4 Tahun maupun PGA 6 Tahun. Dari Jumlah tersebut yang telah memiliki gedung sendiri sebanyak 5.933 buah dan yang belum memiliki gedung sendiri sebanyak 1.379 buah. Jumlah murid secara keseluruhan sebanyak 771.502 murid, sedangkan Guru Agama Negeri Tetap maupun Tidak Tetap sebanyak 15.085 orang. Kekurangan lokal tersebut karena tidak seimbangnya Jumlah murid yang masuk dengan pertambahan gedung madrasah, yaitu setiap tahun murid yang masuk sebanyak 43.000 orang sedang pertambahan lokal dalam waktu yang sama hanya 400 buah. Usaha menambah gedung madrasah ialah dengan jalan mengajukan proyek-proyek pembangunan madrasah sebagai proyek pelita, baik pusat maupun daerah, sehingga dapat menyelesaikan 6 buah gedung, dengan biaya dari pusat sebesar Rp 115.826.700,00 dan 48 buah gedung dengan biaya dari daerah sebesar Rp. 7.200,00. Di samping itu, ada usaha dari masyarakat yang telah membangun 307 buah MI dengan biaya Rp. 179.394.900,00, 46 buah MTs dengan biaya Rp. 35.930.500,00 dan 8 buah MA dengan biaya RP. 5.350.000,00. Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah-sekolah Umum.

Jumlah guru Agama yang mengajar pada sekolah-sekolah umum, baik guru tetap maupun tidak tetap sebanyak 10.000 orang dengan murid yang mengikuti pelajaran Agama Islam sebanyak 2.150.000 murid, atau dengan perbandingan 1 : 200. Dengan demikian, pendidikan Agama Islam di sekolah umum masih sangat perlu untuk diperhatikan, balk mengenai jumlah gurunya maupun ditambahnya jam- jam pelajaran Agama Islam. Pendidikan Agama di lingkungan Pondok Pesantren. Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat dalam bidang agama Islam

yang merupakan ciri khas dari pendidikan agama di Indonesia, yang memiliki andil yang sangat besar bagi perjuangan maupun perkembangan bangsa Indonesia pada umumnya. Gagasan untuk meningngkatkan fungsi dan peran pondok pesantren telah dirintis, tidak saja dalam hal mutu pendidikan tetapi juga integrasi dan partisipasinya dalam setiap usaha pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pada tanggal 4 s/d 7 Juli 1965 oleh Departemen Agama Cq. IAIN Sunan Kalijogo Jogjakarta telah diselenggarakan seminar Pondok Pesantren seluruh Indonesia yang dihadiri oleh para pengasuh Pondok Pesantren, Ulama-ulama, Rektor-rektor, Guru-guru Besar, Dosen, dan lain-lain, bertempat di Jogjakarta. Dalam salah satu keputusannya, seminar memutuskan agar kurikulum Pondok Pesantren diadakan pelajaran praktis (kekaryaan), untuk menciptakan para santri yang mempunyai pengetahuan agama, pengetahuan umum, dan skill serta keterampilan di bidang pertanian, peternakan, pertukangan, dan lain-lain.. Keputusan tersebut adalah usul dari Dr. H. Mukti Ali –waktu itu Dosen pada Ipada IAIN Sunan Kalijogo Jogjakarta (yang kemudian menjadi Menteri Agama RI) dengan pertimbangan sebagian besar santri adalah masyarakat. Para santri hendaknya memiliki modal untuk hidup mandiri; pondok pesantren jangan mencetak buruh yang akan diperintah orang lain, tetapi hendaknya menghasilkan majikan yang dapat menguasai diri sendiri dan berdikari. Gagasan tersebut terbengkelai akibat adanya tragedi G 30 S/PKI, dan baru setelah situasi normal mulai dikembangkan kembali, dengan adanya Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 pasal 5 yang menyebutkan bahwa Pemerintah hendaknya membantu perkembangan pondok pesantren, demiikian pula dengan pembentukan Direktorat Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur pada Departemen Agama. Pada periode ini, di Jawa Tengah telah ada 6 Pondok Pesantren yang memberikan pelajaran kekaryaan, sekalipun belum menggunakan methode yang ilmiah. Keenam pondok pesantren tersebut adalah 2 buah di Rembang, 2 buah di Magelang, 1 buah di Klaten, dan 1 buah di Kebumen, dengan bentuk usaha yang terdiri dari pertanian, peternakan, pemerahan susu, perikanan, koperasi, dan lain- lain. Pendidikan Agama di lingkungan Perguruan Tinggi/Universitas. Institut Agama Islam Negeri Walisongo.

Berdirinya IAIN ini kecuali atas dorongan dan aspirasi umat Islam di Jawa Tengah, juga merupakan realisasi dari pola pembangunan Jawa Tengah yang tercantum dalam Keputusan DPRDGR Propinsi Jawa Tengah Nomor 1/DPRDGR/1963 tanggal 11 Januari 1963. Pada waktu itu, para Kepala Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah sangat menginginkan di ibu kota Propinsi Jawa Tengah perlu ada IAIN. Maka para Kepala Jawatan Agama, mengambil langkah pertama dengan membentuk "Yayasan AI Djami`ah AI Islamiyah" dengan modal Rp 5.000,00 berkedudukan di JI. Patimura 5 Semarang (Kantor Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah) bertepatan pada tanggal 22 Juni 1968. Adapun tujuannya adalah membina dan mengembangkan IAIN AI Djami'ah AI Islamiyah AI Hukumiyah, yang diawali dengan mendirikan SP IAIN/IAIN yang berlokasi di JI. Ki Mangunsarkoro 17 Semarang. Dengan adanya perkembangan, maka SP IAIN menjadi MAN I

Semarang yang berlokasi di Pedurungan dan IAIN Walisongo Semarang yang berlokasi di Kampus Jrakah. Sementara itu, gedung dan tanah di JI. Ki Mangun Sarkoro 17 Semarang, ditempati SMU Walisongo Semarang dan dikelola oleh Yayasan AI Djami'ah dengan Ketua Drs. H. Much. Rifa'i. Panitia pendiri IAIN Walisongo di sponsori oleh K.H.M. Ali Masyhar dari Perwakilan Agama Prop. Jawa Tengah, Drs. Sunarto Notowidagdo dari Pemda Jateng. Dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 31 Tahun 1970 tanggal 1 April 1970 lahirlah dengan resmi IAIN Al Jami'ah AI Hukumiyah "Walisongo" yang berkedudukan di Semarang dengan beberapa fakultas yang tersebar di beberapa Kabupaten/Kodya di Jawa Tengah. Peresmiannya di lakukan oleh Bapak Menteri. Agama pada tanggal 6 April 1970, sekaligus melantik K.H. Zubair sebagai Pd. Rektor dan Drs. Sunarto Notowidagdo sebagai Wakil Rektor dan beberapa Wakil Rektor serta Dekan-dekan yang lain. Adapun Perguruan tinggi yang lain adalah .

IAIN Sunan Kalijogo yang berpusat di Jogjakarta. Universitas Islam Indonesia (UII) berpusat di Jogjakarta. Universitas Nahdlatul „Ulama (UNNU) Universitas Cokroaminoto (UNCOK) Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sedangkan sekolah-sekolah persiapan yang ada di antaranya :

1. Sekolah Persiapan Jogjakarta, Jl. Simanjutak 60 Jogjakarta.

2. Sekolah Persiapan Purwokerto, Karansuci Purwokerto.

3. Sekolah Persiapan Purworejo, Jl. Tirtodranan Purworejo.

4. Sekolah Persiapan Kebumen, Jl. Wonoyoso Kebumen.

5. Sekolah Persiapan Semarang, Jl. Mugas No. 1 Semarang.

6. Sekolah Persiapan Pekalongan, Jl. Dr. Wahidin Pekalongan.

7. Sekolah Persiapan Purbalingga, Jl. Narsoma No. 61 Purbalingga. Pendidikan Agama yang diselenggarakan oleh Gereja-gereja. Pada periode ini di Jawa Tengah terdapat tenaga Guru Agama honorair lulusan PGAA Kristen sebanyak 1.021 orang dengan jumlah tempat mengajar sebanyak 1.224 buah. Jumlah sekolah Kristen (SD, SMP, SMA) sebanyak 295 buah dengan jumlah murid 53.188 orang. Di samping itu ada juga 3 buah PGA Kristen, 2 Perguruan Tinggi dan 4 buah Sekolah Seminari

Di lingkungan Gereja Katholik, di samping mengajarkan pendidikan agama di sekolah-sekolah, juga didirikan SMP "Pembangunan" yang dititikberatkan pada pendidikan ketrampilan, seperti jahit menjahit, pertukangan, dan lain-lain yang didirikan di Temanggung dan Cepu. Di Klaten telah pula diadakan up grading Guru Agama Katholik se Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Katholik Departemen Agama.

Dalam bidang Penerangan Agama Islam, masih menghadapi tantangan yang sangat berat, karena masih belum seimbangnya jumlah tenaga penyuluh dengan jumlah ummat Islam yang ada. Namun demikian, secara bertahap setiap tahun semakin bertambah baik, seperti dapat dilihat dari data sebagai berikut :

Mimbar !slam

162 i

Tafsir Qur'an

L Pengajian AI Qur'an _ 162 162 1 ____ 12 , Tanya JawabAl Qur'an

Santapan Rohani

~ Pengja ian Azan _

30 30 30 Pelajaran Membaca AI Qur'an Pendidikan

30 '~

Agama -

Islam untuk keluarga

Sandiwara Radio Sambutan

hari-hari -

--- +

besar Islam

- -- --- Tadarus AI Qur'an

Azan Maghrib

87 87 L

87 ',

Adapun hash-hasil pelaksanaan programnya di antaranya adalah : Pelaksanaan up grading Juru Penerang Agama Islam. Penyuluhan agama kepada masyarakat dengan tenaga Guru Agama Honorair (GAH). Menerbitkan berosur-brosur, antara lain "Bahan dan Pedoman Pelita dan Modes Bidang Agama", buku "Repelita sektor Keluarga Berencana menurut Pandangan Islam", dan juga menerbitkan majalah "Pelita Agama". Penambahan sarana penyuluhan, berupa pemberian satu pengeras suara, satu sepeda, satu tape recerder dan satu radio untuk setiap Kabupaten di Jawa Tengah. Sedangkan hambatan-hambatan yang perlu mendapat penanggulangan adalah masih banyaknya sumber-sumber dekadensi moral, misalnya perjudian, pelacuran, film porno, ganja, dan lain-lain. Sejak tahun 1968, Departemen Agama menyelenggarkan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur‟an) sebagai salah satu kegiatan nasional dan diikuti oleh Qori dan Qoriah

terbaik dari seluruh Indonesia. MTQ 1968 diselenggarkan di Ujung Pandang dan tahun 1969 di Bandung. Berkat kesadaran umat Islam yang tinggi dan dorongan yang kuat dari pejabat setempat, Propinsi Jawa Tengah menunjukkan prestasi yang unggul, sehingga Jawa Tengah dikenal sebagai tempat kader-kader AI Qur'an, bukan saja oleh masyarakat setempat tetapi juga oleh masyarakat internasional sejak terbaik dari seluruh Indonesia. MTQ 1968 diselenggarkan di Ujung Pandang dan tahun 1969 di Bandung. Berkat kesadaran umat Islam yang tinggi dan dorongan yang kuat dari pejabat setempat, Propinsi Jawa Tengah menunjukkan prestasi yang unggul, sehingga Jawa Tengah dikenal sebagai tempat kader-kader AI Qur'an, bukan saja oleh masyarakat setempat tetapi juga oleh masyarakat internasional sejak

II. Sedangkan dari kategori pelajar Ibtidaiyah putri adalah Jati Surijati sebagai juara

III, yang akhirnya ikut mewakili Indonesia dalam MTQ Internasional di Kuala Lumpur dan telah berhasil memenangkan juara II Qori'ah. Dalam bidang perkawinan dan kesejahteraan keluarga, dapat dikemukakan sebagai berikut : Perkawinan dan perceraian di Jawa Tengah. Setiap tahun di Jawa Tengah terjadi perkawinan rata-rata sebanyak 250.000 mempelai (tidak termasuk yang melalui BS). Sedangkan prosentasi perceraian mengalami penurunan secara pelan namun pasti, seperti dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Nafkah f steri

Adapun yang mempengaruhi turunnya perceraian tersebut antara lain

1. Berhasilnya penyuluhan/penerangan yang dilakukan instansi-instansi pemerintah maupun lembaga-lembaga semi resmi seperti : PKK, BP4, P2A, dan lain-lain.

2. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kerukunan suami isteri.

Semakin membaiknya faktor ekonomi keluarga, yang selama ini menjadi faktor terbesar terjadinya perceraian. Perkawinan di bawah umur. Tradisi mengawinkan anak di bawah umur (belum baligh) adalah tradisi peninggalan kuno yang mempunyai motif-motif adat kepercayaan yang turun- temurun. Sebelum Departemen Agama berdiri tahun 1946, perkawinan di bawah umur betul-betul dinikahkan dan dicatat, tetapi setelah Departemen Agama terbentuk, terlebih setelah adanya Edaran Menteri Agama Nomor A.7/i42/1954 tanggal 21 Oktober 1954, perkawinan di bawah umur praktis tidak ada lagi. Yang ada hanya "pertunangan" antara laki-laki dan perempuan yang berumur 6 sampai

12 tahun. Dan pertunangan semacam inipun lambat faun semakin berkurang, karena pengaruh dari luar. pendidikan yang semakin balk dan adanya penerangan yang selalu diberikan. Dari data yang ada menunjukkan 60 % pertunangan model ini mengalami perpisahan setelah masing-masing pasangan menjadi dewasa.

Keluarga Berencana. Pada tanggal 24 Pebruari 1967, di Jakarta diadakan Konggres Nasional ke I Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, yang salah satu Keluarga Berencana. Pada tanggal 24 Pebruari 1967, di Jakarta diadakan Konggres Nasional ke I Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, yang salah satu

Adapun rumusan-rumusan panel discussion mengenai keluarga berencana dan agama adalah : Pandangan-pandangan umum dari sudut agama terhadap masalah keluarga berencana

Hakekat keluarga berencana harus ditemukan dalam tanggung jawab manusia terhadap Tuhan dan sesama masyarakat. Dari sudut agama tidak hanya diperbolehkan, tetapi jelas dianjurkan supaya manusia menggunakan rasio atau akal sehatnya untuk menyelamatkan rencana Tuhan dalam mana manusia menguasai alamnya secara bebas dan berkeluarga secara sejahtera.

Masalah family planing hendaknya diusahakan secara integral sejak manusia menginjak pintu perkawinan, bukan hanya dilakukan pada waktu keluarga sudah dalam kondisi darurat (misalnya jumlah anak sudah terlalu banyak).

Khusus mengenai masalah pembatasan kelahiran dan pencegahan kehamilan, maka dalam pandangan agama : Indikasi medis yang menyangkut kesehatan sang Ibu dapat dibenarkan sebagai dasar moril yang cukup. Indikasi sosial ekonomi/demografis merupakan pertimbangan moril yang kuat, dengan catatan bahwa suatu pembatasan jumlah anak yang tidak dimaksud atau diperuntukkan menjadi kesanggupan memelihara dan mengasuh anak-anak yang telah ada, tidak dapat dibenarkan.

Hal-hal yang tidak dapat disetujui dari sudut agama : Abortus provokatus sebagai suatu cara untuk membatasi jumlah anak tidak dibenarkan. Demikian pula pemusnahan wadah insani sebagai cara membatasi perkawinan kurang dapat dibenarkan. Pencegahan kehamilan berdasarkan egoisme yang mau enaknya sendiri, hanya ingin hidup mewah dan sebagainya jelas tidak. disetujui oleh agama (segala perencanaan keluarga hendaknya bertitik tolak dari suatu tanggung jawab yang ikhlas yang disertai instropeksi yang jujur terhadap motivasi-motivasi pribadi kita berkeluarga).

Sedangkan usaha-usaha Perwakilan Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah dalam ikut mensukseskan program keluarga berencana di Jawa Tengah antara lain dapat dicatat sebagai berikut : Up grading tentang keluarga berencana yang diikuti oleh pimpinan Kantor Agama se Jawa Tengah sebanyak lima kali. Menerbitkan buku “Islam dan Keluarga Berencana” tulisan : Drs. MAsdar Helmy, Kepala Jawatan Penerangan Agama Propinsi Jawa Tengah (yang kemudian menjabat Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang).

Duduknya Drs. H. Masdar Helmy dalam LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) Propinsi Jawa Tengah.

4. BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian). Kegiatan penasehatan perkawinan untuk orang Islam sebenarnya telah ada 4. BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian). Kegiatan penasehatan perkawinan untuk orang Islam sebenarnya telah ada

3 Januari 1960 dengan melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1960, badan-badan lokal yang bergerak dalam bidang penasehatan perkawinan dijadikan satu menjadi BP4 dengan bentuk organisasi semi resmi, dengan usaha- usaha

Memberi nasehat dan penerangan kepada mereka yang berkepentingan serta khayalak ramai tentang soal-soal NTR. Mengurangi perkawinan di bawah umur. Mencegah perceraian yang tidak beralasan. Memberi bantuan dalam rangka menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan menurut hukum agama. Menerbitkan brosur-brosur dan menyelenggarakan kursus-kursus/latihan-latihan. Bekerja sama dengan instansi terkait yang bertujuan sama (misalnya BKKB, PKK dan lain- lain). Untuk struktur organisasinya, secara vrtikal sampai di desa-desa meliputi bagian-bagian Bagian Penasehatan. Bagian Pendidikan. Bagian Penerangan.

Dalam pelaksanaan UU Nomor 1 Tahuri 1964 tentang perkawinan di linkgungan masyarakat, untuk mensukseskannya K.H. M. Ali Masyhar mengoptimalkan peran BP4 dari tingkat Propinsi maupun tingkat II se Jawa Tengah, dengan bentuk kegiatannya sebagai berikut :

Melaksanakan kegiatan yang mencakup dalam proyek/program peningkatan peran wanita bagi umat beragama. Menerbitkan buku-buku tentang pembinaan keluarga sejahtera bahagia.

Melaksanakan pemilihan Ibu Teladan. Melelaksanakan pemeliharaan dan pendidikan anak.

Keberhasilan pelaksanaan BP4 di propinsi Jawa Tengah dapat dibuktik an dengan menurunnya prosentase perceraian dari tahun ke tahun. Proyek Pembinaan Mental Agama (P2A). P2A adalah proyek daerah Jawa Tengah yang kini telah menjadi proyek nasional, yang sebelumnya bernama P3A (Pilot Proyek Pembinaan Mental Agama), adalah merupakan suatu organisasi semi resmi yang disahkan dengan keputusan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 1970. Susunan organisasinya secara vertikal mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa merupakan ujung tombak daripada organisasi ini.

P2A yang secara operasional di bawah Dirjen Bimas Islam, mempu nyai tujuan : Meningkatkan fungsi dan peranan agama dalam masyarakat sebagai realisasi dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Membina dan mengembangkan sikap mental agama di dalam masyarakat sehingga terwujudlah iklim kejiwaan dan suassana yang tertib, tenang, aman lahir maupun batin. Menegakkan kembali sendi-sendi kehidupan keagamaan yang telah banyak dirongrong oleh dan sebagai akibat dari G 30 S/PKI, golongan atheis dan lainnya.

6. Pembangunan Balai Pernikahanl/Balai Penasehat Perkawinan/Balai BP4.

Untuk membantu kelancaran tugas-tugas Departemen Agama. maka di setiap Kecamatan dibangun sebuah Balai Nikah yang berfungsi sebagai pusat pelayanan masyarakat dalam hubungannya dengan perkawinan, perceraian, rujuk ataupun pemberian nasehat perkawinan. Diantara 492 Kecamatan yang ada waktu itu, 400 diantaranya telah memiliki gedung balai nikah, yang juga berfungsi sebagai Kantor Urusan Agama Kecamatan.

. Peradilan Agama. Pada jaman penjajahan, peradilan agama termasuk da{am susunan Departemen Kehakiman dengan nama resmi "priesraad", atau populer dengan "Raad Agama" atau "Pengadilan Serambi". Pada masa pendudukan Jepang menjadi bagian dari Gunseikanbu. Sedangkan pada awal pemerintahan Indonesia, dimasukkan juga dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Berhubung pemerintah pada waktu itu akar menjadikan semua urusan agama dipusatkan dalam satu departemen maka dengan Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946, instansi ini diserahkan kepada Departemen Agama dengan nama "Pengadilan Agama", yang daerah yuridiksinya sama dengan daerah yuridiksi Pengadilan Negeri dan tidak sama dengan resort yang ada pada pemerintahan umum.

Untuk mempersiapkan kader-kader Hakim Agama, telah dibuka sekolah-sekolah kejuruan dengan nama SGHA, PHIN dan PPUPA.

Pada periode tahun 1968, Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah dipimpin sebagai berikut . Haji Muhammad Ali Masyhar sebagai Kepala Jawatan Urusan Agama Jawa Tengah. Haji Muhammad Sowwan sebagai Kepala Peradilan Agama Jawa Tengah. Drs. H. Masdar Helmy sebagai Kepala Jawatan Penerangan Agama Islam Jawa

Tengah. Bp. Noor Yahman sebagai Kepala Jawatan Pendidikan Agama Islam Jawa Tengah. Secara garis besarnya. pada masa K.N. M. Ali Masyhar, selain yang disebutkan di atas, juga terdapat keberhasilan-keberhasilan : Berdasarkan KMA Nomor 16 Tahun 1962 tentang kuotum haji untuk musim haji tahun 1962. Jawa Tengah mendapat jatah kuotum 682 orang. R. Darsono sebagai Kepala Inspeksi Pendidikan Agama Jawa Tengah. KMA Nomor 23 Tahun 1962, memberangkatkan K.H. Bisri Mustofa Rembang sebagai anggota Majelis Pemimpin Haji (MPH) dari Jawa Tengah. Pada tahun 1962 terjadi masalah yang rumit dan terbelit-befit antara yayasan PHI Pusat dengan Departemen Agama tentang Gedung Kranggan Barat 127 Semarang, sehingga terbitlah KMA Nomor 3 Tahun 1962 yang membantu penyelesaiannya. Berdasarkan KMA Nomor 49 Tahun 1962 Masjid Besar Surakarta, Lawean dan Banjarsari menjadi pengurusannya Departemen Agama dan masyarakat. Lahirnya Sekolah persiapan IAIN Purwokerto sesuai KMA Nomor 57 Tahun 1962 dan sebagai ketuanya adalah H. H. Muslich (anggota DPRGR Pusat Jakarta)yang mulai dibuka tanggal 1 Oktober 1962 serta diresmikan tanggal 5 Oktober 1962 sesuai KMA Nomor 63 Tahun 1962. Pada tahun 1962 mempromosikan K.H. Zabidi sebagai Kepala Jawatan Peradilan Agama Jawa Tengah. Berdasarkan KMA Nomor 90 Tahun 1962, SPIAIN Purworejo dibentuk dan sebagai Tengah. Bp. Noor Yahman sebagai Kepala Jawatan Pendidikan Agama Islam Jawa Tengah. Secara garis besarnya. pada masa K.N. M. Ali Masyhar, selain yang disebutkan di atas, juga terdapat keberhasilan-keberhasilan : Berdasarkan KMA Nomor 16 Tahun 1962 tentang kuotum haji untuk musim haji tahun 1962. Jawa Tengah mendapat jatah kuotum 682 orang. R. Darsono sebagai Kepala Inspeksi Pendidikan Agama Jawa Tengah. KMA Nomor 23 Tahun 1962, memberangkatkan K.H. Bisri Mustofa Rembang sebagai anggota Majelis Pemimpin Haji (MPH) dari Jawa Tengah. Pada tahun 1962 terjadi masalah yang rumit dan terbelit-befit antara yayasan PHI Pusat dengan Departemen Agama tentang Gedung Kranggan Barat 127 Semarang, sehingga terbitlah KMA Nomor 3 Tahun 1962 yang membantu penyelesaiannya. Berdasarkan KMA Nomor 49 Tahun 1962 Masjid Besar Surakarta, Lawean dan Banjarsari menjadi pengurusannya Departemen Agama dan masyarakat. Lahirnya Sekolah persiapan IAIN Purwokerto sesuai KMA Nomor 57 Tahun 1962 dan sebagai ketuanya adalah H. H. Muslich (anggota DPRGR Pusat Jakarta)yang mulai dibuka tanggal 1 Oktober 1962 serta diresmikan tanggal 5 Oktober 1962 sesuai KMA Nomor 63 Tahun 1962. Pada tahun 1962 mempromosikan K.H. Zabidi sebagai Kepala Jawatan Peradilan Agama Jawa Tengah. Berdasarkan KMA Nomor 90 Tahun 1962, SPIAIN Purworejo dibentuk dan sebagai

Terbentuknya organisasi kekaryaan di lingkungan Departemen Agama sesuai KMA Nomor 30 Tahun 1965. MeIaksanakan KMA Nomor 24 Tahun 1967 tentang agama dan adat istiadat Cina dilarang dilakukan ditempat umum. Mengangkat guru-guru Agama (UGA) dan pengangkatan ini dinodai dengan penyalah gunaan wewenang oleh oknum tertentu.