Perikanan Tangkap Optimization of The Utilization Fisheries Resource and Spat of Pearl Oyster Cultivation (Case Study Semangka Bay of Tanggamus District)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perikanan Tangkap

5.1.1. Parameter Biologi

Hasil perhitungan per jenis ikan Lampiran 3 untuk parameter pertumbuhan intrinsik r yang menggambarkan laju pertumbuhan populasi ikan tertinggi pada ikan simba sebesar 1,6319 dan terendah pada bentong sebesar 0,1191. Parameter indeks daya tangkap q relatif tidak jauh berbeda untuk semua jenis ikan antara 0,000001-0,00002. Parameter carrying capacity atau daya dukung lingkungan K tertinggi pada ikan tongkol sebesar 5.211.311,42 ton, terendah pada simba sebesar 105.458,45 ton. Semakin tinggi pertumbuhan intrinsik maka daya dukung lingkungan akan semakin rendah. Untuk suatu keseimbangan di alam, pertumbuhan suatu jenis ikan tinggi akan diikuti oleh daya dukung lingkungan yang rendah terhadap jenis ikan tersebut, semakin cepat jenis ikan tersebut mencapai keseimbangannya di alam. Untuk lebih jelas parameter biologi per jenis ikan pada Tabel 8 berikut: Tabel 8 Parameter biologi r, q dan K per jenis ikan di Teluk Semangka Jenis Ikan Parameter Biologi R q K ton Layang 0,4354 0,00002 2.358.204,52 Kembung 0,8090 0,00005 1.289.769,35 Tembang 0,4523 0,000002 4.014.649,81 Tongkol 0,1368 0,000001 5.211.311,42 Layur 0,8092 0,00001 1.331.888,75 Bentong 0,1191 0,000003 1.712.166,44 Petek 0,1243 0,000001 3.108.547,58 Teri 0,5215 0,000006 1.025.009,58 Simba 1,6319 0,000020 105.458,45 Layaran 0,3409 0,000003 588.598,46 Selar 0,6444 0,000008 460.537,08 catatan: intrinsik r, indeks daya tangkap q dan carrying capacity K Menurut persamaan Gordon-Schaefer 1954 bahwa pertumbuhan intrinsik atau pertumbuhan alamiah ikan kelahiran dikurangi kematian ikan atas dasar surplus produksi dalam kondisi keseimbangan sama dengan nol, hubungan antara laju pertumbuhan intrinsik dengan tingkat populasi berbanding terbalik dan bila digambarkan secara kurva berbentuk kurva cembung. Kenyataan di lapangan bahwa pertumbuhan populasi ikan dipengaruhi oleh adanya penangkapan, sehingga parameter biologi di atas tidak dapat disimpulkan bahwa nilai r tertinggi akan memiliki nilai K terendah. 5.1.2. Parameter Ekonomi Parameter ekonomi perhitungan pada Lampiran 4 adalah biaya input per trip dan harga per jenis ikan. Data harga dan biaya dikonversi ke dalan nilai riil dengan cara disesuaikan dengan indeks harga konsumen IHK. Biaya riil per tahun didapat setelah mengonversi biaya pada saat tahun penelitian dengan IHK ikan segar Kabupaten Tanggamus 2009 yang dihitung dari IHK 2008 dikalikan dengan inflasi Kabupaten Tanggamus 2009 sebesar 4,55 persen sehingga didapat IHK 2009 sebesar 130,49. Pengkonversian tersebut dilakukan pula pada harga riil. Biaya rata-rata per jenis ikan antara Rp3.000,00-R100.000,00 per trip. Harga rata-rata per jenis ikan antara Rp7.500,00-Rp15.000,00 per kg. Parameter bioekonomi dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9 Parameter ekonomi per jenis ikan di Teluk Semangka Jenis Ikan Parameter Ekonomi c rill Rptrip p riil Rpkg Layang 100.000,00 7.500,00 Kembung 100.000,00 12.500,00 Tembang 40.000,00 7.500,00 Tongkol 50.000,00 8.000,00 Layur 60.000,00 12.000,00 Bentong 30.000,00 7.500,00 Petek 3.000,00 8.000,00 Teri 4.000,00 7.500,00 Simba 20.000,00 15.000,00 Layaran 30.000,00 7.500,00 Selar 30.000,00 12.000,00 Catatan: biaya per trip c dan harga per kilogram p Biaya rata-rata per trip tertinggi yaitu pada ikan layang dan kembung sebesar Rp100.000,00. Hal ini antara lain disebabkan share perbandingan produksi aktual dengan produksi seluruh yang relatif tinggi sehingga hasil perkalian share setiap tahun yang dipangkatkan dengan seper jumlah tahun data sekunder menjadi besar. Untuk harga rata-rata ikan tertinggi adalah ikan simba seharga Rp15.000,00 per kilogram. Ikan ini di Jakarta disebut ikan kuwe atau kurisi dengan ciri berdaging padat, daging ikan berwarna putih dan memiliki cita rasa yang tinggi sehingga nilai ekonomi ikan ini relatif tinggi.

5.1.3. Biomassa per Jenis Ikan

Metode yang sering digunakan untuk mengkaji biomassa ikan adalah model produksi surplus yang berdasarkan data produksi dan upaya. Dengan metode ini akan diketahui tingkat upaya optimal yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan produksi hasil tangkapan yang lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok ikan dalam jangka panjang atau yang dikenal dengan hasil tangkapan maksimum lestari Maximum Sustainable YieldMSY. Perhitungan biomassa ikan berdasarkan pengkajian hasil tangkapan maksimum lestari Lampiran 5 di Teluk Semangka tertinggi pada tongkol yaitu 2.605.655,71 ton dan yang terendah pada simba yaitu 52.729,23 ton. Hasil ini antara lain menggambarkan jumlah maksimum tangkapan lestari ikan tongkol tertinggi dari jenis ikan lainnya. Sebaliknya jumlah maksimum tangkapan lestari ikan simba paling rendah dari jenis ikan lainnya di teluk tersebut Tabel 10. Pemanfaatan pada kondisi lestari tersebut tidak dianjurkan, sebab selain menyangkut ketidakstabilan stok itu sendiri, MSY juga tidak melihat aspek interaksi antarspesies ikan Fauzi dan Anna 2005. Kekurangan melihat biomassa dari pendekatan MSY ini mengajak kita pada kondisi biomassa dengan menggunakan pendekatan MEY yang memasukkan aspek harga ikan dan biaya sebagai variabel dalam perhitungan parameter ekonomi agar pemanfaatan perikanan ini menguntungkan. Biomassa ikan rata-rata di Teluk Semangka dengan pendekatan MEY yaitu sebesar 1.555.940,42 ton. Biomassa ikan rata-rata dengan pendekatan MSY yaitu sebesar 1.044.352,16 ton, namun bila dilihat dari pendekatan open access biomassa ikan lebih sedikit yaitu sebesar 1.023.176,52 ton. Menurut Nikijuluw 2002 sumberdaya yang tidak dimiliki dan bersifat terbuka kepada semua orang open access selagi sumberdaya itu masih ada, maka akan mengurangi biomassa sumberdaya itu sendiri. Biomassa bila dilihat dari pendekatan dinamik lebih banyak dari open access dan MSY namun lebih sedikit dari MEY. Biomassa dengan pendekatan open access, MSY dan MEY ini disebut juga pendekatan statik. Pendekatan statik merupakan teori dasar perhitungan biomassa yang sederhana dan sudah sangat umum digunakan. Namun pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan yang serius yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahanan realitas sumberdaya ikan yang dinamik Clark 1977 diacu dalam Fauzi 2006. Kelemahan mendasar tersebut adalah tidak dimasukkannya faktor waktu dalam analisis. Tabel 10 Biomassa per jenis ikan ton di Teluk Semangka Jenis Ikan Sole Owner MEY Open Access OAY MSY Dinamik Layang 1.442.801,63 527.398,75 1.179.102,26 1.397.111,49 Kembung 702.386,86 115.004,38 644.884,67 688.212,04 Tembang 3.340.432,41 2.666.215,02 2.007.324,91 3.227.044,89 Tongkol 4.935.749,93 4.660.188,45 2.605.655,71 4.665.582,97 Layur 926.953,95 522.019,14 665.944,38 913.756,48 Bentong 1.568.301,08 1.424.435,71 856.083,22 1.465.493,59 Petek 1.736.298,79 364.050,00 1.554.273,79 1.517.817,35 Teri 553.425,69 81.841,80 512.504,79 535.888,48 Simba 86.066,57 66.674,69 52.729,23 83.466,43 Layaran 380.126,05 299.715,02 230.268,54 374.748,31 Selar 1.442.801,63 527.398,75 1.179.102,26 1.397.111,49 Lebih lanjut menurut Cunningham 1981 diacu dalam Fauzi 2006 bahwa tidak dimasukkannya faktor waktu dapat menyebabkan kesalahan yang serius dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan karena sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk bereaksi terhadap setiap perubahan-perubahan eksternal yang terjadi. Oleh karenanya, pendekatan dinamik tidak saja mutlak diperlukan untuk memahami pengelolaan sumberdaya ikan, tetapi juga untuk memahami aspek ekonomi sumberdaya ikan secara menyeluruh. Dari pemahaman ini, biomassa secara dinamik per jenis ikan di Teluk Semangka umumnya lebih rendah dari perhitungan statiknya MEY, karena berkaitan dengan waktu sehingga terkait juga dengan faktor suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, biomassa ikan akan semakin rendah akibat eksploitasi.

5.1.4. Effort Optimal

Untuk mengeksplotasi menangkap ikan di suatu perairan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang disebut sebagai upaya atau effort. Perhitungan effort MEY, open access, MSY dan aktual per jenis ikan di Teluk Semangka dapat dilihat pada Lampiran 8. Effort aktual tertinggi pada ikan layur yaitu 26.525 trip per tahun atau 2.210 trip per bulan. Bila dikonversikan ke alat tangkap dengan perbandingan alat tangkap payang: bagan: pursine: rampus adalah 9:19:12:43 artinya effort per bulan dari alat tangkap tersebut masing-masing 240; 506; 319 dan 1.145. Kenyataan di lapangan benar adanya bahwa rampus merupakan alat tangkap yang dominan di teluk ini. Effort aktual untuk jenis ikan layur telah melebihi bila dibandingkan dengan effort optimal dengan pendekatan MEY dan dinamik sehingga penambahan alat tangkap rampus dalam pemanfaatan perikanan tangkap di teluk ini sebaiknya dipertimbangkan untuk tidak dilakukan, mengingat effort alat tangkap rampus telah melebihi kondisi optimal khususnya dengan pendekatan MEY dan dinamik. Namun demikian konteks effort menurut Fauzi 2006 bahwa effort tidak sebatas hanya alat tangkap saja melainkan juga indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap dan sebagainya yang dibutuhkan untuk suatu aktifitas penangkapan. Jadi dalam penentuan kebijakan ke depan, penambahan effort bukan hanya pada pengaturan jumlah alat tangkap atau armada tapi dapat pula dengan mempertimbangkan tenaga kerja dan segala kebutuhan lainnya untuk aktivitas penangkapan. Kondisi effort per jenis ikan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 11 berikut: Tabel 11 Effort per jenis ikan trip di Teluk Semangka Jenis Ikan Sole Owner MEY Open Access OAY MSY Dinamik Aktual Layang 6.875 13.750 8.856 6.641 4.475 Kembung 7.608 15.217 8.353 7.499 4.475 Tembang 34.866 69.732 103.805 175.645 22.775 Tongkol 5.669 11.338 53.603 1.115 13.300 Layur 24.100 48.200 39.634 23.496 26.525 Bentong 3.547 7.093 21.105 1.055 4.475 Petek 44.537 89.074 50.445 21.925 21.925 Teri 38.468 76.936 41.806 37.624 21.925 Simba 13.987 27.974 38.033 13.987 4.475 Layaran 67.185 134.370 56.222 69.802 4.475 Selar 13.328 26.656 38.166 12.539 4.475 Effort aktual per jenis yang belum melebihi effort optimal dengan pendekatan MEY dan dinamik yaitu pada ikan layang, kembung, tembang, petek, teri, simba, layaran dan selar. Effort aktual per jenis yang telah melebihi effort optimal dengan pendekatan MEY dan dinamik yaitu pada ikan tongkol, layur dan bentong. 5.1.5. Produksi Optimal Produksi h atau aktifitas penangkapan ikan diasumsikan mempunyai hubungan yang linier dengan upaya yang dinyatakan dalam fungsi q, x dan E dimana q adalah koefisien daya tangkap, x adalah stok atau biomassa, dan E adalah effort atau upaya. Perhitungan produksi MEY, open access, MSY dan aktual per jenis ikan di Teluk Semangka dapat dilihat pada Lampiran 8. Produksi aktual tertinggi pada kembung yaitu 236,627 ton dan terendah pada bentong yaitu 18.751 ton. Total produksi ikan di Teluk Semangka per tahun adalah 1.140.771 ton. Rata-rata produksi ikan aktual di Teluk Semangka sebesar 103.706,45 ton dan rata-rata produksi ikan lestasi MSY sebesar 167.803,11 ton. Artinya, secara keseluruhan bahwa pemanfaatan perikanan tangkap di teluk ini belum mengalami overfishing. Lebih rinci produksi per jenis ikan di Teluk Semangka ton dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Produksi aktual dan optimal per jenis ikan di Teluk Semangka ton Jenis Ikan Sole Owner MEY Open Access OAY MSY Dinamik Aktual Layang 199.296,68 178.286,18 256.707,91 228.115,63 216.627,00 Kembung 237.589,58 84.740,24 260.848,57 249.909,57 236.627,00 Tembang 253.758,99 677.375,68 453.998,21 577.906,02 115.548,00 Tongkol 18.854,80 67.443,22 178.287,28 684,22 81.718,00 Layur 163.829,31 256.844,39 269.429,08 219.159,45 219.810,00 Bentong 8.568,46 28.514,11 50.987,37 4.363,47 18.751,00 Petek 85.259,83 39.939,99 96.569,31 74.987,62 61.371,00 Teri 12.956,98 39.269,96 133.626,36 125.747,20 110.460,00 Simba 15.822,70 40.014,77 43.024,14 25.826,40 19.555,00 Layaran 59.949,13 526.352,48 50.166,78 196.714,12 21.815,00 Selar 25.907,28 67.441,26 74.189,21 39.666,91 38.489,00 Pemanfaatan perikanan tangkap yang belum overfishing bukan berarti bahwa pemanfaatannya masih dapat terus ditingkatkan karena produksi optimal dengan pendekatan MSY belum memperhitungkan faktor biaya dan harga. Pemanfaatan produksi optimal untuk perikanan tangkap dengan memasukkan unsur harga dan biaya lebih dikenal dengan pendekatan MEY. Berdasarkan pendekatan MEY, produksi ikan yang masih dapat ditingkatkan ke pemanfaatan optimal adalah ikan kembung, tembang, petek, teri dan layaran. Peningkatan produksi ikan kembung merupakan peningkatan terendah dari ke empat jenis ikan tersebut, yaitu 0,41 persen dari produksi yang ada sekarang. Peningkatan produksi ikan tertinggi adalah pada ikan layaran yaitu sebesar 63,61 persen dari produksi sekarang. Namun demikian, bila dilihat dari karakteristik ikan layaran menurut Blake 1983 merupakan ikan yang beruaya dengan kecepatan yang tinggi di perairan terbuka seperti Samudera Hindia, maka dalam pemanfaatan perikanan tangkap di perairan semi tertutup seperti Teluk Semangka ini, peningkatan produksi layaran tidak dalam konteks yang tepat. Peningkatan produksi ikan tertinggi adalah tembang yaitu sebesar 54,47 persen. Pemanfaatan ikan yang tidak dapat lagi ditingkatkan ke kondisi optimal MEY adalah ikan layang, tongkol, layur, bentong, simba dan selar. Pendekatan yang lebih realistis untuk pemanfaatan optimal perikanan tangkap adalah dengan pendekatan dinamik. Pendekatan optimal dinamik ini telah memasukkan faktor waktu. Menurut Clark dan Munro 1975 bahwa sumber daya ikan memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap setiap perubahan. Dalam model dinamik, stok ikan dianggap memiliki dua manfaat, yakni apakah dipanen sekarang atau ditunggu untuk dipanen pada masa mendatang dan dianggap sebagai investasi. Perhitungan yang memperhitungkan waktu ini berkaitan dengan penggunaan discount rate. Sehingga Cunningham 1981 berpendapat bila dalam pengelolaan sumber daya terbarukan seperti ikan tidak dimasukkannya faktor waktu bisa menyebabkan akibat yang serius dalam pengelolaan sumber daya ikan. Sehingga berdasarkan pendekatan optimal dinamik, ikan tembang dapat ditingkatkan produksinya hingga 80,01 persen, petek 12,16 persen, teri 12,16 persen dan kembung 5,32 persen dari produksi sekarang. Produksi ikan kembung, tembang, petek dan teri yang masih bisa ditingkatkan ke produksi optimal dengan pendekatan MEY dan dinamik secara dapat dilihat pada Gambar 17 berikut: Gambar 17 Prosentase produksi ikan yang masih bisa ditingkatkan ke produksi optimal dinamik perikanan tangkap di Teluk Semangka

5.1.6. Rente Ekonomi Optimal

Penggunaan rente ekonomi model MEY merupakan tujuan pengelolaan yang bersifat fleksibel dan dipengaruhi oleh harga ikan dan biaya yang digunakan. Rente ekonomi aktual terbesar menurut jenis ikan di Teluk Semangka adalah ikan kembung yaitu Rp2.627.260.000,00. Rente tersebut dipengaruhi oleh faktor harga, dimana harga ikan kembung rata-rata per kilogramnya adalah Rp12.500,00 dengan hasil tangkapan atau produksi rata-rata sebesar 236.627 ton dan biaya rata- rata per tripnya Rp100.000,00 dengan upaya atau effort 4.475 trip. Rente ekonomi aktual terendah adalah ikan bentong, dimana harga rata-rata per kilogramnya adalah Rp7.500,00 dengan produksi rata-rata sebesar 18.751 ton dan biaya rata-rata per tripnya Rp30.000,00 dengan effort 4.475 trip. Total rente ekonomi aktual perikanan tangkap di teluk ini senilai Rp6.660.200.000,00 Rente ekonomi optimal dengan pendekatan optimal MEY menurut jenis ikan, tertinggi pada ikan kembung yaitu Rp8.154.740.000,00 dan dengan pendekatan optimal dinamik sebesar Rp139.601.070.000,00 sedangkan rente ekonomi optimal terendah dengan pendekatan optimal MEY yaitu pada ikan bentong sebesar Rp321.260.000,00 dan rente ekonomi optimal dinamik yaitu senilai Rp49.190.000,00. Tabel 13 Rente ekonomi aktual dan optimal per jenis ikan di Teluk Semangka Rp juta Jenis Ikan Sole Owner MEY MSY Dinamik Aktual Layang 3.055,24 1.056,47 57.143,55 1.180,96 Kembung 8.154,74 2.659,83 139.601,07 2.627,26 Tembang 1.018,27 17,57 836,85 124,76 Tongkol 969,65 1.163,04 1.210,35 21,52 Layur 1.122,87 698,54 60.914,07 941,29 Bentong 321,26 252,05 49,19 5,67 Petek 628,19 550,63 22.938,01 383,76 Teri 1.278,84 928,99 47.637,54 821,28 Simba 119,85 169,45 4.464,48 195,89 Layaran 605,87 1.266,30 30.869,94 31,91 Selar 189,18 268,41 5.149,15 325,90 Jumlah 17.463,96 9.031,28 370.814,20 6.660,20 Secara keseluruhan rente ekonomi perikanan tangkap per jenis ikan di Teluk Semangka masih bisa ditingkatkan baik pada kondisi optimal dengan pendekatan optimal MEY maupun pendekatan optimal dinamik, kecuali pada ikan simba dan selar. Peningkatan ini tentu saja bervariasi tergantung faktor harga ikan dan biaya per trip.

5.1.7. Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap

Analisis ekonomi yang digunakan untuk melihat kelayakan usaha perikanan tangkap dengan melihat NPV dan B-C rasio. Harga ikan diperoleh dari rata-rata harga ikan yang dominan tertangkap dan trip penangkapan adalah rata-rata trip penangkapan di Teluk Semangka yaitu 300 trip per tahun. Perhitungan analisis ekonomi Lampiran 6 dan Lampiran 7 menunjukkan NPV aktual perikanan tangkap di Teluk Semangka sebesar Rp2.405.498.835.078,58. NPV ini lebih rendah dari NPV optimal dengan pendekatan optimal MEY yaitu Rp10.521.935.252.720,70 dan lebih rendah lagi dari NPV optimal dengan pendekatan optimal dinamik yaitu Rp15.452.997.634.145,70. Artinya NPV perikanan tangkap masih bisa ditingkatkan ke kondisi optimal MEY hingga 77,14 persen. NPV ini terus bisa ditingkatkan hingga 84,43 persen pada kondisi dinamik. Peningkatan NPV dari pemanfaatan perikanan tangkap tersebut diharapkan dapat mengurangi beberapa permasalahan masyarakat pesisir Teluk Semangka seperti dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan perilaku destruktif dalam memanfaatkan potensi teluk. Kelayakan usaha perikanan tangkap berdasarkan parameter NPV dan B-C rasio menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap di Teluk Semangka layak untuk dilanjutkan. Hasil perhitungan NPV dan B-C rasio secara lengkap diperlihatkan pada Tabel 14 berikut: Tabel 14 NPV dan B-C rasio Perikanan Tangkap di Teluk Semangka Kondisi Produksi NPV B-C rasio Produksi Aktual 2.405.498.835.078,58 9,86 Optimal Dinamik 15.452.997.634.145,70 14,88

5.2. Budidaya Spat