3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan mengambil data website efek Indonesia www.idx.co.id yang berupa laporan
tahunan perusahaan yang akan diteliti. Penelitian mengambil data perusahaan manufaktur sektor pulp dan kertas yang terdaftar di BEI untuk tahun 2009-
2012.
3.7 Teknik Analisis 3.7.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda.Setidaknya ada empat uji asumsi
klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk
menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum, yang berarti model regresi tidak mengandung masalah.Tidak
ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Berikut ini adalah uji asumsi klasik yang harus dipenuhi oleh
model regresi : 3.7.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Ada dua cara untuk mengetahui apakah residual terdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik Ghozali, 2012 :
110. Karena analisis grafik dapat menyesatkan, maka dilakukan juga
Universitas Sumatera Utara
uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan melihat tingkat signifikansinya. Uji ini dilakukan sebelum data diolah. Pendeteksian
normalitas data apakah terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Residual dinyatakan
terdistribusi normal jika nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov 0,05.
3.7.1.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen. Uji
multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen Ghozali, 2012 : 91.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF Variance
Inflation Factor. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1Tolerance. Nilai out off yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10 Ghozali, 2012 : 92.
3.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke
Universitas Sumatera Utara
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi Heteroskesdatisitas Ghozali, 2012 : 105.
Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dependen
yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola tertentu pada grafik scatterplot antar SRESID dan ZPRED, di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah
residual Yprediksi-Ysesungguhnya yang telah di stundentized. Adapun dasar atau kriteria pengambilan keputusan berkaitan
dengan gambar tersebut adalah Ghozali, 2012 : 105: a. Jika ada pola tertentu, seperi titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.7.1.4 Uji Autokorelasi
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah didalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
Universitas Sumatera Utara
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 Ghozali, 2012 : 95. Model regresi yang baik adalah regresi yang
bebas dari autokorelasi. Pendeteksian ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson DW. Pengambilan keputusan dapat
dilihat melalui tabel autokorelasi berikut ini.
Tabel 3.2 Tabel Standar Autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan
Jika Tidak ada autokorelasi positif
Tolak 0 d dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision
dl ≤ d ≤ dlu
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak
3 – dl d 3 Tidak ada autokorelasi negatif
No decision 3 – du
≤ d ≤ - dl Tidak ada korelasi, positif atau negatif
Tidak ditolak du d 3-du
3.7.2 Analisis Regresi Berganda
Model yang digunakan dalam penelitian adalah model regresi linier berganda. Hal ini disebabkan penelitian dirancang untuk
mengetahui arah, pengaruh dan kekuatan hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun model dasarnya dapat
dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
1
X
1
+ b
3
X
3
e Keterangan:
Y = Rasio Return On Equity
a = Konstanta persamaan regresi
b1, b2,b3 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel independen X
1
= Ukuran dewan komisaris X
2
= Frekuensi rapat
Universitas Sumatera Utara
X
3
= Ukuran komite audit e
= Variabel Residual Besarnya konstanta tercermin dalam “a” dan besarnya koefisien
regresi dari masing-masing variabel independen ditunjukkan dengan b1, b2, b3. Pada model persamaan di atas dapat diketahui tanda positif atau
negatif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Agar model tersebut memberikan hasil estimasi yang terbaik,
maka model harus memenuhi asumsi regresi linier klasik, yaitu tidak terjadi gejala multikolonieritas, autokorelasi, heterokedastisitas, dan
berdistribusi normal ataupun mendekati normal.
3.7.3 Pengujian Hipotesis
3.7.3.1 Uji t t-tes
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelasindependen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen dengan hipotesa sebagai berikut Ghozali, 2012 : 84:
a. Hipotesis nol atau Ho : bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
b. Hipotesis alternatif atau Ha : bi ≠ 0 artinya variabel independen
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Uji t dipakai untuk melihat signifikansi dari pengaruh independen
secara individu terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lain bersifat konstan. Uji ini dilakukan dengan memperbandingkan t hitung
Universitas Sumatera Utara
dengan t tabel Sulaiman, 2004 : 87. Dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Bila t hitung t tabel atau probabilitas tingkat signifikansi Sig 0,05, maka menolak Ho dan menerima Ha.
b. Bila t hitung t tabel atau probabilitas tingkat signifikansi Sig 0,05 maka menerima Ho dan menolak Ha.
3.7.3.2 Uji F F-tes
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen atau terikat Ghozali, 2012 : 84. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji dua arah dengan hipotesis sebagai berikut:
a. Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya tidak ada pengaruh secara signifikan dari variabel bebas secara bersama-sama.
b. Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0, artinya ada pengaruh secara signifikan
dari variabel bebas secara bersama-sama. Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F
tabel dan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan nilai signifikansi 0,05.
Dengan cara sebagai berikut: a. Bila F hitung F tabel atau probabilitas nilai signifikan Sig
≤ 0,05, maka hipotesis tidak dapat ditolak, ini berarti bahwa secara simultan
variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Universitas Sumatera Utara
b. Bila F hitung F tabel atau probabilitas nilai signifikan Sig ≥ 0,05,
maka hipotesis tidak dapat diterima, ini berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
3.7.3.3 Koefisien Determinasi R²
Koefisien determinasi R² mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Ghozali, 2012 : 83.
Nilai R² mempunyai interval antara 0 sampai 1 0 ≤ R² ≤ 1. Semakin
besar R² mendekati 1, semakin baik hasil untuk model regresi tersebut dan semakin mendekati 0, maka variabel independen secara keseluruhan
tidak dapat menjelaskan variabel dependen Sulaiman, 2004 : 86. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen Ghozali, 2012: 83
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Penelitian
Objek penelitian ini adalah perusahaan pulp kertas di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling dan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, diperoleh 7 perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel penelitian ini dan
diamati selama periode 2009-2012. Daftar perusahaan yang dijadikan sebagai sampel dapat dilihat pada table 4.1.
Tabel 4.1 Daftar sampel perusahaan pulp kertas
No Kode
Nama perusahaan Tgl berdiri
1 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
12 Juli 2011 2
INKP Indah Kiat Pulp paper Tbk
16 Juli 1990 3
INRU Toba Pulp Lestari Tbk
18 Juni 1990 4
KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia
Tbk 11 Juli 2008
5 SAIP
Surabaya Agung Industri Pulp Kertas Tbk
14 Mei 2009 6
SPMA Suparma Tbk 16 Nov 1994
7 TKIM
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk 03 April
1990 Sumber : Data diolah penulis, 2014
Universitas Sumatera Utara
4.2
Mekanisme
Corporate Governance
4.2.1 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris adalah jumlah total anggota dewan komisaris, baik yang dari internal maupun eksternal perusahaan sampel.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari
manajemen untuk melakukan earnings management yang berdampak
pada berkurangnya kepercayaan investor. Fungsi dewan komisaris yang lain adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung
jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder
perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan corporate
governance. Tabel 4.2
Ukuran Dewan Komisaris tahun 2009-2012
No Nama Perusahaan
Kode Ukuran Dewan Komisaris
X
1
2009 2010 2011 2012 1
Fajar Surya Wisesa Tbk FASW
3 3
3 3
2 Indah Kiat Pulp paper Tbk
INKP 5
6 10
10 3
Toba Pulp Lestari Tbk INRU
2 3
4 4
4 Kertas Basuki Rachmat
Indonesia Tbk KBRI
3 4
4 3
5 Surabaya Agung Industri Pulp
Kertas Tbk SAIP
4 3
3 3
6 Suparma Tbk
SPMA 8
13 8
13 7
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM 7
7 7
7 Sumber : Data diolah penulis, 2014
Satu perusahaan PT Fajar Surya Wisesa Tbk dengan jumlah dewan komisaris X
1
yang terendah dengan perusahaan lain selama
Universitas Sumatera Utara
periode 2009-2012. Hal ini mengindikasikan bahwaan ukuran dewan komisaris dengan kondisi financial distress pada perusahaan. Jumlah
komisaris akan memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap kondisi keuangan perusahaan. Semakin banyak jumlah dewan
komisaris maka fungsi monitoring terhadap kebijakan direksi dapat dijalankan dengan lebih baik sehingga kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress akan semakin menurun.
4.2.2 Frekuensi rapat
Frekuensi rapat dewan komisaris merupakan sumber yang penting untuk menciptakan efektivitas dari dewan komisaris. Dengan Jumlah
rapat yang lebih sedikit, mendorong Dewan Komisaris untuk membentuk suatu komite yang membantu melakukan pengawasan,
khususnya pengawasan dan pengendalian risiko, dalam menciptakan
efektivitas kinerja Dewan Komisaris itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Frekuensi rapat tahun 2009-2012
No Nama Perusahaan
Kode Frekuensi Rapat
X
1
2009 2010
2011 2012
1 Fajar Surya Wisesa Tbk
FASW 25
12 12
4 2
Indah Kiat Pulp paper Tbk INKP
4 12
14 12
3 Toba Pulp Lestari Tbk
INRU 16
14 10
12 4
Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk
KBRI 12
14 13
10 5
Surabaya Agung Industri Pulp Kertas Tbk
SAIP 6
8 8
9 6
Suparma Tbk SPMA
12 12
15 15
7 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM
13 13
12 12
Sumber : Data diolah penulis, 2014
PT. Surabaya Agung Industri Pulp Kertas Tbk memiliki X
2
yang terendah dibandingkan dengan perusahaan pulp kertas lainnya selama periode 2009-2012. Hal ini kemungkinan perusahaan tersebut
kurang mengadakan rapat di perusahaan maka terjadinya kerjasama dan informasi. Semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat, maka
akses informasi juga akan semakin merata di antara sesama komisaris, sehingga keputusannya semakin baik yang berdampak pada kinerja
perusahaan yang lebih baik. Rapat dewan komisaris merupakan salah satu sumber informasi yang nantinya digunakan untuk meningkatkan
efektifitas dewan komisaris. Informasi yang diungkapkan melalui rapat tersebut meliputi tidak hanya pada visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, pengendalian internal tetapi juga pihak- pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Ukuran Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.
Tabel 4.4 Ukuran komite audit
tahun 2009-2012
No Nama Perusahaan
Kode Ukuran Audit Komite
X
3
2009 2010 2011 2012 1
Fajar Surya Wisesa Tbk FASW
3 3
3 3
2 Indah Kiat Pulp paper Tbk
INKP 3
3 3
3 3
Toba Pulp Lestari Tbk INRU
3 3
4 4
4 Kertas Basuki Rachmat
Indonesia Tbk KBRI
3 3
3 3
5 Surabaya Agung Industri Pulp
Kertas Tbk SAIP
3 3
3 3
6 Suparma Tbk
SPMA 3
3 3
3 7
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM
3 3
3 3
Sumber : Data diolah penulis, 2014 Perusahaan dengan X
3
terendah adalah Fajar Surya Wisesa Tbk, Indah Kiat Pulp paper Tbk, Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk,
Surabaya Agung Industri Pulp Kertas Tbk, Suparma Tbk dan Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk pada tahun 2009-2012, hal ini menunjukkan
bahwa kurangnya pengawasan manajemen dan kinerjanya. Oleh karena itu mekanisme tata kelola perusahaan yang baik juga meliputi komite
audit sebagai bagian dari pengendalian internal. Perusahaan publik sekurang-kurangnya harus membentuk komite audit untuk membantu
Universitas Sumatera Utara
dewan komisaris dalam melaksanakan tugas pengawasan. Komite audit merupakan inti dari mekanisme pengawasan untuk pemegang saham
dan komponen lain yang berkepentingan. Keberadaan komite audit juga mendorong dan menguatkan keberadaan fungsi audit internal. Oleh
karena itu, efektivitas komite audit sering dikaitkan dengan isu independensi yang harus ada dalam melaksanakan fungsinya.
4.3 Kinerja perusahaan pulp kertas yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia BEI Kinerja perusahaan adalah kemampuan sebuah perusahaan mengelola
sumber daya yang ada sehingga dapat memberikan nilai kepada perusahaan tersebut. Dengan mengetahui kinerja suatu perusahaan kita dapat mengukur
tingkat efisensi dan produktifitas perusahaan tersebut Salah satu data untuk
melakukan penilaian kinerja perusahaan adalah laporan keuangan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan dapat menggunakan nilai buku yaitu berdasarkan
rasio-rasio laporan keuangan contohnya Return on Equity ROE. Rasio Return on Equity atau ROE adalah indikator yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar hasil pengembalian yang diterima perusahaan dari ekuitas.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Kinerja perusahaan tahun 2009-2012
No Nama Perusahaan
Kode Kinerja perusahaan
Rasio Return On Equity 2009
2010 2011
2012 1
Fajar Surya Wisesa Tbk FASW
174.6 156.3 73.452
2.928 2
Indah Kiat Pulp paper Tbk INKP
7.956 0.649
0.793 2.397
3 Toba Pulp Lestari Tbk
INRU 4.392
0.318 0.029
2.543 4
Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk
KBRI 3.848 76.539
2.877 0.787
5 Surabaya Agung Industri Pulp
Kertas Tbk SAIP
13.902 9.213 17.627 10.929
6 Suparma Tbk
SPMA 3.910
4.123 4.401
5.127 7
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM 4.871
6.895 9.543
4.604 Sumber : Data diolah penulis, 2014
Dengan ROE perusahaan terendah PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk yaitu tahun 2009-2012 Hal ini disebabkan oleh terjadinya
kenaikan pada sisi penjualan bersih, laba bersih setelah pajak penghasilan dan jumlah ekuitas. Sedangkan perusahaan lainnya mengalami peningkatan tahun
2009-2012. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kenaikan penjualan bersih perusahaan dan kenaikan pada sisi laba bersih setelah pajak penghasilan
perusahaan, juga kenaikan ekuitas yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sehingga pada akhirnya kemudian juga akan
menyebabkan kenaikan laba bersih setelah pajak penghasilan perusahaan, disertai pula oleh kenaikan jumlah ekuitas yang meningkat secara signifikan
jumlahnya setiap periode.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Hasil Penelitian