17 Bapak Choril ini sudah umur 50 tahun tapi tetap masih kuat untuk pergi
bekerja. Selanjutnya saya juga mewawancari Ibu Tiwi 45 tahun yang
dimana Ibu Tiwi ini adalah seorang janda yang mempunyai sepasang anak. Ibu Tiwi menghidupin keluarganya dengan bekerja sebagai petani
yang menanam padi dan ubi menggalo. Ibu ini juga sangat senang dengan sistem pertanian mereka yang sudah berubah. Karena dengan
sistem berladang menetap lebih gampang dan tidak sulit lagi mencari ladang yang sudah tumbuh dengan tananamnya. Ibu Tiwi ini janda
selama 10 tahun, beliau janda karena suaminya meninggal karena diserang penyakit. Ibu Tiwi ini tidak ingin lagi menikah karena beliau
trauma dengan suaminya yang tidak bertanggungjawab, suka minuman keras dan bermain perempuan.
1.6.2 Rangkaian Pengalaman Saya di Lapangan
Banyak pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan saat berada di lapangan ketika melakukan penelitian ini, begitu juga dengan rasa sedih dan rasa
senang yang setiap harinya datang silih berganti tanpa saya sadari. Saya memiliki informan-informan yang baik dalam memberikan informasi yang saya inginkan.
Begitu juga dengan aparat pemerintah Desa Petani, seperti bapak Bapak Sugeni Ketua RTRW, Bapak Sudarto Ketua Adat Sakai dan juga orang-orang Sakai
di Desa Petani ini, yang bersedia berbagi ilmu, canda, tawa dan banyak informasi yang diberikan kepada saya terkait dengan penelitian ini.
Penulis tiba di Lokasi penelitian pada tanggal 10 agustus 2014, langkah awal terlebih dahulu saya melapor ke kantor Desa Petani dan membawa surat izin
18 penelitian dari kampus serta menjelaskan maksud dari kedatangan saya ke Desa
Petani ini. Penulis datang bersama saudara yaitu Tulang dan pacar penulis. Penulis tahu lokasi tersebut dari Tulang, karena Tulang penulis juga punya ladang
di daerah Desa Petani tersebut. Penulis dan Tulang penulis pergi ke Desa Petani dengan menggunakan mobil sedangkan pacar penulis menggunakan sepeda
motor. Saat kami datang ke Desa petani anak-anak pun langsung datang menghampiri kami dan mengikuti kami kemana pun kami pergi.
Saya langsung di suruh berhadapan dengan Kepala adat Desa Petani yaitu Bapak Sugeni 46 tahun, Saya pun memperkenalkan diri dan tidak lupa juga saya
memberikan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara kepada beliau,serta meminta izin agar saya bisa tinggal di Desa Petani tersebut. Beliau
sangat menerima kedatangan saya dengan baik, pada saat saya berdiskusi dengan beliau, beliau sangat tertarik dengan judul yang saya ingin teliti nantinya di Desa
Petani. Setelah sekian lama berdiskusi dengan beliau, beliau menyuruh saya pergi
ke rumah Bapak Sudarto 55 tahun beliau adalah ketua adat Desa Petani, ternyata Bapak Sudarto ini adalah orang tua angkat Tulang penulis, karena ladang yang
dikerjakan Bapak Sudarto ini adalah ladang Tulang saya. Tulang saya angkat Bapak Sudarto ini menjadi orang tua angkat karena Bapak ini sangat baik dan
jujur terhadap keluarga Tulang saya. Saya disuruh tinggal dirumah Bapak Sudarto karena Bapak tersebut lebih tahu tentang kehidupan orang Sakai serta perubahan
sistem berladang berpindah menjadi berladang menetap. Sebelum kami berangkat anak-anak tersebut datang menghampirin saya kerumah bapak Sudarto dan minta
ikut foto bersama Saya.
19 Setelah selesai berfoto, Kami pun langsung pergi kerumah Bapak Sudarto
orang tua angkat Tulang saya, sebelum kami naik kami dikerumunin anak-anak dan minta uang kepada saya. Lalu Tulang saya mengata
kan “kasih aja demi penelitianmu”, karena orang yang berdatang ke Desa Petani untuk bertujuan
penelitian di mintain uang juga. Saya pun mengasihnya uang 2 ribu per orang, setelah itu pun kami berangkat. Akhirnya kami pun sampai kerumah Bapak
Sudarto dan menyampaikan maksud dan tujuan saya datang ke rumah beliau. Tidak lupa juga penulis menyertakan surat izin penelitian dari Universitas
Sumatera Utara. Selang beberapa menit kemudian beliau menanyakan kembali tentang
judul yang ingin saya teliti di Desa Petani, mengapa anda mengambil judul tentang sistem berladang orang sakai? Tanya beliau kepada saya, tanpa pikir
panjang saya pun menjawab pertanyaan yang beliau berikan kepada saya. Setelah lama menjelaskan judul penelitian saya kepada beliau, akhirnya beliau pun paham
dengan apa yang sedang saya teliti di Desa Petani ini. Kemudian beliau juga menanyakan kembali kepada saya, apa yang harus kami bantu kepada anda?
Tanya beliau kepada saya, saya pun menjawab dengan senang hati “Ya” yang
saya butuhkan “pak” seperti demografi desa secara umum, sejarah Desa Petani, jumlah penduduk berdasarkan usia, mata pencaharian penduduk dan lainnya
“pak” sesuai data yang diperlukan saya nantinya. Beliau pun menjawab “oke” tidak ada masalh bagi kami dan kami akan segera memberikan data tersebut
kepada anda, jawab beliau kepada saya. Jika dikemudian hari ada halangan dan hambatan yang anda daptkan di lapangan harap melapor ke kapada saya “ya”, kata
beliau kepada saya dan saya menjawab “oke terima kasih atas perhatiannya pak.”
20 Sekalian juga saya minta izin untuk tinggal beberapa minggu di tempat Bapak
tersebut dan Bapak tersebut menjelaskan dengan senang hati saya bisa menerima anda tinggal disini.
Hari pertama saat berada di lapangan, dengan hati penuh dengan kegembiraan saya pun pergi bersama Bapak Sudarto pada Pukul 08.00 pagi ke
Kantor Desa Petani untuk mengambil data tentang kependudukan serta demografi Desa Petani secara umum. Setelah saya mendapatkan data tersebut kemudian saya
juga menanyakan apakah penduduk Desa Petani ini orang sakai semua atau ada penduduk pendatang?. Beliau pun menjawab dengan nada suara yang tenang
“ada” tetapi orang pendatang tersebut adalah orang suku batak yang jauh dari tempat kami tinggal ini. Tidak lama kemudian saya diajak oleh Bapak Sudarto
untuk bertemu dengan orang-orang pendatang tersebut. Akhirnya kami pun sampai dirumah pendatang yang bernama Ibu SilabanBapak Sinaga tersebut
dengan jarak tempuh perjalanan setengah jam. Saya pun memperkenalkan diri dan menceritakan maksud kedatangan saya kerumah mereka. Saat mendengar saya
boru Silaban mereka sangat senang karena baru ini mereka melihat boru silaban yang cantik. Lalu Ibu Silaban ini mengatakan panggil saya
” namboru” ea. Jawab saya “ea namboru”.
Mereka tinggal jauh dengan orang sakai tersebut karena mereka orang- orangnya jahatnya dan mau pun tinggal dengan orang sakai tersebut karena
mereka mendapatkan lahan yang murah itu hanya di Desa Petani. Saat Ibu ini cerita tentang keburukan orang sakai tersebut dengan pakai bahasa batak.
Pekerjaan mereka ini adalah berladang juga, mereka mempunyai lahan 2 hektar yang ditanamin sawit. Karena Bapak Sudarto ini mau ke ladang lagi maka pun
21 permisi kepada yang punya rumah. Lalu namboru itu mengatakan “olo, ro ma
hamu anon da”. Jawab saya “ea namboru” sambil menyalam mereka. Kami pun berangkat pulang ke Bapak Sudarto dan sampai kerumah Pukul
11.00 pagi. Setelah sampai kami pun langsung bersiap-siap untuk pergi ke ladang, sebelum berangkat kami makanan dulu. Saya dan Ibu Siti siapkan makanan dan
kami pun makan sama. Selang beberapa menit kami pun siap makan dan istirahat sejenak dan langsung pergi ke ladang. Kami keladang jalan kaki dan
menggunakan sampan untuk menyeberangi sungai tersebut. Setelah sampai kami pun membersihkan ladang tersebut setelah itu kami langsung menanami tanaman.
Sambil bekerja kami cerita-cerita tentang sistem pertanian mereka dengan sambil bercerita capeknya pun tak terasa. Banyak pengalaman dan informasi yang bisa
saya dapat dari BapakIbu ini. Setelah semuanya selesai kami istirahat sejenak baru kami pulang kerumah karena matahari sudah terbenam.
Di Desa Petani ini belum masuk listrik sehingga warga tersebut memakai diesel yang dimana setiap harinya dihidupkan pada pukul 18.30 wib. Setelah
sampai dirumah Bapak Sudarto langsung menghidupkan diesel dan penulis bersama ibu siap-siap untuk memasak makan malam. Lauk-pauk kami pada
malam hari adalah ikan juara padi yang dimana sudah diasapin, digoreng dan disambel. Sayurnya kangkung yang ditumis. Ikan juara padi ini sangat enak apa
lagi kalau digulai lebih enak lagi rasanya. Setelah kami masak, penulis pun mandi dengan menggunakan kain basah dengan menggayung air dari sungai. Keadaan
sungai yang dalam membuat penulisa tidak berani untuk berenang. Pada awalnya penulis ragu untuk mandi dengan air sungai, kerena air sungai berwarna hitam
kecoklatan. Selain itu mereka juga buang kecil dan besar langsung kesungai
22 tersebut. mereka juga menggosok gigi dengan mengambil air hujan yang
ditampung kalau pun hujan tidak turun mereka menggunakan air bersih yang dibeli 1 derejen itu 6000. Penulis sangat tidak nyaman mandi disungai tersebut
dan penulis juga sangat prihatin melihat warga tersebut karena tidak memperhatikan kebersihan tubuh dan lingkungannya. Terutama pemakaian sikat
gigi yang digunakan bergantian dengan anggota keluarga lainnya, ada yang menggunakan sabuk pinang dan bahkan ada juga yang tidak menggosok gigi
sehingga gigi mereka ada yang berwarna kuning. Setelah semuanya selesai mandi kami pun makan malam bersama,
sebelum kami makan kami memulai doa dengan agama kami masing-masing. Selesai makan malam bapak Sudarto langsung ke depan untuk menghidupkan TV
dan selesai penulis membereskan makan malam dan langsung pergi kedepan bergabung dengan bapak Sudarto untuk menonton TV. Karena bapak Sudarto
menonton siaran bola dan penulis tidak menyukai bola maka penulis permisi kepada bapak Sudarto untuk pergi jalan-jalan melihat keadaan malam bersama
pacar saya. Kami pun berkeliling kampung tersebut sampai kami berjumpa dengan satu keluarga yang sedang asyik duduk di depan pintu dan kami pun
menghampiri mereka dan mempersilahkan kami masuk kerumahnya. Bapak tersebut bernama subeni dan bapak choril. Kami bercerita terntang Suasana
kampung tersebut dimalam hari. Ternyata sangat sepi dan gelap karena tidak adanya lampu dijalan. Setelah kami cerita panjang lebar dan waktu yang sudah
menunjukkan pukul 22.00 wib kami pun permisi pulang. Orang Sakai ini tidur dengan menggunakan tilam, kasur lipat atau tikar di
depan TV. Hanya sebagian warga saja yang menggunakan tempat tidur dan tidur
23 didalam kamar. Penulis tidur dengan menggunakan kasur lipat, bantal dan selimut
yang sudah dikasih sama ibu Siti. Penulis tidur di depan TV dan pacar Penulis tidur bersama anak bapak Sudarto di tempat tidur. Keadaan lantai dan dinding
rumah bapak Sudarto terbuat dari papan yang tidak tertutup rapat sehingga membuat banyaknya nyamuk dan angin yang masuk.
Kegiatan pada pagi hari yang dilakukan secara rutin adalah mencari ikan disungai dengan menyelam kedalam karena kalau menggunakan sampan maka
ikan-ikan tersebut pada kabur mendengar suara mesin sampan tersebut. Saya ikut bersama Bapak Sudarto dan Ibu Siti untuk mencari ikan. Suasananya sangat
dingin apalagi pada saat sudah menyelam kedalam sungai tersebut sangat dingin sekali. Kami pergi pada pukul 05.00 sampai dengan hasil yang kami dapat sudah
banyak. Hasil tangkapan kami dengan melangai kebanyakan ikan-ikan juara padi
yang kecil-kecil tetapi kalau menggunakan Lukah hasil tangkapannya cukup besar-besar. Selesai pulang mencari ikan kami pergi melihat lukah atau taju yang
dipasang sore sebelumnya. Terdapat 3 lukah yang dipasang bapak Sudarto dan Ibu siti hasil tangkapan ikan dalam satu lukah sekitar 6-15 ekor ikan bulan-bulan.
Penulis memperhatikan cara mereka dalam mengambil ikan yang teperangkap dalam lukah, memperhatikan mereka meletakkan lukah, bertanya dimana tempat
meletakkan lukah agar mendapatkan banyak ikan, upan yang digunakan dan lain- lain. Ikan yang didapat dari lukah ini antara lain ikan bulan-bulan dan ikan selais.
Ibu siti pun langsung menghidupkan api untuk mengasapin ikan juara padi sambil menunggu ikan siap diasapin ibu Siti sambil mengolah ikan bulan-bulan
menjadi ikan asin. Penulis pun memperhatikan cara ibu Siti dalam mengasepkan
24 ikan dan mengolah ikan menjadi ikan asin. Ibu Siti menjelaskan bahwa ikan yang
diasepkan butuh semalaman sedangkan ikan asin dijemur sekitar 2-3 hari sampai ikan tersebut kering.
Pukul 11.00 bapak Sudarto bersiap-siap keladang karena ibu Siti sedang mengeringkan dan mengolah ikan maka bapak Sudarto sendiri yang pergi
keladang sedangkan penulis dengan Ibu Siti menunggu ikan yang diasepin sambil bercerita. Hari pun sudah menjelang sore dan ikan pun belum siap diasepin maka
apinya dimatikan dan dilanjutkan setelah pulang mencari ikan, penulis dan Ibu Siti pergi lagi untuk mencari ikan. Sore ini kami mencari ikan dengan
menggunakan sampan dan hasil yang kami dapat sore ini lebih sedikit dari pada pagi hari. Mataharipun mulai terbenam kami pun pulang, ternyata bapak Sudarto
sudah sampai dirumah terlebih dahulu. Ternyata bapak Sudarto sudah menghidupkan api ydan melanjutkan ikan tersebut untuk diasepin dengan
menggunakan api kecil agar ikan tersebut tidak gosong. Pada tanggal 15 Agustus penulis sudah tidak bisa lagi menahan buang air
besar yang sudah beberapa hari ini penulis menahan-nahan sambil memegang batu agar tidak buang air besar. Karena penulis tidak bisa untuk buang air besar
langsung kesungai tersebut. Saat ibu Siti melihat saya merintih kesakitan ibu Siti langsung menayakkan kepada penulis tentang keadaan penulis dan penulis
menjawab kalau penulis sesak mau buang air besar lalu Ibu Siti langsung menyuruh penulis untuk pergi kesungai untuk buang air besar. Selesai penulis
buang air besar, penulis melihat Ibu Siti sibuk membersihkan ikan yang kami ambil tadi pagi dan saya ikut membantunya.
25 Pada tanggal 17 agustus di desa petani ini merayakan hari kemerdekaan
Indonesia dengan menggadakan suatu permainan. Saya ikut bagian dalam permainan tersebut, permainan yang saya ikutin adalah permainan tarik tambak
ibu-ibu lawan bapak-bapak. Kami pikir kami akan kalah karena tenaga bapak- bapak tersebut lebih kuat dari pada ibu-ibu. Ternyata salah kami yang ibu-ibu ini
yang menang karena cuaca saat itu hujan dan becek kami semua yang ikut tarik tambang pada berjatuhan karena licinnya. Seru habis saat mengikuti perlombaan
seperti itu walaupun penulis baru bebeapa hari tapi rasanya sudah bertahun-tahun tinggal dan mengenal warga tersebut.
Besoknya saya mengalami sakit demam dan ibu Siti sangat kwatir dan mengambil daun esam dari semak-semak pinggir jalan. Ibu Siti langsung
mengelolahnya dan memberikan kepada penulis agar diletakkan ke dahi agar panasnya turun dan meminumnya. Tapi penulis sangat ragu meminumnya
sehingga penulis tidak meminumnya. Pada tanggal 20 agustus saya pergi bersama pacar dan keluarga Bapak
Sudarto ke Desa Bonai yang dimana Desa Bonai ini adalah bagian dari Desa petani yang dimana perumahan sosial orang sakai juga yang di dirikan oleh
pemerintah. Kami pergi ketempat saudara mereka. Ternyata jauh lebih berbeda dengan keadaan orang Sakai di Desa Petani. Di Desa Bonai ini tidak lagi
menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci dan lain sebagainya. Karena setiap rumah mereka sudah memiliki air sumur yang bersih dan agak sedikit bau. Warga
yang di Desa petani itu adalah pindahan dari Desa Bonai mereka pindah karena masih ingin mengalami kehidupan yang tinggal di atas air. Di Desa Bonai ini
sudah memperhatikan kesehatan dan pendidikan anaknya.
26 Kami tinggal ditempat saudara bapak Sudarto karena saudaranya sakit,
saudara bapak Sudarto ini guru yang mengajar di SD yang bernama ibu Lia. Ibu Lia ini menyuruh Penulis untuk menggantikan ibu itu untuk sementara saja.
Penulis mengatakan kalau saya tidak membawa seragam dan sepatu untuk mengajar. Lalu ibu Lia ini menjawab dengan menggunakan kaos biasa dan sendal
juga bisa kok. Penulis pun akhirnya mau dan pacar penulis pun ikut membantu untuk mengajar anak-anak SD tersebut. Anak-anaknya sangat baik dan mau
diajarin, penulis mengajarkan semua mata pelajaran kecuali agama islam yang dimana saya tidak megerti. Saya sangat senang bisa mengajar mereka dan punya
pengalaman untuk mengajar. Semangat mereka untuk belajar sangat tinggi dibandingkan dengan di Desa Petani. Anak-anak Di Desa petani ini tidak ada
semangat untuk sekolah dan dorongan orang tua pun juga tidak ada malah mendukung anak-anaknya tidak bersekolah. Saya mengajar di sekolah selama 2
hari saja dan selanjutnya kami langsung pulang ke Desa Petani karena masih banyaknya pekerjaan tersebut belum selesai. Penulis pun sangat berterima kasih
kepada ibu Lia sudah mengasih kesempatan untuk mengajar di sekolah tersebut dan kami pun berpamitan untuk pulang.
Pada pagi hari sekitar pukul 10.00 sehabis mencari ikan penulis, pacar penulis dan Ibu Siti untuk bersiap-siap ke Kantor Desa untuk mengambil data
tentang Desa Petani. Kami menggunakan 2 sepeda motor ke Kantor Desa penulis dengan pacar penulis dan Ibu Siti dengan sendirinya. Akhirnya kami pun sampai
dan menjumapai bapak Hendra. Bapak hendra ini menyambut kami dengan ramah dan penulis menceritakan maksud dan tujuan penulis datang kesini. Penulis
menanyakan apakah bapak Hendra memiliki data wilayah Desa Petani ini.
27 Kemudian Bapak Hendra langsung mencari dan mengambil berkas tersebut antara
lain peta desa petani, berita acara pemasangan Tugu Batas Desa, Berita Acara Penetapan Batas Wilayah Desa Kelurahan, Daftar koordinat batas Desa Petani
Kecamatan Mandau, dan bentuk pilar batasan desa. Penulis meminjam sebentar berkas tersebut untuk difotocopy. Selain itu penulis juga banyak berbincang
dengan Bapak Hendra mengenai keadaan masyarakat sakai di Desa Petani ini. Setelah selesai kami pun berpamitan dan langsung pergi ke kota untuk
memfotocopy berkas tersebut dan setelah selesai kami balek ke Kantor Desa untuk memulangkan berkas tersebut dan berterima kasih kepada Bapak Hendra.
Kami ppun langsung pulang ke rumah karena perut sudah tidak memungkinkan lagi. Pukul 03.00 sore kami sampai dirumah dan langsung mempersiapkan untuk
makan dan selesai makan kami langsung pergi mencari ikan. Pada tanggal 24 Agustus pukul 08.00 kami pergi keladang untuk memanen
ubi menggalo hasil panennya ada yang di jual dan dikonsumsi sendiri dan Ibu Siti menjelaskan kalau ubi menggalo ini rasanya enak dan penulis penasaran ingin
merasakannya. Selesai kami dari ladang, kami langsung pulang. Ibu Siti langsung mengelolah ubi tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Penulis pun ikut memantu dan
penulis pun tahu tahap demi tahap dalam mengelolah ubi menggalo tersebut. ubi menggalo ini adalah makanan asli orang sakai yang rasanya hambar dan
berstektur keras. Beberapa hari penulis sudah di Desa petani ini penulis melihat keadaan
sistem pertanian mereka yang sangat mengalami perubahan dan sangat berbeda dalam bertani di Desa Petani dengan bertani di sumatera utara ini. Dahulunya
mereka memanfaatkan hasil hutan dan sekitarnya. Mereka juga masih menerapkan
28 pertanian ladang berpindah dengan tanaman padi dan ubi menggalo. Dulu orang
sakai rata-rata memiliki lahan yang luas, tetapi pada saat perusahaan mulai membuka hutan dan belukar mereka banyak kehilangan tanahnya. Memang ada
beberapa pihak membantu pengganti pada tanah penduduk yang diambil, akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok itu tanah mereka tanpa
permisi dan biaya pengganti tanah juga sangat rendah dan sepihak. Sehingga warga desa Petani ini masing-masing mempunyai lahan tapi tidak sebanyak lahan
mereka dulu. Mereka menjaga lahan dan mempergunakan sebaik mungkin untuk kebutuhan mereka masing-masing.
Padi yang ditanam mereka adalah padi kering yang dimana mereka langsung menanam padi tersebut dalam keadaan kering dan ubi menggalo. Untuk
menghemat mereka tidak hanya memakan nasi saja tapi ubi menggalo di olah untuk dijadikan makan keseharian mereka juga.
Pada tanggal 25 Agustus Penulis beserta bapak Sudarto pergi mengunjungin rumah Bapak Adim untuk bermaksud menanyakan seputar sejarah
kedatangan perusahaan-perusahaan dalam membuka hutan dan belukar tersebut sehingga lahan warga Sakai yang begitu luas menjadi sedikit, perubahan dalam
sistem pertanian mereka yang dahulunya berladang-berpindah dan memanfaatkan hasil hutan dan sekarang ini mereka sudah berladang menetap. Dan mengenai
keadaan mereka pada saat lahan mereka diambil oleh perusahaan dan pendatang lainnya. Ternyata apa yang diceritakan warga tersebut sama dengan yang
diceritakan bapak Admin bedanya saja bapak Admin lebih jelas penjelasannya. Begitu panjang lebar bapak Admin menceritakan kebutuhan penulis tersebut
sambil penulis pun merekamnya.
29 Selesai bercerita dengan bapak Admin saya melihat ibu rika dan anaknya
isteri dan anak bapak Admin menyusun kayu dan mengikat kayu pada siang hari. Penulis bercerita dengan ibu Rika dan anaknya sambil membantunya.
Pekerjaan ini tidak begitu berat, tetapi harus berhati-hati karena tangan dapat tertusuk serpihan kayu atau tertimpa kayu broti ini. Selain itu pekerjaan ini
dilakukan diluar sehingga harus berhadapan dengan teriknya sinar matahari yang membuat kulit semakin hitam.
Setelah kami selesai bercerita dengan bapak Admin dan selesai membantu ibu Rika menyusun kayu dan mengikat kayu. Keluarga bapak Admin mengajak
kami untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang. Karena kurang enak untuk menolak maka kami pun makan terlebih dahulu selesai itu kami istirahat sebentar
dan langsung pulang kerumah. Besok harinya selesai kami pulang bersama mencari ikan penulis dan
pacar penulis pergi berdua kerumah Bapak Hendra. Karena kami sudah tahu alamat bapak tersebut maka kami pergi berdua saja. Kami menjumpai bapak
Hendra lagi untuk meminta data kependudukan Desa Petani. Bapak hendra memberikan berkas tersebut dan penulis meminjam berkas tersebut untuk di
fotocopy dan permisi sama bapak Hendra untuk pamitan. Karena lebih seminggu di Desa Petani ini kami berniat untuk jalan-jalan ke kota satu harian sambil
memfotocopy berkas tersebut. rasanya kangen juga dengan keadaan yang keramaian dan keributan. Kami jalan-jalan sambil makan dan minum. Pukul 15.00
kami pun berencana pulang takutnya sampai dirumah kemalaman. Sebelum kerumah kami mampir dulu kerumah Bapak Hendra untuk memulangin berkas
tersebut setelah itu langsung menuju kerumah.
30 Pukul 18.00 kami sampai dirumah bapak Sudarto dan langsung beristirahat
sebentar sebelum mandi. Malam harinya kami berkumpul di depan TV sambil menonton dan bapak Sudarto juga menanyakan kemana saja kami satu hari ini.
Lalu kami bercerita setelah pulang dari rumah bapak Hendra kami pergi jalan- jalan kekota sambil memfotocopy berkas yang penulis pinjam. Selesai bercerita
mata penulis pun sudah mulai mengantuk dan permisi terlebih dahulu untuk tidur duluan karena perjalanan satu hari ini sangat melelahkan walaupun penulis hanya
duduk diam dalam boncengan abang. Pagi-pagi kali pada pukul 06.00 ada warga yang mencariin penulis, penulis
sangat terkejut ada apa sebenarnya. Ternyata warga tersebut adalah bapak ajeng guru SMP yang meminta penulis untuk menggantikan mengajar di SMP tersebut.
lalu dengan senang hati penulis menerima tawaran bapak Ajeng tersebut. Sebelumnya Bapak Ajeng ini sudah permisi kepada Kepala Sekolah tidak masuk
untuk beberapa hari dan akan ada penggantinya. Penulis bersiap-siap untuk mengajar di SMP dan pacar penulis juga ikut
membantu mengajarnya. Ternyata saat penulis mengajar di SD desa Bonai sangat berbeda dengan mengajar di SMP. Perbedaannya itu siswanya lebih sedikit dan
anak-anaknya sangat susah diatur padahal sudah lebih besar dari anak SD tersebut dan semangat belajarnya pun tidak ada. Jam istirahat pun tiba penulis berfoto
dengan siswa tersebut dan berfoto keadaan sekolah tersebut. Selama 2 hari penulis mengajarin anak SMP dan rasanya sangat lelah dibandingkan mengajarin anak SD
di Desa Bonai. Pada tanggal 30 tepat tanggal kelahiran pacar penulis pacar penulis
berencana merayakan ulangtahun bersama anak-anak sakai tersebut tanda
31 perpisahan kami karena hari ini adalah hari terakhir kami di Desa Petani. Terlebih
dahulu kami sudah membeli kue bolu 5 kotak. 2 kotak kami bawa ke SD Desa Bonai sambil permisi terhadap anak-anak tersebut. tidak penulis sangka mereka
sedih karena kepergian saya walaupun saya hanya 2 hari mengajar tapi mereka sudah sangat senang dengan keberadaan saya. Penulis dengan siswa dan guru
lainnya berfoto selesai itu kami pun pamit karena masih banyak lagi perjalanan yang akan kami kunjungin lagi.
Selesai pulang dari Desa Bonai kami langsung ke sekolah SMP Desa Petani kami membawa kue 2 kotak dan membagi-bagikan kepada siswa dan guru-
guru tersebut. selesai dari situ kami juga pergi kerumah bapak Hendra dan Bapak Admin sambil membawa kue bolu dan berpamitan dan berterima kasih untuk
bantuan mereka dalam membantu keperluan data-data yang saya perlukan. Selesai dari rumah bapak Hendra dan bapak Admin kami langsung
kerumah, sebelum kami berangkat kami berkumpul bersama keluarga Bapak Sudarto mengucapkan terima kasih yang sudah menerima penulis dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis. Tanda ucapan terima kasih penulis, penulis memberikan sebuah bingkisan kepada keluarga bapak Sudarto dan berupa
kue bolu tanda ulang tahun pacar penulis. Dan kelurga Bapak Sudarto juga tidak lupa untuk membawakan penulis ole-ole berupa ikan juara padi yang diasepkan,
ikan salai dan ikan asin. Sebelum pamit dengan keluarga bapak Sudarto penulis ingin berfoto
dengan mereka tetapi ibu dan Bapak tersebut tidak mau, akhirnya penulis berfoto dengan anak-anak Bapak Sudarto.
32 Sumber : Roida Silaban, 2014 Foto 1: Penulis dengan anak sakai berfoto dipinggir
jalan ladang Orang Sakai
33
BAB II GAMBARAN UMUM
2.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, Dan Lingkungan Alam