Pengomposan TI JAUA PUSTAKA

2

II. TI JAUA PUSTAKA

A. Pengomposan

Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek Haug 1980. Proses pengomposan yang sempurna akan menghasilkan produk yang tidak mengganggu baik selama penyimpanan maupun aplikasinya, seperti bau busuk, bakteri patogen. Temperatur dan pH pada timbunan kompos akan meningkat dengan cepat pada minggu pertama. Tahap awal pengomposan temperatur akan meningkat hingga di atas 40 70 o C. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang tahan pada temperatur tinggi. Mikrobamikroba menggunakan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi CO 2 , uap air, humus, dan energi panas. Sebagian dari energi yang dihasilkan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerak, sisanya dibebaskan menjadi energi. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, temperatur akan berangsurangsur mengalami penurunan. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan Isroi 2008. Terdapat tiga kelompok yang berperan selama pengomposan, yaitu bakteri, , dan kapang. Fungsi bakteri akan mengurai senyawa golongan protein, lipid, dan lemak pada kondisi termofilik serta menghasilkan energi panas. dan kapang selama pengomposan berada pada kondisi mesofilik dan termofilik berfungsi untuk mengurai senyawasenyawa organik yang kompleks dan selulosa dari bahan organik Metcalf dan Eddy 1991. Menurut Gaur 1983, reaksi kimia yang terjadi selama pengomposan seperti pada Gambar 1. Persyaratan karakteristik bahan baku yang sesuai untuk proses pengomposan seperti pada Tabel l. Gula [CH 2 Ox] x CO 2 + H 2 O + energi Protein [Norganik] NH 4 + NH 2 NO 3 + energi Sulfur organik [S] + x O 2 SO 3 + energi Fosfor organik H 3 PO 4 CaH 2 PO 4 2 Kaseluruhan reaksi : Aktivitas mikroorganisme Bahan organik CO 2 + H 2 O + nutrisi + humus + energi Tabel 1. Karakteristik bahan baku untuk proses pengomposan Karakterstik Bahan Baik Ideal CN ratio 201 – 401 251 – 301 Kandungan air 40 – 65 5060 Kosentrasi oksigen 5 5 Ukuran partikel inci 18 – ½ Bervariasi pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.5 Temperatur o C 43 – 65.5 54 – 60 Sumber : Rynk 1992 Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan 3 Faktorfaktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain: 1. Nilai CN Kandungan karbon dan nitrogen dalam bahan baku akan mempengaruhi proses pengomposan. Hal ini disebabkan mikroba menggunakan C untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan N, P, dan K penting untuk protein, reproduksi, dan katalisator. Organisme membutuhkan kandungan C sebanyak 25 kali lebih dari pada N Djaja 2008. Pada pengomposan dibutukan keseimbangan substrat antara karbon dan nitrogen. Selama pengomposan sebagian karbon akan berubah menjaadi CO 2 , oleh sebab itu di dalam sel kandungan karbon harus jauh lebih besar dari nitrogen. Bahan yang mengandung nitrogen terlalu sedikit tidak akan mampu menghasilkan panas untuk membusukkan bahan dengan cepat. Selama proses pengomposan sejumlah amonium terbentuk dari perombakan protein dan asam amino. Amonium yang terbentuk dapat mengalami tiga hal, yaitu digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembangbiak, sebagian hilang melalui penguapan dan sebagaian lagi diubah menjadi nitrat Haug 1980. Pada pengomposan dengan nilai CN yang tinggi akan memakan waktu yang lama, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar selulosa yang tinggi sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dan lainnya. Menurunkan nilai CN diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan yang mengandung banyak senyawa nitrogen. Bila nilai CN terlalu rendah maka perlu dinaikan dengan menambahkan bahan yang kaya karbon, seperti jerami, sekam, atau serbuk serbuk kayu Dalzell 1987. 2. Ukuran Partikel dan Porositas Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume poripori bahan. Proses pengomposan akan semakin cepat bila bahan memiliki ukuran yang semakin kecil karena dapat memperluas permukaan bahan yang kontak langsung dengan mikroorganisme. Namun kelemahannya, ukuran partikel bahan yang sangat kecil dapat memperlambat proses pengomposan karena timbunan tidak terkena udara akibat pemampatan bahan. Secara langsung ukuran partikel dapat mempengaruhi porositas dari timbunan kompos. Porositas merupakan ruang diantara partikel yang terbentuk di dalam timbunan kompos. Ruang antar partikel ini merupakan areal untuk sirkulasi air dan udara Isroi 2008. 3. Temperatur Pengomposan Aktivitas mikroba akan meningkatkan temperatur timbunan kompos. Terdapat hubungan antara peningkatan temperatur dengan konsumsi oksigen. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga mempercepat proses pengomposan. Temperatur pengomposan yang optimum berkisar antara 30 60 o C. Temperatur di atas 60 o C dapat membunuh sebagian mikroba, patogen tanaman, dan benih gulma. Temperatur yang terlalu rendah mengakibatkan kondisi mikroorganisme dalam keadaan dorman yang menghambat proses pengomposan Indriani 1999. Selama proses pengomposan ada tiga tahapan berbeda dalam kaitannya dengan suhu yang diamati, yaitu mesofilik, termofilik, dan tahap pendinginan. Pada tahap awal mesofilik suhu proses akan naik dari suhu lingkungan ke 40 o C dengan adanya kapang dan bakteri pembetuk asam. Suhu proses akan terus meningkat ke tahap termofilik antara 4070 o C, pada suhu ini proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. Tahap pendinginan ditandai dengan 4 penurunan aktivitas mikroorganisme dan penggantian dari mikroorganisme termofilik dengan bakteri dan kapang mesoflik Metcalf dan Eddy 1991. 4. Aerasi Kondisi lingkungan yang cukup oksigen dapat mempercepat proses aerasi pengomposan. Aerasi terjadi bila temperatur mengalami peningkatan yang menyebabkan udara hangat keluar dan masuknya udara dingin ke dalam timbunan pengomposan. Proses anaerob akan terjadi bila aerasi terhambat yang dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap dari hidrogen sulfida sehingga perlu dilakukan pembalikan untuk mencegah hal tersebut terjadi Isroi 2008. Persyaratan konsentrasi optimum dari oksigen di dalam massa kompos antara 5 15 persen volume. Peningkatan kandungan oksigen melewati 15 persen, misalnya akibat pengaliran udara yang terlalu cepat atau terlalu sering dibalik akan menurunkan temperatur dari sistem. Setidaknya diperlukan kandungan oksigen lebih dari 5 persen untuk menjaga kestabilan kondisi aerobik Metcalf dan Eddy 1991. 5. Kelembaban Kelembaban optimum berkisar antara 4060 memegang peranan yang sangat penting dalam suplai oksigen yang dapat mempengaruhi proses metabolisme mikroba. Kondisi lingkungan yang lembab kurang dari 40 dapat menyebabkan kehilangan panas sehingga aktivitas mikroba akan berkurang. Sedangkan apabila kelembaban di atas 60 volume udara menjadi berkurang, akibatnya aktivitas mikroba menurun dan terjadi proses anaerobik yang menghasilkan bau Isroi 2008. 7. Kadar Air Kadar air berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik. Kandungan air di bawah 30, reaksi biologis dalam pengomposan akan berjalan dengan lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi, ruang antara partikel menjadi penuh, sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan. Kandungan air optimum dari bahan kompos adalah 5060 Dalzell . 1987. Selama proses pengomposan sebagian air akan teruapkan sehingga perlu dilakukan pengaturan dengan penyemprotan, misalnya bersamaan proses pembalikan kompos, untuk menjaga kondisi air yang optimum selama proses pengomposan Ricahard 1996. 6. Nilai pH Pengomposan Nilai pH pengomposan optimum berkisar antara 6.5 sampai 7.5. Proses pelepasan asam selama pengomposan akan menurunkan pH, sedangkan proses pembentukan amonia dari bahan yang mengandung nitrogen akan meningkatkan nilai pH. Kompos yang sudah matang memiliki nilai pH yang mendekati netral Isroi 2008. Pengontrolan pH agar tetap pada kondisi optimal perlu dilakukan karena keasaman yang terlalu rendah menyebabkan kenaikan konsumsi oksigen yang mengakibatkan hasil yang buruk terhadap lingkungan Murbandono 1983. Pengontrolan pH dapat dilakukan dengan penambahan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen untuk menurunkan pH dan pemberian kapur dan abu dapur untuk menaikkan pH Hadiwiyoto 1983. 5

B. Metode Pengomposan