IV. ANALISIS PERKEMBANGAN TANAMAN PANGAN
Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Pangan di Indonesia
Padi
Padi merupakan tanaman penting bagi masyarakat Indonesia, karena tanaman padi merupakan penghasil bahan makanan pokok yaitu beras.
Pertumbuhan produksi padi sangat penting untuk mencukupi kebutuhan primer masyarakat, sehingga dapat mengurangi impor beras yang sering dilakukan
dewasa ini. Perkembangan produksi dan produktivitas tanaman padi dari tahun 1985-
2004 menunjukkan hasil yang terus meningkat, namun cenderung berfluktuasi. Kenaikan luas panen tertinggi dicapai pada tahun 1992, yaitu mencapai angka
11.103.317 ha, atau menunjukkan kenaikan 7,99 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan luas lahan terparah dialami pada tahun 1997, penurunan mencapai
angka -3,70 persen dari tahun sebelumnya. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 2000, yaitu mencapai angka 4.409 kgha, atau menunjukkan kenaikan 3,69
persen dari tahun sebelumnya. Penurunan produktivitas terparah dialami pada tahun 1998, penurunan mencapai angka -5,30 persen dari tahun sebelumnya.
Kenaikan produksi tertinggi dicapai pada tahun 1992, yaitu mencapai angka 48.240.009 ton, atau menunjukkan kenaikan 7,94 persen dari tahun sebelumnya.
Sedangkan penurunan produksi terjadi pada tahun 1997, penurunannya mencapai -3,37 persen dari tahun sebelumnya. Lebih jelasnya di bawah ini tabel
perkembangan padi.
Tabel 4.1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 1985-2004
Tahun Luas Panen
Produktivitas Padi
Produksi Padi
Ha TonHa
Ton 1985 9.902.293
3.942 39.032.945
1986 9.988.453 3.977
39.726.761 1987 9.922.594
4.039 40.078.195
1988 10.140.155 4.110
41.676.170 1989 10.531.207
4.247 44.725.582
1990 10.502.357 4.302
45.178.751 1991 10.281.519
4.346 44.688.247
1992 11.103.317 4.345
48.240.009 1993 11.012.776
4.375 48.181.087
1994 10.733.830 4.345
46.641.524 1995 11.436.764
4.349 49.744.140
1996 11.569.729 4.417
51.101.506 1997 11.140.594
4.432 49.377.054
1998 11.730.335 4.197
49.236.692 1999 11.963.204
4.252 50.866.387
2000 11.793.475 4.409
51.898.852 2001 11.499.994
4.388 50.460.782
2002 11.521.166 4.456
51.489.694 2003 11.488.034
4.538 52.137.604
2004 11.922.974 4.536
54.088.468 Pertumbuhan Rata-rata :
1985-1994 0,94 1,09 2,05 1995-2004 1,10 0,45 1,52
1985-2004 1,02 0,77 1,78
Sumber: BPS, 2005a; Deptan, 2001; dan Deptan, 2005.
Tabel 4.1. menggambarkan bahwa pertumbuhan rata-rata luas panen padi periode 1985-2004 mencapai 1,02 persen. Pertumbuhan rata-rata produktivitas
padi periode 1985-2004 mencapai 0,77 persen. Pertumbuhan rata-rata produksi padi periode 1985-2004 mencapai 1,78 persen.
Perubahan produksi lebih disebabkan oleh perluasan areal. Hal ini dapat dilihat, apabila luas panen meningkat kecenderungan produksi padi juga
meningkat. Namun pada beberapa tahun terjadi penurunan luas areal dan produksi padi. Penurunan ini disebabkan oleh Budiman dan Effendi, 1987 :
1. Terlihat kecenderungan terjadinya pergeseran dalam penggunaan lahan. Lahan pertanian pangan merupakan lahan subur dan beririgrasi semakin berkurang
karena digunakan untuk keperluan sektor lainnya seperti perumahan, industri, pasar, dan lain-lain.
2. Di sub sektor pertanian pangan pun terjadi pergeseran pendayagunaan lahan. Lahan sawah ditanami tanaman hortikultura karena memberikan lebih banyak
keuntungan dibandingkan dengan usahatani padi dan palawija. 3. Di luar Jawa seperti pada wilayah pasang surut, lahan kering dan sistem irigasi
kecil, diperlukan usaha yang lebih insentif bagi pengembangan dan adaptasi teknologi untuk produksi pangan.
4. Selain itu lahan tersebut umumnya terpencar, dengan ukuran kecil dan tingkat pengelolaan yang rendah. Akibatnya produksinya pun relatif sedikit, tidak
berkesinambungan dengan mutu yang rendah. 5. Selain itu dikhawatirkan bahwa perluasan lahan belum dapat mengimbangi
pengembangan efisiensi areal lahan usaha tani. Lahan-lahan sawah irigasi yang baru dibuka sangat peka terhadap gangguan lingkungan, sehingga
diperlukan waktu yang lama untuk memperbaiki keadaan fisik sawah untuk dapat berproduksi secara mantap.
6. Pengembangan produksi di lahan kering baik untuk padi, palawija maupun hortikultura tidak lepas dari masalah lingkungan produksi yang tidak
menunjang. Pembukaan lahan kering yang tidak disertai usaha konversi tanah dan air akan cepat menurunkan produktivitas lahan.
7. Perluasan lahan sawah beririgasi masih mengalami barbagai hambatan antara lain kurang tepatnya pemilihan lokasi pencetakan sawah, dan adanya
perbedaan prioritas antar petani dalam sistem irigasi.
Jagung
Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai
sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras, disamping itu jagung berperan sebagai pakan ternak, bahan baku industri dan rumah tangga Ditjen
Tanaman Pangan, 2002. Perkembangan produksi dan produktivitas tanaman jagung dari tahun
1985-2004 menunjukkan hasil yang cenderung meningkat, tetapi masih berfluktuasi. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 1986 mencapai angka
5.920.374 ton, atau menunjukkan kenaikan 36,74 persen dari tahun sebelumnya. Produksi terendah dialami pada tahun 1993 yang penurunannya mencapai -19,20
persen dari tahun sebelumnya. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 1996 yaitu mencapai angka 2.486 kgha, atau mengalami kenaikan sebesar 10,09 persen
dari tahun sebelumnya. Produktivitas terendah dialami pada tahun 1993, penurunannya mencapai -0,22 persen dari tahun sebelumnya.
Perkembangan luas panen dari tahun 1985-2004 cenderung meningkat, tetapi berfluktuasi. Luas panen tertinggi tahun 1988 mencapai angka 3.405.751
ha, atau kenaikannya sebesar 29,69 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan luas lahan terparah dialami pada tahun 1993, penurunan mencapai angka -19,00 persen
dari tahun sebelumnya. Peningkatan hasil panen jagung ini didukung oleh semakin meluasnya areal tanah yang digunakan dalam program intensifikasi
jagung. Program intensifikasi jagung ini meliputi: penggunaan varietas unggul nasional maupun hibrida, penggunaan pupuk yang lengkap, pengendalian hama
dan penyakit secara terpadu baik pada waktu pra panen maupun pasca panen. Lebih jelasnya di bawah ini tabel perkembangan jagung.
Tabel 4.2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Jagung di Indonesia 1985-2004
Tahun Luas Panen
Produktivitas Jagung
Produksi Jagung
Ha TonHa Ton
1985 2.439.966 1.774
4.329.503 1986 3.142.759
1.897 5.920.374
1987 2.626.033 1.971
5.155.680 1988 3.405.751
1.962 6.651.917
1989 2.944.199 2.117
6.192.512 1990 3.158.092
2.132 6.734.028
1991 2.909.100 2.150
6.255.906 1992 3.629.346
2.203 7.995.459
1993 2.939.534 2.198
6.459.737 1994 3.109.398
2.209 6.868.885
1995 3.651.838 2.258
8.245.902 1996 3.743.573
2.486 9.307.423
1997 3.355.224 2.614
8.770.851 1998 3.847.813
2.643 10.169.488
1999 3.456.357 2.663
9.204.036 2000 3.500.318
2.765 9.676.899
2001 3.285.866 2.848
9.347.192 2002 3.126.833
3.088 9.654.105
2003 3.358.511 3.241
10.886.442 2004 3.356.914
3.344 11.225.243
Pertumbuhan Rata-rata : 1985-1994 4,37 2,50 6,94
1995-2004 1,17 4,04 5,44 1985-2004 2,77 3,27 6,19
Sumber: BPS, 2005a; Deptan, 2001; dan Deptan, 2005.
Tabel 4.2. menggambarkan bahwa pertumbuhan rata-rata luas panen jagung periode 1985-2004 mencapai 2,77 persen. Pertumbuhan rata-rata
produktivitas jagung periode 1985-2004 mencapai 3,27 persen. Pertumbuhan rata- rata produksi jagung periode 1985-2004 mencapai 6,19 persen.
Pertumbuhan rata-rata perkembangan jagung terlihat mengalami peningkatan. Pertumbuhan produksi lebih disebabkan oleh pertumbuhan
produktivitas. Bebarapa tahun terakhir kebutuhan jagung terus meningkat, hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan
peningkatan kebutuhan untuk pakan. Pada dekade terakhir, pangsa luas panen dan produksi komoditas jagung menduduki urutan terbesar dibanding dengan palawija
lainnya. Kedepan pangsa ini perlu ditingkatkan mengingat komoditas jagung perannya semakin strategis sebagai sumber pakan. Upaya yang dilakukan untuk
mengembangkan peluang jagung ke depan Wayan Sudana, 2005 : 1. Meningkatkan luas tanam adalah melalui pengaturan pola tanam baik di lahan
kering maupun di lahan sawah. Sebagai contoh melalui upaya khusus dengan pengaturan pola tanam dan intensifikasi yang dilakukan oleh Sekretaris BP
Bimas. 2. Peningkatan produktivitas terutama dapat dilakukan di sentra produksi jagung
baik di Jawa maupun luar Jawa. 3. Peningkatan produksi malalui penggunaan varietas unggul, pemupukan
berimbang serta perbaikan manajemen masih cukup besar.
Kedelai
Kedelai merupakan bahan makanan tambahan bagi masyarakat Indonesia. Kedelai juga merupakan bahan makanan bagi ternak, bahan ekspor non migas dan
bahan untuk mendukung perkembangan industri Ditjen Tanaman Pangan, 1999. Luas panen tertinggi pada tahun 1986 mencapai 1.253.767 ha, atau
mencapai 39,89 persen dari tahun sebelumnya. Luas panen terendah pada tahun 2000 penurunannya mencapai -28,37 persen dari tahun sebelumnya. Produktivitas
tertinggi dicapai tahun 1987 yaitu 1.055 kgha, atau kenaikannya 7,87 persen dari tahun sebelumnya. Produktivitas terendah terjadi tahun 1994, penurunannya
mencapai -4,30 persen dari tahun sebelumnya. Produksi tertinggi pada tahun 1986
yaitu 1.226.727 ton, atau kenaikannya mencapai 41,04 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi pada tahun 2000 yaitu mencapai -26,41 persen
dari tahun sebelumnya.
Tabel 4.3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Kedelai di Indonesia 1985-2004
Tahun Luas Panen Produktivitas Kedelai
Produksi Kedelai
Ha TonHa Ton
1985 896.220 970
869.718 1986 1.253.767
978 1.226.727
1987 1.100.565 1.055
1.160.963 1988 1.177.360
1.079 1.270.418
1989 1.198.096 1.098
1.315.113 1990 1.334.100
1.115 1.487.433
1991 1.368.199 1.137
1.555.453 1992 1.665.706
1.122 1.869.713
1993 1.470.206 1.162
1.708.528 1994 1.406.918
1.112 1.564.847
1995 1.477.432 1.137
1.680.007 1996 1.279.286
1.186 1.517.181
1997 1.119.079 1.213
1.356.891 1998 1.095.071
1.192 1.305.640
1999 1.151.079 1.201
1.382.848 2000 824.484
1.234 1.017.634
2001 678.848 1.218
826.932 2002 544.522
1.195 673.056
2003 526.796 1.275
671.600 2004 565.165
1.280 723.483
Pertumbuhan Rata-rata : 1985-1994 6,22 1,57 7,71
1995-2004 -7,97 1,44 -6,69 1985-2004 -0,87 1,50 0,51
Sumber: BPS, 2005a; Deptan, 2001; dan Deptan, 2005. Tabel 4.3. menggambarkan bahwa pertumbuhan rata-rata luas panen
kedelai periode 1985-2004 mencapai -0,87 persen. Pertumbuhan rata-rata produktivitas kedelai periode 1985-2004 mencapai 1,50 persen. Pertumbuhan
rata-rata produksi kedelai periode 1985-2004 mencapai 0,51 persen. Hal ini menunjukkan adanya stagnasi, bahkan cenderung menurun. Kecilnya angka
pertumbuhan rata-rata perkembangan kedelai ini membuat pemerintah menempuh kebijakan yang lebih efisien dengan mengimpor kedelai untuk memenuhi
kebutuhan nasional. Kecilnya angka pertumbuhan rata-rata perkembangan kedelai ini dikarenakan Supadi, 1988 :
1. Harga jual kedelai terlalu rendah sedangkan biaya produksi sangat tinggi. Hal ini menyebabkan petani kedelai rugi.
2. Harga kedelai impor lebih murah dibandingkan harga kedelai nasional.
Total Faktor Produktivitas
Total Faktor Produktivitas TFP dapat menggunakan estimasi agregat output dan pertumbuhan input. Index TT1 adalah index TFP menggunakan index
pertumbuhan output TT1 dan index pertumbuhan input TT. Index TT2 adalah index TFP menggunakan index pertumbuhan output TT2 dan index pertumbuhan
input TT. Data TT1 yang digunakan adalah data pertumbuhan output produksi Q dan TT2 menggunakan data penjumlahan input produksi K yang berupa bibit,
pupuk dan pestisida, luas areal panen P dan tenaga kerja L. Maka TFP didapat dari TT1 dikurangi TT2. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
TFP = TT1 – TT2 = Q – K + P + L
4.1
Tabel 4.4. Total Faktor Produktivitas Tanaman Pangan Indonesia 1985-2004
Tahun
TT1 TT2 TFP Q K P
L Q-K-P-L
1985 100 100 100
100 1986
107.2 115.0 181.8 128.0
100 1987
105.7 112.4 132.4 142.7
309.9 1988
114.5 123.5 187.8 197.3
40.5 1989
119.0 134.7 171.6 215.4
190.1 1990
122.2 129.4 204.3 198.0
102.2 1991
119.9 138.3 189.0 204.9
98.3 1992
133.6 142.8 310.0 223.7
62.8 1993
128.6 132.0 219.8 201.1
271.4 1994
125.4 128.3 216.9 198.4
63.0 1995
136.4 142.3 285.0 208.5
68.9 1996
140.6 140.7 255.9 213.7
159.5 1997
134.4 144.3 193.2 399.8
58.3 1998
136.9 162.9 228.3 412.1
112.1 1999
138.6 188.4 219.8 261.3
193.6 2000
140.4 163.7 157.2 220.5
134.9 2001
135.1 170.4 118.5 179.6
77.8 2002
136.4 191.8 90.6 148.7
94.2 2003
139.7 195.9 93.9 156.0
65.1 2004
144.5 246.7 104.5 150.9
82.8 Tabel 4.4. menunjukkan bahwa nilai TFP positif. Hal ini menandakan
bahwa TFP yang dipengaruhi oleh ouput dan input dapat dihasilkan secara maksimal.
V. ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS TANAMAN PANGAN