A. HUBUNGAN AGAMA DAN PEMERINTAHAN DI IN

BAB I PENDAHULUAN

A. HUBUNGAN AGAMA DAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA

1. Zaman Kerajaan/Kesultanan

Dalam struktur pemerintahan zaman raja-raja dan kesultanan di Indonesia, urusan agama menjadi bagian yang tak terpisahakan dari peran raja/sultan dan pejabat pemerintah lainnya. Sementara di itngkat kabupaten sampai tingkat desa terdapat jabatan mufti, qodhi, penghulu, modin (lebai,kayim) dan jabatan agama lainnya. Jelaslah bahwa instansi agama sejak pemerintahan para raja/sultan telah berakar dalam budaya bangsa kita.

2. Zaman Hindia Belanda

Pemerintah Hindia Belanda secara normative bersifat netral menghadapi urusan keagamaan, yakni sebatas menyangkut kepentingan undang-undang dan ketertiban umum meski kenyataannya selalu berkaitan kepentingannya sebagai penjajah. Semua urusan dan kepentingan agama khususnya Islam menjadi wewenang berbagai instansi. Dengan kata lain dipisah-pisah dalam pelbagai instansi sesuai dengan kepentingan politik penjajahan. Urusan Haji, Perkawinan, Pengajaran Agama, Zakat Fitrah, urusan Masjid, Pengangkatan Penghulu, dan lain-lain, menjadi wewenang Departemen Van Binnenlandsche Zaken, Mahkamah Islam Tinggi, Raad Agama (Pengadilan Agama) serta penasehat- penasehat Pengadilan Negeri oleh Departemen Van Justitie. Pergerakan organisasi keagamaan oleh Kantoor Der Adviseur Voor Inlandsche En Mohhammedadnsche Zaken, dan urusan Peribadatan diurus oleh Departement Van Onderwijs En Eredienst, terutama untuk umat Nasrani. Khusus pengesahan suatu organisasi gereja (Kagernoot Schap) merupakan wewenang langsung Gubernur Jenderal.

3. Zaman Jepang

Di zaman pendudukan Jepang, pada umumnya aturan-aturan yang berhubungan dengan urusan keagamaan tidak banyak mengalami perubahan, kecuali penghapusan Kantor Der Adviseur Voor Inlandsche En Mohammedadnsche Zaken. Sebagai gantinya didirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang menjadi bagian dari Gunseikanbu. Sedangkan di daerah- daerah diadakan Shumuka (Kantor Agama Daerah) sebagai bagian dari Pemerintah Karesidenan (Shu).

Shumubu memiliki fungsi sama seperti sbelemnya, yaitu :

a. Memberikan advis-advis (nasehat atau pertimbangan) dalam soal ke- islaman.

b. Menjalankan penyelidikan dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan politik pergerakan Islam 1 .

Dalam prakteknya fungsi tersebut tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena suasana politik menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua,

menyebabkan Jepang lebih berkonsentrasi menghadapai perang melawan Sekutu.

4. Zaman Indonesia Merdeka (Lahirnya Departemen Agama) UUD 1945 yang lahir sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 mengamanatkan dalam Bab XI tentang agama pada Pasal 29 ayat

1 dan 2 bahwa :

a. Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

b. Negara Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu2. Pokok pikiran dua hal di atas, terdapat pada Pembukaan yang

merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara, falsafah hidup, dasar hokum, dan sumber hokum bernegara dan bermasyarakat. Walaupun demikian Negara Indonesia bukanlah Negara berdasarkan satu agama, juga bukan Negara sekuler. Dalam suatu Negara agama, sumber hokum adalah kitab suci. Sedangkan dalam Negara sekuler, agama dipisahkan sama sekali dengan urusan Negara. Kalau pada zaman Hindia Belanda dan pada zaman Jepang umat Kristen merasa tertekan dan Pastur serta para Domine banyak mendapat perlakuan tidak wajar, maka di zaman Indonesia Merdeka, semua pemeluk agama diperlakukan sama. Pemerintah memberikan pelayanan dan bimbingan kepada semua masyarakat beragama dalam rangka membina keutuhan dan persatuan bangsa.

Pada tanggal 03 Januari 1946 lahirlah Departemen Agama yang awalnya bernama Kementrian Agama, sebagai salah satu bagian dari aparatur pemerintah Republik Idonesia. Dalam kementrian Agama kewenangan yang menyangkut bidang kehidupan beragama, yang semula tepencar-pencar, ditempatkan dalam satu wadah. Lahirnya Departemen Agama tersebut adalah hasil keputusan aklamasi anggota Badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) berdasarkan usul dalam siding Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tanggal 11 Nopember 1945 yang bunyinya sebagai berikut : “ Mengusulkan supaya dalam Negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementrian Agama yang khusus dan tersendiri3.

Tokoh-tokoh yang menyampaikan usul tersebut adalah KH. Abu Dardiri (Banyumas, Jawa Tengah), M. Saleh Suaidi dan M. Sukoso Wirjosaputro yang kemudian didukung oleh Moh. Natsir, Dr. Mawardi, Dr. Marzuki Mahdi dan N. Kartosudarmo, dan lain-lain. Menurut informasi lisan dari salah seorang ex anggota BPKNIP, usul itu diterima dengan aklamasi oleh semua anggota. Dan dengan demikian pada saat itu tidak ada satu suarapun yang menolak pembentukan Departemen Agama. Bahkan menurut sumber informasi tersebut, pada waktu itu antara KNIP sebagai lembaga legislative dengan cabinet sebagai lembaga eksekutif tidak Nampak perbedaan yang tegas. Sebab, semuanya sama-sama berpikir untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan Indonesia.

Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa Presiden Soekarno waktu itu member isyarat kepada Wakil presiden moh. Hatta, yang kemudian berdiri dan Wakil Presiden itu menyatakan secara spontan bahwa : adanyaKementrian Agama tersendiri mendapatkan perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa Presiden Soekarno waktu itu member isyarat kepada Wakil presiden moh. Hatta, yang kemudian berdiri dan Wakil Presiden itu menyatakan secara spontan bahwa : adanyaKementrian Agama tersendiri mendapatkan perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari

Dengan lahirnya Departemen Agama, mungkin ada golongan yang menganggap bahwa kehadiran Departemen Agama itu dirasakan sebagai konsesi yang terlalu besar bagi mereka yang menikmati hak-hak istimewa sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun hendaknya disadari, bahwa consensus untuk mempertahankan bentukan bangsa ini telah diusahakan oleh para pendiri Negara melalui pertuakran pikiran dan proses historis, sehingga kita tiba pada kenyataan yang kita terima dewasa ini.Selanjutnya bila ada pikiran- pikiran untuk merubah consensus nasional itu, dikhawatirkan bahwa consensus yang telah dicapai sejak dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia hingga dewasa ini, semuanya akan menjadi mentah kembali, yang akan mengakibatkan goyahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Mungkin pula ada yang merasa bahwa kehadiran Departemen Agama dalam struktur organisasi Pemerintah sebenarny masih kurang dibandingkan dengan rumusan piagam Jakarta. Namun mereka perlu menyadari pula, bahwa Piagam Jakarta walaupun mengalami pencoretan tujuh kata, buknlah dicoret seluruhnya, bahkan Piagam Jakarta telah menjadi Pembukaan UUD tahun 1945 minus tujuh kata dan dengan pencoretan kata itu, kewajiban menjalankan syari‟at agama bukan lagi diwajibkan oleh pemerintah, tetapi merupakan

kewajiban yang diterima langsung dari Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan ajaran agama masing-masing. Dan selanjutnya kehadiran Departemen Agama di Negara Republik Indonesia tercinta ini, merupakan jaminan atas terlaksananya Bab Agama dari UUD tahun 1945, yang memberikan jaminan terhadap kebebasan untuk menganut agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

Sebagai tindak lanjut terbentuknya Kementrian Agama dikeluarkan Maklumat Kementerian Agama nomor 2 tanggal 23 April 1946 yang menetapkan bahwa :

1. Shumuka yang dalam zaman Jepang termasuk kekuasaan Presiden berubah nama menjadi Jawatan Agama Daerah di bawah kementerian Agama.

2. Hak Mengangkat Penghulu Landraat(sekarang bernama Pengadilan Negeri). Ketua dan Anggota Landraat Agama diserahkan kepada Kementerian Agama

3. Hak untuk mengangkat Penghulu Masjid yang dahulu ada dalam tangan bupati, diserahkan kepada Kementerian Agama. Sebelum keluarnya Maklumat Kementerian Agama tersebut diatas, Menteri Agama yang pertama, H. Rasyidi, BA pada konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta tanggal 17 s/d 18 maret 1946 menyatakan sebagai berikut :

Untuk memenuhi kewajiban Pemerintah terhadap UUUD BAB XI pasal 29 yang menerangkan, bahwa ”Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha

Esa”. Dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut kepercayaanya itu”. (ayat 1 dan 2).

Maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah NOmor 33 Tahun 1948, jo Nomor 8 Tahun 1950 yang isinya menetapkan tugas-tugas kewajiban Departemen Agama sebagai berikut :

a. Melaksanakan azas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sebaik-baiknya;

b. Menjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunyai kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya;

c. Membimbing, menyokong, memelihara dan mengembangkan aliran-aliran agama yang sehat;

d. Menyelenggarakan, memimpin, dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri;

e. Menjalankan, memimpin, menyokong serta mengamat-amati pendidikan dan pengajaran di madrasah-madrasah dan perguruan agama lainnya;

f. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pelayanan rohani kepada anggota-anggota tentara, asrama, rumah-rumah penjara dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu;

g. Mengatur, mengerjakan dan mengamat-amati segala hal yang bersangkutan dengan pencatatan pernikahan, rujuk dan talak orang islam;

h. Memberikan bantuan materiil untuk perbaikan dan pemeliharaan tempat- tempat peribadatan, masjid-masjid, gereja-gereja, dan lain-lain;

i. Menyelenggarakan, mengurus dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pengadilan agama dan Mahkamah Islam Tinggi; j. Menyelidiki, menentukan, mendaftar dan mengawasi pemeliharaanwakaf- wakaf; k. Mempertinggi kecerdasan umum dalam kehidupan bermusyawarah dan hidup beragama.

Dengan ketentuan seperti termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor

33 Tahun 1949 tersebut Nampak bahwa tugas Departemen Agama dalam Pemerintahan Republik Indonesia ini ialah sebagai pendukung dan pelaksana utama daripada azas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama dalam falsafah Negara “Pancasila‟. Disamping itu, dari formulasi ke 12 pasal dalam Peraturan Pemerintah tersebut Nampak bahwa Pemerintah secara serius merasa wajib memaji8kan perkembangan rakyat, baik rohani maupun jasmani. Tegasnya Negara berjanji akan memelihara kerohanian rakyat sebagai manifestasi dari segala persoalan yang bertalian dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang pada hakekatnya merupakan janji membantu perkembangan kerohanian rakyat, yang dalam pelaksanaannya diserahkan kepada Kementrian Agama, atas dasar penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap rakyat Indonesia.

PP Nomor 33/1948 jo Nomot 8/1950 dipertegas lagi berdasarkan Keppres Nomor 45 Tahun 1974, lampiran 14, Bab 1 Pasal 2 yang berbunyi : “Tugas pokok Departemen Agama adalah menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama”.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan lahirnya Departemen Agama merupakan produk dari struktur sosiso cultural yang telah berakar dalam system pemerintahan sejak zaman kerajaan-kerajaan/kesultanan-kesultanan ibarat dua Dengan demikian dapatlah disimpulkan lahirnya Departemen Agama merupakan produk dari struktur sosiso cultural yang telah berakar dalam system pemerintahan sejak zaman kerajaan-kerajaan/kesultanan-kesultanan ibarat dua

B. SEKILAS LAHIRNYA PROPINSI JAWA TENGAH Dalam sejarah Nasional Indonesia, Jawa Tengah sebagai suatu propinsi sudah dikenal sejak jaman Penjajahan Belanda. Pengertian propinsi didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu, yang mengalami perubahan dan perkembangan hingga pengertian Propinsi Jawa Tengah yang sekarang ini.

Untuk memperoleh gambaran yang agak jelas tentang terbentuknya Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah perlu kiranya melihat secara singkat perkembangan dari awal yaitu sejak penjajahan Belanda sampai sekarang.

1. Jaman Penjajahan Belanda

Sampai dengan tahun 1905, yaitu sebelum dikeluarkannya Decentralisatie Besluit, Indonesia waktu itu namanya Nederlands Indie atau Hindia Belanda yang dibagi dalam beberapa Gewesten (Wilayah) yang bersifat administrative. Diantara Gewest (en) yang ada pada saat itu sebagai berikut:

BAB III PERKEMBANGAN KANTOR AGAMA PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE K.H. SAIFUDIN ZUHRI (1948 - 1954)

Pada awal tahun 1949 terjadilah pergantian Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah dari Bapak R. Oesman Pudjotomo kepada Bapak K.H. Saifudin Zuhri, yang sebelumnya sebagai Penghulu Sokaraja Banyumas sedangkan sebagai Pemimpin Sekretariat adalah R. Abdullah Muhammad Dirjo. K.H. Syaifudin Zuhri dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1919 di sebuah Kawedanan Sokaraja,Purwokerto, Banyumas. Ketika revolusi kemerdekaan, ia menjabat sebagai Komandan Divisi Hisbullah Jawa Tengah di Magelang, tetapi untuk selanjutnya beliau tidak meneruskan kariernya di militer. Pada pertengahan Januari 1949, di usia 30 tahun, K.H. Syaefudin Zuhri telah memangku jabatan sebagai Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah, menggantikan Bapak R. Oesman Pudjotomo. Mula-mula beliau menolaknya dengan alasan sudah menempuh bermacam-macam jabatan di daerah yang serba sulit, tetapi atas desakan para ulama, akhirnya jabatan Kepala Kantor Agama Jawa Tengah beliau terima. Pada usia 35 tahun, beliau menjabat sebagai Sekretaris Jenderal NU merangkap pimpinan redaksi Duta Masyarakat dan pada usia 39 tahun menjadi pertimbangan Dewan Pertimbangan Agung RI serta pada usia 43 tahun beliau memangku jabatan sebagai Menteri Agama RI.

Saat menjabat sebagai Kepala Kantor Agama Jawa Tengah, beliau bertempat di JI. Maluku III/1 Semarang (milik BKM) dan menjadi Ketua Da'wah Pengurus Besar NU. Tahun 1949 disebut tahun restorasi yaitu penyusunan kernbali organisasi, baik di pusat maupun di daerah Jawa Tengah, setelah mengalami kesusahan dan kemusnahan akibat aksi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948. Pada masa itu sebagian besar arsip-arsip dokumentasi serta perlengkapan kantor rusak/hilang, dan boleh dikatakan bahwa pada tahun 1949/1950, Kementerian Agama menyusun kembali organisasi personalia dan perlengkapan, termasuk di Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1949 tanggal 25 Desember 1949 tentang lapangan pekerjaan, susunan, pimpinan dan tugas kewajiban Kementerian Agama (Propinsi) adalah sebagai berikut

Susunan:

a. Kantor Agama Propinsi.

b. Kantor Agama Daerah Karesidenan.

c. Kantor Kepenghuluan Kabupaten.

d. Kantor Kenaiban Distrik.

e. Kantor Kenaiban Kecamatan.

f. Kantor Pengadilan Agama Kabupaten.

g. Kantor Mahkamah.

h. Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Karesidenan. i.

Kantor Pemeriksaan Pendidikan Agama Karesidenan. j.

Kantor Penilik Pendidikan Agama Kabupaten. Berdasarkan pasal 4.11, Kantor Agama Propinsi, rnemiliki lapangan pekerjaan sebagai berikut :

a. Membantu pemerintah propinsi dalam lapangan agama, serta a. Membantu pemerintah propinsi dalam lapangan agama, serta

b. Bersama-sama dengan Kantor-kantor Agama Daerah di daerahnya

c. masing-masing memusatkan perhatian terhadap masyarakat Agama.

d. Memimpin Kantor-kantor Agama daerah dalam propinsi masing-masing.

e. Menilik serta mengamati jalannya pekerjaan Kantor-kantor Agama Daerah serta menilik apakah instruksi-instruksi dari Kementerian Agama

f. dijalankan dengan semestinya.

g. Menjalankan semua instruksi dari Kementerian Agama. Berdasarkan pasal 4.11, Inspeksi Pendidikan Agama Propinsi memiliki lapangan pekerjaan :

Mengerjakan inspeksi, memberi pimpinan dan pengarahan dan penyelenggaraan pengajaran Agama di sekolah-sekolah negeri, asrama-asrama, rumah-rumah penjara, rumah-rumah miskin, rumah-rumah anak piatu, dll.

Menyelenggarakan, mengerjakan inspeksi, memberi pimpinan dan pengarahan pengajaran di madrasah-madrasah dan perguruan-perguruan agama lainnya

a dan b yang mengenai daerahnya masing-masing. Memberikan laporan-laporan hal sesuatu yang berhubungan dengan Ayat a dan b pada Kementrian Agama. Berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1/3/1950 lahirlah Biro

Peradilan Agama, Jawatan Pendidikan Agama, Jawatan Penerangan Agama dan Jawatan Agama yang sudah ada menjadi Jawatan Urusan Agama. Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 1952 (untuk daerah) terdiri dari :

a. Kantor Uruan Agama.

b. Kantor Pendidikan Agama.

c. Kantor Penerangan Agama.

d. Mahkamah Islam Tinggi. Terlihat disini bahwa Urusan Agama, Pendidikan Agama, dan Penerangan Agama merupakan unit organisasi tertua di Departemen Agama, sedang Urusan Haji, walaupun kegiatannya sudah ada, tetapi baru ada pada tahun 1952 berdasarkan KMA Nomor 9 Tahun 1952. Demikian juga Bagian Hindu Bali baru dimulai dengan PMA Nomor 2 Tahun 1958.

Walaupun telah terbit Peraturan Menteri Agama RI tanggal 14 Agustus 1950 tentang pembentukan Jawatan-Jawatan, namun pembentukan itu belum dilaksanakan karena satu dan lain hal. Baru setelah terbentuknya Negara

Kesatuan kembali, maka dengan Peraturan Menteri Agama nomor 2 Tahun 1951 tanggal 12 Januari 1951, maka secara resmi Jawatan Pendidikan Agama lahir, setelah sebelumnya berada di bawah Bagian Pendidikan Kementerian Agama. Pembentukan Jawatan Pendidikan Agama itu didasarkan pada alasan alasan berikut :

1. Luasnya lapangan pekerjaan tidak dapat lagi dikerjakan oleh satu bagian saja, tetapi tiap-tiap lapangan pekerjaan daiam Jawatan itu harus diurus oleh satu bagian dalam Jawatan itu, sehingga Jawatan itu terdiri atas beberapa bagian.

2. Tenaga-tenaga ahli dalam perbagai lapangan karena pembentukan bagian itu dapat dikumpulkan dan masing-masing diserahi suatu urusan, sehingga terdapat pengkhususan bekerja bagi masing-masing tenaga ahli dan terdapat spesialisasi

untuk memperdalam dan melancarkan urusan masing-masing. 3

Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tanggal 12 Januari 1951, yang dijadikan dasar dalam penyelesaian pembentukan Jawatan Pendidikan Agama dalam Bab III pasal 6 menyatakan lapangan pekerjaan Jawatan yang pokok-pokok isinya untuk mefaksanakan azas Ketuhanan Yang Maha Esa dan diuraikan sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah- sekolah negeri dan partikelir.

2. Memimpin, menyokong serta mengamat-amati pendidikan dan pengajaran di madrasah-madrasah dan perguruan-perguruan agama.

3. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan guru-guru dan hakim agama.

4. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan pendidikan rohani kepada anggota-anggota angkatan perang, kepolisian, asrama-asrama, rumah-rumah penjara dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu.

5. Berusaha mengadakan kitab-kitab, majalah-majalah dan lain-lain yang berfaedah untuk pendidikan dan pengajaran agama dengan jalan mengarang, menterjemahkan atau mendatangkan buku-buku dari luar negeri.

6. Menyelidiki dan memecahkan soal-soal yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran agama.

7. Berdaya upaya untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan yang berdasarkan agama. 4

Adapun susunan Jawatan Pendidikan Agama sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 2 adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pusat.

2. Kantor Pendidikan Agama Propinsi.

3. Kantor Pendidikan Agama Kota Praja Jakarta.

4. Kantor Pendidikan Agama Daerah Istimewa.

5. Kantor Pendidikan Agama Kabupaten. Kantor Pusat terdiri atas bagian-bagian berikut : Bagian Umum Bagian Penyelenggara Bagian Inspeksi Bagian Kebudayaan dan Perpustakaan Bagian Lembaga Pendidikan Agama dan Sidang Pengarang Bagian Urusan Pegawai

Bagian Urusan Keuangan 5 Pengajaran Pendidikan Agama pada Sekolah Negeri diatur dalam

UUDS RI pasal 41 ayat 1 dan 3 dan dalam Undang-undang Pokok Pendidikan nomor 4 Tahun 1950 .pasal 20. Sedangkan pelaksanaannya didasarkan pada peraturan Bersama Menteri PP dan K dengan Menteri Agama Nomor 1142 Bhg A tanggal 2 Desember 1946 -1285/K7 tanggal 12 Desember 1946 yang diubah dengan Peraturan Bersama nomor 1432/Kab tanggal 20 Januari 1951 - K 1/651 tanggal 20 Januari 1951 yang kemudian diubah lagi menjadi peraturan Bersama nomor 17678/Kab tanggal 16 Juli 1951 – K/l/9180 tanggal 16 Juli 1951.

Dalam peraturan yang terakhir ini pada pasal 9 dinyatakan bahwa rencana pelajaran Agama ditetapkan oleh Kementerian Agama atas persetujuan

Kementerian PP dan K atas usul instansi yang berkepentingan. Sedangkan kepada madrasah. Jawatan Pendidikan Agama hanya membantu dan mangawasi, serta tidak sampai mencampuri sedalam-dalamnya kepada madrasah yang bersangkutan, sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor tahun 1946 tanggal 19 Desember 1946.

Berdasarkan hasil rapat tanggal 7 s/d 14 Januari 1953, yang dihadiri Sdr. HAMKA, H.Dahlan,M, Sunarya dan H. Adnan, cs maka rapat mengambil keputusan :

1. Madrasah Permulaan (Ibtidaiyah) adalah tempat pendidikan agama beserta pelajaran umum dengan syarat yang setarap dengan kewajiban belajar.

2. Madrasah Tsanawiyah adalah tempat pendidikan dan pengajaran agama beserta pengajaran umum dengan syarat yang setarap dengan kewajiban belajar, pada sekolah lanjutan.

3. Pendidikan Guru Agama (PGA) adalah suatu madrasah lanjutan tempat membentuk guru-guru dan pendidik. Adapun mengenai keadaan Pendidikan Agama di Jawa Tengah dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Jumlah Sekolah Rakyat (SR) 2.694 buah, dengan rincian 280 buah sudah menerima pengajaran agama, 2.414 buah belum menerima pengajaran agama, memiliki guru agama sebanyak 232 orang dan masih terdapat kekurangan sekitar 1.500 orang guru agama.

2. Jumlah Sekolah Lanjutan sebanyak 73 buah, 11 buah sudah menerima pengajaran agama, 62 buah belum menerima pelajaran agama, memiliki guru agama sebanyak 11 orang dan terdapat kekurangan sekitar 60 orang.

3. Jumlah Madrasah sebanyak 1.727 buah dengan rincian 1.452 sudah mendapat bantuan, 275 belum mendapat bantuan, dengan jumlah guru yang ada 6.776 orang dan jumlah murid 260.540 orang.

4. Jumlah Pengajian (termasuk Pondok, Pesantren) sebanyak 7.400 buah yang kesemuanya belum mendapat bantuan, jumlah guru sebanyak 7.329 dan jumlah murid 211.219 orang.

5. Sedangkan untukjumlah murid-murid PGA di Jawa Tengah adalah

a. Magelang

: 124 orang

b. Salatiga

: 166 orang

c. Kudus

: 80 orang

d. Pekalongan (gemengd) : 181 orang

e. Purbalingga

: 215 orang

f. Surakarta Daerah

: 242 orang

g. Surakarta Kota

: 169 orang

Dalam Konperensi Dinas ke II di Malang tanggal 15 s/d 20 Nopember 1951, Jawa Tengah membawa 4 orang dari undangan yang sebenarnya hanya 3 orang. Hal ini disebabkan karena perintahnya semula supaya membawa 2 orang,

kemudian disusul perintah ke dua supaya membawa 3 orang ditambah lagi 1 orang inspektur. Jawa tengah yang mula-mula memakai nama Jawatan

Pendidikan Agama diubah menjadi Kantor Pendidikan Agama berdasarkan instruksi dari Pusat. Di Konperensi Bandung, Bapak Menteri menganjurkan supaya kita bekerja dengan inisiatif sendiri, asal atas dasar jalan kejujuran.

Karena itu kekuasaan yang sudah diberikan untuk mengangkat pegawai-pegawai

dipergunakan dengan baik. Alhasil 32 kantor diseluruh Propinsi Jawa Tengah sudah selesai dikerjakan penyusunannya dan pengangkatan-pengangkatan pegawai sudah dilaksanakan. Kesulitan-kesulitan yang dialami adalah :

a. Pusat memerintahkan supaya di Kabupaten-kabupaten diadakan satu Penilik, tetapi Jogja memerintahkan 2 Penilik, ini mana yang betul ?

b. 40 orang keluarga Kantor Pendidikan Agama Solo terlantar karena belum diangkat maka diharap beslitnya segera diselesaikan. Tahun 1951, pembentukan KUA-KUA di kota-kota besar meskipun telah disetujui tetapi belum bisa dilaksanakan, karena hal itu tidak mempunyai dasar. Pendirian KUA-KUA di Kota Besar sebagaimana disiapkan dalam

Intellingsbesluit Nomor 13/1951, baru pada tahun 1952 dapat dilaksanakan. Sebenarnya pada tahun 1951 pembentukan KUA-KUA tersebut sudah dipersiapkan berdasarkan surat kawat yang dikirimkan ke Propinsi Jawa Tengah, dan diharapkan agar pada permulaan tahun 1952 KUA-KUA tersebut sudah

dapat diselenggarakan. Disamping adanya kesulitan-kesulitan membentuk KUA-KUA kecamatan di Jawa Tengah ini, ada lagi kesulitan lain, yaitu dalam memperoleh tenaga administrasi. Jikalau instansi pemerintah yang lain seperti Pamong Praja saja daerah itu masih kekurangan tenaga administrasi, maka KUA sebagai instansi termuda lebih merasa kesulitan lagi untuk memperoleh tenaga. Hal ini disebabkan karena pendidikan rakyat pada umumnya tidak mendapat perhatian yang layak dari pemerintah Hindia Belanda dahulu. Sekolah Lanjutan Pemerintah baru saja berdiri, sedangkan madrasah hanya mempunyai sifat pendidikan yang menuju kepada penyiaran agama saja. Diharapkan KUA-KUA itu nantinya dapat diisi oleh tenaga- tenaga dari daerah itu sendiri, untuk menjaga perasaan kedaerahan. Untuk menjaga jangan sampai apa yang sudah dikerjakan itu berjalan, maka perlu segera diadakan pengangkatan pegawai terutama pimpinannya.

KUA mempunyai hubungan vertikal hierarkis dengan instansi lainnya, karena itu KUA-KUA hanya bertanggung jawab kepada KUA-KUA di atasnya. Sedangkan untuk hubungan dengan instansi lain, misalnya masalah keamanan, keagamaan dan sebagainya, KUA tidak perlu menunggu perintah dari atasannya atau sampai diminta bantuannya oleh instansi lain. KUA agar berinisiatif langsung mengambil langkah-langkah yang perlu. Berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 38 Tahun 1952 tentang rincian tugas.dan pembagian pekerjaan dalam bagian-bagian dari Kantor Pusat Jawatan Urusan Agama Islam dan dari Kantor cabangnya di daerah, maka dalam pasal 2 nya ditentukan bahwa Kantor Urusan Agama Propinsi terdiri dari:

1. Bagian Sekretariat (Seksi Sekretariat, Arsip, TikcreylExpedisi, Subbag

2. Keuangan dan Kepegawaian).

3. Bagian Kepenghuluan (Seksi Umum, NTR, Organisasi dan Hubungan Masyarakat).

4. Bagian Kemasjidan (Seksi Umum, Bangunan/ Pemeliharaan, Kas Masjid dan Pengurusan).

5. Bagian Ibadah Sosial (Seksi Umum, Zakat, Wakaf dan Baitul Mal).

6. Bagian Kristen.

7. Bagian Roma Katholik. Pada tanggal 14 s/d 18 April 1950 di Yogyakarta diadakan Konperensi Jawatan Agama se-Indonesia. Konperensi itu mempunyai maksud dan tujuan untuk mendapatkan bahan yang selengkapnya guna pedoman, langkah dan tindakan Kementerian Agama R.I.S dan R.I Yogya yang kini lapangan pekerjaannya meliputi seluruh Indonesia.

Adapun utusan dari Kantor Agama Jawa Tengah sebanyak 7 orang,

Yaitu :

1. K. H. Saefudin Zuhri

2. KRH.Iskandar

3. J. Wijo Kisworo

4. Wahyono

5. Wardoyo

6. Abdul Jalil (Pati)

7. H. Munawar Cholil (Semarang) Utusan tersebut menyampaikan laporan sebagai berikut :

1. Mengenai keadaan daerah Jawa Tengah sebagai RECOMBA, hanya beberapa daerah dari tiga buah Karesidenan : Banyumas, Pekalongan dan Semarang. Djawatan Agama RECOMBA tidak ada. Hanya ada seorang adviseur dan tidak mengatur urusan agama sampai ke Kabupaten-kabupaten. Soal agama di Kabupaten-kabupaten diurus oleh Bupati-Bupati seperti jaman dahulu, Penghulu tidak dapat mengurus banyak-banyak soal-soal, sedikit urusan hanya sekitar NTR saja, tentang Pengadilan Agama tidak ada sama sekali.

2. Tentang penyiaran radio, Kementerian Agama agar campur tangan dalam pemanfaatan radio.

3. Kementerian Agama agar mengontrol yang lebih luas, seperti pembacaan ayat AI Qur'an, seolah-olah tidak ada ahli pembaca AI Qur'an di negeri kita, agar dapat mengimbangi siaran-siaran gereja. Dalam hari-hari besar Masehi, semua pemancar radio menyiarkan pidato-pidato gereja, sehingga suasana hari itu terlihat tampak sekali suasana kegerejaan.

Kantor Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah ditekankan sebagai berikut : Politik Agama. Mempersatukan kembali umat !slam yang telah dipecah-pecah oleh pihak imperialis, karena kita berkeyakinan bahwa umat Islam tak dapat dipisah-pisahkan. Karena perbedaan CO dan NO yang berakibat melemahkan kekuatan umat Islam. Mempererat hubungan umat Islam dengan pemerintah, terutama kyai dan pimpinan tentara yang tadinya tampak ada tanda-tanda yang tegang, mungkin akan menimbulkan kejadian-kejadian separatis di daerah-daerah tingkat Il se-Jawa Tengah. Kepenghuluan

Sekitar lapangan kepenghuluan hanya terdapat beberapa kesukaran di suatu daerah tentang dwipraja. Penerangan Pelaksanaan program ini sangat terganggu, karena terbatasnya dana dan sarana.

Pendidikan Dasar lahirnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Pokok-pokok Pendidikan, adanya tanda-tanda bahwa dari pihak yang tidak menyukai pelajaran agama di sekolah negeri, maka dengan tegas telah kita umumkan dalam pers tentang pelajaran agama yang segera kita adakan di sekoiah-sekolah negeri (kecuali kepada anak-anak/murid-murid pegawai agama bukan Islam dan pernyataan orang tua murid yang tiada menghendakinya).

5. Masalah Haji Sejak tahun 1942 bangsa kita, terutama penduduk daerah Tk II se-Jawa Tengah tidak mempunyai kesempatan yang leluasa untuk menunaikan ibadah haji. Hal ini berdasarkan Maklumat Kementerian Agama nomor 4 Tahun 1947, pada prinsipnya Kementerian Agama akan mengangkut jamaah haji, tetapi berhubung suasana setiap hari bertambah genting, maka pemerintah menghentikan penyelenggaraan haji, setelah mendengarkan fatwa ulama NU yang memutuskan haram naik haji, sebab kaum muslimin harus mempertahankan keamanan negaranya dan ibadah haji bisa diundur.

Dan kemudian berdasarkan surat Kementerian Agama Nomor 79/A/B.2 tanggal 09 Pebruari 1950 umat Islam dapat menunaikan ibadah Haji. Bapak K.H. Syaifudin Zuhri selaku Kepala Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah menegaskan :

“Sesuai informasi dari J.M. Haji Rosyidi di Cairo, yang baru-baru ini datang ke Djogdja, ada anggapan bangsa Arab terhadap bangsa Indonesia pada waktu ini, sama dengan anggapan kita dahulu terhadap bangsa Jepang, ketika Jepang dapat mengalahkan bangsa Rusia. Anggapan itu memberi kewajiban terhadap kita yang amat berat, kita harus dapat menempatkan diri jika kita tidak ingin merosot derajat kita di mata mereka. Oleh karena itu, kita lebih baik mengirim sedikit orang- orang naik haji, tetapi terhormat dari pada kita mengirim banyak orang ke tanah suci, tetapi diperlakukan sebagai kambing dan banyak yang terlantar".

Adapun penetapan kuotum/kuota untuk Jawa Tengah dan DIY pada tahun 1950 adalah :

: 250 orang Jumlah : 1.900 orang

Sedangkan sarana transportasi pada waktu menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Semarang yang memakan waktu selama 2,5 bulan dengan tarip perongkosan sebagai berikut :

Kelas DEK

: Rp 3.395,14

Kelas SALE-BALE

: Rp 3.845,14

Kamar II A

: Rp 4.545,14

Kamar I B

: Rp 5.595,14

Kamar I A

: Rp 6.395,14

Pada Konperensi Penerangan Agama Di Yogyakarta pada tanggal 5-9 Agustus 1950 yang menjadi utusan dari Jawatan Agama Propinsi Jawa Tengah adalah :

1. S. Syaifudin (Propinsi Jawa Tengah)

2. Moh. Ridwan (Propinsi Jawa Tengah)

3. Moh. Nasturi (Pekalongan)

4. KH. Munawar Cholil (Semarang)

5. Suhudi ( Surakarta Kota)

6. Moh. Asror (Surakarta)

7. Moh. Amir Thoha (Surakarta)

8. Siswosudarmo (Surakarta)

9. S. Sagaf AI Djufry (Kedu)

10. Adnan Harun (Kedu)

11. Sidiq Junaidi (Pati)

12. Moh. Ahrom Mustofa (Pati)

13. Karim (Rembang)

14. Masyhud (Kudus)

15. Fadhlan (Jepara)

16. Iskak Munawar (Blora)

17. Abdul Hamid (Blora)

18. Asmuni Cholil (Pati) Negara Kesatuan Republik Indonesia secara formal terbentuk pada tanggal

17 Agustus 1950, dan secaraa politis, semua bagian dari Kementerian Agama dianggap sudah bersatu. Namun dalam prakteknya baru dapat dilaksanakan beberapa bulan setelah tanggal 17 Agustus 1951. Untuk mempersatukan itu perlu diadakan persetujuan antara Menteri Agama R.I. (Yogya) dan Menteri Agama R.I.S. yang memuat pokok-pokok :

1. Tentang pembagian pekerjaan antara Jogjakarta dan Jakarta.

2. Pembagian pekerjaan sementara antar bagian-bagian di Jogjakarta dan Jakarta (Maklumat Menteri Nomor 1 Tahun 1950). Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1951 ada tiga Jawatan, yaitu :

1. Jawatan Penerangan Agama.

2. Jawatan Urusan Agama.

3. Jawatan Pendidikan Agama. Karena pusat Kementerian Agama sudah ada 3 Jawatan, maka di Propinsi Jawa Tengah terdapat 3 instansi dari Kementerian Agama, yaitu :

1. Kantor Urusan Agama Propinsi.

2. Kantor Penerangan Agama Propinsi.

3. Kantor Pendidikan Agama Propinsi. Ketiga kantor tersebut mempunyai sangkut paut yang erat antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah sebagai Koordinator.

Sesuai amanat Menteri Agama pada Konperensi di Bandung, mengharapkan agar ketiga kantor tersebut ada di satu gedung dengan kantor Gubernur. Maka Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah memohon kepada Bapak Gubernur agar dapat berkantor satu atap dengan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Mulai tahun 1951

Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah menempati/mempunyai kantor bersama dengan kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pemuda Nomor 38 Semarang (Sekarang Kantor Dirjen Anggaran Semarang). Pada waktu itu yang menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah adalah Bapak R. Budiono.

Hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau Bagian C di Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah mulai tariggal 1 Januari 1951 sudah tidak ada lagi, dan menjadi Kantor Pendidikan Propinsi. Sedang Kepala Bagian C untuk sementara menjadi pemangku jabatan Kepala Kantor Pendidikan Agama Propinsi.

Dengan perubahan struktur tersebut, mempengaruhi formasi pegawai sebagai berikut :

1. Kantor Pusat Jawatan Agama 100 orang pegawai.

2. Kantor Urusan Agama Propinsi 40 orang pegawai. Koordinator Agama Propinsi 6 orang pegawai.

3. Kantor Pendidikan Agama Propinsi 64 orang pegawai.

4. Kantor Penerangan Agama Propinsi 21 orang pegawai (termasuk Propinsi Jawa Tengah).

Berdasarkan Ketetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1951 yang diberi hak untuk mengangkat pegawai adalah Kepala Kantor Urusan, Pendidikan dan Penerangan; terbatas pada pegawai golongan III ke bawah. Dan mulai tanggal 1 Januari 1951 Kantor Karesidenan tidak berhak mengangkat pegawai dan semuanya ditarik ke Kantor Propinsi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1952, susunan Jawatan Urusan Agama terdiri dari

1. Kantor Pusat Jawatan.

2. Kantor Urusan Agama Propinsi.

3. Kantor Urusan Agama Kotapraja Jakarta.

4. Kantor Urusan Agama Dl Yogyakarta.

5. Kantor Urusan Agama Daerah, Kabupaten dan Kecamatan. Karena hanya Jawatan Urusan Agama yang mempunyai susunan lengkap sampai kecamatan, maka status Kantor Urusan Agama menjadi Koordinator. Untuk kedudukan Jawatan Pendidikan Agama sangat penting sekali. karena lapangan pekerjaannya belum pernah diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu. Jadi Jawatan Pendidikan Agama mengadakan yang sebelumnya tidak ada.

Adapun Jawatan Penerangan adalah sebagai kelanjutan dari perkernbangan Bagian Penyiaran dan Penerangan Kementerian Agarna yang dibentuk pada permulaan bulan September 1946. Dan tahun 1948 dibentuk Seksi Penerangan Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebaik-baiknya dalam masyarakat. Sesuai dengan Penetapan Menteri Agama nomor 3 Tahun 1950, tugas Penerangan adalah:

1. Mempertinggi kesadaran ummat dalam hidup bernegara, bermasyarakat dan hidup beragama.

2. Memberi penerangan dan penyiaran ajaran-ajaran agama guna mempertinggi budi pekerti masyarakat berdasarkan ajaran-ajaran agama.

Berdasarkan perundingan Kementerian Agama R.I.S. dan R.I. (Yogya), dalam mempersiapkan pembentukan negara kesatuan menghasilkan kesepakatan antara Berdasarkan perundingan Kementerian Agama R.I.S. dan R.I. (Yogya), dalam mempersiapkan pembentukan negara kesatuan menghasilkan kesepakatan antara

daerah Karesidenan/Kotapraja. Setelah Menteri Agama pertama Negara Kesatuan yang sekarang ini,Bagian Kristen menjadi D dan sebagian sampai ke daerah (seperti daerah Surakarta). Ketika itu pembentukan Bagian Kristen di Kantor Propinsi masih dalam permulaan. Dasar pembentukannya adalah :

1. Adalah suatu kenyataan bahaw Indonesia ini kedapatan berbagai aliran dan golongan gereja yang cukup.

2. Masalah yang timbul berkenaan dengan agama Kristen yang dihadapkan kepada pemerintah harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

3. Adanya Bagian Kristen dalam susunan Kementerian Agama itu secara politis dapat menguatkan kedudukan negara dan pemerintah kita.

Masalah yang berkaitan dengan haji, Menteri Agama R.I.S. dengan suratnya nomor A.III/11164 telah menunjuk PHI sebagai satu-satunya badan sah untuk bekerja membantu instansi pemerintah menguruskan segala sesuatu yang berhubungari dengan Urusan naik haji dan bertanggung jawab kepada Kementerian Agama.

Di samping itu mengenai Peradilan Agama dan Jawatan Urusan Agama di Propinsi dan daerah pada prinsipnya dalam masalah hukum tidak dapat dicampuri. Yang boleh dicampuri hanyalah mengenai administrasinya saja. Perlu diketahui, pada akhir tahun 1953 Kantor Urusan Agama Propinsi. Jawa Tengah yang berada dengan satu lokasi Kantor Gubernur Jawa Tengah di Gedung Papak, Jl. Pemuda No. 38 Semarang mengalami kebakaran. Semua arsip tidak dapat diselamatkan. KUA Propinsi pindah di Hotel Djogdja, JI. Patimura Nomor 7 dan PHI JI. Kranggan Barat Nomor 169 Semarang dan Kantor Jawatan Pendidikan berkantor di JI. Dr. Cipto Semarang (di depan Kantor Departemen Agama Kotamadya Semarang). Keberhasilan-keberhasilan di bidang penerangan pada periode ini, antara lain :

1. Penerangan radio sebanyak 450 kali atau rata-rat tiap tahunnya sebanyak 90 kali.

2. Membuat WARNA WARTA AGAMA.

3. Menerbitkan serie pers mengenai agama dan kebudayaan.

4. Bibliotheek dengan 478 buku bahan melaksanakan ceramah kewanitaan.

5. Terbentuknya Penyuluh Masyarakat pada tanggal 1 Nopember 1952. Melaksanakan ujian penghulu pada akhir tahun 1953 oleh MIT.

Keberhasilan lain K. H. Syaifudin Zuhri yang menonjol adalah :

1. Mengusulkan dan menempati Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah di Gedung Papak Nomor 38 bergabung dengan Kantor Gubernur Jawa Tengah.

2. Membeli sebidang tanah dan rumah di Jl. Maluku II/1 Semarang (sekarang menjadi Wisma AI Ikhlas Medoho).

3. Melakukan Konperensi Kementerian Agama V di Semarang tanggal 31 Januari 1954 yang berjalan lancar, tertib dan sukses.

BAB

IV PERKEMBANGAN

PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE K.H. MUSLICH (1954- 1956)

K.H. Muslich yang lahir pada hari Minggu Wage, bulan Nopember 1910 di Desa Tambak Negara, Rawalo,Banyumas, merupakan salah satu tokoh aparat Kementerian Agama sejak tahun 1946. Beliau memulai kariernya sebagai Penghulu pertama yang berkantor di Cilacap, kemudian dipindahkan ke karesidenan Madiun. Sebagai Mayor Penghubung Komandan Divisi Brawijaya yang dijabat Kolonel Sungkono. Beliau merangkap sebagai Wakil Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi (KUAP) Jawa Tengah dan pada tahun 1949 diangkat sebagai Kepala KUAP Jawa Tengah. Tahun 1950 dipindahkan ke Divisi Diponegoro Semarang, dan tahun 1951 pindah ke Kementerian Agama. Kemudian pada tahun 1953 Beliau pindah lagi ke Sumatra Tengah sebagai Kepala KUAP Sumatra Tengah dan pada tahun 1954 Beliau diangkat sebagai Kepala KUAP Propinsi Jawa Tengah menggantikan K.H. Syaifudin Zuhri.

Karena adanya peristiwa kebakaran pada akhir tahun 1953, Kantor Uru san Agama Propinsi Jawa Tengah yang semula berkantor di Gedung Papak, Jl. Pemuda 38 maka kantor tersebut dipindah ke Hotel Djogdja, JI. Patimura Nomor

7 dan gedung PHI, JI. Kranggan Barat Nomor 196 Semarang. Pada tahun 1955, K.H. Muslich berusaha membangun kantor yang baru. Maka dibangunlah Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah di JI. Patimura Nomor 5 Semarang, dengan biaya yang berasal dari NTR (Nikah, Talak dan Rujuk). Karena menggunakan/memanfaatkan uang NTR untuk pembangunan gedung Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah tanpa meminta ijin ke Kas Keuangan (tidak setor ke kas negara), maka Beliau terpaksa berurusan dengan pihak yang berwajib.

K.H. Muslich dibantu oleh R.D. Danuwiyoto sebagai pimpinan Sekretariat. Pada tahun tersebut, keluarlah Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 yang memberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (NTR) untuk seluruh wilayah Indonesia. Untuk wilayah Propinsi Jawa Tengah pencatatan NTR tersebut berjalan dengan lancar dan tertib.

Berdasarkan hasil Konperensi Kementerian Agama ke V seluruh Indonesia di

Semarang, maka mulai tahun 1955 berlaku rencana pembangunan lima tahun. Adapun mengenai struktur organisasi Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah pada waktu itu, tidak mengalami perubahan, sedang lapangan pekerjaannya tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Agama Nomor 9,

10, 31 dan 39 Tahun 1952 dengan skala prioritas ikut membantu dan menyukseskan Pemilu tahun 1955 dan membangun kantor-kantor yang representatif di samping mengusahakan terlaksananya program-program sebagai berikut Bidang pendidikan, dengan melaksanakan kebijakan Menteri Agama mengenai masalah pendidikan, di antaranya :

Perubahan masa belajar PGA menjadi 6 tahun yang dibagi dua : Bagian pertama, dari kelas I s/d IV = 4 tahun. Bagian Atas,dari kelas V dan VI = 2 tahun. Berkenaan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954, maka diusahakan di Propinsi Jawa Tengah :

Usaha persiapan pelaksanaan kewajiban belajar di lingkungan Jawatan Agama. Melaksanakan pengajaran agama pada sekolah umum. Menjadikan pondok pesantren sebagai sasaran pendidikan.

Bidang perkawinan, dengan mengadakan P3NTR (Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk) di desa-desa seluruh Jawa Tengah. Mengikuti Konperensi Kementerian Agama ke VI di Tretes Malang, tanggal 25 s/d 30 Juni 1955. Melaksanakan pencatatan perwakafan.

Mensosialisasikan Penetapan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1956 tentang hari didirikannya Kementerian Agama RI adalah pada hari Kamis tanggal 03 Januari 1946 bertepatan dengan tanggal 29 Muharram 1364 H. Berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1956, mulai 01 Agustus 1956 tempat kedudukan inspeksi Agama Wilayah VI dipindahkan Jari Yogyakarta ke Semarang, dengan demikian tugas Inspeksi Pendidikan mulai efektif. Memberangkatkan Majelis Pimpinan Haji Jari Jawa tengah sebanyak 2 or ang, yaitu Sulaiman (PHI Kendal) dan H. Zein (PHI Rembang). Di samping itu, juga mengirimkan seorang petugas di Arab Saudi Hejaz atas nama Ayub Hasan dari PHI Jawa Tengah, sesuai dengan PMA Nomor 11 Tahun 1956. Dan sesuai KMA Nomor

4 Tahun 1955 memberangkatkan haji, antara lain : K.H. Muslich (PMPH) H.M. Saleh (Kudos MPH) Mustani Rushi (Semarang MPH) Abdul Kadir Zaenal (Tegal, sebagai petugas MPHI di Jeddah).

Berdasarkan KMA Nomor 3 Tahun 1955, K.H. Muslich sebagai Wakil ketua merangkap anggota merencanakan konsepsi keamanan daerah Aceh untuk bulan Ramadhan. Mengusahakan SD Latihan PGA Solo dan berhasil berdasarkan PMA Nomor Tahun 1955, SR Simo I dan II di Surakarta dijadikan sekolah latihan bagi PGA Solo. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 1952 jo Peneta pan Menteri Agama Nomor 38 dan 44 Tahun 1952 tugas Koordinator Urusan Agama adalah :

1. Memelihara koordinasi dan menjaga kekuasaan di antara kantor-kantor instansi di dalam Kementerian Agama di daerah masing-masing.

2. Menyeragamkan KUA di daerahnya. Sedangkan Kantor Urusan Agama Propinsi adalah :

1. Sebagai lnspektorat Pusat Kementerian Agama.

2. Menjelaskan koordinasi, antara semua Kantor Cabang dan semua Jawatan.

3. Menjalankan tugas dan lapangan pekerjaan Jawatan Urusan Agama dalam daerah yuridiksinya

4. Mengurusi soal-soal uang mengenai agama Masehi, Urusan Haji, perkumpulan agama, dan aliran-aliran keagamaan serta kebatinan lainnya, yang tidak termasuk agama Islam atau Masehi menurut petunjuk dari Pusat Kementerian Agama.

5. Memimpin Koordinator Urusan Agama Daerah yang termasuk wilayahnya, Kantor urusan Kabupaten/ Kotamadya dan Kecamatan.

Selama kepemimpinan Bapak K.H. Muslich, pada Jawatan Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah menemui berbagai masalah, di antaranya :

1. Kitab Pedoman Munakahat.

2. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1952 tentang Wali Hakim, supaya ditinjau kembali.

3. Masih ada daerah yang tidak mempunyai Naib.

4. Undang-undang perkawinan campuran perlu disempurnakan, karena masih ada kesulitan di lapangan.

5. Administrasi kantor hendaknya diseragamkan dengan contoh-contoh tertentu.

6. Soal bedolan belum ada ketegasan dari Jawatan Urusan Agama Pusat.

7. Tentang pengangkatan penghulu belum ada lizen tertentu tentang pendidikan.

8. Balai perkawinan di Kecamatan belum lengkap peralatannya.

9. Badan Pengawas Kas Masjid belum ada SK Pengangkatannya.

10. PMA Nomor 3 Tahun 1953 tentang PKM, mengenai soal pengangkatan PKM supaya ditinjau kembali.

11. Masalah perbatasan umur perkawinan dan berkaitan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum.

12. Masalah pegawai msih kurang dan pegawai harian/bulanan belum diangkat.

Pada tahun 1955, Propinsi Jawa Tengah menerima bantuan dari kas masjid untuk dipergunakan

1. Memperbaiki makam Sunan Kudus Rp 6.666,66.

2. Memperbaiki makam Sunan Muria Rp 6.666,66.

3. Memperbaiki makam Sunan Kalijaga Rp 6.666,66. Sedangkan pada tahun 1956, 3 makam tersebut mendapatkan bantuan lagi sebanyan masing-masing Rp 5.555,50.

Berkenaan bengan berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang pendidikan maka diperlakukan :

1. Usaha persiapan pelaksanaan kewajiban bekerja di lingkungan masing-masing

2. Pelaksanaan pengajaran Agama di sekolah-sekolah umum berdasarkan Keputusan Menteri PP dan K dan Menteri Agama.

3. Menjadikan Pondok Pesantren sebagai sasaran pendidikan yang perlu diperhatikan

Sedangkan keberhasilan yang sangat menonjol adalah dibangunnya gedung Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah yang sangat megah pada waktu itu, di Jalan Patimura Nomor 5 Semarang (melalui Keputusan Menteri Agama ditetapkan menjadi gedung MAN 2 Semarang, sedang gedung MAN 2 Semarang yang semula gedung PGAN Semarang di Jalan Sisingamangaraja Nomor 5 Semarang, menjadi gedung Kanwil Dep. Agama Propinsi Jawa Tengah pada periode H. Halimi AR)

BAB V PERKEMBANGAN KANTOR URUSAN AGAMA PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE K.H. A. ZABIDI (1956 - 1957)

K.H. Zabidi yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Mahkamah Islam Tinggi di Solo diangkat sebagai kepala Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah menggantikan K.H. Muslich, yang dipromosikan ke Jakarta. Pada periode ini yang menjabat sebagai Pimpinan Sekretariat adalah R. Hadi Suyanto. Pada waktu ini Rancangan Pembangunan Lima Tahun di Kementerian Agama

tahun 1955 - 1959 dalam pelaksanaan. Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Tengah pada periode ini telah mempunyai kantor yang besar\megah meskipun belum sempurna. Karena situasi yang kurang mendukung yang disebabkan antara lain adanya Mu‟tmar Alim Ulama di Palembang, maka penyempurnaannya belum dapat

dilaksanakan. Adapun kegiatan yang telah dilakukan antara lain:

1. Ibadah Sosial/Kemasjidan, melaksanakan hari-hari besar Islam dengan

Koordinasi/kerja sama dengan pihak-pihak sipil, militer dan instansi lainnya, memberikan bantuan ke masjid-masjid dan gereja yang membawa efek dan kesan positif bagi umat beragama di Propinsi Jawa Tengah meskipun bantuan itu belum sesuai dengan yang diharapkan umat beragama, sedangkan zakat, wakaf dan baitul mal berjalan dengan baik.

2. Melaksanakan pembinaan/bimbingan kepala aliran-aliran kepercayaan yang ada di Jawa Tengah.