Strategi Militer

3. Strategi Militer

a. Pengertian Strategi Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategis yang diartikan sebagai seni (the art of the general). Jauh sebelum abad ke-19 nampak bahwa kemenangan suatu bangsa atas peperangan banyak tergantung pada adanya panglima-panglima perang yang ulung dan bijaksana (Lemhamnas, 1980: 116).

Menurut Liddle Hart yang dikutip Lemhamnas (1980: 116), seorang ilmuwan dari Inggris yang hidup dalam abad ke-20 dan telah mempelajari sejarah perang secara global, mengatakan bahwa strategi adalah seni untuk mendistribusikan dan menggunakan sarana-sarana militer untuk mencapai tujuan- tujuan politik. Strategi juga dapat diartikan sebagai suatu seni perang, khususnya mengenai perencanaan gerakan pasukan, kapal, dan sebagainya menuju posisi yang layak.

Menurut Ali Moertopo (1974: 4), strategi adalah hasil suatu interaksi yang kompleks antara elemen-elemen metafisis, sosiologis, praktis maupun yang bersifat teknis mekanistis.

Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-tindakan yang akan dan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap keadaan yang mungkin terjadi di masa depan. Merumuskan suatu strategi berarti memperhitungkan semua situasi yang mungkin dihadapi pada setiap waktu di masa depan. Semenjak sekarang sudah menetapkan atau menyiapkan tindakan Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-tindakan yang akan dan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap keadaan yang mungkin terjadi di masa depan. Merumuskan suatu strategi berarti memperhitungkan semua situasi yang mungkin dihadapi pada setiap waktu di masa depan. Semenjak sekarang sudah menetapkan atau menyiapkan tindakan

Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi strategi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pada dasarnya merupakan suatu kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap tantangan-tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan keseluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam abad modern sekarang ini, arti strategi telah meluas jauh dari artinya semula menurut pengertian militer. Pengertian strategi tidak lagi terbatas pada konsep ataupun seni seorang panglima di masa perang, tetapi sudah berkembang dan menjadi tanggungjawab dari seorang pimpinan. Terdapat beberapa rumusan tentang strategi, tetapi dari rumusan-rumusan yang ada tersebut tetap ada persamaan pandangan bahwa strategi tidak boleh lepas dari politik dan bahwa strategi tidak dapat berdiri sendiri.

Pada umumnya, strategi disusun atas tiga bagian yang terpisah, yaitu:

1) Sasaran yang direncanakan Sasaran dari suatu strategi bisa bersifat ofensif maupun defensif dan dalam banyak hal dinyatakan untuk menjamin dan mempertahankan status quo, baik politically ataupun territorially. Oleh karena itu, pencapaian sasaran-sasaran strategi tidak bergantung kepada kemenangan militer.

2) Sarana-sarana yang tersedia untuk melaksanakannya Sarana yang dikembangkan bagi realisasi atas sasaran dapat juga memberikan refleksi pada strategi tertentu dan dapat ditambahkan pula bahwa dalam menyediakan sarana-sarana untuk suatu strategi tidak harus memerlukan keterlibatan aksi-aksi militer.

3) Rencana pencapaian (program) yang didasarkan pada sarana yang tersedia

Menyusun strategi memerlukan formulasi dari suatu program untuk pencapaian sasaran-sasaran yang direncanakan. (Piet Ngantung, 1975: 11) Strategi merupakan sebuah metode yang khusus untuk mencapai suatu

tujuan yang objektif dan menemukan kebutuhan atau keinginan yang baru. Oleh karena itu, diperlukan suatu taktik untuk mewujudkan strategi. Perbedaan antara strategi dengan taktik sangat tipis karena taktik pada dasarnya merupakan bagian dari strategi.

Taktik merupakan suatu proses atau sumber yang disusun oleh strategi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Taktik hanya berlaku dalam kurun waktu yang pendek atau jangka waktu yang singkat sehingga dapat pula dikatakan bahwa apa yang disebut strategi dalam suatu tingkat atau level tertentu adalah merupakan taktik pada tingkat atau level yang lebih tinggi. Penyusunan taktik sendiri berfokus pada perbuatan atau tindakan dan juga perencanaan serta pengimplementasiannya tanpa memandang tujuan akhir yang ingin dicapai. Taktik hanya berlaku selama kurun waktu tertentu saja sehingga seseorang yang menyusun strategi untuk jangka waktu panjang maka ia harus pula menyusun taktik untuk menyiasati problem-problem dan saingan-saingan yang mungkin akan dihadapi dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Istilah strategi maupun taktik sangat identik dengan perang dan pertempuran. Seperti halnya strategi dan taktik, antara perang dan pertempuran juga terdapat perbedaan yang sangat tipis. Menurut Oppenheim dalam G.P.H. Haryomataram (1994: 4), perang merupakan persengketaan antara dua negara dengan maksud menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian seperti yang diinginkan oleh pihak yang mendapatkan kemenangan. Perang juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi persengketaan bersenjata antara dua negara atau lebih yang melibatkan semua aspek kehidupan sosial untuk mengalahkan pihak musuh dengan tujuan untuk mewujudkan suatu perdamaian.

Biasanya di dalam perang terdapat pemaksaan syarat-syarat perdamaian dari pihak pemenang terhadap pihak yang kalah. Apabila pihak yang kalah bersedia menerima syarat-syarat yang telah diajukan oleh pihak yang menang, Biasanya di dalam perang terdapat pemaksaan syarat-syarat perdamaian dari pihak pemenang terhadap pihak yang kalah. Apabila pihak yang kalah bersedia menerima syarat-syarat yang telah diajukan oleh pihak yang menang,

Pertempuran pada dasarnya merupakan bagian dari perang. Pertempuran dan perang sama-sama merupakan persengketaan diantara pihak-pihak yang saling bermusuhan dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Akan tetapi, di dalam pertempuran tidak melibatkan semua aspek kehidupan sosial seperti yang terjadi di dalam perang. Pertempuran hanya melibatkan kelompok-kelompok militer dalam usaha untuk menjatuhkan pihak lawan. Ruang lingkup pertempuran lebih kecil jika dibandingkan dengan perang. Biasanya pertempuran hanya terjadi di dalam suatu negara tertentu dan tidak melibatkan dua negara atau lebih seperti yang terjadi dalam perang.

Berdasarkan konsep mengenai perang dan pertempuran, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa Uhud merupakan perang bukan pertempuran karena di dalam perang Uhud semua aspek kehidupan sosial baik agama maupun militer dilibatkan untuk mengalahkan kaum Quraisy.

b. Konsep Militer Menurut Amos Perltmutter (1988: 2), militer merupakan sebuah organisasi yang sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang- orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah suatu organisasi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun juga bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas untuk membentuk suatu hierarki birokrasi. Suatu kekuatan militer memerlukan pengetahuan yang mendalam untuk mampu mengorganisir, merencanakan dan mengarahkan aktivitasnya, baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai.

Karakteristik militer yang paling utama adalah profesionalismenya. Tugas utama dari militer terbatas pada pelaksanaanya bukan pada perumusan Karakteristik militer yang paling utama adalah profesionalismenya. Tugas utama dari militer terbatas pada pelaksanaanya bukan pada perumusan

Birokrasi militer seringkali tampil dan berfungsi sebagai unsur penentu yang dominan di dalam masyarakat. Selain itu, birokrasi militer juga merupakan sebuah unsur yang menjamin otonomi suatu negara tertentu. Hal ini sangat beralasan karena secara ekonomis elit militer lebih mungkin melepaskan diri dari kelas dominan tertentu yang ada di dalam masyarakat daripada kaum birokrat sipil. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya unsur kekuatan untuk menghancurkan aliansi atau persekutuan antarkelas baik internal maupun eksternal yang menghambat jalannya perkembangan suatu bangsa (Louis Irving Horowitz, 1985: 221).

c. Konsep Strategi Militer Strategi dalam istilah militer menunjukkan pemanfaatan praktis atas semua sumber daya yang tersedia yang dimiliki oleh suatu negeri untuk mencapai tujuannya dengan cara militer. Apabila terjadi pertentangan kepentingan maka pertentangan tersebut dapat diselesaikan dengan jalan damai, tetapi jika pada pihak lain kemungkinan untuk mencapai pemecahan secara damai telah hilang maka satu-satunya pemecahan yang tersisa adalah tindakan militer (Afzalur Rahman, 2002: 39).

Menurut Clausewitz yang dikutip oleh Afzalur Rahman (2002: 39), terdapat lima unsur yang membentuk strategi militer, yaitu:

1) Unsur psikologi dan moral.

2) Adanya organisasi kekuatan militer.

3) Posisi dan gerakan pasukan dan hubungannya dengan rintangan dan tujuan, misalnya situasi medan pertempuran.

4) Medan pertempuran.

5) Adanya jalur logistik. Secara khusus, Clausewitz juga menyebutkan pentingnya kejutan, dukungan masyarakat, dan besarnya kekuatan moral sebagai unsur pendukung 5) Adanya jalur logistik. Secara khusus, Clausewitz juga menyebutkan pentingnya kejutan, dukungan masyarakat, dan besarnya kekuatan moral sebagai unsur pendukung

Dalam mengembangkan suatu strategi militer, perlu diperhatikan bahwa strategi militer merupakan pernyataan yang jelas tentang semua sasaran-sasaran militer yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan militer (military power) dalam suatu jangkauan waktu yang ditentukan. Kekuatan militer disini adalah suatu keseimbangan (balance) antara tenaga manusia (manpower) dan peralatan (equipment) sedemikian rupa sehingga dapat disediakan suatu “Military Force” (kekuatan militer) yang diperlukan untuk jangkauan suatu periode strategis (Piet Ngantung, 1975: 58-59).

Kekuatan militer senantiasa terwujud sebagai hasil kombinasi yang sesuai antara unit-unit militer dengan persenjataan dan perlengkapan militer dihubungkan dengan keperluannya untuk mendukung strategi militer. Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan berkisar pada perbandingan dari tenaga manusia dengan senjata dan perlengkapan yang dibutuhkan dan yang dapat diperoleh.

Nabi Muhammad SAW dapat dikatakan sebagai guru pertama ilmu militer dalam Islam yang membuat rencana strategi perang, membuat suatu taktik, dan mengadakan operasi militer. Nabi Muhammad SAW membuat sendiri strategi perangnya dan menerapkan strategi tersebut kepada pasukannya sendiri untuk mengalahkan rencana dan taktik musuh. Nabi Muhammad SAW mampu membuat kejutan terhadap musuhnya dengan gerakan strategisnya dalam setiap pertempuran dan tidak pernah melakukan taktik strategi yang sama dalam dua pertempuran. Beliau selalu melakukan serangan dengan sangat rahasia dan tidak pernah membiarkan musuhnya mengetahui maksudnya sampai beliau benar-benar berada di medan pertempuran (Afzalur Rahman, 2002: 47).

Prinsip dasar dari strategi perang Nabi Muhammad SAW adalah mencapai tujuannya dengan kerugian jiwa sekecil mungkin. Pada setiap pertempuran, beliau mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari pertempuran dan berusaha menyelesaikan perselisihan tanpa bertempur. Beliau baru melakukan peperangan kalau semua alternatif lain telah gagal. Musuh yang Prinsip dasar dari strategi perang Nabi Muhammad SAW adalah mencapai tujuannya dengan kerugian jiwa sekecil mungkin. Pada setiap pertempuran, beliau mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari pertempuran dan berusaha menyelesaikan perselisihan tanpa bertempur. Beliau baru melakukan peperangan kalau semua alternatif lain telah gagal. Musuh yang

Pengaturan patroli untuk memperoleh berbagai informasi tentang musuh dan medan peperangan untuk keamanan kota dan penduduk merupakan contoh dari kecerdikan dan kejelian Nabi Muhammad SAW sebagai seorang komandan militer. Nabi Muhammad SAW dapat mengumpulkan informasi penting tentang musuh tanpa membiarkan informasi tersebut bocor atau diketahui oleh musuh sebelum waktunya. Patroli sering dikirim ke daerah sekitar musuh untuk mengumpulkan informasi yang tepat tentang kekuatan musuh, maksud dan gerakannya. Biasanya Nabi Muhammad SAW mengirimkan mata-mata ke daerah musuh untuk memperoleh beberapa informasi penting tentang musuh. Keberhasilan sistem patroli inilah yang memungkinkan Nabi Muhammad SAW untuk menyusun sistem pertahanan yang kuat di Madinah. Bukti lain dari kebesaran Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin militer adalah pembentukan unit intelijen militer dan penggunaannya yang efektif untuk memperoleh informasi penting tentang musuh dan menurunkan moral tentara musuh untuk kepentingan keamanan dan untuk melindungi eksistensi negara Islam.

Sebelum detik-detik terjadinya perang Uhud, Nabi Muhammad SAW menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad SAW yang berada di Makkah yaitu Abbas tentang persiapan militer, perlengkapan dan kekuatan Quraisy yang bersiap-siap untuk menyerang Madinah. Oleh karena itu, Nabi

Muhammad SAW mengirim dua orang utusan yaitu Anas dan Munis untuk memperhatikan gerak-gerik musuh. Kemudian seorang penunjuk jalan bernama Hubab Ibn al Mundhir dikirim untuk mengukuhkan semua informasi yang telah diterima tentang kondisi musuh. Begitu juga sebelum pertempuran Ahzab, Nabi Muhammad SAW menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad SAW tentang kondisi musuh. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk menggali parit atas usulan dari sahabat Nabi yaitu Salman al Farisi untuk mempertahankan Madinah terhadap serangan musuh.