2.2.1 Sumber dan Penyebab Kemiskinan
Seseorang atau penduduk menjadi miskin dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti karena mengalami cacat baik fisik
maupun mental, berpendidikan rendah, tidak memiliki modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya lapangan kerja, terkena pemutusan hubungan
kerja PHK, tidak adanya jaminan sosial pensiun, kesehatan, kematian, atau juga karena hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam yang minim dan
infrastruktur yang terbatas. Edi Suharto, 2009:17 Kemiskinan juga disebabkan oleh lemahnya indikator keluarga seperti rata
– rata kelahiran dan tingkat kematian yang tinggi, angka pengangguran yang meningkat, tingkat pendapatan rendah, status gizi rendah, status perumahan atau
tempat tinggal yang kumuh, tingkat pendidikan rendah, pengeluaran untuk konsumsi pangan tidak mencukupi dan sebagainya. Disamping itu, kondisi
pemukiman, transportasi, sarana air bersih, fasilitas jalan, fasilitas kesehatan, sarana pendidikan dan fasilitas umum lainnya juga tidak mencukupi. Tjahya
Supriatna, 2000:125
Emil Salim dalam Tjahya Supriatna, 2000:124 mengemukakan adanya lima karakteristik kemiskinan. Kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah:
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan
kekuatan sendiri. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.
4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.
5. Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
Tjahya 2000 menyebutkan bahwa penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada
buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis dan
pengangguran yang marak. Lewis dalam Tadjuddin Effendi, 1993:218 juga menjelaskan bahwa
kemiskinan dapat muncul sebagai akibat dari nilai – nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri. Menurut Lewis kaum miskin di kota ataupun
di desa tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, apatis dan cenderung menyerah pada nasib. Disamping itu, tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mempunyai
daya juang dan kemampuan untuk memikirkan masa depan. Kriminalitas dan kekerasan menyertai kehidupan mereka sehari – hari. Selanjutnya Lewis
menyimpulkan bahwa keadaan yang serba menyimpang itu berakar dari kondisi lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke
generasi. Dengan kata lain, kaum miskin telah memasyarakatkan nilai – nilai dan perilaku kemiskinan, akibatnya perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan
mereka dan nilai – nilai dari perilaku terbentuk karena lingkungan kemiskinan. Secara konseptual, Edi Suharto 2009:18 menyebutkan bahwa kemiskinan
dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu: 1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dari
psikologis si miskin. Masyarakat menjadi miskin disebabkan oleh perilaku,
pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.
2. Faktor sosial. Kondisi – kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis, yang
menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan
kemiskinan antar generasi. 3. Faktor Kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan
kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan
kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Sikap – sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa
wirausaha, dan kurang menghormati etos kerja adalah yang umumnya ditemukan pada individu ataupun masyarakat miskin.
4. Faktor Struktur. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang menjadi miskin. Faktor struktur sering juga dikaitkan dengan kebijakan yang digariskan oleh pemerintah, seperti kebijakan
industrilisasi yang secara signifikan mempersempit lahan pertanian. Ataupun dalam suatu kelembagaan, seperti kelembagaan sewa – menyewa lahan yang
senantiasa lebih menguntungkan pemilik lahan.
2.2.2 Indikator dan Ukuran Kemiskinan