Suhu Permukaan Laut SPL

Selain faktor utama klorofil-a, faktor yang lainya mempengaruhi proses fotosintesis dan tentu saja produktivitas primernya adalah keberadaan cahaya dan nutrien. Kedua faktor ini menentukan distribusi spasial maupun temporal fitoplankton. Faktor-faktor ini harus berada pada tempat dan yang waktu secara bersamaan. Nutrien yang tinggi yang menempati lapisan dimana cahaya tidak dapat menembus zona afotik lagi, tidak bermanfaat bagi proses fotosintesis. Sebaliknya pada lapisan permukaan dimana intensitas cahaya berlimpah, fotosintesis tidak dapat berjalan sempurna tanpa adanya nutrien. Oleh karena itu mekanisme alami telah mempertemukan kedua faktor itu antara lain melalui proses upwelling Sunarto, 2008.

2.3. Suhu Permukaan Laut SPL

Zona suhu permukaan laut tertinggi thermal equator letaknya tidak tepat berhimpitan dengan khatulistiwa bumi, melainkan ke arah utara. Nilai SPL di belahan bumi bagian Selatan pada umumnya lebih rendah dari pada SPL yang berada di belahan bumi bagian Utara. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari benua Antartika yang dingin pada Kutub Selatan Bumi. Selain itu apabila dilihat dari keadaan masing-masing samudera, pada umumnya akan diperoleh bahwa SPL di bumi bagian barat akan lebih tinggi daripada bagian timurnya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh arus-arus lautan yang membawa bahang dari daerah khatulistiwa menuju ke arah kutub bumi Ilahude, 1999. Menurut Ilahude 1999 berdasarkan lapisan kedalaman, penyebaran suhu di lapisan bawah paras laut subsurface layer menunjukkan bahwa adanya pelapisan yang terdiri atas: a Lapisan homogen Pada daerah tropis, pengadukan ini dapat mencapai kedalaman 50-100 m dengan suhu berkisar 26-30°C dan gradien tidak lebih dari 0,03°C m. Lapisan ini sangat dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Pada musim timur, lapisan ini dapat mencapai 30-40 m dan bertambah dalam pada saat musim barat, yaitu mencapai 70-90 m sehingga mempengaruhi sirkulasi vertikal dari perairan. b Lapisan termoklin Lapisan termoklin dapat dibagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan termoklin atas main thermocline dan termoklin bawah secondary thermocline. Suhu pada lapisan termoklin atas lebih cepat menurun dibandingkan dengan lapisan termoklin bawah, yaitu 27°C pada 100 m menjadi 8°C pada kedalaman 300 m atau rata-rata penurunan suhu dapat mencapai 9,5°C 100 m, sedangkan pada termoklin bawah suhu masih terus turun dari 8°C pada 300 m menjadi 4°C pada kedalaman 600 m atau rata-rata penurunan mencapai 1,3°C 100 m. c Lapisan dalam Pada lapisan ini suhu turun menjadi sangat lambat dengan gradien suhu hanya mencapai 0,05°C 100 m, lapisan ini dapat mencapai kedalaman 2500 m. Pada daerah tropis kisaran suhu di lapisan ini antara 2-4°C. d Lapisan dasar Di lapisan ini suhu biasanya tak berubah lagi hingga ke dasar perairan. Pada samudera-samudera lepas berarti dari kejelukan 3000 m sampai 5000 m. Perairan Indonesia memiliki suhu permukaan laut berkisar 28°C sampai dengan 31°C, sedangkan di daerah terjadinya upwelling bisa turun hingga 25°C Nontji, 2005. 2.4. Upwelling Naikan massa air upwelling adalah istilah yang digunakan untuk peristiwa timbulnya massa air dari lapisan bawah ke lapisan atas, bahkan ada yang sampai ke lapisan paras surface layer. Massa air yang naik ini berasal dari lapisan 100 m - 200 m atau lebih, biasanya mempunyai suhu yang rendah dan zat- zat hara yang tinggi. Itulah sebabnya daerah-daerah naikan massa air ini umumnya merupakan perairan yang subur. Upwelling juga mampu meningkatkan produktivitas biologi di lautan dan di sepanjang garis pantai. Beberapa daerah perikanan terbesar di dunia sangat tergantung pada kejadian upwelling musiman Conway, 1997; Thurman and Trujillo, 2004; Nontji, 2005. Upwelling di Selat Makassar bagian selatan terjadi sekitar bulan Juli sampai September dan berkaitan erat dengan sistem arus. Pada musim timur, massa air dari Selat Makassar bertemu dengan massa air dari Laut Flores di daerah ini, keduanya kemudian bergabung dan mengalir ke barat menuju Laut Jawa. Dalam kondisi ini dimungkinkan massa air permukaan di dekat pantai Ujung Pandang secara cepat terseret oleh aliran tersebut, dan untuk menggantikannya massa air dari lapisan bawah naik ke atas. Upwelling di daerah ini berskala lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di Laut Banda. Kecepatan naiknya massa air dalam kurang lebih sama sekitar 0,0005 cmdetik, dan daerahnya cukup terbatas hingga volume air yang naik hanya sekitar 0,2 juta m 3 detik. Perubahan suhu permukaan pada lokasi upwelling ini, tidak sejelas perubahan salinitas dan kandungan hara Nontji, 2005. Menurut Conway 1997 upwelling berlangsung selama berbulan-bulan, namun upwelling tidak selalu terjadi pada seluruh musim. Pada bagian selatan Selat Makassar terjadi fluktuasi Tinggi Paras Laut TPL dengan periode tahunan, selain periode 2, 3, dan 4 bulanan. Anomali TPL rendah tersebut terjadi bersamaan dengan bagian tengah Selat Makassar. Fluktuasi tahunan diperkirakan berkaitan dengan anomali TPL yang terjadi pada musim timur meskipun pada bulan lain juga terjadi anomali TPL rendah saat arus permukaan di Laut Flores bergerak ke barat sehingga massa air tersedot Purba dan Atmadipoera, 2005. Menurut Sunarto 2008 upwelling biasanya mengakibatkan konsentrasi nutrien nitrit, fospat, dan silikat lebih tinggi dibandingkan air permukaan yang nutriennya telah berkurang oleh pertumbuhan fitoplankton. Wilayah upwelling biasanya memiliki produkktivitas biologi yang tinggi. Terdapat tiga proses yang dapat menyebabkan terjadinya upwelling. Pertama, ketika air bergerak menjauh dari garis pantai oleh pergerakkan angin sehingga terjadi kekosongan yang kemudian diisi upwelling. Kedua, ketika arus dalam bertemu dengan rintangan mid ocean ridge maka akan dibelokan ke atas dan memencar keluar permukaan air. Ketiga, terdapat tikungan yang tajam di garis pantai yang mengakibatkan arus bergerak menjauhi pantai, sehingga terjadi kekosongan massa air di dekat pantai yang kemudian massa air dalam akan naik mengisi kekosongan tersebut Gambar 1; Thurman and Trujillo, 2004 . Upwelling pesisir adalah tipe upwelling yang paling umum diamati. Hal ini disebabkan oleh gesekan angin kekuatan angin mendorong di permukaan air dalam kombinasi dengan efek rotasi bumi efek Coriolis. Kedua kekuatan menghasilkan transportasi air permukaan di arah lepas pantai. Penyimpangan air permukaan jauh bentuk pantai menyebabkan air permukaan lebih dingin daripada air bawah permukaan. Kekuatan upwelling tergantung pada karakteristik seperti kecepatan angin, durasi, fetch, dan arah. Arah angin sangat penting dalam menentukan apakah upwelling pesisir akan terjadi Conway, 1997 Gambar 1. Mekanisme terjadinya upwelling : a offshore wind b suatu pegunungan bawah air; c tikungan tajam garis pantai Thurman and Trujillo, 2004 . Menurut Wyrtki 1961 Upwelling dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Jenis tetap stationary type, yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya dapat berubah-ubah. Tipe ini terjadi merupakan tipe upwelling yang terjadi di lepas pantai Peru. 2. Jenis berkala periodic type yang terjadi hanya selama satu musim saja. Selama air naik, massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik, dan massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai permukaan, seperti yang terjadi di Selatan Jawa. 3. Jenis silih berganti alternating type yang terjadi secara bergantian dengan penenggelaman massa air sinking. Dalam satu musim, air yang ringan di lapisan permukaan bergerak keluar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat di lapisan bawah bergerak ke atas kemudian tenggelam, seperti yang terjadi di laut Banda dan Arafura.

2.5. Penginderaan Jauh Satelit