II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Program Rehabilitasi
Taman Nasional Meru Betiri TNMB merupakan salah satu taman nasional yang memiliki Zona Rehabilitasi. Menurut Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 185KptsDJ-V1999 tanggal 13 Desember 1999, menyatakan bahwa luas Zona Rehabilitasi adalah 4.023 Ha.
Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas
hayati dan ekosistem yang mengalami kerusakan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.56Menhut-II2006.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tantang Kehutanan pada pasal 40, rehabilitasi lahan dan hutan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan,
dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Pasal
41 undang-undang tersebut menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan antara lain reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan
teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik pada lahan kritis dan tidak produktif.
Penyelenggaraan rehabilitasi
hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya
melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.
Kegiatan rehabilitasi di kawasan taman nasional mengacu pada prinsip aspek kelestarian ekosistem dan aspek sosial ekonomi Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 8205Kpts-II2002 tentang Pedoman Rehabilitasi di Kawasan Taman Nasional. Pelestarian keanekaragaman jenis menuntut adanya keragaman
jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi Kawasan Taman Nasional. Pembinaan
dan peningkatan kualitas habitat mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara
lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Taman Nasional harus
diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi habitat jenis-jenis flora dan fauna seperti keadaan semula.
Aspek sosial ekonomi melibatkan keikutsertaan para pihak terkait. Setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas standar, prosedur, dan hasilnya serta jelas
pula tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi Kawasan Taman Nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan
pertanggungjawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat peserta kegiatan maupun
perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait. Aspek sosial ekonomi juga menghindarkan atau menekan sekecil mungkin segala bentuk
penyimpangan yang menyebabkan pelaksanaan rehabilitasi tidak efisien. Pihak pengelola TNMB membuat suatu kesepakatan dengan masyarakat
yang berperan serta dalam kegiatan rehabilitasi Purwaningsih 2006, antara lain: o Masyarakat diharuskan menanam tanaman pokok berupa tanaman asli
endemik yang bermanfaat obat atau bermanfaat lainnya dari kawasan TNMB yang disediakan oleh pihak Balai TNMB dan secara swadaya.
o Masyarakat dapat memanfaatkan lahan diantara tanaman pokok di zona rehabilitasi kawasan TNMB untuk menanam tumpangsari.
o Hasil tanaman pokok berupa buah menjadi hak petani penggarap, sedangkan pohonnya tidak boleh ditebang dan merupakan aset TNMB.
o Masyarakat wajib membantu pengawasan kawasan TNMB yang dilakukan oleh petugas Polhut Balai TNMB.
Jenis asli adalah jenis pohon yang sudah ada dan berkembang di kawasan tersebut sebelumnya. Bibit merupakan suatu tanaman muda yang ditimbulkan dari
benih atau berasal dari anakan tanaman asli, cabutan atau berasal dari stek. Batasan tersebut menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 8205Kpts-
II2002 tentang Pedoman Rehabilitasi di Kawasan Taman Nasional. Jenis tanaman hutan eksotik Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P-
66Menhut-II2008 tentang Kriteria dan Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Perbenihan Tanaman Hutan adalah jenis tanaman yang berasal dari luar.
Tanaman eksotik itu mudah diperoleh dan merupakan hasil swadaya masyarakat sehingga dalam pemilihan jenis tanaman diutamakan yang cepat berbuah, mudah
ditanam tanpa memperhatikan asal bibit, di samping juga kurangnya pengawasan dari pihak taman nasional.
Selain tanaman pokok, di lahan rehabilitasi juga ditanami dengan tanaman tumpangsari. Perlu kombinasi yang tepat berdasarkan musim tanaman
berproduksi. Ini dilakukan agar jam kerja masyarakat tercurah pada tanaman yang ada di lahan rehabilitasi.
Sebagian kecil masyarakat yang menjadi responden pada penelitian Purwaningsih 2006 merasa kurang puas dan ragu-ragu dengan hasil yang
diperolah karena hasil yang diperoleh akan semakin berkurang apabila tanaman pokok semakin besar karena dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
holtikultura. Ditambah lagi dengan jarak tanam tanaman pokok yang cukup berdekatan mengakibatkan kekhawatiran itu bisa saja terjadi. Pengelola TNMB
mengorientasikan pada nilai ekologi sedangkan masyarakat menitikberatkan pada nilai ekonomi. Jarak tanam yang berdekatan misalnya pada kedawung yang
membutuhkan ruang luas dan terbuka dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok terganggu, dan ini bisa saja mempengaruhi hasil
dari tanaman pokok. Apabila hasil tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dikhawatirkan masyarakat akan masuk ke hutan untuk mengambil hasil hutan
sebagai pengganti hasil tanaman di lahan rehabilitasi.
B. Potensi Keanekaragaman Jenis Manfaat Tumbuhan Hutan di TNMB