Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung tentang Acute Mountain Sickness (AMS) pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU)

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Adriani Sakina

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 Maret 1995

Agama : Islam

Alamat : Jalan Jati III No.73, Pasar Merah, Medan

Orang Tua :

- Ayah : (Alm.) Drs. Durhanuddin - Ibu : Ir. Bulan Trisna Rambe

Riwayat Pendidikan :

1. TK Islam Amalina (1999-2000)

2. SD Islam Swasta Al-Mubarak (2004-2006) 3. SMP Negri 161 Jakarta (2006-2009)

4. SMA Negeri 47 Jakarta (2009-2012)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-Sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Wakil Ketua Language Club SMA Negeri 47 Jakarta (2010-2011) 2. Anggota ROHIS SMAN 47 Jakarta (2009-2012)


(2)

3. Personalia SCORE PEMA FK USU (2013-2014)

4. Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat TBM FK USU (2014-2015) 5. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU (2014-2015

6. Anggota Divisi Hari Besar Islam dan Pengabdian Masyarakat BKM Ar-Rahmah FK USU (2015)


(3)

(4)

(5)

LAMPIRAN 4

UJI RELIABILITAS KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA USU MENGENAI ACUTE MOUNTAIN SICKNESS

Reliability

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 71 100.0

Excludeda 0 .0

Total 71 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

.686 26

CORRELATIONS

/VARIABLES=Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Total

/PRINT=TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.


(6)

LAMPIRAN 5

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera

Saya Adriani Sakina, mahasiswi tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Umum Kejadian Acute Mountain Sickness (AMS) pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kejadian AMS dapat terjadi, termasuk di dalamnya tingkat pengetahuan pendaki gunung yang merupakan mahasiswa USU sebagai subjek penelitian ini terhadap kejadian AMS.

Saya mengharapkan kerja sama dari Saudara/i Jawaban yang Saudara/i berikan sangat berguna untuk kelangsungan penelitian ini dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian, tidak disalahgunakan untuk maksud -maksud lain. Identitas responden akan dirahasiakan dan tidak akan dipublikasikan. Keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini sangat saya harapkan.Partisipasi Saudara/i bersifat bebas dan tanpa paksaan.Saudara/i berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun. Jika selama menjalani penelitian ini Saudara/i memiliki keluhan, Saudara/i dapat menghubungi saya, Adriani Sakina (HP : 082160536499).

Demikian penjelasan ini saya sampaikan.Atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i, Saya ucapkan terimakasih.

Medan, 2015.


(7)

LAMPIRAN 6

Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Umur : Alamat : Pekerjaan :

Menyatakan bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian yang akan dilakukan oleh Adriani Sakina, mahasisiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dengan ini, Saya menyatakan bersedia untuk menjadi subjek penelitian dengan sukarela dan tanpa paksaan.

Medan, 2015

Responden


(8)

LAMPIRAN 7

Kuesioner Acute Mountain Sickness – Lake Louis Scoring (AMS-LLS)

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

Apakah Anda memiliki penyakit penyerta yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru ? (Misalnya : Asma, gagal jantung)

a. Tidak

b. Ya (………..)

Apakah Anda masih aktif melakukan pendakian gunung hingga saat ini ? a. Ya

b. Tidak (Terakhir kali melakukan pendakian pada usia…21 tahun)

Berapa ketinggian gunung atau tempat pendakian yang paling tinggi dari pendakian yang pernah Anda lakukan ? (dalam satuan meter di atas permukaan laut atau mdpl)

a. 2000 – 2500 mdpl b. 2500 – 3500 mdpl c. 3500 – 4500 mdpl d. >4500 mdpl

Di saat Anda melakukan pendakian, apakah anda mengalami keluhan-keluhan sebagai berikut :

1. Sakit kepala

(0) Tidak sama sekali (1) Sakit kepala ringan (2) Sakit kepala sedang (3) Sakit kepala berat


(9)

Keterangan : Berdasarkan HIS (International Headache Society) Committee on Clinical Trials in Migraine, rekomendasi Skala Verbal derajat nyeri kepala, terutama mengenai intensitas dan kemampuan fungsional :

(0) Tidak ada sakit kepala

(1) Sakit kepala ringan, yaitu ada sakit kepala, namun masih dapat beraktifitas normal

(2) Sakit kepala sedang, yaitu sakit kepala disertai aktivitas terganggu, namun tidak menghalangi berkegiatan.

(3) Sakit kepala berat, yaitu tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari atau memerlukan istirahat tidur hingga perawatan di rumah sakiit bila perlu.

2. Gangguan pencernaan (0) Nafsu makan masih baik

(1) Nafsu makan menurun dan/atau disertai mual (2) Mual hebat dan/atau disertai muntah

(3) Mual dan muntah berat 3. Kelelahan

(0) Tidak lelah sama sekali (1) Kelelahan ringan (2) Kelelahan sedang (3) Kelelahan berat

Keterangan :

4. Oyong atau perasaan seperti melayang (seperti akan pingsan) (0) Tidak sama sekali

(1) Keluhan oyong ringan (2) Keluhan oyong sedang (3) Keluhan oyong berat


(10)

5. Gangguan tidur

(0) Tidur seperti biasa (tidak ada perubahan) (1) Adanya gangguan tidur (gelisah saat tidur)

(2) Terbangun-bangun saat tidur sehingga waktu tidur berkurang (3) Tidak bisa tidur sama sekali


(11)

Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Acute Mountain Sickness (AMS)

1. Jika tidak mengetahui gambaran ketinggian suatu gunung yang hendak didaki secara pasti, maka untuk mengetahui karakteristik ketinggian bila menggunakan peta atau GPS, yaitu dengan memerhatikan…

a) Legenda

b) Garis kontur dan skala c) Nomor peta

2. Ketika mendaki gunung, Anda sebaiknya mengenakan pakaian yang hangat. Di antara pilihan berikut ini, pakaian mana yang sebaiknya Anda kenakan ?

a) Pakaian berbahan wool b)Jeans

c) Kaos Oblong (Tanpa lapisan baju lain, misalnya jaket.)

3. Obi melakukan pendakian Gunung Kerinci bersama Jek, Raji, dan Udi. Meskipun perjalanan diperkirakan sekitar lima hari, mereka sebaiknya membawa perbekalan untuk persediaan lebih dari lima hari. Idealnya perbekalan makanan yang harus mereka bawa untuk berapa lama ? (n = estimasi lama waktu perjalanan).

a) 11 hari ( rumus 2n+1) b) 17 hari (rumus 3n+2) c) 20 hari (rumus 4n)

4. Manakah di antara pilihan berikut yang sesuai dengan kondisi pegunungan ?

a) Tekanan udara akan semakin menipis di tempat yang semakin tinggi b) Sesorang lebih banyak menghirup nitrogen akibat oksigen menipis


(12)

c) Suhu lingkungan tinggi akibat paparan sinar matahari lebih banyak di pegunungan

5. Saat mendaki gunung, tubuh akan akan melakukan suatu respon yang disebut…

a) Desensitisasi b) Aklimatisasi c) Potensial aksi

6. Jika sesorang bernafas lebih cepat saat mendaki gunung, apa penyebab hal tersebut ?

a) Udara di dataran tinggi (gunung) lebih dingin

b) Udara lebih segar atau sedikit polusi sehingga ingin bernafas lebih sering

c) Semakin tinggi suatu tempat, termasuk gunung, jumlah oksigen semakin sedikit

7. Berapa suhu tubuh normal sesorang ? a) 34,5 oC – 35 oC

b) 36,2 oC – 37,3 oC c) 38 oC – 39 oC

8. Jika seseorang menggigil dan Anda membawa thermometer di kotak P3K, kemudian saat diukur suhu tubuh nya 34oC, maka individu tersebut mengalami ?

a) Demam b) Hipotermi c) Hiponatremia

9. Hal berikut ini dapat memicu seseorang mengalami kejadian pada soal No. 13, kecuali…


(13)

a) Kurangnya makanan (kelaparan)

b) Mengenakan pakaian berlapis-lapis atau terlalu tebal c) Kondisi yang begitu dingin

10.Berdasarkan soal nomor 13, jika Anda atau kerabat Anda mengalami hal tersebut ketika mendaki gunung, apa yang sebaiknya dilakukan?

a) Meminum minuman hangat

b) Mengompres badan dengan botol berisi air panas c) Makan cokelat

11.Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan Acute Mountain Sickness (AMS)?

a) Penyakit yang muncul pada mereka yang tinggal di daerah pegunungan

b) Gejala-gejala (sindrom) yang muncul pada mereka yang mendaki gunung

c) Penyakit yang terjadi setelah mendaki gunung (sudah menuruni gunung dari mendaki)

12.Menurut Anda, apa gejala utama yang muncul pada AMS ? a) Sakit kepala

b) Jantung berdebar-debar c) Nyeri sendi

13.Selain gejala utama, seperti yang ditanyakan dalam pertanyaan nomor 15, gejala lain yang muncul pada kejadian AMS yaitu…

a) Pergeseran sendi (Dislokasi) b) Mual dan muntah

c) Perdarahan intra abdomen (berasal dari organ dalam di daerah perut)


(14)

a) Ketinggian b) Usia

c) Paparan sinar matahari

15.Jika tidak dapat melakukan tindakan medis segera pada seseorang yang mengalami AMS, maka penanganan sederhana yang dapat dilakukan, yaitu…

a) Segera membawa seseorang tersebut ke pos pendakian lebih rendah (sekitar 500—1000 meter yang lebih rendah)

b) Memberi minum sebanyak-banyaknya


(15)

LAMPIRAN 8

Data Induk Karakteristik Responden dan Kejadian AMS

No . Jenis Kelamin Penyakit Penyerta Ketinggia n gunung (mdpl) Skor AMS -LLS

Keluhan berdasarkan kuesioner AMS - LLS

Mengalami AMS atau tidak Sakit Kepala Gangguan

Pencernaan Lelah Oyong

Gangguan Tidur

1 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 5 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur AMS

2 Wanita Asma 3500 -

4500 4 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Gelisah saat

tidur AMS

3 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 5 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Terbangun-bangun saat tidur AMS

4 Pria Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 5 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS


(16)

7 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Gelisah saat tidur Tidak AMS 8 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 6 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Terbangun-bangun saat tidur AMS 9 Wanita Tidak

ada

2500 -

3500 3 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti

biasa AMS

10 Pria Tidak ada

2000 -

2500 6 Ringan

Mual hebat dan/atau disertai muntah ringan Lelah sedang Tidak ada Gelisah saat

tidur AMS

11 Pria Tidak ada

2000 -

2500 0 Tidak ada

Nafsu makan baik Tidak Lelah Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 12 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 2 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 13 Pria Tidak

ada

3500 -

4500 2 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 14 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 5 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur AMS 15 Pria Asma 3500 -

4500 2 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 16 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 7 Ringan

Nafsu makan baik Lelah Berat Oyong ringan


(17)

tidur 17 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 5 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Oyong ringan Gelisah saat

tidur AMS

18 Pria Tidak ada

2500 -

3500 6 Ringan

Mual hebat dan/atau disertai muntah ringan Lelah Berat Tidak ada Gelisah saat

tidur AMS

19 Pria Tidak ada

2500 -

3500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 20 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 5 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Gelisah saat

tidur AMS

21 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 3 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti

biasa AMS

22 Pria Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Gelisah saat tidur Tidak AMS 23 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 5 Sedang

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah sedang Tidak ada Tidak bisa tidur sama sekali AMS 24 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 0 Tidak ada

Nafsu makan baik Tidak Lelah Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 25 Pria Tidak

ada

3500 -

4500 6 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Oyong ringan Terbangun-bangun saat tidur AMS 26 Pria Tidak 2500 - 3 Tidak ada Nafsu makan Lelah Oyong Tidur seperti Tidak


(18)

ada 3500 baik sedang ringan biasa AMS 27 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 28 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 29 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 30 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah Berat Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 31 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 6 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Terbangun-bangun saat tidur AMS

32 Pria Tidak ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 33 Wanita Tidak

ada

2500 -

3500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Gelisah saat tidur Tidak AMS 34 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 6 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Terbangun-bangun saat tidur AMS 35 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Gelisah saat tidur Tidak AMS 36 Wanita Tidak

ada

2500 -

3500 0 Tidak ada

Nafsu makan baik Tidak Lelah Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 37 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS


(19)

38 Pria Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 39 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 40 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 41 Pria

Ganggu an Jantung

2000 -

2500 6 Sedang

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong sedang Gelisah saat

tidur AMS

42 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 43 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 44 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS

45 Pria 2500 -

3500 4 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Gelisah saat

tidur AMS

46 Wanita Tidak ada

2500 -

3500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 47 Pria Tidak

ada

3500 -

4500 3 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

48 Pria Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Gelisah saat tidur Tidak AMS 49 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS


(20)

50 Wanita Tidak ada

2500 -

3500 2 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 51 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 3 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

52 Wanita Tidak ada

2000 -

2500 3 Ringan

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

53 Pria Tidak ada

2500 -

3500 8 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong Berat Terbangun-bangun saat tidur AMS

54 Pria Tidak ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Tidak Lelah Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 55 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 56 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS

57 Pria Tidak ada

2500 -

3500 4 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 58 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 59 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 4 Tidak ada

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Oyong sedang Tidur seperti biasa Tidak AMS 60 Pria Tidak 2000 - 5 Tidak ada Nafsu makan Lelah Oyong Terbangun- Tidak


(21)

ada 2500 baik sedang ringan bangun saat tidur

AMS

61 Pria Tidak ada

2000 -

2500 4 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 62 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 63 Pria Tidak

ada

3500 -

4500 4 Tidak ada

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 64 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 65 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 66 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 67 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 4 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Gelisah saat

tidur AMS

68 Wanita Tidak ada

2500 -

3500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 69 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 70 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 71 Pria Tidak 2000 - 3 Ringan Nafsu makan Lelah Oyong Tidur seperti AMS


(22)

ada 2500 baik ringan ringan biasa 72 Pria Tidak

ada

2500 -

3500 4 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Gelisah saat tidur Tidak AMS 73 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 4 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

74 Pria Tidak ada

2000 -

2500 4 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong sedang Tidur seperti biasa Tidak AMS 75 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 76 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 4 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

77 Pria Tidak ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 78 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 0 Tidak ada

Nafsu makan baik Tidak Lelah Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 79 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 4 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Oyong ringan Tidur seperti

biasa AMS

80 Pria Tidak ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 81 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 82 Wanita Tidak

ada

2500 -

3500 3 Sedang

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti

biasa AMS

83 Pria Tidak ada

2500 -

3500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS


(23)

84 Pria Tidak ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 85 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 86 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 87 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Oyong ringan Tidur seperti biasa Tidak AMS 88 Pria Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 89 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 90 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 3 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur Tidak AMS 91 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 1 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 92 Wanita Tidak

ada

2000 -

2500 2 Tidak ada

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Tidur seperti biasa Tidak AMS 93 Wanita Tidak

ada

3500 -

4500 5 Ringan

Nafsu makan baik Lelah sedang Tidak ada Terbangun-bangun saat tidur AMS

94 Pria Tidak ada

2000 -

2500 3 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual Lelah ringan Tidak ada Tidur seperti

biasa AMS


(24)

ada 3500 menurun disertai mual

sedang ada tidur

96 Pria Tidak ada

2500 -

3500 3 Ringan

Nafsu makan menurun disertai mual

Lelah ringan

Tidak ada

Tidur seperti


(25)

Data Induk Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai AMS No. P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P

10 P 11

P 12

P 13

P 14

P 15

Total

skor Interpretasi

1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 11 Baik

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 Baik

3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 9 Baik

4 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 7 Cukup

5 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 7 Cukup

6 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 9 Cukup

7 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 10 Cukup

8 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 11 Baik

9 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 Cukup

10 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 6 Cukup

11 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 9 Cukup

12 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik

13 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 8 Cukup

14 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 10 Cukup

15 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 11 Baik

16 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13 Kurang

17 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 7 Cukup

18 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Kurang

19 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 4 Cukup

20 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 9 Cukup

21 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik

22 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 12 Baik

23 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 9 Cukup

24 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 6 Cukup

25 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 11 Baik

26 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 8 Cukup

27 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 Baik

28 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 8 Baik

29 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 9 Cukup

30 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 11 Baik

31 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 8 Cukup

32 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 8 Cukup

33 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 8 Cukup

34 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 7 Cukup

35 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 7 Cukup

36 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 9 Baik

37 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 10 Baik


(26)

39 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11 Baik

40 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 15 Cukup

41 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 Baik

42 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik

43 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 Baik

44 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 Baik

45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Baik

46 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 9 Cukup

47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik

48 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 Kurang

49 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 8 Cukup

50 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5 Baik

51 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 13 Baik

52 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik

53 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 9 Cukup

54 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Cukup

55 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 Kurang

56 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 12 Baik

57 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik

58 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 13 Baik

59 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 9 Baik

60 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 8 Cukup

61 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 6 Kurang

62 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 9 Cukup

63 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik

64 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 8 Cukup

65 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 13 Baik

66 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13 Baik

67 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 12 Baik

68 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 12 Baik

69 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 12 Baik

70 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 10 Cukup

71 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik

72 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 7 Cukup

73 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 11 Baik

74 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 11 Kurang

75 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 6 Cukup

76 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik

77 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik

78 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik


(27)

80 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 11 Baik

81 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik

82 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang

83 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 6 Cukup

84 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 13 Baik

85 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 11 Baik

86 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 10 Baik

87 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 11 Baik

88 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 Baik

89 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 10 Cukup

90 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 13 Baik

91 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik

92 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik

93 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 Kurang

94 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 10 Cukup

95 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 10 Cukup


(28)

LAMPIRAN 9

DISTRIBUSI PROPORSI Karakteristik Responden

PenyakitPenyerta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 1.0 1.0 1.0

Tidak ada 92 95.8 95.8 96.9

Asma 2 2.1 2.1 99.0

Gangguan Jantung 1 1.0 1.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

(mdpl)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2000 - 2500 63 65.6 65.6 65.6

2500 - 3500 26 27.1 27.1 92.7

3500 - 4500 7 7.3 7.3 100.0

Total 96 100.0 100.0

Gender

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Wanita 43 44.8 44.8 44.8

Pria 53 55.2 55.2 100.0


(29)

DISTRIBUSI PROPORSI

Kejadian Acute Mountain Sickness Berdasarkan Kuesioner AMS-LLS

Mengalami AMS atau Tidak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid AMS 33 34.4 34.4 34.4

Tidak AMS 63 65.6 65.6 100.0

Total 96 100.0 100.0

DerajatAMS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 63 65.6 65.6 65.6

Ringan 15 15.6 15.6 81.3

Sedang 18 18.8 18.8 100.0


(30)

DISTRIBUSI PROPORSI

Kejadian AMS Berdasarkan Karakteristik Responden

Crosstab

Mengalami AMS atau Tidak

Total AMS Tidak AMS

Gender Wanita Count 17 26 43

% within Gender 39.5% 60.5% 100.0%

% within Mengalami AMS

atau Tidak 51.5% 41.3% 44.8%

Pria Count 16 37 53

% within Gender 30.2% 69.8% 100.0%

% within Mengalami AMS atau Tidak

48.5% 58.7% 55.2%

Total Count 33 63 96

% within Gender 34.4% 65.6% 100.0%

% within Mengalami AMS

atau Tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

Mengalami AMS atau Tidak

Total AMS Tidak AMS

(mdpl) 2000 - 2500 Count 18 45 63

% within (mdpl) 28.6% 71.4% 100.0% % within Mengalami

AMS atau Tidak 54.5% 71.4% 65.6%

2500 - 3500 Count 11 15 26

% within (mdpl) 42.3% 57.7% 100.0% % within Mengalami

AMS atau Tidak 33.3% 23.8% 27.1%

3500 - 4500 Count 4 3 7

% within (mdpl) 57.1% 42.9% 100.0% % within Mengalami

AMS atau Tidak


(31)

Total Count 33 63 96 % within (mdpl) 34.4% 65.6% 100.0% % within Mengalami

AMS atau Tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

Mengalami AMS atau Tidak

Total AMS Tidak AMS

Penyakit Penyerta

Count 1 0 1

% within PenyakitPenyerta 100.0% 0.0% 100.0% % within Mengalami AMS

atau Tidak 3.0% 0.0% 1.0%

Tidak ada Count 30 62 92

% within PenyakitPenyerta 32.6% 67.4% 100.0% % within Mengalami AMS

atau Tidak 90.9% 98.4% 95.8%

Asma Count 1 1 2

% within PenyakitPenyerta 50.0% 50.0% 100.0% % within Mengalami AMS

atau Tidak 3.0% 1.6% 2.1%

Gangguan Jantung

Count 1 0 1

% within PenyakitPenyerta 100.0% 0.0% 100.0% % within Mengalami AMS

atau Tidak 3.0% 0.0% 1.0%

Total Count 33 63 96

% within PenyakitPenyerta 34.4% 65.6% 100.0% % within Mengalami AMS


(32)

DISTRIBUSI PROPORSI

Tingkat Pengetahuan Responden Tentang AMS dan Kejadian AMS InterpretaasiSkoringPengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 52 54.2 54.2 54.2

Cukup 36 37.5 37.5 91.7

Kurang 8 8.3 8.3 100.0

Total 96 100.0 100.0

InterpretaasiSkoringPengetahuan * Mengalami AMS atau Tidak Crosstabulation Mengalami AMS atau Tidak

Total AMS Tidak AMS

Interpretaasi Skoring Pengetahuan

Baik Count 17 35 52

% within Interpretaasi Skoring

Pengetahuan 32.7% 67.3% 100.0%

% within Mengalami AMS atau Tidak

51.5% 55.6% 54.2%

Cukup Count 12 24 36

% within Interpretaasi Skoring

Pengetahuan 33.3% 66.7% 100.0%

% within Mengalami AMS atau

Tidak 36.4% 38.1% 37.5%

Kurang Count 4 4 8

% within Interpretaasi Skoring Pengetahuan

50.0% 50.0% 100.0% % within Mengalami AMS atau

Tidak 12.1% 6.3% 8.3%

Total Count 33 63 96

% within Interpretaasi Skoring

Pengetahuan 34.4% 65.6% 100.0%

% within Mengalami AMS atau


(33)

51

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Aslam, M., Hussain, M. M, & Khan, Z., 2001. Acute Mountain Sickness Score and Hypoxemia. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11467238. [Accsessed 16 November 2015]

Baron, A. R. (Alih bahasa Ratna Juwita). (2000). Psikologi Sosial. Bandung: Khazanah Intelektual.

Bartsch, P. & Swenson, E.R., 2013. Acute High-Altitude Illness. Available from : http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1214780?viewType=Print&vi ewClass=Print [Accessed 13 November 2015]

Bartsch, P., Maggiorini, M., & Oelz, O., 1997. Association between raised body temperature and acute mountain sickness : cross sectional study. British Medical Journal 315 : 403 – 404.

Chawla, Sonam & Saxena, Shweta, 2014. Physiology of High Altitude Acclimatization. Available from :

https://www.researchgate.net/publication/263094157_Physiology_of_High-Altitude_Acclimatization [Accessed 6 April 2015]

Chen, J. Y., Ke, T., Luo, W.J., Song, H., 2013. Non-high altitude methods for rapid screening of susceptibility to acute mountain sickness. Available from : http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/902 [Accessed 18 November 2015]

Chen, L. H. et al., 2010. Sex and Gender Difference in Travel-Associated Disease. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20156059 [Accessed 18 November 2015]


(34)

52

Febriana, Risa, Yunus, Faisal &Wiyono, Wiwin Heru 2003, Kelainan Paru pada Ketinggian. Cermin Dunia Kedokteran 138 : 5-10.

Gomersall, T., 2012. Acute Mountain Sickness. Scottish Universities Medical Journal, 1 : 98-103.

Grant, S. et al., 2001. Sea level and acute responses to hypoxia: do they predict physiological responses and acute mountain sickness at altitude. Available from : http://bjsm.bmj.com/ [Accessed 18 April 2015]

Guyton, Arthur C. & Hall, John E.,2006, Textbook of Medical Physiology, 11th edition. China : Elsevier Saunder

Hackett, Peter H., & Roach, Robert C., 2001. High Altitude Sickness. N Eng J Med, 345(2) : 107-114.

Hall, D. P. et al., 2014. Network Analysis Reveals Distinct Clinical Syndromes Underlying Acute Mountain Sickness. PLOS ONE 9 (1) : 1 – 7.

Heo, Kyoung et al., 2014. Prophylactic Effect of Erythropoietin Injection to Prevent Acute Mountain Sickness: An Open-Label Randomized Controlled Trial. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24616593

[Accessed 11 Oktober 2015]

Judge, K., Vardy, J., & Vardy, J., 2005. Can knowledge protect against acute mountain sickness ?. Available from :

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16234261[Accessed 11 November 2015] Lanfranchi, Paola A et al., 2005. Autonomic cardiovascular regulation in subjects

with acute mou ntain sickness. Am J Physiol Heart Circ Physiol, 289 : 2364-2372.

Li, Xiaoxiao et al., 2011. Population level determinants of acute mountain sickness among young men : a retrospective study. Available from :


(35)

53

Liu, Yang et al., 2014. Correlation between blood pressure changes and AMS, sleeping quality and excerise upon high altitude exposure in young Chinese men. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4340834/ [Accessed 16 Mei 2015]

Luks, Andrew M., 2014. Physiology in Medicine : A physiologic approach to prevention and treatment of acute high altitude. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25539941 [Accessed 6 April 2015]

Luks, Andrew M., Rodway, George et al., 2010. Wilderness Medical Society Consensus Guidelines for the Prevention and Treatment of Acute Altitude Illness. Wilderness & Environmental Medicine, 21 : 146 –155

Macinnis, Martin J. et al., 2013. A prospective Epidemiological Study of Acute Mountain Sickness in Nepalese Pilgrims Ascending to High Altitude (4380 m). Available from :

http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0075644 [Accessed 10 November 2015]

Mahomed, Z et al., 2015. Identifying risk factors that contribute to acute mountain sickness. Available from : http://sajsm.org.za/index.php/sajsm/index [Accessed 11 November 2015]

Oliver, S. J. et al., 2012. Physiological and Psychological Illness Symptoms at High Altitude and Their Relationship With Acute Mountain Sickness : A

Prospective Cohort Study. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22776381 [Accessed 10 November 2015]

Palmer, Biff F, 2010. Physiology and Pathophysiology With Ascent to Altitude. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20442648 [Accessed 17 Mei 2015]


(36)

54

Pandit, Anil et al., 2014. Efficacy of NSAIDs for the prevention of acute mountain sickness: a systemic review and meta analysis. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4185145/ [Accessed 26 April 2015]

Richard, Normand A. et al., 2014. Acute mountain sickness, chemosensitivity, and cardiorespiratory responses in humans exposed to hypobaric and

normobaric hypoxia. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23823153 [Accessed 18 April 2015]

Roach, Robert C., Loeppky, Jack A. & Icenogle, Milton V., 1996. Acute mountain sickness : increased severity during simulated altitude compared with normobaric hypoxia. Available from :

http://jap.physiology.org/content/jap/116/7/945.full.pdf [Accessed 26 Maret 2015]

Sazstroasmoro, Sudigdo & Ismael, Sofyan, 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto.

Sharma, Ashok, 2001. Acute Mountain Sickness. Med J Indones, 10 : 115-120. Smedley, Tom, & Grocott, Michael PW, 2013. Acute High Altitude illness : a

clinically oriented review. Available from : http://bjp.sagepub.com/content/7/2/85.full [ Accessed 26 Maret 2015]

Venturino, Madeline, 2015. Sex and Incidence of Acute Mountain Sickness. Available from : http://scholar.colorado.edu/honr_theses/958/ [Accessed 11 November 2015]

West, J. B., 2004. The Physiologic Basic of High-Altitude Diseases. Ann Intern Med. 141 : 789 – 800.

West, John et al., 2014. High Altitude Medicine and Physiology 5th edition. U.S. : CRC Press, Taylor & France group.

www.altitudemedicine.org/altitude-and-pre-existing-conditions/ [Accessed 7 Desember 2015]


(37)

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III. 1. Kerangka Konsep

Kejadian AMS

1. Gambaran pengetahuan pendaki gunung mahasiswa USU • Pengetahuan baik

• Pengetahuan cukup • Pengetahuan kurang

2. Karakteristik pendaki gunung mahasiswa USU • Jenis kelamin

• Ketinggian

• Penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem respirasi dan kardiovaskular

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Acute Mountain Sickness (AMS) a. Definisi

Acute Mountain Sickness adalah sindrom pada orang yang berada di ketinggian di atas 2500 mdpl dan tidak teraklimatisasi, dengan gejala utama sakit kepala disertai satu atau lebih gejala penyerta, misalnya gangguan sistem kardiovaskular, biasanya diserta kelelahan atau fatigue, mual diikuti muntah, dan sakit kepala (Hoe et al., 2014).

b. Alat ukur Kuesioner

c. Hasil pengukuran

Pernah atau tidak pernah mengalami AMS dan derajat keparahan AMS. AMS ditegakkan bila individu mengalami sakit kepala, disertai adanya


(38)

25

AMS dapat ditentukan berdasarkan total skor AMS-LLS dengan kategori AMS ringan (3—4), AMS sedang (5—10), dan AMS berat (11—15) (Bartsch et al., 2004 dalam Liu et al., 2014).

d. Skala ukur Nominal

3.2.2. Ketinggian

a. Definisi

Ketinggian merupakan parameter tingginya suatu tempat dan biasanya diukur dari permukaan laut. Menurut kepustakaan yang didapat, ketinggian dibagi tiga skala, yaitu tinggi (2438 – 3658 meter), sangat tinggi (3658 – 5487 meter), dan ekstrim ( >5500 meter) (Febriana, Yunus, dan Wiyono, 2003).

b. Alat ukur Kuesioner

c. Hasil pengukuran

Besarnya ketinggian tujuan pendakian yang berpotensi menimbulkan kejadian AMS. Kemudian peniliti mengelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :

• 2000 – 2500 mdpl • 2500 – 3500 mdpl • 3500 – 4500 mdpl d. Skala ukur

Ordinal

3.2.3. Jenis Kelamin

a. Definisi

Jenis kelamin merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan (Baron, 2000)

b. Alat ukur Kuesioner.


(39)

26

c. Hasil pengukuran

Persentase karakteristik responden dan persentase kejadian AMS pada kelompok laki-laki maupun perempuan.

d. Skala ukur Nominal.

3.2.4. Penyakit Penyerta yang Dimiliki Pendaki Gunung a. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyakit merupakan sesuatu yg menyebabkan terjadinya gangguan pd makhluk hidup. Menurut Chawla dan Saxena (2014), sistem kardiovaskukar dan respirasi terlibat dalam proses terjadi AMS.

b. Alat ukur Kuesioner. b. Hasil pengukuran

Angka penyakit penyerta yang berhubungan dengan kejadian AMS, misalnya penyakit jantung maupun paru terhadap kejadian AMS.

c. Skala ukur Nominal.

3.2.5. Gambaran pengetahuan a. Definisi

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif.

b. Alat ukur Kuesioner. c. Hasil pengukuran

Pengetahuan responden dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan rata-rata dan simpangan baku (SD) dari total skor (x) kuesioner tersebut. Menurut Riwidikdo (2008), parameter dengan 3 kategori berdasarkan rata-rata dan simpangan baku (SD) adalah sebagai berikut :


(40)

27

1. Baik, bila nilai responden yang diperoleh (x) > rata-rata + 1 (SD) 2. Cukup, bila nilai rata-rata – 1 (SD) ≤ (x) ≤ rata-rata + 1 (SD) 3. Kurang, bila nilai responden yang diperoleh (x) < rata-rata – 1 (SD) d. Skala ukur


(41)

28

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner sebagai pedoman angket kepada para pendaki gunung yang merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) untuk meneliti gambaran pengetahuan pendaki gunung tentang Acute Mountain Sickness (AMS).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak ditulisnya proposal penelitian pada Maret 2015 hingga hasil penelitian yang selesai pada November 2015. Pengambilan data penelitian ini dilakukan di USU pada Agustus hingga Oktober 2015. Hal ini sesuai dengan subjek penelitian, yaitu mereka yang pernah mendaki gunung dan merupakan mahasiswa USU.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa USU yang pernah melakukan pendakian gunung.

4.3.2. Sampel Penelitian

Metode dan jumlah sampel penelitian ini menggunakana referensi berupa buku Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consequtive sampling, yang mana semua subjek yang memenuhi kriteria secara berurutan dan dimasukkan ke dalam penelitian. Jumlah


(42)

29

sampel penelitian ini ditentukan dengan rumus perhitungan besar sampel untuk data nominal. Rumus tersebut adalah sebagai berikut ;

n = !∝!!!!"

Keterangan :

n = besar sampel

= ketetapan dengan nilai α ditentukan oleh peneliti

P = besar proporsi (prevalensi)

Q = (1-P)

Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan α sebesar 5%, maka nilai Zα sebesar 1,96. Selanjutnya, besar P yang digunakan, yakni 0,5. Nilai Q didapatkan dengan cara 1-P, maka nilai Q = 1 – 0,5 = 0,5. Jadi, perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan, yaitu :

N = !,!"!×!,!×!,! !,!!

= !,!"#$ ×!,!" !,!" = 96,04

Setelah dilakukan perhitungan, maka jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 96,04 atau bisa juga ditetapkan sebesar 96 orang.

Adapun kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendaki adalah individu yang sedang terdaftar sebagai Mahasiswa USU


(43)

30

3. Menghabiskan waktu minimal 12 jam saat melakukan pendakian gunung.

4. Subjek melakukan pendakian gunung dalam kondisi sehat dan fit.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer. Data primer diperoleh dengan kuesioner sebagai alat bantu. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan responden yaitu subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

4.4.2. Instrumen Data

Ada dua jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. kuesioner pertama yakni kuesioner Acute Mountain Sickness – Lake Louis Scoring (AMS— LLS) untuk mengetahui apakah responden mengalami AMS atau tidak berdasarkan 5 keluhan, yaitu sakit kepala, lelah, gangguan pencernaan, oyong, dan gangguan tidur. Setiap keluhan memiliki skala skoring dan deskripsi sendiri dan total skor digunakan untuk menegakkan AMS atau tidak, beserta derajat keparahan AMS.

Kuesioner kedua yaitu kuesioner berisi 15 pertanyaan yang dibuat oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran pengetahuan responden. Kuesioner yang digunakan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan mahasiswa USU sebagai responden, harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas nya sebelum digunakan. Validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Sedangkan realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program komputer. Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer.


(44)

31

Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner Gambaran pengetahuan Mahasiswa USU tentang Acute Mountain Sickness

Nomor Pertanyaan

Total

Pearson Status

Alpha

Cronbach Status

1 0,368 Valid 0,686 Reliabel

2 0,461 Valid Reliabel

3 0,319 Valid Reliabel

4 0,334 Valid Reliabel

5 0,895 Valid Reliabel

6 0,650 Valid Reliabel

7 0,795 Valid Reliabel

8 0,662 Valid Reliabel

9 0,591 Valid Reliabel

10 0,364 Valid Reliabel

11 0,485 Valid Reliabel

12 0,738 Valid Reliabel

13 0,625 Valid Reliabel

14 0,861 Valid Reliabel

15 0,412 Valid Reliabel

Setelah dilakukan uji validitas pada 25 pertanyaan, didapati 15 pertanyaan valid untuk mengukur pengetahuan responden mengenai AMS. Pertanyaan tersebut dikatakan valid karena nilai r hitung > r tabel sebesar 0,2303 untuk N=71. Untuk uji reliabilitas, menurut Djiwandono (1996) tafsiran dari nilai alpha sebesar 0,50 – 0,69 memiliki reliabilitas moderat. Dengan nilai alpha sebesar 0,686 untuk kuesioner pengetahuan, maka kuesioner ini cukup reliable untuk mendapatkan


(45)

32

gambaran pengetahuan mengenai AMS pada pendaki gunung yang merupakan mahasiswa USU.

4.4.3. Teknik Skoring dan Skala

AMS didiagnosis dengan kuesioner AMS-LLS meliputi lima keluhan yang paling sering dijumpai, yaitu sakit kepala, gangguan pencernaan, insomnia, lelah, oyong, dan gangguan tidur. Setiap keluhan memiliki skor dengan skala 0 – 3, yang masing-masing skor memiliki deskripsi sesuai dengan jenis keluhan. Total skor AMS-LLS minimal = 0 dan maksimal = 15. AMS ditegakkan bila individu mengalami sakit kepala, disertai adanya ≥ 1 keluhan lainnya, dan total skor AMS-LLS ≥ 3. Derajat keparahan AMS dapat ditentukan berdasarkan total skor AMS-LLS dengan kategori AMS ringan (3—4), AMS sedang (5—10), dan AMS berat (11—15) (Bartsch et al., 2004 dalam Liu et al., 2014).

Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran pengetahuan responden, kuesioner terdiri atas 15 pertanyaan. Setiap jawaban benar dari 15 pertanyaan pada kuesioner yang digunakan bernilai 1 dan jawaban salah bernilai 0. Dengan 15 pertanyaan tersebut, peneliti kemudian mendapatkan gambaran gambaran pengetahuan responden yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Penentuan 3 kategori tersebut sesuai dengan aturan normatif yang menggunakan rata-rata (mean) dan simpangan baku (standard deviation) (Riwidikdo, 2008).

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data dengan kuesioner sebagai alat bantu, pengolahan data dilakukan dengan berbagai tahap. Langka pertama adalah editing data, yaitu tahapan memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan, jawaban, relevansi jawaban terhadap pertanyaan dan konsistensi jawaban pada isian kuesioner. Selanjutnya, pengolah data melakukan coding, yakni data yang


(46)

33

telah terkumpul kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer. Langkah ketiga yaitu entry atau memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam program komputer. Kemudian, dilanjutkan dengan cleaning data, yaitu dengan cara memeriksa semua data yang telah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data. Terakhir, menyimpan data yang telah dimasukkan dan menganalisis data.

4.5.2. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diproses dan dianalisis dengan menggunakan program aplikasi analisis statistik untuk menganalisis faktor yang memengaruhi kejadian AMS di kalangan pendaki gunung.


(47)

34

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Sumatera Utara (USU) yang terletak di Jalan dr. Mansyur No. 5, Medan. Beberapa fakultas dan tempat unit kegiatan mahasiswa tertentu di USU dipilih sebagai tempat penelitian yang meliputi Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas, UKM Kompas (Komunitas Mahasiswa Pecinta Alam) USU, dan UKM Pramuka USU.

5.1.2. Karakteristik Responden

Total responden dalam penelitian ini sebanyak 96 orang yang merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara dari berbagai fakultas dan jurusan, serta umumnya aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang menaungi para pecinta alam. Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner yang meliputi kelompok jenis kelamin, ketinggian gunung yang didaki, dan penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular. Sebaran distribusi kedua hal tersebut berupa frekuensi (n) dan persentase (%) dan dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut :


(48)

35

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden

No. Variabel Kategori n %

1 Jenis kelamin • Pria 53 55,2

• Wanita 43 44,8

2 Ketinggian gunung yang didaki (mdpl)

• 2000 – 2500 63 65,6

• 2500 – 3500 26 27,1

• 3500 - 4500 7 7,3

3 Penyakit penyerta

• Asma 2 2,1

• Penyakit jantung bawaan

2 2,1 • Tidak ada penyakit

penyerta 92 95,8

Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa pria (55,2%) lebih banyak terlibat sebagai subjek penelitian ini daripada wanita (44,8%). Selanjutnya, ketinggian gunung yang didaki oleh responden dikelompokkan menjadi 3 bagian, yakni 2000 - 2500 mdpl (65,6%), 2500 – 3500 mdpl (27,1%), dan 3500 – 4500 mdpl (7,3%). Selain jenis kelamin dan ketinggian pendakian, penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem respirasi dan kardiovaskular juga menjadi karakterisktik responden dalam penelitian ini yang mana didapati terdapat penyakit asma (2,1%) dan penyakit jantung bawaan (2,1%).

5.1.3. Kejadian Acute Mountain Sickness (AMS)

Gambaran mengenai kejadian Acute Mountain Sickness didapatkan menggunakan kuesioner Acute Mountain Sickness-Lake Louis Scoring (AMS-LLS). Dalam kuesioner tersebut, kejadian AMS ditentukan berdasarkan lima keluhan, yaitu sakit kepala, gangguan pencernaan, oyong, lelah, dan gangguan


(49)

36

tidur. Setiap keluhan tersebut memiliki tingkatan yang menentukan penegakkan diagnosis AMS dan derajat keparahannya. Kejadian AMS dalam penelitian ini akan digambarkan dalam tabel sebaran distribusi penegakkan diagnosis AMS dan derajat keparahannya.

Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Kuesioner AMS-LLS

Kejadian AMS n %

Mengalami AMS 33 34,4 Tidak mengalami AMS 63 65,6

Berdasarkan Tabel 5.2, jumlah responden yang mengalami AMS sebanyak 33 orang (34,4%). Jumlah responden yang tidak mengalami AMS lebih banyak, yakni sebanyak 63 orang (65,6%).

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Derajat Keparahan AMS Derajat Keparahan AMS n %

Ringan 15 45,5

Sedang 18 54,5

Berdasarkan Tabel 5.3, responden yang mengalami AMS dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan derajat keparahan, yaitu AMS ringan dan AMS sedang. Proporsi AMS ringan diketahui lebih besar, yaitu dengan jumlah 18 orang (54,5%). Sementara itu, jumlah reponden yang mengalami AMS ringan sebanyak 15 orang (45,5%)


(50)

37

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Karakteristik Responden

No Variabel Kategori

Kejadian AMS AMS Tidak AMS

n % n %

1 Jenis kelamin • Pria 16 48,5 37 58,7

• Wanita 17 51,5 26 41,3

2 Ketinggian gunung yang didaki (mdpl)

• 2000 – 2500 18 28,6 45 71,4 • 2500 – 3500 11 42,3 15 57,7 • 3500 - 4500 4 57,1 3 42,9

3 Penyakit penyerta

• Asma 1 50 1 50

• Penyakit jantung

bawaan 2 100 0 0

• Tidak ada penyakit

penyerta 30 32,6 62 67,4

Berdasarkan Tabel 5.6, kejadian AMS lebih banyak terjadi pada wanita (51,5%) daripada pria (48,5%). Selanjutnya, semakin tinggi ketinggian yang didaki, maka semakin besar angka kejadian AMS sebagaimana pada ketinggian 3500 – 4500 mdpl, angka kejadian AMS memiliki persentase terbesar (57,1%) dibandingkan dengan persentase pada rentang ketinggian lainnya. Kejadian AMS berdasarkan penyakit penyerta meliputi 1 orang yang menderita asma (50%) dan 2 orang yang menderita penyakit jantung bawaan (100%).


(51)

38

5.1.5. Gambaran pengetahuan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) dan Kejadian AMS.

Gambaran pengetahuan mahasiswa USU didapatkan dengan meminta responden untuk menjawab kuesioner berisi 15 pertanyaan yang telah dilakukan uji validasi dan reliabilitas sebelumnya. Berikut ini merupakan sebaran distribusi jawaban benar dan salah pada setiap pertanyaan, gambaran pengetahuan berdasarkan total skor kuesioner tersebut, dan kejadian AMS berdasarkan gambaran pengetahuan. Hasil ini juga dijabarkan dalam bentuk tabel dan penjelasannya.


(52)

39

Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Jawaban Kuesioner Pengetahuan Responden Pada Setiap Pertanyaan

No. Pertanyaan

Benar Salah

n % n %

1. Ketentuan untuk menentukan ketinggian 79 82,3 17 17,7 2. Pakaian yang sebaiknya dikenakan ketika

melakukan pendakian 80 83,3 16 16,7

3. (Diberikan gambaran kasus) Jumlah

perbekalan yang sebaiknya dibawa 76 79,2 20 20,8

4. (Diberikan opsi jawaban) Yang sesuai

dengan kondisi di pegunungan 77 80,2 19 19,8

5. Definisi aklimatisasi 46 47,9 50 52,1

6. Penyebab terjadinya peningkatan laju nafas

saat mendaki gunung 75 78,1 21 21,9

7. Suhu tubuh normal sesorang 61 63,5 35 36,5

8. Definisi seseorang dengan suhu tubuh di

bawah rentang normal 70 72,9 26 27,1

9. Penyebab hipotermia 49 51 47 49

10. Penanganan hipotermia 64 66,7 32 33,3

11. Definisi AMS 63 65,6 33 34,4

12. Faktor yang memengaruhi AMS 42 43,8 54 56,2

13. Keluhan utama pada AMS 47 49 49 51

14. Keluhan tambahan yang dapat ditemukan

pada AMS 67 69,8 29 30,2

15. Penanganan AMS 78 81,3 18 18,8

Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar jawaban benar pada pertanyaan seputar pengetahuan umum mengenai perisapan, apa yang dilakukan ketika pendakian, dan kondisi lingkungan serta faal tubuh pada ketinggian(pertanyaan nomor 1 – 10) yaitu pertanyaan mengenai pakaian apa


(53)

40

yang sebaiknya dikenakan ketika melakukan pendakian. Jumlah responden pada kelompok tersebut yakni sebanyak 80 orang (83,3%). Sementara itu, berdasarkan lima pertanyaan seputar AMS (pertanyaan nomor 11 – 15), jawaban benar paling banyak pada pertanyaan ke-15, yaitu pertanyaan mengenai tindakan apa yang sebaiknya dilakukan jika kita mendapati diri sendiri atau orang lain menunjukkan gejala AMS. Responden yang menjawab benar pertanyaan tersebut sebanyak 78 orang (81,3%).

Selanjutnya untuk pertanyaan nomor 1 – 10 yang salah memiliki persentase terbesar pada pertanyaan mengenai istilah respon tubuh yang terjadi ketika melakukan pendakian atau aklimatisasi. Besar persentase tersebut yaitu 52,1% atau berjumlah 50 orang. Pada pertanyaan seputar AMS (pertanyaan nomor 11 – 15), jawaban salah terbanyak yaitu pada pertanyaan mengenai hal-hal yang memengaruhi kejadian AMS. Jumlah responden yang salah pada pertanyaan tersebut sebanyak 54 orang (56,2%).

Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung Pada Kelompok Mahasiswa USU tentang AMS

Gambaran Pengetahuan N %

Baik 52 54,2

Cukup 36 37,5

Kurang 8 8,3

Berdasarkan Tabel 5.6, gambaran pengetahuan responden umumya termasuk kategori baik dengan jumlah sebanyak 52 orang (54,2%). Sementara itu, gambaran pengetahuan cukup berjumlah 36 orang (37,5%) dan gambaran pengetahuan rendah berjumlah 8 orang (8,3%)


(54)

41

Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung pada Kelompok Mahasiswa USU tentang AMS

Gambaran Pengetahuan

Kejadian AMS

AMS Tidak AMS

n % N %

Baik 17 32,7 35 67,3

Cukup 12 33,3 24 66,7

Kurang 4 50 4 50

Berdasarkan tabel di atas, responden dengan gambaran pengetahuan baik dan cukup umumnya tidak mengalami AMS. Pada kelompok berpengetahuan baik, jumlah yang tidak mengalami AMS sebanyak 35 orang (67,3%), sementara yang mengalami AMS hanya 17 orang (32,7%). Selanjutnya, pada kelompok berpengetahuan cukup, jumlah yang tidak mengalami AMS sebanyak 24 orang (66,7%) dan yang mengalami AMS sebanyak 12 orang (33,3%). Namun, hal berbeda didapati pada responden dengan pengetahuan kurang. Pada kelompok rsponden dengan pengetahuan yang kurang, baik yang mengalami AMS maupun tidak AMS, memiliki jumlah yang sama, yakni sebanyak 4 orang (50%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Pendakian merupakan salah satu bentuk travelling atau perjalanan. Menurut Chen et al. (2010), secara umum pria lebih banyak melakukan perjalanan daripada perempuan; 53% dari lebih dari 30 juta populasi Amerika Serikat yang melakukan perjalanan adalah pria. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, penelitian ini juga melibatkan responden yang didominasi oleh pria. Berdasarkan Tabel 5.1, penelitian ini melibatkan 53 pria (55,2%) dan sisanya yaitu 43 orang (44,8%) merupakan wanita.


(55)

42

Ketinggian gunug yang didaki oleh responden juga merupakan karakteristik responden yang ditentukan oleh peneliti. Ketinggian gunung yang didaki oleh responden dikelompokkan menjadi 3 bagian, yakni 2000 -2500 mdpl (65,6%), 2500 – 3500 mdpl (27,1%), dan 3500 – 4500 mdpl (7,3%). Selain jenis kelamin dan ketinggian pendakian, penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem respirasi dan kardiovaskular juga menjadi karakterisktik responden dalam penelitian ini yang mana didapati terdapat penyakit asma (2,1%) dan penyakit jantung bawaan (2,1%).

5.2.2. Kejadian Acute Mountain Sickness (AMS)

Ada beberapa cara, baik menggunakan kuesioner secara tertulis, wawancara, maupun pemeriksaan fisik dan penunjang, untuk menegakkan seseorang mengalami AMS atau tidak. Salah satunya yaitu dengan menggunakan kuesioner Acute Mountain Sickness-Lake Louis Scoring (AMS-LLS). Dalam penelitian ini, kuesioner AMS-LLS yang digunakan hanya meliputi pertanyaan-pertanyaan seputar self-diagnosis dan tanpa pertanyaan clinical assessment yang membutuhkan pemeriksaan fisik. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi sakit kepala sebagai keluhan utama dan gejala-gejala lain, berupa gangguan pencernaan, kelelahan, oyong, dan gangguan tidur.

Onset munculnya keluhan terjadi dalam 6 – 10 jam ketika pendakian. Kemudian, semakin tinggi dan cepat pendakian, maka keluhan yang muncul bisa memburuk (Luks, 2014). Namun, studi lain menyebutkan bahwa keluhan AMS terjadi dalam 2 – 3 jam pertama ketika pendakian dan umumnya keluhan yang muncul dapat menghilang dengan sendirinya dalam 2 – 3 hari. Kembali ke ketinggian lebih rendah sesegara mungkin merupakan penanganan bagi yang mengalami AMS (West, 2004).

Setelah reponden mengisi kuesioner yang berisi gejala-gelaja AMS, diagnosis AMS ditegakkan dengan kriteria responden mengalami sakit kepala dan total skor kuesioner AMS-LLS ≥ 3 (Roach et al., 1993, dalam Hall et al., 2014).


(56)

43

Berdasarkan Tabel 5.9, AMS sebanyak 33 orang (34,4%). Selanjutnya, derajat keparahan AMS dapat ditentukan berdasarkan total skor yang didapat. Dalam hal ini, skor 3 – 4 ditegakkan sebagai AMS ringan, dan skor 5 – 10 sebagai AMS sedang, dan skor 11 – 15 sebagai AMS berat (Bartsch et al., 2004 dalam Liu et al., 2014). Berdasarkan ketentuan tersebut, didapatkan hasil bahwa AMS ringan terjadi pada 15 orang (45,5%) dan AMS sedang pada 18 orang (54,5%).

AMS itu sendiri biasanya tidak mengancam jiwa seseorang, tetapi dapat memengaruhi kualitas kesehatan, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Pada kasus yang berat, AMS dapat memicu terjadinya oliguria, perdarahan retina, ataxia, dan koma (Tao et al., 2013). Menurut West (2004), jika AMS dapat diketahui sesegera mungkin dan dilakukan , hal ini dapat mencegah kejadian High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) dan High Altitude Cerebral Edema (HACE). HAPE merupakan kondisi yang lebih serius daripada AMS dan mekanisme terjadinya yaitu ada kerusakan kapiler pulmoner oleh karena kondisi hipoksia. HACE juga kondisi fatal yang mekanisme terjadinya belum diketahui secara jelas.

Sebuah studi analisis multivariat faktor risiko high-altitute illness yang parah menunjukkan Hypoxic Ventilator Response (HVR) dan faktor psikologis pada kondisi hipoksia dipengaruhi oleh karakteristik dan riwayat penderita AMS. Hal-hal tersebut yaitu jenis kelamin, bentuk dan tingkat aktivitas, kecepatan pendakian dan riwayat pernah mengalami high-altitude sickness dan migren (Richalet et al., 2012 dalam Bartsch dan Swenson, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh prevalensi kejadian Acute Mountain Sickness (AMS) lebih banyak dialami oleh wanita (51,5%) daripada pria (48,5%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Mahomed et al.(2015) bahwa kejadian AMS pada wanita lebih besar, yakni sebesar 57 %, dibandingkan laki-laki sebesar 43%. Menurut penelitian Macinnis et al. (2013), jenis kelamin merupakan salah satu dari tiga faktor risiko lainnya yang secara signifikan dapat menimbulkan kejadian AMS. Selain itu, pada penelitian Venturino (2015),


(57)

44

analisis hubungan jenis kelamin dengan insidensi AMS menunjukkan kejadian AMS lebih banyak terjadi pada wanita.

Menurut Venturino (2015), tubuh melakukan berbagai respon pada kondisi lingkungan hipoksia dan respon tubuh yang terjadi dapat menjelaskan mengapa AMS lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Salah satu penjelasan yaitu adanya peningkatan Hypoxic Ventilator Response (HVR) oleh karena sistem hormonal wanita. Sistem hormonal wanita, yaitu esterogen, juga berhubungan dengan respon tubuh lain terhadap kondisi hipoksia. Esterogen diketahui menurunkan threshold atau batas ambang pelepasan ADH, sehingga memicu terjadi retensi cairan. Retensi cairan menyebabkan terjadi gangguan HVR hingga menyebabkan seseorang mengalami AMS (Hackett et al., 1982, dalam Venturino, 2015).

Mekanisme lainnya berhubungan dengan eritropoetin (EPO), yang mana konsentrasi EPO meningkat saat pendakian dan diikuti peningkatan kadar hemoglobin sehingga oksigen yang dibawa oleh darah dapat didistribusikan secara maksimal pada kondisi hipoksemia. Ternyata, testosterone merupakan salah satu hormone eritropoetik. Hormon ini dimiliki secara dominan oleh pria. Maka, tidak heran jika pria lebih sedikit mengalami AMS daripada wanita (Venturino, 2015).

AMS jarang terjadi pada ketinggian < 2000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Insidensi dan derajat keparahan AMS bergantung pada kecepatan pendakian, ketinggian yang dicapai, durasi bermalam pada ketinggian tersebut, serta derajat aklmatisasi (Aslam, Hussain, dan Khan, 2001). Menurut Hackett dan Roach (2001) dalam Malcnnis et al., (2013), terdapat korelasi kuat antara kejadian AMS dengan ketinggian yang dicapai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian ini memiliki gambaran yang sama berdasarkan distribusi proporsi kejadian AMS dan ketinggian yang didaki. Dalam hal ini, rentang ketinggian dibagi menjadi tiga kelompok, yakni 2000 – 2500 mdpl, 2500 – 3500 mdpl, dan 3500 – 4500 mdpl. Meskipun sebaran responden tidak merata pada setiap kelompok, yang mana responden umumnya mendaki pada ketinggian 2000 – 2500 mdpl, tetapi perbandingan jumlah AMS dan tidak AMS pada setiap rentang


(58)

45

ketinggian semakin meningkat. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah yang mengalami AMS dan tidak dapat diketahui dengan rincian sebagai berikut : pada ketinggian 2000 – 2500 mdpl sebesar 0,4, pada ketinggian 2500 – 3500 mdpl sebesar 0,73, dan pada ketinggian 3500 – 4500 mdpl sebesar 1,33.

Dalam studi literatur Jacob et al. (2012), disebutkan bahwa terdapat enam literatur sebelumnya mengenai insidensi AMS berdasarkan rentang ketinggian. Insidensi AMS pada ketinggian 2000 mdpl sebesar 7 – 28 % dan pada ketinggian 3000 – 3500 mdpl, insidensi AMS sebesar 10 – 28%. Serupa dengan studi tersebut, pada studi Chen, Ke, Luo, dan Song (2013), disebutkan juga insidensi AMS pada ketinggian 1850 – 2750 mdpl sebesar 22%, lalu 42% pada ketinggian 3000 mdpl, serta sebesar 75% pada pendakian Gunung Kilimanjaro (5984 mdpl). Maka, hasil penelitian ini (pada Tabel 5.4) sejalan dengan berbagai literatur sebelumnya.

Mengenai kejadian AMS pada subjek penelitian ini yang memiliki penyakit yang berhubungan dengan sistem repirasi dan kardiovaskular, didapati semua subjek dengan penyakit jantung bawaan mengalami AMS ketika melakukan pendakian. Menurut situs altitudemedicine.org, pada mereka yang memiliki penyakit jantung bawaan sejak lahir, akan terjadi right to left shunting oleh karena tekanan darah di paru-paru meninggi saat mendaki. Maka, hal tersebut memicu terjadinya keluhan altitude illness yang bahkan bisa memicu terjadinya pulmonary edema. Berbeda dengan penyakit kardiovaskular, kejadian AMS pada subjek yang menderita asma, hanya 1 dari 2 orang yang mengalami AMS.

Menurut situs altitudemedicine.org, melakukan pendakian gunung tidak

meningkatkan risiko mereka mengalami AMS atau keluhan altitude illness lainnya oleh karena eksaserbasi asma terjadi jika dipicu oleh allergen, sementara di ketinggian, umumnya allergen yang sering memicu asma, seperti polusi, debu, dan tungau, jarang ditemukan.


(59)

46

5.2.3. Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung pada Kelompok Mahasiswa USU dan Kejadian AMS

Kuesioner untuk mendapatkan gambaran pengetahuan responden adalah kuesioner dengan 15 pertanyaan yang meliputi pengetahuan umum mengenai persiapan dan apa yang harus dilakukan pada pendakian, serta kondisi faal tubuh dan lingkungan pada ketinggian. pertanyaan-pertanyaan tersebut berjumlah 10 pertanyaan (nomor 1 – 10), sementara 5 pertanyaan (nomor 11 – 15) adalah pertanyaan mengenai AMS itu sendiri. Terdapat pertanyaan berisi pengetahuan umum seperti pada nomor 1 – 10 karena menurut berbagai literatur terkait, hal-hal dalam pertanyaan tersebut dapat dikaitkan dengan kejadian AMS.

Pertanyaan nomor 1 yaitu mengenai hal untuk mengetahui ketinggian dari gunung yang didaki. Besar ketinggian merupakan hal penting diketahui oleh para pendaki, baik untuk melakukan persiapan sesuai ketinggian maupun ketinggian

dari memulai pendakian hingga tujuan. Menurut Li et al. (2011), ketinggian ketika

melakukan pendakian, baik titik awal maupun yang akan dicapai, merupakan 2 dari 13 faktor risiko terjadinya AMS.

Suhu tubuh dan hal yang berkaitan juga ditanyakan kepada responden, seperti pada pertanyaan nomor 8 – 10. Selain itu, pertanyaan nomor 2 mengenai pakaian yang sebaiknya dikenakan ketika mendaki juga dapat memengaruhi suhu tubuh. Penelitian Bartsch, Maggiorini, dan Oelz (1997) menyebutkan bahwa ada korelasi yang kuat antara suhu tubuh, hipoksemia dan derajat keparahan AMS. Peningkatan suhu tubuh setelah melakukan pendakian yang cepat diduga sebagai tanda AMS dan etiologi dari peningkatan suhu tubuh tersebut memang belum diketahui secara pasti.

Pertanyaan nomor 4 – 6 adanlah pertanyaan mengenai gambaran kondisi ketinggian dan respon tubuh yang terjadi pada saat seseorang melakukan pendakian. Responden umumnya mengetahui gambaran kondisi di ketinggian dan respon tubuh yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan sebaran distribusi jawaban nomor 4 dan 6 pada Tabel 5.6, yang mana pada kedua pertanyaan tersebut, jawaban benar responden lebih banyak daripada jawaban salah. Namun, ketika


(60)

47

ditanya istilah apa yang digunakan pada respon tubuh yang terjadi pada ketinggian sebagaimana pertanyaan nomor 5, responden umumnya tidak mengetahui hal tersebut. Pertanyaan nomor 5 memiliki persentase jawaban benar sebesar 47,9% dan salah sebesar 52,1%. Hal ini menunjukkan masih banyak responden belum memahami istilah medis terkait respon tubuh yang terjadi pada saat melakukan pendakian.

Pertanyaan mengenai AMS yaitu pada nomor 11 – 15. Responden umumnya mengetahui definisi AMS sebagaimana jawaban benar pada pertanyaan nomor 11 sesuai Tabel 5.6 sebesar 65,6%. Namun, berbeda dengan hal-hal yang memengaruhi kejadian AMS pada pertanyaan nomor 12, yang mana jawaban salah pada pertanyaan tersebut lebih besar (56,2%). Tentang keluhan-keluhan AMS pada pertanyaan nomor 13 dan 14, masing-masing dari kedua pertanyaan tersebut memiliki jawaban benar dengan persentase 49% dan 69,8%. Pertanyaan terakhir (nomor 15) mengenai penanganan yang sebaiknya dilakukan pada seseorang yang mengalami AMS. Terkait pertanyaan nomor 15, responden umumnya dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar (81,5%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden umumnya memiliki pengetahuan yang baik (54,5%). Hanya 8 orang (8,3%) yang memiliki pengetahuan kurang dan sisanya dikategorikan dalam kelompok pengetahuan cukup. Penelitian ini juga mendapatkan sebaran distribusi kejadian AMS berdasarkan gambaran pengetahuan responden. Pada Tabel 5.7, besar kejadian AMS dan tidak AMS pada kelompok berpengetahuan baik berturut-turut, yaitu 32,7% dan 62,3%. Hal serupa juga terjadi pada kelompok berpengetahuan cukup. Sementara itu, pada kelompok responden dengan pengetahuan yang kurang, tidak ada perbedaan pada besar kejadian AMS dan tidak AMS, yaitu sebesar 50%.

Penelitian Judge, Vardy, dan Vardy (2005) mengenai pengetahuan pendaki gunung dan kejadian AMS, yang mana penelitian tersebut menentukan besar insidensi AMS pada subjek yang memenuhi kriteria dan menanyakan apakah yang akan dilakukan ketika mengalami AMS. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok yang mengalami AMS, 54% di antaranya akan kembali ke


(61)

48

ketinggian lebih rendah jika mengalami AMS, sementara sisanya (46%) tetap berada di ketinggian yang sama atau bahkan melanjutkan pendakian. Pada kelompok yang tidak mengalami AMS, 76% di antaranya kembali ke ketinggian lebih rendah jika menngalami AMS dan sisanya (24%) tetap berada di ketinggian yang sama atau bahkan melanjutkan pendakian. Judge, Vardy, dan Vardy menyimpulkan berdasarkan pertanyaan tersebut bahwa dengan subjek penelitian yang akan kembali ke ketinggian lebih rendah jika mengalami AMS, memiliki pengetahuan yang baik tentang AMS. Hal tersebut berkebalikan pada subjek yang tetap berada di ketinggian yang sama atau bahkan melanjutkan pendakian ketika mengalami AMS.

Pendaki dapat mencari informasi secara mandiri atau dari orang lain. berbagai informasi yang baik begitu banyak sekarang beredar, baik dalam bentuk buku penuntun ataupun pada internet Pencegahan AMS yang esensial adalah dengan mengetahui gejala, penanganan yang baik, dan membatasi kecepatan pendakian sesuai dengan guideline untuk mengurangi kemungkinan para pendaki mengalami AMS (Judge, Vardy, dan Vardy, 2005).


(62)

49

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini melibatkan lebih banyak pria (55,2%) daripada wanita (44,8%). Berdasarkan rentang ketinggian, responden paling banyak mendaki pada rentang ketinggian 2000 – 2500 mdpl (65,6%). Selanjutnya, penyakit penyerta yang berhubungan dengan sistem respirasi dan kardiovaskular pada responden meliputi asma (2,1%) dan penyakit jantung bawaan (2,1%).

2. Gambaran pengetahuan mahasiswa USU mengenai AMS terdiri dari kelompok berpengetahuan baik sebesar 54,2%. Sementara itu, kelompok berpengetahuan kurang hanya sebesar 8,3%.

3. Kejadian AMS dalam penelitian ini sebesar 34,4%. Kejadian AMS berdasarkan gambaran pengetahuan juga dapat diketahui. Pada responden berpengetahuan baik, kejadian AMS dialami oleh 17 orang (32,7%) dan yang tidak mengalami AMS sebanyak 35 orang (67,3%). Hal serupa juga terjadi pada reponden berpengetahuan cukup. Namun, reponden berpengetahuan kurang memiliki jumlah yang sama antara yang mengalami AMS dan tidak, yaitu sebanyak 4 orang (50%). Selain itu, kejadian AMS berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa wanita lebih banyak mengalami AMS (51,%%). Kemudian, kejadian AMS berdasarkan ketinggian menunjukkan bahwa ketinggian 3500-4500 mdpl memiliki persentase terbesar (57,1%), dan juga kejadian AMS berdasarkan penyakit penyerta menunjukkan bahwa pada keseluruhan responden dengan penyakit jantung bawaan mengalami AMS (100%), meskipun pada asma hanya 1 dari 2 responden yang mengalami AMS (50%).


(63)

50

6.2. Saran

Berdasarkan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi responden atau mahasiswa yang kerap melakukan pendakian gunung, diharapkan untuk senantiasa meningkatkan dan meng-update ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan tak hanya sekedar mengenai Acute Mountai Sickness (AMS) sebagaimana kejadian yang diteliti oleh peneliti, namun juga ilmu-ilmu lain terkait kondisi gunung atau medan pendakian, persiapan dan perbekalan untuk pendakian, bagaimana fungsi tubuh yang normal maupun tidak ketika melakukan pendakian, dan ilmu-ilmu kesehatan sesuai dengan masalah yang bisa terjadi saat mendaki gunung. Selain itu, unit kegiatan mahasiswa kepecintaalaman bisa mengadakan pendidikan dan pelathian rutin disertai para mahasiswa kedokteran atau tenaga kesehatan agar ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak simpang siur.

2. Bagi petugas kesehatan dan mahasiswa kedokteran sebaiknya memberikan edukasi supaya mencegah hal buruk ketika pendakian.

3. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat memfasilitasi edukasi yang diberikan petugas kesehatan atau mahasiswa kedokteran sehingga para mahasiswa, khususnya yang aktif melakukan perjalanan dan pendakian, dapat melakukan kegiatan tersebut dengan aman

4. Bagi peneliti selanjutnya, semoga penelitian ini dapat dijadikan rujukan. Selain itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai AMS dengan mengamati secara langsung subjek penelitian ketika mendaki gunung sebagaimana berbagai penelitian sebelumnya. 5. Bagi peneliti sendiri, sebaiknya dapat berperan serta dalam mengedukasi

para mahasiswa, selain mahasiswa fakultas kedokteran, yang aktif melakukan pendakian gunung.


(1)

vii

2.4.1. Definisi AMS……… 17

2.4.2. Epidemiologi AMS……….. 17

2.4.3. Patofisiologi AMS……… 19

2.4.4. Gejala Klinis dan Diagnosis AMS………... 20

2.4.5. Tatalaksana dan Pencegahan AMS……….. 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL… 24 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……….. 24

3.2. Definisi Operasional……….. 24

BAB 4 METODE PENELITIAN……….... 28

4.1. Jenis Penelitian……… 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………. 28

4.3.1. Populasi Penelitian……… 28

4.3.2. Sampel Penelitian……….. 28

4.4. Metode Pengumpulan Data……… 30

4.4.1. Pengumpulan Data……… 30

4.4.2. Instrumen Data………. 30

4.4.3. Teknik Skoring dan Skala………. 30

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data……….. 32

4.5.1. Pengolahan Data……….. 32

4.5.2. Analisis Data………. 33

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN……… 34

5.1. Hasil Penelitian………. 34

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 34

5.1.2. Karakteristik Responden………... 34 5.1.3. Kejadian Acute Mountain Sickness 35


(2)

5.1.4. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa USU dan

Kejadian AMS……….………..

38

5.2. Pembahasan………. 41

5.2.1. Karakteristik Responden……… 41

5.2.2. Kejadian Acute Mountain Sickness (AMS)…………. 42

5.2.3. Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung pada Mahasiswa USU dan Kejadian AMS……….. 46 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 49

6.1. Kesimpulan………. 49

6.2. Saran……….. 49

DAFTAR PUSTAKA………... 51 LAMPIRAN


(3)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tekanan barometer sesuai ketinggian………. 11 Tabel 2.2 Anjuran bagi para pendaki gunung……….……….

23

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner………. 30

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Responden……….….. 35 Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Kuesioner

AMS-LLS……….. 36

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Derajat Keparahan AMS ………. 36

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Karakteristik Responden………... 37 Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Jawaban Kuesioner Pengetahuan pada

Setiap Pertanyaan……….. 39

Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Gambaran Pengetahuan Pendaki Gunung pada Kelompok Mahasiswa USU tentang AMS ... 40 Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Kejadian AMS Berdasarkan Gambaran

Pengetahuan Pendaki Gunung pada Kelompok Mahasiswa USU tentang AMS …..……….

41


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(5)

xi

DAFTAR SINGKATAN

2,3-DPG 2,3-diphosphoglycerate

ADH Anti Diuretic Hormone

AHAI Acute High Altitude Illness

AMS Acute Mountain Sickness

AMS-LLS Acute Mountain Sickness – Lake Louis Scoring

DO2 Oxygen Delivery

EPO Eritropoetin

HACE High Altitude Cerebral Edema

HAPE High Altitude Pulmonary Edema

HbO2 Oksihemoglobin

HVR Hypoxic Ventilator Response

kPa kilopascal

mdpl meter di atas permukaan laut

NO Nitrit Oksida

PaO2 Tekanan parsial Oksigen

PCO2 Tekanan Karbon Dioksida

UKM Unit Kegiatan Mahasiswa

USU Universitas Sumatera Utara


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Ethical Clearance

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 4 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Tingkat

Pengetahuan Mahasiswa USU tentang AMS

LAMPIRAN 5 Lembar Penjelasan Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 6 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

LAMPIRAN 7 Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 8 Data Induk Penelitian