SPOT-5 Citra Satelit Sumberdaya Alam

7 rata-rata muka laut titik acu benchmark di darat akibat pertambahan volume air laut. Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun menerus. Perubahan secara periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut, sedangkan kenaikan air laut yang menerus adalah seperti yang teridentifikasi oleh pemanasan global. Fenomena naiknya muka laut yang direprsentasikan dengan SLR sea level rise dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian thermal thermal expansion sehingga volume air laut bertambah. Selain itu, mencairnya es di kutub dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka laut. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan sea level rise di estimasi dari pengukuran dari stasiun pasang surut Nurmaulia, et all, 2006. Dampak yang terjadi secara permanen antara lain perubahan kondisi ekosistem pantai, meningkatnya erosi, makin cepatnya kerusakan yang terjadi bergantung pada tingkat dan jenis pemanfaatan kawasan tepi pantai. Menurut IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change, memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15-90 cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm. Apabila perkiraan IPCC tentang kenaikan muka laut terjadi, maka diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini pula yang akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia Mimura, 2000. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan mayoritas populasinya terbesar di sekitar wilayah pesisir. Dampak negatif yang dapat dirasakan langsung dari fenomena kenaikan muka laut diantaranya erosi garis pantai, penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Meskipun demikian sampai saat ini karakteristik serta perilaku dari fenomena naiknya muka laut di wilayah region perairan Indonesia belum dipahami secara baik dan komprehensif. Jadi, perilaku kedudukan muka laut baik variasi temporal maupun spasialnya di wilayah Indonesia merupakan salah satu informasi penting yang diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah secara berkelanjutan.

2.5 Citra Satelit Sumberdaya Alam

2.5.1 SPOT-5

Satelit SPOT-5 Systeme Pour I’Observation de la Terre-5 merupakan kelanjutan dari program seri satelit remote sensing Prahasta, 2008. Satelit komersial ini merupakan kerjasama antara Perancis, Swedia, dan Belgia dibawah koordinasi Centre National d’Etudes Spatial CNES. Satelit pengamatan bumi SPOT-5 diluncurkan dari pusat luar angkasa The Guiana, Kourou, Guyana, Perancis. Satelit pengamatan SPOT-5 memiliki banyak kelebihan dibandingkan satelit SPOT pendahulunya. Kemampuan kualitas citra yang lebih tinggi sehingga menjamin keefektifan solusi penambahan harga citra yaitu dengan peningkatan resolusi sebesar 2,5 –5 meter untuk pankromatik serta 10 meter untuk multispektral, satelit SPOT-5 memberikan keseimbangan ideal antara resolusi yang tinggi dan luas area cakupan. Satelit SPOT-5 dilengkapi dengan beberapa sensor, diantaranya sensor High Resolution Geometric HRG, sensor High Resolution Streosopic HRS yang memiliki kemampuan untuk produksi digital terrain model DEM, dan sensor vegetasi Prahasta, 2008. Karakteristik dari citra satelit SPOT- 5, serta sensornya dijelaskan pada Tabel 3. Pada penelitian ini digunakan sensor HRG High Resolution Geometric. Dua sensor HRG merupakan instrumen yang berasal dari HRVIR SPOT 4 yang mampu menghasilkan data pada empat tingkat resolusi yang sama. Sensor dengan resolusi sebesar 2,5 meter yang menghasilkan konsep sampling yang unik disebut Supermode. Supermode menggunakan teknik pemrosesan yang canggih untuk menghasilkan gambar 2,5 meter dari dua gambar 5 meter dimana kedua gambar ini diperoleh secara bersamaan. Satelit SPOT-5 disajikan pada Gambar 4. 8 Gambar 4 Satelit SPOT CNES, 1999 Pengolahan citra satelit SPOT pada penelitian ini dengan sensor HRG, yaitu hanya pada band 1 hijau , band 2 merah, dan band 3 near infrared karena ketiga band tersebut memiliki resolusi yang sama yaitu 10 meter. 2.5.2 ALOS Satelit ALOS Advanced Land Observing Satellite diluncukan oleh Japan Aerospace Exploration Agency JAXA, memiliki lebar 3,5 meter, panjang 4,5 meter dan tinggi 6,5 meter dengan Solar Battery Paddle memiliki lebar 22 meter x 3 meter yang merupakan satelit pengamatan bumi terbesar yang pernah dibangun Jepang Restec, 2008. Alos merupakan satelit yang diutamakan untuk pengamatan daratan, observasi wilayah, pemantauan bencana alam, dan survei sumber daya alam. Satelit ALOS diprogramkan untuk meneruskan dan meningkatkan fungsi satelit JERS-1 Japanese Earth Resources Satellite-1 dan satelit ADEOS Advanced Earth Observing Satellite. ALOS mempunyai tiga instrumen penginderaan jauh, yaitu Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping PRSIM untuk pemetaan elevasi digital yang memiliki resolusi spasial 2,5 meter, Advance Visible and Near Infrared Radiometer type 2 AVNIR-2 untuk observasi penutupan lahan secara tepat yang memiliki resolusi spasial 10 meter, dan Phased Array type L-band Synthetic Apertur Radar PALSAR untuk observasi permukaan bumi dan cuaca pada siang dan malam hari yang terdiri dari high resolution dan ScanSAR yang masing-masing memiliki resolusi spasial 10 meter dan 100 meter JAXA, 2007. Karakteristik citra ALOS, serta sensornya dijelaskan pada Tabel 3. Pada penelitian ini digunakan citra satelit ALOS sensor AVNIR-2. AVNIR-2 adalah suatu sensor yang dirancang untuk meneruskan sensor VNIROPS pada satelit JERS-1 adalah satelit Jepang untuk pengamatan daratan. AVNIRADEOS adalah sensor optik dengan 4 kanal spectral, mempunyai resolusi spasial 10 m untuk pengamatan daratan dan zona-zona garis pantai. Sensor AVNIR-2 merupakan peningkatan dari sensor AVNIRADEOS. Satelit ALOS disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Satelit ALOS JAXA, 2007 Pengolahan citra satelit ALOS pada sensor AVNIR-2 dari band 2, band 3, dan band 4. Pada kedua citra, digunakan band yang memiliki domain spektral sama yaitu band hijau, band merah, band NIR. Nilai spektral masing-masing band pada kedua citra memiliki nilai yang hampir sama, yaitu di dominasi oleh warna merah yang dihasilkan dari pantulan vegatasi yang mendominasi penutupan lahan daerah penelitian. 9 Tabel 3 Karakteristik citra satelit SPOT-5 dan ALOS Sumber : Prahasta, 2008 ; JAXA, 2007 Keterangan : Sensor citra satelit yang digunakan dalam penelitian

2.6 Digital Elevation Models