Waktu dan Tempat Penelitian Kondisi Umum Daerah Penelitian

potensial untuk tanaman kelapa sawit evapotranspirasi potensial, ETp rata-rata adalah 4 mmhari atau 120 mmbulan sedangkan kebutuhan air potensial tanaman kelapa sawit ETp pada musim kemarau adalah 5-6 mmhari atau 150-180 mmbulan Siregar et al. 2006. Kebutuhan air potensial ETp dan aktual ETa tanaman kelapa sawit menurut umur di lapangan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 ETp dan ETa tanaman kelapa sawit pada berbagai umur Umur Tanaman tahun ETp mmhari musim kemarau ETp mmhari musim hujan ETa mmhari 1-3 4.3 3-7 5.5-6.5 3.0-4.5 3.3 7-15 6.0-7.0 15 7.0-8.0 Rerata 4-25 5 4 3-6 Sumber: Siregar et al. 2006 2.7 Teknik Konservasi Air dan Tanah Prinsip teknik konservasi air adalah pemanfaatan air yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien dengan mengatur waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir dan mampu menyediakan air pada waktu musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan air tanah dan meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi. Prinsip konservasi tanah tergantung pada pengendalian kelebihan air yang mengalir di atas permukaan tanah. Teknik konservasi tanah dilakukan dengan metode vegetatif dan mekanik Konservasi tanah secara vegetatif menggunakan vegetasi untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan sedangkan konservasi tanah secara mekanik menerapkan semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan, erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah Arsyad 2000. Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air hujan yang jatuh di permukaan lahan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Salah satu teknik konservasi air dan tanah yang umum diterapkan di perkebunan kelapa sawit adalah pembuatan rorak. Menurut Agus dan Ruitjer 2004, rorak adalah lubang kecil yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tersimpan untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam pori-pori tanah sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi. Rorak silt pit dapat dibuat dengan ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm, dengan panjang sekitar 4-5 meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar 10-15 meter sedangkan jarak horizontal berkisar antara 20 meter pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 meter pada lereng yang curam Arsyad 2000. Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi daya serap atau infiltrasi rendah dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek Agus dan Ruitjer 2004. III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah ASTRA Group afdeling Bravo dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2012. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB dari September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian payung “Manajemen Air Hujan” yang dilaksanakan oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk di Riau dan Kalimantan Tengah dengan luas areal 400 ha pada tahun 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sensor kadar air tanah, penakar hujan, kantong plastik, penggaris, cangkul, tali rafia, timbangan digital, patok kayu, baterai kering 9 volt, alat tulis, buku folio, digital multimeter, Microsoft Office 2007, dan 6 blok lahan perkebunan kelapa sawit. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Perlakuan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kadar air tanah pada 6 blok lahan kelapa sawit. Blok-blok tersebut terdiri atas 3 blok perlakuan dengan rorak dan 3 blok kontrol tanpa rorak. Blok perlakuan meliputi blok 7, 8, dan 18 sedangkan blok kontrol meliputi blok 6, 16, dan 17. Setiap blok ditanam perangkat sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah. Pengambilan data kadar air tanah untuk masing-masing blok dilakukan dengan selang waktu satu minggu.

3.3.2 Pengukuran Nilai Hambatan Sensor

Kadar Air Tanah Sensor kadar air tanah yang digunakan terbuat dari elektroda batang aluminium yang dirangkai pada sebuah pipa PVC sepanjang 2 meter. Nilai hambatan listrik sensor kadar air tanah diukur pada 11 titik kedalaman yaitu 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180, dan 200 cm dari permukaan tanah. Di setiap titik kedalaman, terdapat 4 buah kabel dengan warna yang berbeda dan tidak bersentuhan satu sama lain. Kombinasi 2 warna sensor kadar air tanah di setiap kedalaman menghasilkan 6 kali ulangan pengukuran Lampiran 1. Sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah dipasang sejajar dengan jarak setiap sensor 1 meter di antara rorak. Sebanyak 4 buah sensor dipasang di bagian atas rorak pertama, 17 buah sensor di antara rorak pertaman dan rorak kedua, dan 4 buah sensor dipasang setelah rorak kedua. Sensor pada blok kontrol dipasang sama seperti pada blok perlakuan namun tanpa rorak. a b Gambar 3 Skema sensor blok a perlakuan, b kontrol Pengukuran tahanan sensor kadar air tanah dilakukan dengan menggunakan perangkat elektronik kombinasi antara pengukur impedansi listrik, digital multimeter, dan baterai 9 volt. Pengukuran sensor setiap blok dilakukan satu kali dalam seminggu. Selang waktu pengukuran kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan tertera pada Lampiran 2.

3.3.3 Pengukuran Tinggi Air dalam Rorak

dan Curah Hujan Teknik konservasi air yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembuatan rorak dengan ukuran panjang 9 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1 m pada 3 blok perlakuan. Pembuatan rorak mengikuti kontur masing- masing blok perlakuan dan di bagian ujung rorak digali semacam saluran air kecil atau tali air Lampiran 1. Pembuatan tali air bertujuan untuk mengumpulkan air hujan yang jatuh pada lahan ke dalam rorak secara maksimal dan mengurangi aliran permukaan. Jarak pembuatan rorak adalah dua pokok tanaman kelapa sawit. Rorak digali di dekat tumpukan pelepah daun kelapa sawit agar tidak mengganggu jalur panen. Tanah dari penggalian rorak ditimbun di dekat rorak mengikuti kemiringan lahan. Hal ini dilakukan agar air yang tertampung dalam rorak dapat tertahan apabila volume air yang masuk dalam rorak melebihi kapasistas volume maksimum. Tinggi air dalam rorak diukur dengan menggunakan penggaris Lampiran 3. Curah hujan ditampung dengan menggunakan penakar hujan yang terbuat dari pipa paralon berdiameter 11 cm atau luas penampang 103 cm 2 . Penakar hujan berisi botol seberat 32 gram yang digunakan Gambar 4 Kombinasi sensor kadar air tanah Gambar 5 Teknik konservasi air sebagai media untuk menampung air hujan yang jatuh Lampiran 1. Pengambilan data curah hujan dilakukan setiap hari harian dengan menimbang berat air hujan yang tertampung dalam botol menggunakan timbangan digital pada masing-masing blok Lampiran 4.

3.3.4 Perhitungan Kadar Air Tanah

Kadar air tanah masing-masing kedalaman 10, 20, 40, 60,…, 200 cm blok perlakuan dan blok kontrol dalam persen volume dihitung dengan: Vol = 100 . W n -W V tanah …… 1 W n : berat tanah setelah evaporasi gr W : berat sensor dan sampel tanah setelah dikeringkan gr V tanah : volume tanah cm 3 Nilai-nilai yang diperoleh dari proses kalibrasi penelitian sebelumnya menghasilkan kurva kalibrasi yang menghubungkan antara kadar air tanah dan nilai impedansi tanah Lampiran 5. Persamaan-persamaan dari kurva kalibrasi tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik persamaan 1 yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam volume. 3.3.5 Perhitungan Evapotranspirasi Evapotranspirasi tanaman dihitung dengan pendekatan neraca air yang didasarkan pada masukan input dan keluaran output air pada lahan tanaman kelapa sawit untuk masing-masing perlakuan Persamaan 2. θ t = θt-1 + Pt - ETat + Rot ……….2 sehingga ETat + Rot = θt-1 - θt + Pt ………….3 Keterangan: ETat : evapotranspirasi aktual hari ke-t mm Rot : limpasan permukaan hari ke-t mm θ t : kadar air tanah hari ke-t mm θ t -1 : kadar air tanah hari ke-t-1 mm. Pt : curah hujan netto IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Lokasi perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah terletak di dekat garis ekuator dengan ketinggian antara 40-201 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis, lokasi penelitian berada di antara o 44’55.8”-0 o 49’06” LU dan 100 o 27’52.7”- 100 o 32’19” BT. Lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau. Gambar 7 Batas kecamatan Rambah Samo, kabupaten Rokan Hulu, Riau. sumber: google maps 2012 Lokasi penelitian merupakan wilayah dengan kondisi topografis miring. Kemiringan masing-masing blok penelitian blok kontrol dan blok perlakuan hasil analisis penelitian Dwiyandi 2011 cukup beragam Lampiran 6. Kondisi topografis ini mengakibatkan sebagian curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan menjadi limpasan permukaan run off. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Teknik konservasi air berupa pembuatan rorak perlu diterapkan untuk mengurangi aliran permukaan agar air hujan yang jatuh tidak langsung melimpas tetapi tertampung sementara di dalam rorak. Air yang tertampung dapat menjadi cadangan air permukaan water storage untuk memenuhi Gambar 6 Pengukuran curah hujan kebutuhan air tanaman pada saat tidak terjadi hujan dan musim kemarau. Curah hujan rata-rata dalam kurun waktu enam tahun terakhir yang diperoleh dari stasiun cuaca PT. Sawit Asahan Indah adalah 3042 mmtahun. Curah hujan tertinggi selama penelitian terjadi pada bulan Juli dan terendah terjadi pada bulan Agustus Gambar 8. Curah hujan bulanan minimum yang terukur selama penelitian lebih dari 60 mm. Oleh karena itu, bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus tidak termasuk dalam kategori bulan kering curah hujan bulanan 60 mm dan kebutuhan air tanaman sawit di lokasi penelitian dalam kurun waktu 4 bulan tersebut sudah tercukupi Lampiran 3. Gambar 8 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian Hasil analisis tekstur tanah pada blok kontrol dan blok perlakuan di lokasi penelitian Tabel 3 menunjukkan kemiripan tekstur tanah antara blok kontrol dan blok perlakuan. Tekstur tanah berpasir mendominasi blok kontrol dan blok perlakuan. Tekstur tanah blok kontrol dan blok perlakuan pada kedalaman 0-30 cm didominasi oleh tekstur lempung berpasir dan pada kedalaman 30-60 cm tekstur tanah didominasi oleh tekstur pasir berlempung. Secara umum, kandungan pasir pada blok kontrol dan blok perlakuan mengalami peningkatan setiap penambahan kedalaman tanah. Tekstur tanah debu dan liat pada lokasi penelitian mengalami penurunan setiap penambahan kedalam tanah. Tekstur tanah pasir berlempung memiliki tekstur yang kasar pori-pori tanah besar sehingga air yang tertampung ke dalam rorak lebih mudah meresap ke dalam tanah. 4.2 Hubungan Curah Hujan dengan Ketersediaan Air dalam Rorak Hujan merupakan sumber air yang paling utama untuk berbagai tanaman pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit. Sumber air lain misalnya air sungai praktis hanya untuk skala kecil saja seperti irigasi penyiraman pembibitan kelapa sawit Siregar 2006. Curah hujan mempengaruhi kemampuan rorak dalam menyimpan air. Hubungan antara curah hujan dan cadangan air yang tertampung di dalam rorak blok perlakuan saling berkaitan. Volume air dalam rorak akan bertambah apabila terjadi hujan dan volume air akan berkurang pada saat tidak terjadi hujan. Rorak tidak langsung mengalami kekeringan pada saat tidak ada hujan namun tinggi permukaan dan volume air akan berangsur-angsur menurun Gambar 9. Penurunan volume air dalam rorak dapar disebabkan oleh proses perkolasi, pergerakan air secara lateral, dan evapotranspirasi. Volume rorak blok perlakuan mencapai 0 m 3 pada saat tidak terjadi hujan selama beberapa minggu Lampiran 7. Blok 7, 8, dan 18 merupakan blok-blok yang diberi perlakuan teknik konservasi air rorak. Selama masa pengukuran pada ketiga blok tersebut, rorak blok 7 tidak pernah terisi air. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografis blok 7 yang lebih curam dibandingkan blok 8 dan 18. Kondisi lereng yang curam pada blok 7 menyebabkan erosi dan limpasan permukaan sangat mudah terjadi. Erosi dan limpasan permukaan yang terjadi mengakibatkan sedimentasi pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga air hujan yang turun tidak dapat masuk dan terkumpul ke dalam rorak. Tabel 3 Analisis tekstur tanah lokasi penelitian Blok perlakuan Batas Horison Tekstur Tanah Blok kontrol Batas Horison Tekstur Tanah Atas - bawah cm Pasir Debu Liat Atas - bawah cm Pasir Debu Liat 18 0-30 65 26 9 17 0-30 65 26 9 18 30-60 71 25 4 17 30-60 71 25 4 8 0-30 65 26 9 6 0-30 71 12 17 8 30-60 71 25 4 6 30-60 68 11 21 7 0-30 65 26 9 16 0-30 71 12 17 7 30-60 71 25 4 16 30-60 68 11 21 Sumber: PT Sawit Asahan Indah 2008 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Mei Juni Juli Agustus C u ra h H u ja n mm Gambar 9 Pengaruh curah hujan terhadap volume air di dalam rorak a blok 8 b blok 18 Hazriani 2009 menyatakan bahwa topografi merupakan salah satu unsur faktor lingkungan yang penting dalam menentukan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Unsur-unsur topografi yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman adalah ketinggian lahan di atas permukaan laut, relief, dan lereng. Kondisi lereng pada blok 7 menjadi salah satu faktor pembatas bagi tanaman kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan air. 4.3 Perubahan Kadar Air Tanah Menurut Saribun 2007, ketersediaan air tanah tergantung pada curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi, dan tinggi muka air tanah. Nilai kadar air tanah blok perlakuan blok 8 dan blok 18 lebih fluktuatif dibanding nilai kadar air tanah blok kontrol blok 16 dan blok 17 Gambar 10. Hal tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam rorak dan curah hujan. Kondisi rorak yang tidak terisi air menyebabkan perubahan nilai kadar air tanah blok 7 blok perlakuan tidak terlalu fluktuatif. Rorak yang tidak terisi air disebabkan oleh kondisi topografis blok 7 yang curam sehingga limpasan permukaan dan erosi cukup besar. Limpasan permukaan dan erosi tanah membawa deposit tanah pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga menyebabkan kapasitas rorak untuk menampung air berkurang. Volume rorak blok 8 dan blok 18 bagian atas dan bawah berbeda. Volume rorak atas blok 8 lebih besar dibandingkan volume rorak bawah dan volume rorak atas blok 18 lebih kecil dibandingkan volume rorak bawah. Volume rorak atas blok 8 lebih banyak terisi air disebabkan oleh daerah tangkapan air rorak atas lebih luas, tali air yang masih terawat, dan tidak adanya benteng penghalang 10 20 30 40 50 60 70 80 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 1 3 1 3 4 1 3 7 1 4 1 1 4 4 1 4 8 1 5 1 1 5 5 1 5 8 1 6 2 1 6 5 1 6 9 1 7 2 1 7 6 1 7 9 1 8 3 1 8 6 1 9 1 9 3 1 9 7 2 2 4 2 7 2 1 1 2 1 4 2 1 8 2 2 1 2 2 5 2 2 8 2 3 2 2 3 5 2 3 9 2 4 2 Cu ra h h u jan m m V o lu m e air d alam ro ra k m 3 Julian date 10 20 30 40 50 60 70 80 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 1 3 1 3 4 1 3 7 1 4 1 1 4 4 1 4 8 1 5 1 1 5 5 1 5 8 1 6 2 1 6 5 1 6 9 1 7 2 1 7 6 1 7 9 1 8 3 1 8 6 1 9 1 9 3 1 9 7 2 2 4 2 7 2 1 1 2 1 4 2 1 8 2 2 1 2 2 5 2 2 8 2 3 2 2 3 5 2 3 9 2 4 2 Cu ra h Hu jan m m V o lu m e air d alam ro ra k m 3 Julian date curah hujan rorak atas rorak bawah a b a b Gambar 10 Perubahan kadar air tanah pada kedalaman a 0-100 cm b 100-200 cm. [catatan: blok kontrol 16,17 dan blok perlakuan 7,8,18] atau gundukan tanah di sekitar rorak. Volume rorak blok 18 bagian atas lebih kecil disebabkan oleh gundukan tanah atau benteng penghalang dan tali air yang tidak terawat di sekitar rorak atas sehingga volume air rorak bawah lebih besar dibanding rorak atas. Secara keseluruhan nilai kadar air tanah blok perlakuan selalu lebih tinggi dibandingkan blok kontrol. Kadar air tanah blok perlakuan pada kedalaman 0-100 cm dan 100-200 cm lebih besar dibanding kadar air tanah blok kontrol. Dari dua kedalaman, 0-100 cm dan 100-200 cm, dapat dilihat dengan jelas bahwa kadar air tanah blok dengan rorak dan terisi air lebih besar dibanding blok tanpa rorak blok kontrol dan blok 7 yang tidak terisi oleh air. Kadar air tanah blok perlakuan dan blok kontrol lebih besar pada kedalaman 100-200 cm dibanding kedalaman 0-100 cm. Profil vertikal kadar air tanah volume terhadap kedalaman Gambar 11 menunjukkan bahwa blok dengan perlakuan rorak memiliki profil kadar air tanah semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman sedangkan blok tanpa perlakuan rorak memiliki profil kadar air tanah yang fluktuatif seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kadar air tanah blok perlakuan selalu lebih besar dibandingkan blok kontrol dimulai dari minggu pertama pengukuran sampai minggu terakhir pengukuran minggu ke-17 meskipun nilai kadar air tanah blok perlakuan mengalami penurunan pada kedalaman 140 cm. Nilai kadar air tanah blok perlakuan kembali mengalami peningkatan pada kedalaman 160-200 cm. Nilai kadar air tanah blok perlakuan dan blok kontrol dipengaruhi oleh volume air dalam rorak dan curah hujan di lokasi penelitian dari minggu awal pengukuran sampai minggu ke-17. Nilai kadar air tanah blok kontrol pada minggu awal pengukuran berkisar antara 7- 18, minggu pertengahan pengukuran 7- 20, dan minggu terakhir pengukuran 7- 22. Nilai kadar air tanah blok perlakuan berkisar antara 12-22 pada minggu awal pengukuran, 10-26 pada minggu pertengahan, dan 9-20 pada minggu terakhir pengukuran. Nilai kadar air tanah rata-rata blok kontrol dan blok perlakuan dari minggu awal sampai dengan terakhir pengukuran Gambar 11d menunjukkan bahwa nilai kadar air tanah blok perlakuan dari minggu awal sampai minggu terakhir pengukuran lebih besar dari blok kontrol. 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KAT vo l Minggu ke- Blok 7 Blok 8 Blok 16 Blok 17 Blok 18 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KAT vo l Minggu ke- Blok 7 Blok 8 Blok 16 Blok 17 Blok 18 a b c d Gambar 11 Profil vertikal rata-rata kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan setiap kedalaman a minggu awal pengukuran 10-13 Mei 2012, b minggu pertengahan pengukuran 2-8 Juli 2012, c minggu terakhir pengukuran 27 Agustus-1 September 2012, dan d rata-rata minggu awal sampai dengan akhir pengukuran 8 Mei-1 September 2012. Tekstur tanah lempung berpasir dengan kandungan pasir 70 memiliki kemampuan menahan air dan kandungan hara yang rendah sedangkan tekstur liat dengan kandungan liat 35 memiliki kemampuan menahan air dan hara yang tinggi. Menurut Enni et al. 2008, pola perubahan kadar air tanah tiap kedalaman menurut waktu mengikuti pola curah hujan dan fluks aliran air. Apabila terjadi hujan maka diikuti oleh kenaikan kadar air tanah pada hari berikutnya, dimana peningkatan kadar air tanah terjadi lebih dulu pada lapisan atas atas diikuti lapisan di bawahnya. Apabila tidak terjadi hujan, aliran air terjadi sebaliknya yaitu dari bawah ke atas fluks negatif melalui pori-pori mikro secara tak jenuh akibat proses evapotranspirasi. Kadar air tanah pada blok kontrol dan blok -200 -180 -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 5 10 15 20 25 30 Kedal am an c m Kadar Air Tanah vol -200 -180 -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 5 10 15 20 25 30 Kedal am an c m Kadar Air Tanah vol -200 -180 -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 5 10 15 20 25 30 Kedal am an c m Kadar Air Tanah vol -200 -180 -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 5 10 15 20 25 30 Kedal am an c m Kadar Air Tanah vol Blok Kontrol Blok Perlakuan a blok 6 [Kontrol] b blok 7 [Perlakuan] c blok 16 [Kontrol] d blok 8 [Perlakuan] e blok 17 [Kontrol] f blok 18 [Perlakuan] Gambar 12 Hubungan curah hujan dengan kadar air tanah a blok 6 b blok 17 c blok 7 d blok 8 e blok 18 perlakuan Gambar 12 mengalami peningkatan saat setelah terjadi hujan. Kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan mengalami penurunan saat intensitas hujan rendah dan tidak ada kejadian hujan.

4.4 Hubungan Curah Hujan dengan