Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
76
31. PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI lanjutan i. Peraturan mengenai Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Pada tanggal 6 Februari 2012, Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia MESDM telah menerbitkan Peraturan No. 07 Tahun 2012 mengenai
Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral PerMen No. 72012. Peraturan ini dikeluarkan untuk penerapan Pasal 96 dan 111 dari PP No. 23.
Berdasarkan PP No. 23 dan PerMen No. 72012, logam mineral tertentu, termasuk bauksit, dianggap sebagai komoditas pertambangan yang nilainya dapat meningkat melalui proses pengolahan danatau
kegiatan pemurnian. Dengan demikian, bauksit harus diproses danatau dimurnikan didalam negeri sesuai dengan batasan minimum yang ditetapkan dalam PerMen
No. 72012.
PerMen No. 72012 juga melarang perusahaan pertambangan untuk menjual bijih mineral keluar negeri mulai tanggal 6 Mei 2012 dan mewajibkan pemegang IUP operasi produksi yang telah berproduksi
sebelum tanggal berlakunya PerMen No. 72012 untuk melakukan penyesuaian rencana batas minimum pengolahan dan pemurnian.
Pemegang IUP yang telah melakukan produksi sebelum Peraturan ini diterbitkan diwajibkan untuk: a. melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum pengolahan danatau pemurnian sesuai
dengan batas yang ditentukan diatas dalam waktu 5 tahun setelah UU Minerba 2009 dikeluarkan; dan
b. menyampaikan laporan berkala mengenai penyesuaian terhadap batasan minimum pengolahan danatau pemurnian kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk evaluasi.
Dalam hal pemegang IUP tidak dapat membuat penyesuaian tersebut di atas atau tidak dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain, mereka harus berkonsultasi dengan Direktur Jenderal.
Selanjutnya, pada tanggal 11 Mei 2012, MESDM menerbitkan Peraturan No. 11 Tahun 2012 ”PerMen No. 112012” yang merupakan amandemen atas PerMen No. 72012. PerMen No. 112012 ini menegaskan
bahwa pemegang IUP dapat melakukan ekspor bijihbahan mentah setelah memperoleh rekomendasi
dari MESDM, apabila telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan, dan akan dikenakan Bea Keluar berdasarkan Harga Patokan Ekspor. Direktur Jenderal telah menerbitkan peraturan-peraturan
tertentu terkait dengan implementasi PerMen No. 112012 ini.
Sebagai akibat PerMen No. 072012 yang telah direvisi oleh PerMen No. 112012 tersebut, ditetapkan bahwa ekspor bahan galian mentah hanya diperbolehkan untuk perusahaan yang telah memenuhi
persyaratan dengan kuota terbatas.
Pemerintah Republik Indonesia juga telah menerbitkan peraturan-peraturan terkait Bea Keluar, yaitu, antara lain, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 29M-DAGPER52012 Tanggal 7
Mei 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 33MDAG PER52012 Tanggal 28 Mei 2012 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan
Ekspor atas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 34MDAG PER52012 Tanggal 28 Mei 2012 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor
atas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar,
Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 574.K30DJB2012 tanggal 11 Mei 2012 tentang Ketentuan Tata Cara dan Persyaratan
Rekomendasi Ekspor Produk Pertambangan dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
77
31. PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI lanjutan i. Peraturan mengenai Peningkatan Nilai Tambah Mineral lanjutan
No.75PMK.0112012 tanggal 16 Mei 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar.
Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No.73930DJB2013 tanggal 30 April 2013, No.00930DJB2013 dan No.74030DJB2013 tanggal 3 Januari 2013 dan tanggal 30 April 2013,
No. 137130DJB2013 tanggal 15 Agustus 2013 dan No. 114730DJB2013 tanggal 11 Juli 2013. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara telah memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan
Republik Indonesia untuk menerbitkan surat persetujuan ekspor kepada HPAM, KUTJ, LPT dan SIJT dan juga memberikan sertifikat Clear and Clean atas berbagai IUP Operasi Produksi di wilayah Kabupaten
Ketapang - Kalimantan Barat. Berdasarkan Surat Menteri Pedagangan Republik Indonesia, HPAM, KUTJ , LPT dan SIJT telah menerima persetujuan ekspor produk pertambangan komoditas bijih bauksit,
terakhir dengan kuota untuk HPAM, KUTJ, LPT dan SIJT masing-masing sebesar 6.832.000 ton, 3.600.000 ton, 1.500.000 ton dan 2.160.000 ton dengan batas waktu pengapalan sampai dengan bulan Januari
2014. Sebagai dampak akibat implementasi peraturan-peraturan di atas, Entitas Anak, yaitu HPAM dan KUT and LPT dan SIJT Entitas Anak HPAM mengalami penundaan kegiatan ekspor komoditas bijih
bauksit selama periode tertentu dalam tahun 2013.
Pada tanggal 11 Januari 2014, Presiden Republik Indonesia dan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2014 PP No. 12014 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerinah No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri No. 1 tahun 2014 PM No. 12014 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan Pemurnian di dalam negeri.
PP No. 12014 dan PM No. 12014 antara lain menyatakan bahwa komoditas tambang mineral logam termasuk produk sampingsisa hasilmineral ikutan, mineral bukan logam, dan batuan tertentu yang dijual
keluar negeri wajib memenuhi batasan minimum pengolahan danatau pemurnian terhitung 11 Januari 2014. Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi OP mineral logam dan IUP OP bukan logam wajib
melakukan pengolahan danatau pemurnian hasil penambangan di dalam negeri baik dilakukan secara langsung atau melalui kerjasama dengan pemegang IUP OP, IUP OP Khusus untuk pengolahan danatau
pemurnian dengan persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pemberlakuan UU Minerba dan Peraturan-peraturan terkait lainnya telah mempengaruhi kegiatan operasional Perusahaan dan Entitas Anak. lihat Catatan 26
Sehubungan dengan hal tersebut, sejak tanggal 12 Januari 2014, Entitas Anak mengalami penghentian penjualan dan penghentian operasi produksi.
78