Perkembangan Produk Domestik Bruto

4.5 Perkembangan Produk Domestik Bruto

Produk Domestik bruto merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto diharapkan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk sehingga dapat mengimbangi pertambahan penduduk tersebut melalui pertambahan barang dan jasa sebagai output agregat. Pada krisis tahun 1998 pertumbuhan ekonomi mencapai -13,3 yang sebelumnya 4,71 dan diiringi dengan melambungnya inflasi. Kondisi tersebut menyebabkan banyak industri kecil dan menengah kesulitan dalam menutupi biaya operasional yang sangat tinggi sehingga industri kecil yang tidak kuat modal mengalami kebangkrutan dan hal ini tentu saja berdampak luas pada perekonomian secara keseluruhan karena akan mengurangi pendapatan per kapita masyarakat dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Pada sisi permintaan, kondisi konsumsi baik swasta dan pemerintah semakin menurun begitu pula sektor ekspor yang kehilangan dayanya akibat industri berbasis ekspor yang mengalami kebangkrutan pada saat itu. Begitu pula dari sisi penawaran dimana industri mengalami penurunan output akibat turunnya permintaan akibat kenaikan harga dan kondisi permodalan yang tidak kuat semakin memperburuk keadaan. Pada tahun 2000 perekonomian Indonesia semakin menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan produk domestik bruto mencapai 4,8 . Berbeda dengan tahun 1999 dimana konsumsi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, namun pada tahun 2000 sumber sumber pertumbuhan semakin seimbang. Seperti pada investasi yang semakin didukung oleh peran kredit perbankan dan begitu pula dengan kinerja ekspor yang semakin didukung oleh perkembangan nilai tukar rupiah yang semakin stabil. Pada sisi pernawaran, sektor industri, sektor pengolahan, dan sektor Universitas Sumatera Utara pengangkutan menjadi motor utama pertumbuhan dengan pertumbuhan PDB masing – masing sebesar 6,2 , 5,7 , dan 9,4 . Pada tahun 2001, pertumbuhan PDB mengalami perlambatan dan hanya tumbuh 3,3 lebih rendah dari tahun 2000 sebesar 4,8 . Hal akibat beberapa masalah dalam negeri pada saat itu, seperti restrukturisasi utang dan sektor korporasi, belum selesainya konsolidasi internal perbankan serta relatif kecilnya stimulus fiskal bagi perekonomian. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan bisnis dan investasi. Pada tahun 2002 pertumbuhan PDB sebesar 3,8 meningkat 0,5 dari tahun 2001. Pertumbuhan PDB didukung sebagian besar oleh konsumsi dan konsumsi swasta memberikan kontribusi terbesar. Pada sisi penawaran, sektor pengangkutan, komunikasi dan sektor listrik, gas dan air yang memberikan kontribusi terbesar pada PDB. Begitu juga pada tahun 2003, sektor konsumsi masih memberikan kontribus terbesar pada PDB dari sisi permintaan, sedangkan pada sisi penawaran, sektor industri pengolahan meningkat. Pada tahun 2004 perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang menggembirakan. Kegitan ekonomi tumbuh pada angka 5,1 meningkat tajam dari tahun 2003. Hal ini didukung tingkat investasi dan ekspor barang dan jasa yang semakin tumbuh akibat pertumbuhan volume perdagangan dunia diikuti oleh meningkatnya pertumbuhan komoditi perdagangan dunia. Pada tahun 2004 sektor Pengangkutan dan Komunikasi kembali menjadi leading sector pada perekonomian Indonesia. Sedangkan pada tahun 2005 meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat pada angka 5,6 . Namun pergerakan pertumbuhan cenderung melambat. Hal ini dapat dilihat semakin menurunnya tingkat konsumsi dan investasi. Hal ini di sebabkan oleh kenaikan harga minyak oleh pemerintah pada maret dan oktober 2005. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2006 PDB mengalami penurunan menjadi 5,5 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5, 6 . Namun pertumbuhan ekonomi pada 2007 kembali membaik, meskipun daya beli masyarakat menurun pasca kenaikan harga BBM di oktober 2006. dalam periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak kenaikan harga BBM tersebut, perekonomian pada 2007 masih tumbuh 6,5 atau hanya sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan pada 2006 sebesar 6,6 . Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi oleh peran kuat stimulus fiskal dan dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia. Stimulus fiskal memberikan dampak pengganda dalam menahan perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta. Stimulus fiskal ini lebih jauh juga cukup berperan menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat peran investasi swasta menurun dibandingkan 2006. sementara itu, masih tingginya harga komoditas primer di pasar dunia berdampak positif terhadap kinerja ekspor yang tetap kuat selama 2007, meskipun melambat dibandingkan pertumbuhan pada 2006. peran kedua faktor tersebut dalam perkembangannya mampu mendorong percepatan pemulihan ekonomi yang mulai terjadi sejak pertengahan tahun 2007. Dengan basis pertumbuhan tersebut, ekspansi perekonomian pada 2007 banyak bertumpu pada konsumsi pemerintah dan ekspor, sementara secara sektoral ditopang kelompok sekor primer dan kelompok sektor jasa. Konsumsi pemerintah meningkat tinggi dibandingkan 2006 antara lain disumbang pengeluaran bantuan langsung tunai BLT. Pada tahun 2008 pertumbuhan PDB mengalami penurunan sebesar 6,1 . Angka ini menurun dari tahun sebelumnya meskipun level ini merupakan yang tertinggi dari negara – negara tetangga. Pertumbuhan PDB pada triwulan I,II dan III, menunjukkan tren meningkat tetapi pada triwulan ke IV kembali anjlok akibat imbas Universitas Sumatera Utara krisis global yang melanda. Sehingga menghambat investasi dan ekspor barang dan jasa ke luar negeri. Kondisi perekonomian global yang masih mengalami tekanan akibat krisis menghadapkan perekonomian Indonesia pada beberapa tantangan yang tidak ringan pada tahun 2009. Tantangan tersebut cukup mengemuka terutama pada awal tahun 2009, akibat masih kuatnya dampak krisis perekonomian global yang mencapai puncaknya pada triwulan terakhir tahun 2008. Ketidakpastian yang terkait dengan sampai berapa dalam kontraksi global dan sampai berapa cepat pemulihan ekonomi global akan terjadi, bukan saja menyebabkan tingginya risiko di sektor keuangan, tetapi juga berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di sektor riil domestik. Kondisi ini mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan pada triwulan I 2009 masih mengalami tekanan berat, sementara pertumbuhan ekonomi masih dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam. Perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi di sektor keuangan dan sektor riil, serta berisiko menurunkan berbagai capaian positif beberapa tahun sebelumnya. Secara keseluruhan perekonomian Indonesia telah melewati tahun yang penuh tantangan dengan capaian yang cukup baik pada tahun 2009. Meskipun melambat dibandingkan dengan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dapat mencapai 4,3 , tertinggi ketiga setelah China dan India. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dapat dihindari karena struktur ekonomi banyak didorong permintaan domestik. Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan dengan tahun 2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun. Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan Universitas Sumatera Utara memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi perekonomian negara mitra dagang di paro pertama tahun 2009. Kenaikan konsumsi pada tahun 2009 juga dipengaruhi oleh penyelenggaraan pemilu yang turut mendukung kenaikan konsumsi nasional. Pada sisi penawaran pangsa utama pertumbuhan PDB berasal dari sektor Industri pengolahan, sektor perdangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian. Sementara itu, penyumbang utama pertumbuhan berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian, sektor keuangan, persewaan dan jasa. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sekitar 4,3 dan di prediksi meningkat di kisaran 5,0-5,5 pada tahun 2010 dan 6,0-6,5 di tahun 2011. Motor pertumbuhan adalah ekspor yang yang secara bulanan telah berada dalam tren pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009. Akselerasi pertumbuhan ekspor didukung oleh barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer, yang mengalami pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara - negara mitra dagang. Di sisi domestik, meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh kedua tahun 2009 dan tahun 2010-2011 diperkirakan tetap kuat dan menjadi penyumbang utama produk domestik bruto PDB. Relatif tingginya konsumsi rumah tangga selain didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen dan kenaikan pendapatan karena perbaikan ekspor income effect, juga didorong oleh faktor terkendalinya inflasi. Sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik, likuiditas perekonomian juga diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto Tahun Kwartal PDB Triliun Tahun Kwartal PDB Triliun 2004 1 536,605.30 2007 1 920,203.10 2 564,422.10 2 963,862.50 3 595,320.60 3 1,031,408.70 4 599,478.20 4 1,035,418.90 2005 1 632,330.50 2008 1 1,110,854.30 2 670,475.60 2 1,221,367.50 3 713,000.10 3 1,328,071.40 4 758,474.90 4 1,291,063.50 2006 1 782,752.90 2009 1 1,317,119.60 2 812,741.10 2 1,385,705.00 3 870,319.80 3 1,459,802.30 4 873,403.00 4 1,450,814.80 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia 4.6. Perkembangan Deposito Berjangka Perkembangan deposito berjangka dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang menggembirakan. Kenaikan tersebut terlihat setelah dikeluarkannya paket kebijaksanaan 27 Oktober 1988. Perkembangan deposito berjangka memperlihatkan perkembangan yang besar. Pada tahun 1986 deposito berjangka telah mencapai Rp. 13.968 milliar, hingga tahun 2002 telah mengalami peningkatan sebesar Rp. 447.480 milliar. Kenaikan tersebut selain karena menaiknya suku bunga yang ditawarkan dan tersebarnya kantor-kantor bank yang ada, juga disebabkan oleh lebih besarnya kepercayaan masyarakat kepada bank-bank tersebut. Terjadinya krisis pada tahun 1997, menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank umum. Hal ini dipicu oleh adanya likuidasi terhadap 42 bank. Likuidasi terhadap beberapa bank menyebabkan masyarakat melakukan penarikan dana secara besar-besaran bank runs. Tahun 1999 terjadi penurunan deposito yaitu dari Rp. 406.798 milliar pada tahun 1998 menjadi Rp. 387.071 milliar rupiah. Namun di tahun berikutnya 2002 tercatat jumlah deposito berjangka pada bank umum telah mencapai Rp. 447.480 milliar. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Komposisi DPK Bank Umum Universitas Sumatera Utara Sementara itu, perkembangan deposito berjangka per Desember 2003 yaitu sebesar 428.833 miliar atau cenderung mengalami penurunan dari tahun 2002. Ditahun selanjutnya permintaan deposito juga mengalami penurunan. Tepatnya per Desember 2004, total deposito bejangka yang berhasil dihimpun adalah sebesar 420.990 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa iklim perbankan belum terlalu baik sehingga masyarakat masih belum bersedia menanamkan dana pada pihak perbankan khususnya penanaman dalam bentuk deposito berjangka. Per Desember 2005, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari semua komponen dana pihak ketiga, kecuali tabungan yang mengalami penurunan. Namun, penurunan tabungan tidak terlalu menggangu likuiditas bank karena disisi lain deposito meningkat cukup pesat. Tercatat per Desember 2005 deposito berjangka yang berhasil dihimpun oleh bank umum adalah sebesar 565.033 miliar. Dari seluruh total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, komposisi deposito berjangka terhadap DPK adalah sebesar 50,09. sangat kontras dengan tahun sebelumnya dimana komposisi deposito berjangka terhadap dana pihak ketiga hanya 43,71. Hal ini diakibatkan selain karena tingkat kepercayaan masyrakat terhadap perbankan meningkat, juga disebabkan karena kondisi ekonomi dan politik di Indonesia berada dalam kondisi yang kondusif. Peningkatan deposito berjangka yang terjadi per Desember 2005, ternyata ikut punya andil dalam meningkatnya permintaan deposito di tahun-tahun berikutnya. Terlihat per Desember 2006, deposito berjangka yang berhasil dihimpun bank-bank umum adalah sebesar 615.163 miliar dimana komposisi deposito berjangka terhadap dana pihak ketiga adalah sebesar 47,79. komposisi ini turun dari tahun sebelumnya, dikarenakan komponen-komponen dana pihak ketiga yang lain juga ikut mengalami penigkatan. Universitas Sumatera Utara Pada tahun-tahun berikutnya juga permintaan akan deposito berjangka terus meningkat. Per Desember 2007 deposito berjangka berada pada posisi 666.708 miliar. Walaupun meningkat, peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan. Setelah mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan per Desember 2007, di tahun berikutnya bank umum berhasil menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka sebesar 824.704 miliar dimana komposisi deposito berjangka terhadap dana pihak ketiga adalah sebesar 47,04. Per Desember 2009, permintaan akan depsoito berjangka terus meningkat dan berada pada posisi nominal 901.709 miliar dimana komposisi deposito berjangka terhadap dana pihak ketiga adalah sebesar 45,70. Tabel 4.4 Perkembangan Deposito Berjangka Tahun Kwartal Deposito Milyar Tahun Kwartal Deposito Milyar 2004 1 408562.33 2007 1 619173.67 2 404021.67 2 618066.67 3 406096.33 3 637105.67 4 409540.33 4 652249.33 2005 1 414515.00 2008 1 656994.33 2 445683.33 2 671850.67 3 486851.67 3 700845.00 4 543593.33 4 794802.00 2006 1 569295.00 2009 1 842957.00 2 584941.33 2 848743.00 3 591879.33 3 855697.67 4 615582.33 4 879828.33 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Universitas Sumatera Utara

4.7. Pembahasan Hasil Penelitian