potensial untuk tanaman kelapa sawit evapotranspirasi potensial, ETp rata-rata
adalah 4 mmhari atau 120 mmbulan sedangkan kebutuhan air potensial tanaman
kelapa sawit ETp pada musim kemarau adalah 5-6 mmhari atau 150-180 mmbulan
Siregar et al. 2006. Kebutuhan air potensial ETp dan aktual ETa tanaman kelapa sawit
menurut umur di lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 ETp dan ETa tanaman kelapa sawit
pada berbagai umur
Umur Tanaman
tahun ETp
mmhari musim
kemarau ETp
mmhari musim
hujan ETa
mmhari 1-3
4.3 3-7
5.5-6.5 3.0-4.5
3.3 7-15
6.0-7.0 15
7.0-8.0 Rerata
4-25 5
4 3-6
Sumber: Siregar et al. 2006 2.7
Teknik Konservasi Air dan Tanah
Prinsip teknik konservasi air adalah pemanfaatan air yang jatuh ke permukaan
tanah secara efisien dengan mengatur waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir dan
mampu menyediakan air pada waktu musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan
dengan
meningkatkan pemanfaatan
air permukaan dan air tanah dan meningkatkan
efisiensi pemakaian air irigasi. Prinsip konservasi
tanah tergantung
pada pengendalian kelebihan air yang mengalir di
atas permukaan tanah. Teknik konservasi tanah dilakukan dengan metode vegetatif dan
mekanik Konservasi tanah secara vegetatif menggunakan vegetasi untuk mengendalikan
erosi dan aliran permukaan sedangkan konservasi tanah secara mekanik menerapkan
semua
perlakuan fisik
mekanis dan
pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan, erosi, dan meningkatkan
kemampuan penggunaan tanah Arsyad 2000.
Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air hujan yang jatuh di permukaan
lahan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Salah satu teknik konservasi air dan tanah
yang umum diterapkan di perkebunan kelapa sawit adalah pembuatan rorak. Menurut Agus
dan Ruitjer 2004, rorak adalah lubang kecil yang digunakan untuk menampung sebagian
air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tersimpan untuk sementara
dan secara perlahan akan meresap ke dalam pori-pori tanah sehingga mengurangi aliran
permukaan dan erosi. Rorak silt pit dapat dibuat dengan
ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm, dengan panjang sekitar 4-5 meter. Panjang rorak
dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan
rorak lain berkisar 10-15 meter sedangkan jarak horizontal berkisar antara 20 meter pada
lereng yang landai dan agak miring sampai 10 meter pada lereng yang curam Arsyad
2000. Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi daya serap atau
infiltrasi rendah dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek Agus dan Ruitjer 2004.
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah
ASTRA Group afdeling Bravo dari bulan Mei
sampai dengan
Agustus 2012.
Pengolahan data dilakukan di laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, FMIPA IPB dari September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini
merupakan kelanjutan dari penelitian payung
“Manajemen Air Hujan” yang dilaksanakan oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk di Riau dan
Kalimantan Tengah dengan luas areal 400 ha pada tahun 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sensor kadar air tanah,
penakar hujan, kantong plastik, penggaris, cangkul, tali rafia, timbangan digital, patok
kayu, baterai kering 9 volt, alat tulis, buku folio, digital multimeter, Microsoft Office
2007, dan 6 blok lahan perkebunan kelapa sawit.
3.3
Metode Penelitian 3.3.1
Perlakuan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kadar air tanah pada 6 blok lahan kelapa
sawit. Blok-blok tersebut terdiri atas 3 blok perlakuan dengan rorak dan 3 blok kontrol
tanpa rorak. Blok perlakuan meliputi blok 7, 8, dan 18 sedangkan blok kontrol meliputi
blok 6, 16, dan 17. Setiap blok ditanam perangkat sensor kadar air tanah sebanyak 25
buah. Pengambilan data kadar air tanah untuk masing-masing blok dilakukan dengan selang
waktu satu minggu.
3.3.2 Pengukuran Nilai Hambatan Sensor
Kadar Air Tanah
Sensor kadar air tanah yang digunakan terbuat dari elektroda batang aluminium yang
dirangkai pada sebuah pipa PVC sepanjang 2 meter. Nilai hambatan listrik sensor kadar air
tanah diukur pada 11 titik kedalaman yaitu 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180,
dan 200 cm dari permukaan tanah. Di setiap titik kedalaman, terdapat 4 buah kabel dengan
warna yang berbeda dan tidak bersentuhan satu sama lain. Kombinasi 2 warna sensor
kadar air tanah di setiap kedalaman menghasilkan 6 kali ulangan pengukuran
Lampiran 1.
Sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah dipasang sejajar dengan jarak setiap sensor 1
meter di antara rorak. Sebanyak 4 buah sensor dipasang di bagian atas rorak pertama,
17 buah sensor di antara rorak pertaman dan rorak kedua, dan 4 buah sensor dipasang
setelah rorak kedua. Sensor pada blok kontrol dipasang sama seperti pada blok perlakuan
namun tanpa rorak.
a
b Gambar 3 Skema sensor blok a perlakuan,
b kontrol Pengukuran tahanan sensor kadar air
tanah dilakukan
dengan menggunakan
perangkat elektronik
kombinasi antara
pengukur impedansi
listrik, digital
multimeter, dan baterai 9 volt. Pengukuran sensor setiap blok dilakukan satu kali dalam
seminggu. Selang waktu pengukuran kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan tertera
pada Lampiran 2.
3.3.3 Pengukuran Tinggi Air dalam Rorak
dan Curah Hujan
Teknik konservasi air yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembuatan rorak
dengan ukuran panjang 9 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1 m pada 3 blok perlakuan.
Pembuatan rorak mengikuti kontur masing- masing blok perlakuan dan di bagian ujung
rorak digali semacam saluran air kecil atau tali air Lampiran 1. Pembuatan tali air
bertujuan untuk mengumpulkan air hujan yang jatuh pada lahan ke dalam rorak secara
maksimal dan mengurangi aliran permukaan.
Jarak pembuatan rorak adalah dua pokok tanaman kelapa sawit. Rorak digali di dekat
tumpukan pelepah daun kelapa sawit agar tidak mengganggu jalur panen. Tanah dari
penggalian rorak ditimbun di dekat rorak mengikuti
kemiringan lahan.
Hal ini
dilakukan agar air yang tertampung dalam rorak dapat tertahan apabila volume air yang
masuk dalam rorak melebihi kapasistas volume maksimum. Tinggi air dalam rorak
diukur dengan
menggunakan penggaris Lampiran 3.
Curah hujan
ditampung dengan
menggunakan penakar hujan yang terbuat dari pipa paralon berdiameter 11 cm atau luas
penampang 103 cm
2
. Penakar hujan berisi botol seberat 32 gram yang digunakan
Gambar 4 Kombinasi sensor kadar air tanah
Gambar 5 Teknik konservasi air
sebagai media untuk menampung air hujan yang jatuh Lampiran 1. Pengambilan data
curah hujan dilakukan setiap hari harian dengan menimbang berat air hujan yang
tertampung
dalam botol
menggunakan timbangan digital pada masing-masing blok
Lampiran 4.
3.3.4 Perhitungan Kadar Air Tanah
Kadar air
tanah masing-masing
kedalaman 10, 20, 40, 60,…, 200 cm blok perlakuan dan blok kontrol dalam persen
volume dihitung dengan: Vol = 100 . W
n
-W V
tanah
…… 1 W
n
: berat tanah setelah evaporasi gr W
: berat sensor dan sampel tanah setelah dikeringkan gr
V
tanah
: volume tanah cm
3
Nilai-nilai yang diperoleh dari proses kalibrasi
penelitian sebelumnya
menghasilkan kurva
kalibrasi yang
menghubungkan antara kadar air tanah dan nilai
impedansi tanah
Lampiran 5.
Persamaan-persamaan dari kurva kalibrasi tersebut
kemudian dikonversi
menjadi persamaan volumetrik persamaan 1 yang
digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam volume.
3.3.5
Perhitungan Evapotranspirasi
Evapotranspirasi tanaman
dihitung dengan
pendekatan neraca
air yang
didasarkan pada masukan input dan keluaran output air pada lahan tanaman
kelapa sawit untuk masing-masing perlakuan Persamaan 2.
θ t = θt-1 + Pt - ETat + Rot ……….2
sehingga ETat + Rot = θt-1 - θt + Pt ………….3
Keterangan: ETat : evapotranspirasi aktual hari ke-t
mm Rot : limpasan permukaan hari ke-t mm
θ t
: kadar air tanah hari ke-t mm θ
t -1 : kadar air tanah hari ke-t-1 mm. Pt
: curah hujan netto
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian
Lokasi perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah terletak di dekat garis
ekuator dengan ketinggian antara 40-201 meter di atas permukaan laut. Secara
astronomis, lokasi penelitian berada di antara
o
44’55.8”-0
o
49’06” LU dan 100
o
27’52.7”- 100
o
32’19” BT. Lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rambah Samo,
Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau.
Gambar 7 Batas kecamatan Rambah Samo, kabupaten Rokan Hulu, Riau.
sumber: google maps 2012 Lokasi penelitian merupakan wilayah
dengan kondisi
topografis miring.
Kemiringan masing-masing blok penelitian blok kontrol dan blok perlakuan hasil
analisis penelitian Dwiyandi 2011 cukup beragam Lampiran 6. Kondisi topografis ini
mengakibatkan sebagian curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan menjadi
limpasan permukaan run off. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah air yang terinfiltrasi ke
dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Teknik konservasi air berupa pembuatan
rorak perlu diterapkan untuk mengurangi aliran permukaan agar air hujan yang jatuh
tidak langsung melimpas tetapi tertampung sementara di dalam rorak. Air yang
tertampung dapat menjadi cadangan air permukaan water storage untuk memenuhi
Gambar 6 Pengukuran curah hujan
kebutuhan air tanaman pada saat tidak terjadi hujan dan musim kemarau.
Curah hujan rata-rata dalam kurun waktu enam tahun terakhir yang diperoleh dari
stasiun cuaca PT. Sawit Asahan Indah adalah 3042 mmtahun. Curah hujan tertinggi selama
penelitian terjadi pada bulan Juli dan terendah terjadi pada bulan Agustus Gambar
8. Curah hujan bulanan minimum yang terukur selama penelitian lebih dari 60 mm.
Oleh karena itu, bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus tidak termasuk dalam kategori bulan
kering curah hujan bulanan 60 mm dan kebutuhan air tanaman sawit di lokasi
penelitian dalam kurun waktu 4 bulan tersebut sudah tercukupi Lampiran 3.
Gambar 8 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian
Hasil analisis tekstur tanah pada blok kontrol dan blok perlakuan di lokasi
penelitian Tabel 3 menunjukkan kemiripan tekstur tanah antara blok kontrol dan blok
perlakuan. Tekstur
tanah berpasir
mendominasi blok
kontrol dan
blok perlakuan. Tekstur tanah blok kontrol dan
blok perlakuan pada kedalaman 0-30 cm didominasi oleh tekstur lempung berpasir dan
pada kedalaman 30-60 cm tekstur tanah didominasi oleh tekstur pasir berlempung.
Secara umum, kandungan pasir pada blok kontrol dan blok perlakuan mengalami
peningkatan setiap penambahan kedalaman tanah. Tekstur tanah debu dan liat pada lokasi
penelitian
mengalami penurunan
setiap penambahan kedalam tanah. Tekstur tanah
pasir berlempung memiliki tekstur yang kasar pori-pori tanah besar sehingga air yang
tertampung ke dalam rorak lebih mudah meresap ke dalam tanah.
4.2
Hubungan Curah Hujan dengan Ketersediaan Air dalam Rorak
Hujan merupakan sumber air yang paling utama untuk berbagai tanaman pertanian
termasuk perkebunan kelapa sawit. Sumber air lain misalnya air sungai praktis hanya
untuk skala kecil saja seperti irigasi penyiraman
pembibitan kelapa
sawit Siregar 2006. Curah hujan mempengaruhi
kemampuan rorak dalam menyimpan air. Hubungan antara curah hujan dan cadangan
air yang tertampung di dalam rorak blok perlakuan saling berkaitan. Volume air dalam
rorak akan bertambah apabila terjadi hujan dan volume air akan berkurang pada saat
tidak terjadi hujan. Rorak tidak langsung mengalami kekeringan pada saat tidak ada
hujan namun tinggi permukaan dan volume air akan berangsur-angsur menurun Gambar
9. Penurunan volume air dalam rorak dapar disebabkan oleh proses perkolasi, pergerakan
air secara lateral, dan evapotranspirasi. Volume rorak blok perlakuan mencapai 0 m
3
pada saat tidak terjadi hujan selama beberapa minggu Lampiran 7.
Blok 7, 8, dan 18 merupakan blok-blok yang diberi perlakuan teknik konservasi air
rorak. Selama masa pengukuran pada ketiga blok tersebut, rorak blok 7 tidak pernah terisi
air. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografis blok 7 yang lebih curam
dibandingkan blok 8 dan 18. Kondisi lereng yang curam pada blok 7 menyebabkan erosi
dan limpasan permukaan sangat mudah terjadi. Erosi dan limpasan permukaan yang
terjadi mengakibatkan sedimentasi pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga air hujan
yang turun tidak dapat masuk dan terkumpul ke dalam rorak.
Tabel 3 Analisis tekstur tanah lokasi penelitian Blok
perlakuan Batas Horison
Tekstur Tanah Blok
kontrol Batas Horison
Tekstur Tanah Atas - bawah
cm Pasir
Debu Liat
Atas - bawah cm
Pasir Debu
Liat 18
0-30 65
26 9
17 0-30
65 26
9 18
30-60 71
25 4
17 30-60
71 25
4 8
0-30 65
26 9
6 0-30
71 12
17 8
30-60 71
25 4
6 30-60
68 11
21 7
0-30 65
26 9
16 0-30
71 12
17 7
30-60 71
25 4
16 30-60
68 11
21 Sumber: PT Sawit Asahan Indah 2008
20 40
60 80
100 120
140 160
180
Mei Juni
Juli Agustus
C u
ra h
H u
ja n
mm
Gambar 9 Pengaruh curah hujan terhadap volume air di dalam rorak a blok 8 b blok 18 Hazriani 2009 menyatakan bahwa
topografi merupakan salah satu unsur faktor lingkungan yang penting dalam menentukan
efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Unsur-unsur topografi yang mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman adalah ketinggian lahan di atas
permukaan laut, relief, dan lereng. Kondisi lereng pada blok 7 menjadi salah satu faktor
pembatas bagi tanaman kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan air.
4.3
Perubahan Kadar Air Tanah
Menurut Saribun 2007, ketersediaan air tanah tergantung pada curah hujan atau air
irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi, dan tinggi muka air tanah.
Nilai kadar air tanah blok perlakuan blok 8 dan blok 18 lebih fluktuatif dibanding nilai
kadar air tanah blok kontrol blok 16 dan blok 17 Gambar 10. Hal tersebut
dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam rorak dan curah hujan. Kondisi rorak yang tidak
terisi air menyebabkan perubahan nilai kadar air tanah blok 7 blok perlakuan tidak terlalu
fluktuatif. Rorak yang tidak terisi air disebabkan oleh kondisi topografis blok 7
yang curam sehingga limpasan permukaan dan erosi cukup besar. Limpasan permukaan
dan erosi tanah membawa deposit tanah pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga
menyebabkan
kapasitas rorak
untuk menampung air berkurang. Volume rorak
blok 8 dan blok 18 bagian atas dan bawah berbeda. Volume rorak atas blok 8 lebih
besar dibandingkan volume rorak bawah dan volume rorak atas blok 18 lebih kecil
dibandingkan volume rorak bawah. Volume rorak atas blok 8 lebih banyak terisi air
disebabkan oleh daerah tangkapan air rorak atas lebih luas, tali air yang masih terawat,
dan tidak adanya benteng penghalang
10 20
30 40
50 60
70 80
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
1 3
1 3
4 1
3 7
1 4
1 1
4 4
1 4
8 1
5 1
1 5
5 1
5 8
1 6
2 1
6 5
1 6
9 1
7 2
1 7
6 1
7 9
1 8
3 1
8 6
1 9
1 9
3 1
9 7
2 2
4 2
7 2
1 1
2 1
4 2
1 8
2 2
1 2
2 5
2 2
8 2
3 2
2 3
5 2
3 9
2 4
2
Cu ra
h h
u jan
m m
V o
lu m
e air
d alam
ro ra
k m
3
Julian date
10 20
30 40
50 60
70 80
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
1 3
1 3
4 1
3 7
1 4
1 1
4 4
1 4
8 1
5 1
1 5
5 1
5 8
1 6
2 1
6 5
1 6
9 1
7 2
1 7
6 1
7 9
1 8
3 1
8 6
1 9
1 9
3 1
9 7
2 2
4 2
7 2
1 1
2 1
4 2
1 8
2 2
1 2
2 5
2 2
8 2
3 2
2 3
5 2
3 9
2 4
2
Cu ra
h Hu
jan m
m
V o
lu m
e air
d alam
ro ra
k m
3
Julian date
curah hujan rorak atas
rorak bawah
a
b
a
b Gambar 10 Perubahan kadar air tanah pada kedalaman a 0-100 cm b 100-200 cm. [catatan:
blok kontrol 16,17 dan blok perlakuan 7,8,18] atau gundukan tanah di sekitar rorak. Volume
rorak blok 18 bagian atas lebih kecil disebabkan oleh gundukan tanah atau benteng
penghalang dan tali air yang tidak terawat di sekitar rorak atas sehingga volume air rorak
bawah lebih besar dibanding rorak atas.
Secara keseluruhan nilai kadar air tanah blok
perlakuan selalu
lebih tinggi
dibandingkan blok kontrol. Kadar air tanah blok perlakuan pada kedalaman 0-100 cm
dan 100-200 cm lebih besar dibanding kadar air tanah blok kontrol. Dari dua kedalaman,
0-100 cm dan 100-200 cm, dapat dilihat dengan jelas bahwa kadar air tanah blok
dengan rorak dan terisi air lebih besar dibanding blok tanpa rorak blok kontrol dan
blok 7 yang tidak terisi oleh air. Kadar air tanah blok perlakuan dan blok kontrol lebih
besar pada kedalaman 100-200 cm dibanding kedalaman 0-100 cm.
Profil vertikal kadar air tanah volume terhadap
kedalaman Gambar
11 menunjukkan bahwa blok dengan perlakuan
rorak memiliki profil kadar air tanah semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman
sedangkan blok tanpa perlakuan rorak memiliki profil kadar air tanah yang
fluktuatif
seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kadar air tanah blok perlakuan
selalu lebih besar dibandingkan blok kontrol dimulai dari minggu pertama pengukuran
sampai minggu terakhir pengukuran minggu ke-17 meskipun nilai kadar air tanah blok
perlakuan
mengalami penurunan
pada kedalaman 140 cm. Nilai kadar air tanah blok
perlakuan kembali mengalami peningkatan pada kedalaman 160-200 cm. Nilai kadar air
tanah blok perlakuan dan blok kontrol dipengaruhi oleh volume air dalam rorak dan
curah hujan di lokasi penelitian dari minggu awal pengukuran sampai minggu ke-17.
Nilai kadar air tanah blok kontrol pada minggu awal pengukuran berkisar antara 7-
18, minggu pertengahan pengukuran 7- 20, dan minggu terakhir pengukuran 7-
22. Nilai kadar air tanah blok perlakuan berkisar antara 12-22 pada minggu awal
pengukuran,
10-26 pada
minggu pertengahan, dan 9-20 pada minggu
terakhir pengukuran. Nilai kadar air tanah rata-rata blok kontrol dan blok perlakuan dari
minggu awal
sampai dengan
terakhir pengukuran Gambar 11d menunjukkan
bahwa nilai kadar air tanah blok perlakuan dari minggu awal sampai minggu terakhir
pengukuran lebih besar dari blok kontrol.
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17
KAT vo
l
Minggu ke-
Blok 7 Blok 8
Blok 16 Blok 17
Blok 18
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17
KAT vo
l
Minggu ke-
Blok 7 Blok 8
Blok 16 Blok 17
Blok 18
a b
c
d Gambar 11 Profil vertikal rata-rata kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan setiap kedalaman a
minggu awal pengukuran 10-13 Mei 2012, b minggu pertengahan pengukuran 2-8 Juli 2012, c minggu terakhir pengukuran 27 Agustus-1 September 2012, dan d
rata-rata minggu awal sampai dengan akhir pengukuran 8 Mei-1 September 2012.
Tekstur tanah lempung berpasir dengan kandungan pasir 70 memiliki kemampuan
menahan air dan kandungan hara yang rendah sedangkan tekstur liat dengan kandungan liat
35 memiliki kemampuan menahan air dan hara yang tinggi. Menurut Enni et al. 2008,
pola perubahan kadar air tanah tiap kedalaman menurut waktu mengikuti pola
curah hujan dan fluks aliran air. Apabila terjadi hujan maka diikuti oleh kenaikan
kadar air tanah pada hari berikutnya, dimana peningkatan kadar air tanah terjadi lebih dulu
pada lapisan atas atas diikuti lapisan di bawahnya. Apabila tidak terjadi hujan, aliran
air terjadi sebaliknya yaitu dari bawah ke atas fluks negatif melalui pori-pori mikro secara
tak jenuh akibat proses evapotranspirasi. Kadar air tanah pada blok kontrol dan blok
-200 -180
-160 -140
-120 -100
-80 -60
-40 -20
5 10
15 20
25 30
Kedal am
an c
m Kadar Air Tanah vol
-200 -180
-160 -140
-120 -100
-80 -60
-40 -20
5 10
15 20
25 30
Kedal am
an c
m Kadar Air Tanah vol
-200 -180
-160 -140
-120 -100
-80 -60
-40 -20
5 10
15 20
25 30
Kedal am
an c
m Kadar Air Tanah vol
-200 -180
-160 -140
-120 -100
-80 -60
-40 -20
5 10
15 20
25 30
Kedal am
an c
m Kadar Air Tanah vol
Blok Kontrol Blok Perlakuan
a blok 6 [Kontrol] b blok 7 [Perlakuan]
c blok 16 [Kontrol] d blok 8 [Perlakuan]
e blok 17 [Kontrol] f blok 18 [Perlakuan]
Gambar 12 Hubungan curah hujan dengan kadar air tanah a blok 6 b blok 17 c blok 7 d blok 8 e blok 18
perlakuan Gambar
12 mengalami
peningkatan saat setelah terjadi hujan. Kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan
mengalami penurunan saat intensitas hujan rendah dan tidak ada kejadian hujan.
4.4 Hubungan Curah Hujan dengan