a. Nasabah penyimpan, yaitu nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
b. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Demikian juga halnya dalam praktek perbankan dikenal ada tiga macam nasabah yaitu :
a. Nasabah deposan yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
29
Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan nasabah adalah “orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank Dalam hal keuangan,
dapat juga diartikan sebagai orang yang menjadi tanggungan asuransi, perbandingam pertalian.
30
Sedangkan Muhammad Djumhana menyebutkan nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan.
31
F. Sejarah dan Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah
Perkembangan dunia perbankan memberikan kontribusi yang besar bagi
29
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 40-41.
30
Dinas Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 2003, hlm. 775.
31
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 282.
32
Universitas Sumatera Utara
perekonomian di Indonesia. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Setiap bank harus memiliki image yang baik di dalam masyarakat agar suatu bank dapat dipercaya oleh masyarakat
untuk melakukan kegiatan perbankan yaitu meminjam dan menyimpan uang maupun memanfaatkan jasa perbankan lainnya.
Bank harus dapat menjaga dan menjamin pengelolaan dana para nasabah sehingga memberikan rasa aman bagi nasabah untuk memberikan kepercayaan
yang penuh bagi bank dalam menyimpan dan mengelola dananya. Image suatu bank dalam masyarakat menentukan kualitas dari suatu bank. Apabila kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank menurun maka akan mempengaruhi sistem perbankan itu sendiri. Para nasabah akan melakukan penarikan dananya secara
besar-besaran rush. Pada tahun 1998 ketika krisis moneter melanda Indonesia, dunia
perbankan seakan guncang karena dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Sebelum krisis
moneter perbankan Indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit bermasalah atau Non-Performing Loans yang memprihatinkan, yaitu sebagai
akibat terpuruknya sektor riil karena krisis moneter tersebut.
32
Untuk mengatasi krisis yang terjadi, maka pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban
pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat blanket guarantee yang
32
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 51.
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang “Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum“ dan Keputusan Presiden Nomor
193 Tahun 1998 tentang “Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat“. Pada saat terjadi likuidasi terhadap 16 bank, terjadi penarikan
dana masyarakat yang jumlahnya cukup signifikan. Hal ini didorong karena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan di Indonesia.
33
Sesungguhnya pada tahun 1992 telah diundangkan Undang-undang No.7 tentang Perbankan yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut dunia
perbankan. Seiring dengan perkembangan dan permasalahan ekonomi yang semakin kompleks terutama setelah Indonesia dilanda krisis moneter maka pada
tahun 1998 diubah dengan Undang-undang No.10. Undang-undang ini disahkan oleh Presiden pada tanggal 10 November 1998. Perubahan undang-undang tersebut
dilatarbelakangi oleh Undang-undang No.7 Tahun 1992 tersebut sudah tidak lagi memadai dalam perkembangan perekonomian nasional dan internasional.
Sedangkan sumber-sumber hukum lainnya yang mendukung Undang-undang tersebut adalah antara lain berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Peraturan Bank Indonesia, Keputusan Direksi, Surat Edaran Bank Indonesia, dan peraturan pelaksana lainnya. Sumber hukum perbankan dapat
dibedakan atas sumber hukum dalam arti formil dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang
menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan
33
Ibid., hlm. 46.
Universitas Sumatera Utara
lain sebagainya. Sedangkan sumber hukum formal adalah tempat di mana ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Secara umum hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut tentang bank yang berlaku pada
saat ini. Bank-bank yang ada saat ini tetap berada di bawah pengawasan Bank
Indonesia. Menjadi wewenang Bank Indonesia untuk mengatur dan mengawasi bank-bank tersebut juga membina bank-bank yang bermasalah. Bank Indonesia
tidak lagi menjadi bagian lembaga pemerintah tetapi secara operasional Bank Indonesia tetap berhubungan dengan pemerintah.
Pada saat BPPN berakhir tugasnya pada 27 Februari 2004, pelaksanaan program penjaminan Pemerintah dialihkan ke Menteri Keuangan berdasarkan
Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2004. Program penjaminan yang belum diselesaikan oleh BPPN selanjutnya dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. Untuk
melaksanakan program penjaminan Pemerintah ini, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk membentuk unit pelaksana penjaminan Pemerintah dalam
lingkungan Departemen Keuangan. Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 27 Februari 2004 Menteri Keuangan membentuk Unit Pelaksana Penjaminan
Pemerintah UP3.
34
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden mengesahkan pelaksanaan Undang-Undang RI No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang
kemudian disingkat dengan LPS sebagai upaya untuk lebih menguatkan kondisi
34
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 77.
Universitas Sumatera Utara
moneter pada saat itu. Salah satu isi dari undang-undang tersebut yaitu ketentuan tentang penjaminan simpanan nasabah seperti pada Pasal 10 yang menjelaskan
simpanan nasabah yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan danatau bentuk lainnnya yang dipersamakan dengan itu dijamin oleh LPS.
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang
lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan
agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu
digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Program penjaminan simpanan yang sangat luas lingkupnya memang telah
terbukti menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan tetapi luasnya ruang lingkup penjaminan tersebut telah membebani
anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat. Pengelola bank menjadi kurang hati-hati
dalam mengelola dana masyarakat, sementara nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpanannya dijamin secara penuh oleh
pemerintah. Dengan demikian program penjaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong terciptanya disiplin pasar. Selain itu, penerapan penjaminan
secara luas ini yang berdasarkan kepada Keputusan Presiden kurang dapat memberikan kekuatan hukum sehingga menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk undang-undang. Pengertian asuransi simpanan sebenarnya berbeda dengan asuransi pada
umumnya, ada dua perbedaan mendasar yaitu: Pertama, dalam asuransi simpanan ada tiga pihak yang menjadi subjek yaitu penyelenggara asuransi simpanan sebagai
pihak penanggung, bank sebagai pihak tertanggung, dan nasabah bank sebagai pihak yang menerima manfaat penanggungan. Kedua, kewajiban membayar premi
dan menerima penggantian kerugian. Pada asuransi yang wajib membayar premi adalah pihak yang berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta
miliknya yang diasuransikan sedangkan dalam asuransi simpanan, premi dibayar oleh bank sedangkan yang berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugia
adalah nasabah yaitu nasabah penyimpan.
35
Pada tahun 1980, sistem penjamin simpanan baru diterapkan di 16 negara. Selama kurun waktu 20 tahun, penerapannya meningkat dalam kelipatan tiga kali
menjadi 68 negara saat ini. Sistem ini diterapkan pada tahun 2004 di Indonesia maka menjadi negara yang ke 69 di dunia dan negara ke 10 di Asia. Dari 68 negara
yang telah menerapkan sistem ini hampir separuh yaitu 32 negara berada di Eropa. Sisanya 36 negara terdistribusi di Afrika, Asia, Timur Tengah dan benua Amerika
Pentingnya untuk melindungi uang masyarakat yang disimpan di bank mulai disadari terutama setelah terjadinya krisis moneter yang dilanda Indonesia
pada tahun 1998. Kemudian baru pada tahun 2004 pemerintah menyesahkan Undang-Undang No.24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS yang pada
dasarnya suatu usaha untuk menjamin dan melindungi uang nasabah.
35
O.P. Simorangkir, Op.Cit., hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
masing-masing 10, 9, 3, dan 14 negara. Sistem ini diterapkan dengan skema yang bervariasi pada setiap negara
diantaranya menyangkut sumber pembiayaan, penetapan premi yang menjadi pengelola, dan wajib tidaknya bank mengikutinya. Sejumlah 68 negara yang
menerapkan sistem penjamin simpanan, 52 negara menerapkan sistem dengan sumber pembiayaan secara gabungan antara pembiayaan oleh bank dan
pembiayaan dari publik atau negara. Cile merupakan satu-satunya negara yang menerapkan sistem penjaminan dengan sepenuhnya dibiayai oleh dana publik yang
bersumber dari pajak yang diberlakukan pada seluruh rakyat. Delapan negara di Eropa dengan 7 negara lainnya malakukan pembiayaan secara privat dari bank
yang menjadi anggota sistem ini. Terdapat tiga skema yang menyangkut lembaga yang menjadi pengelola
yaitu: 1 Skema di mana LPS dikelola oleh pemerintah melalui suatu badan tertentu; 2 LPS sepenuhnya dikelola oleh badan privat atau swasta; 3 LPS
dikelola secara bersama oleh pemerintah dengan privat.
36
Sebanyak 24 negara termasuk Amerika Serikat, Canada, dan Kamerun menyerahkan pergelolaan lembaga penjamin simpanan kepada gabungan pihak
privat dan pemerintah. Selebihnya, 11 negara yang meliputi 8 negara Eropa, seperti Distribusi dari 68 negara yang telah menerapkan sistem penjaminan
simpanan berdasarkan tiga skema pengelolaanya seperti yang telah disebutkan adalah 33 negara menetapkan sistem penjaminan simpanan dengan lembaga yang
dikelola oleh badan pemerintah.
36
Ibid., hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara
Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris melakukan pengelolaan lembaga penjamin simpanan yang sepenuhnya dilakukan oleh privat, yang merupakan kepemilikan
bersama dari semua bank anggota sistem atau lembaga privat yang sepenuhnya tidak ada kaitannya dengan bank anggota sistem.
Skema sistem seperti yang telah dijelaskan di atas, menurut penelitian yang pernah dilakukan sangat menentukan keberhasilan dari sistem penjaminan
simpanan. Misalnya sistem penjamin simpanan yang di suatu negara menerapkan premi dengan berbasis risiko belum tentu berhasil diterapkan di negara lain. Di
lihat dari perspektif fairness, seharusnya penerapan premi harus berbasis risiko, akan tetapi kenyataannya hanya 22 negara diantaranya Amerika Serikat yang
menetapkan premi berbasis risiko, sedangkan sisanya 46 negara yang diantaranya banyak negara-negara maju seperti Perancis, Belanda, Inggris, Kanada, Austria,
Jerman, dan Jepang masih menetapkan premi yang tidak berbasis risiko atau flat. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting
dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi
stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Pada 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia,
yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat
blanket guarantee. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik
dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas
sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai pelaksana penjaminan dana
masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia
mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS, suatu lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya,
dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan LPS seperti dimuat pada Pasal 4 UU LPS. No.4 Tahun 2004 yaitu: 1 Menjamin simpanan nasabah penyimpan. 2
Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
kewenangannnya. Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan terdiri dari XVI
Bab dan 103 Pasal, terdiri atas ketentuan umum, pembentukan, status dan tempat kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang, penjaminan simpanan nasabah bank,
penyelesaian penanganan bank gagal, likuidasi, organisasi, kekayaan, pembiayaan, dan pengelolaan, rencana kerja, dan anggaran tahunan, pelaporan dan akuntabilitas,
hubungan dengan lembaga lain, kerahasiaan data, sanksi administratif dan pidana, ketentuan lain-lain, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan adalah amanat dari Pasal 37 b Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Amanat untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan tersebut timbul sebagai jawaban atas
krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada sekitar tahun 1997. Krisis tersebut telah memaksa pemerintah mengambil kebijakan drastis disektor
perbankan antara lain adalah dengan mencabut ijin usaha sejumlah bank. Namun oleh karena tidak adanya peraturan yang cukup mengatur perlindungan nasabah
penyimpan pada saat bank dilikuidasi telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. “Ketika ijin usaha 16 bank dicabut dan
dilikuidasi pada 1 November 1997 industri perbankan mengalami rush sebagai konsekuensi runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
nasional”.
37
Oleh Johannes Ibrahim dijelaskan bahwa pemberlakuan undang-undang
37
Zulkarnain Sitompul, “Penjaminan Dana Nasabah Bank, Dari Blanket Guarantee ke Limited Guarantee”, Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 23. No. 3 Tahun 2004, hlm. 78.
Universitas Sumatera Utara
tersebut diharapkan untuk memberikan kepastian hukum bagi nasabah penyimpan untuk mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dan mewujudkan sistem
perbankan yang sehat dan stabil.
38
Seperti halnya pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai suatu sarana dalam hal menjamin simpanan nasabah pada suatu bank.
Pembentukan LPS ditujukan agar nasabah yang memiliki uang tidak melarikan uangnya ke luar negeri dengan alasan bank di Indonesia kurang memiliki
tanggung jawab. Pembentukan LPS ini disebabkan maraknya kejahatan perbankan di Indonesia yang berakibat dipailitkannya atau dilikuidasinya bank sehingga
pemerintah perlu melakukan penjaminan atas simpanan nasabah dengan Undang-undang ini dimaksudkan untuk
menyempurnakan program penjaminan simpanan nasabah bank yang selama ini telah diatur melalui berbagai kebijakan pemerintah, antara lain Keputusan Presiden
Keppres dan Surat Keputusan Bersama SKB. Sebagai lembaga pembina dan pengawas perbankan di Indonesia. Bank
Indonesia mempunyai peran yang besar dalam usaha melindungi dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Bank
Indonesia wajib lebih aktif lagi melakukan tugas dan kewenangannya untuk mengaeasi pelaksanaan ketentuan perundang-undangan oleh seluruh bank yang
beroperasi di Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik merupakan langkah preventif dalam meminimalisasi kasus-kasus kerugian nasabah karena tindakan
bank.
38
Johannes Ibrahim, “Dilematis Penerapan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang lembaga Penjamin Simpanan Antara Perlindungan Hukum dan Kejahatan Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis.
Vol. 24. No. 1 Tahun 2005, hlm. 42.
Universitas Sumatera Utara
membentuk LPS ini. Pembentukan LPS ini merupakan beban yang cukup mahal yang dilakukan
pemerintah untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat di sektor perbankan. Pemerintah harus mencadangkan dana untuk pembentukan lembaga ini sekurang-
kurangnya sebesar Rp. 4.000.000.000.000 empat triliun rupiah dan berkisar Rp. 8.000.000.000.000 delapan triliun rupiah.
39
Lembaga Penjamin Simpanan LPS atau Indonesia Deposit Insurance Corporation adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan
nasabah perbankan di Dengan dana yang begitu besar bukan berarti pemerintah dapat sedemikian
saja meningkatkan kepercayan masyarakat atas praktek perbankan di Indonesia dan menggunakan mata uang rupiah sebagai legal tender.
Ketidakstabilan politik, sosial dan ekonomi menjadi pemicu terjadinya pelarian dana secara besar-besaran keluar dari Indonesia. Keberadaan Lembaga
Penjamin Simpanan LPS tidak dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memberikan kepercayaan penuh bagi nasabah. Nasabah tetap memiliki kebebasan
untuk menempatkan dana dimanapun juga sesuai prinsip kebebasan berkontrak. Dengan demikian maka kejahatan perbankan teramat riskan sekali terhadap
perekonomian suatu masyarakat dan negara. Karena efek yang ditimbulkannya adalah ketidak percayaan, dan sangatlah sulit sekali mengembalikan kepercayaan
tersebut, bahkan sangat mahal sekali.
Indonesia.
40
Dengan keadaan ini maka Setiap bank yang
39
Ibid., hlm. 47.
40
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, “Lembaga Penjamin Simpanan”, http:\\www.google.com\Lembaga Penjamin Simpanan - Wikipedia Indonesia,
ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.htm, diakses tanggal 20 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya
memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat blanket guarantee. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden
Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik
dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas
sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
41
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai
pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004. LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin
LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bungabagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31
Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98 rekening simpanan.
G. Fungsi dan Tujuan Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah