Latar Belakang Masalah Analisa Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Dengan Menggunakan Model Z – Score Dan O-Score Pada Laporan Keuangan PT PLN (Persero)

11 Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi global, persaingan antara perusahan-perusahaan juga semakin berkembang. Setiap perusahaan berusaha untuk saling bertahan hidup di tengah persaingan global yang semakin lama semakin ketat. pada tahun 2011, sebanyak 17 perusahaan Badan Usaha Milik Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 700 miliar. Hal ini tentu saja menjadi catatan buruk bagi perekonomian Indonesia dikarenakan begitu banyaknya Badan Usaha Milik Negara yang merugi. Dahulu salah satu tujuan utama perusahaan adalah untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya, namun seiring dengan semakin berkembangnya pemikiran serta kemunculan konsep-konsep ekonomi baru, perlahan-lahan pernyataan bahwa Laba adalah tujuan utama dari suatu perusahaan pun mulai berubah. Sekarang selain mendapatkan laba, perusahaan juga berusaha untuk menjaga eksistensinya dan bertahan untuk waktu yang lama. Bisnis dikatakan Going Concern apabila bisnis tersebut dapat terus berjalan tanpa ada ancaman Likuidasi di masa depan, biasanya dalam jangka waktu 12 tahun A going concern is a business that functions without the threat of liquidation for the foreseeable future, usually regarded as at least within 12 months. sehingga secara umum Universitas Sumatera Utara 12 tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk menjaga eksistensi perusahaannya agar bertahan untuk waktu yang lama dan mendapatkan laba. Salah satu hal yang paling ditakutkan oleh sebuah perusahaan berkaitan dengan Going Concern adalah kebangkrutan. Kondisi keuangan merupakan indikator yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan ketika melakukan kegiatan operasinya untuk melihat apakah ada gangguan pada kegiatan operasionalnya atau tidak. Untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu perusahaan dapat dilihat melalui laporan keuanganya. Laporan keuangan tidak hanya mencerminkan kondisi suatu perusahaan pada masa lalu tetapi juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi keuangan suatu perusahaan pada masa mendatang Pankof dan Virgil, 1970 dalam Suharman 2007. Melalui analisis laporan keuangan, baik pihak internal maupun eksternal dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta mengetahui keadaan serta perkembangan financal perusahaan dan hasil kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan. Selain itu dengan melakukan analisis laporan keuangan, dapat ditemukan letak kelemahan dan kekuatan perusaahn serta dapat mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Salah satu hal yang dianalisis dalam laporan keuangan adalah rasio keuangan suatu perusahaan. Melalui analisis rasio keuangan juga dapat dinilai kemampuan dari sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya Short-term Liabilities dan kewajiban jangka panjangnya Long-term Liablities, struktur modal perusahan, perputaran persediaan, tingkat likuiditas, keefektifan penggunaan Universitas Sumatera Utara 13 aktiva, tingkat profitabilitas serta dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk memprediksi potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Seperti yang telah dituliskan diatas bahwa salah satu hal paling ditakutkan oleh sebuah perusahaan adalah kebangkrutan. Kebangkrutan adalah sebuah keadaan hukum dimana seseorang atau organisasi tidak mampu membayar utangnya kepada kreditor. Ketika jumlah utang dari sebuah organisasi telah melebihi nilai asetnya maka kebangkrutan terjadi Gitman,1996. Untuk mencegah terjadinya kebangkrutan, suatu perusahaan maka seharusnya menjaga kinerja keuanganya. Menurut Goudie , salah satu hal yang menyebabkan kebangkrutan adalah kesalahan manajemen Mismanagement. Sementara Menurut Hanafi dan Halim 2009:264, “Ketidakmampuan untuk membaca sinyal-sinyal kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang telah dilakukan oleh investor. Untuk mengatasi hal tersebut investor harus bisa mendeteksi kemungkinan kesulitan keuangan dengan menggunakan indikator kesulitan keuangan.” Hal ini juga dapat menjadi contoh dari mismanagement seperti yang dikatakan oleh Goudie. Oleh karena itu perusahaan harus mampu mengukur apakah kinerja manajemennya baik atau buruk.salah satu caranya adalah dengan melihat kinerja keuangan dari suatu perusahaan. Perusahaan harus menjaga kinerja keuangan agar terhindar dari kebangkrutan. Perusahaan juga memerlukan suatu analisis kebangkrutan untuk memperoleh peringatan awal tentang kebangkrutan. Apabila perushaan mendapatkan tanda-tanda kebangkrutan tersebut, maka pihak manajemen dapat bertindak lebih cepat untuk melakukan Universitas Sumatera Utara 14 perubahan-perubahan dalam perusahaan ataupun perbaikan yang memang diperlukan untuk mencegah kebangkrutan itu terjadi. Pihak kreditur juga dalam memberi kredit dapat lebih berhati-hati jangan terjadi penambahan NPL non- performing loan. Untuk memprediksi kebangkrutan , terdapat beberapa model yang sudah dikembangkan oleh para ahli antara lain adalah model Beaver 1966, Altman 1968, Springate 1978, Ohlson 1980, dan Zmijewski 1983 dan CHS model 2010. Dari semua model tersebut,salah satu model yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah metode Altman Z-Score. Model Altman Z-score merupakan salah satu model analisis multivariate yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Model ini dikembangkan oleh seorang asisten profesor di New York University Edward I. Altman pada tahun 1968. Penelitiannya didasarkan pada perusahaan manufaktur yang terbuka 66 perusahaan dan setengahnya sudah melaporkan kebangkrutan. Altman menghitung 22 rasio keuangan pada semua perusahaan tersebut dan menggunakan analisis Diskriminan berganda Multiple Discriminant Analysis untuk memlilih rasio-rasio keuangan yang paling tepat untuk membedakan perusahaan sehat dan perusahaan yang bangkrut. Berdasarkan hasil pengujian pertamanya, model terseut memiliki tingkat keakuratan hingga 72 dalam memprediksi kebangkrutan 2 tahun sebelum kebangkrutan terjadi dan pada pengujian- Universitas Sumatera Utara 15 pengujian berikutnya hingga tahun 1990 oleh berbagai peneliti menunjukan Altman Z-Score memiliki tingkat keakuratan hingga 80-90 dalam memprediksi kebangkrutan 1 tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Dalam modelnya, Altman menggunakan 5 jenis rasio keuangan yaitu working capital to total aset , retained earning total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total asset. Z = 1.2T 1 + 1.4T 2 + 3.3T 3 + 0.6T 4 + 0.999T 5 . Rumus diatas adalah rumus awal yang dirumuskan oleh Altman, namun seiring dengan berjalannya waktu , Altman akhirnya mengembangkan modelnya sehingga model ini tidak hanya digunakan oleh perusahaan manufaktur yang go public namun juga dapat diterapkan dalam perusahaan swasta maupun perusahaan non-manufaktur. Beberapa perkembangan model yang dibuat oleh altman untuk perusahaan non-manufaktur adalah sebagai berikut : Z = 6.56T 1 + 3.26T 2 + 6.72T 3 + 1.05T 4 Sementara untuk perusahaan swasta Altman merumuskan modelnya sebagai berikut : Z = 0.717T 1 + 0.847T 2 + 3.107T 3 + 0.420T 4 + 0.998T 5 Universitas Sumatera Utara 16 Selain Model Altman Z-Score , model untuk memprediksi kebangkrutan yang lain adalah O-Score. Model yang diciptakan dan dikembangkan oleh James Ohlson pada tahun 1980 ini merupakan salah satu model yang masih digunakan oleh para analis. O-Score masih sering dibahas pada beberapa literatur dan merupakan salah satu model yang dikembangkan dengan menggunakan metode regresi Logistik, sebuah metode statistik yang digunakan untuk prediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokan dengan data pada fungsi kurva logistik. Model O-Score ini memiliki kesamaan dengan Z-Score yang menggunakan berbagai macam rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan. Dalam pengembanganya, Ohslon menggunakan sampel yang jauh lebih banyak dibandingkan yang digunakan oleh Altman. Ohlson menggunakan hampir 2000 sampel dan menghasilkan 9 variabel yang digunakan untuk meningkatan keakuratan model ini untuk memprediksi kebangkrutan dari suatu perusahaan. 9 variabel yang dihasilkan antara lain adalah Ukuran perusahaan Size, Levergae measure, Working Capital, Inverse current ratio, discontinuity correction for leverage measure, return on assets, fund to debt ratio, discontinuity correction for return on assets, change in net income Sumber : http:www.stockopedia.com . Berikut adalah rumus yang dikembangkan oleh Ohlson : Universitas Sumatera Utara 17 O = -1.32 - 0.407x1 - 6.03x2 - 1.43x3 - 0.0757x4 - 2.37x5 - 1.83x6 - 0.285x7 - 1.72x8 - 0.521x9 Hasil dari perhitungan model itu kemudian di ubah kedalam bentuk probabilitas untuk menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan itu terjadi. Sebuah penelitian pada tahun 2007 dari universitas Marquette menunjukan bahwa O-Score memiliki tingkat keakuratan hingga 96 Sumber : http:www.stockpedia.com . Beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Mani Shehni Karamzadeh pada tahun 2012 yang berjudul “Application and comparison of Altman and Ohlson Model to Predict Bankrupcty of Companies” menunjukan bahwa Altman memiliki hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan Model Ohlson. Beliau menggunakan sampel yang terdiri dari 90 perusahaan yang tercatat di Iran Stock Exchange dimana 45 perusahaan diantaranya sudah melaporkan kebangkrutan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Altman memiliki tingkat keakuratan untuk memprediksi kebangkrutan 1 tahun sebelum terjadi adalah sebesar 74,4 sementara Ohlson hanya sebesar 53,3. Sementara itu pada penelitian lain yang dilakukan oleh Dr.Yin Wang,CPA dalam penelitiannya yang berjudul “Financial Ratios and the Prediction of Bankruptcy : The Ohlson Model applied to Chinese publicly Traded Companies” pada tahun 2010 justru menunjukan bahwa Ohlson memiliki tingkat keakuratan hingga 95. Kedua penelitian ini menunjukan hasil yang cukup berbeda jauh daripada penelitian yang Universitas Sumatera Utara 18 dilakukan sebelumnya oleh Mani. Hal ini menjadi salah satu hal yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu Altman Z-score sebagai salah satu model yang masih menjadi favorit dikalangan para analis menurut beberapa penelitian hanya memiliki tingkat keakuratan mendekati 70-80. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sanoba Anjum berjudul “ Business Bankruptcy Prediciton Models : A Significant study of the Altman’s Z – Score model” yang diterbutkan pada Asian Journal of Management Research pada tahun 2012 menunjukan bahwa untuk keadaan ekonomi global seperti saat ini. Model Altman Z-Score masih cocok untuk digunakan dalam memprediksi kesulitan keuangan dan kebangkrutan 2-3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Sanoba menguji 3 model Altman yang dikembangkan secara bersamaan dan ketiga menunjukan tingkat keakuratan yang sama. Sehingga menurutnya Altman masih menjadi prediktor yang tepat untuk digunakan. Melalui hal-hal yg disebutkan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perusahan PLN dengan menggunakan 2 model tersebut karena berdasarkan berbagai macam penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa model Altman Z-Score dan juga model O-Score memiliki tingkat keakuratan yang baik. selain itu hal yang membuat penulis memilih perusahaan PLN adalah penyataan dari Nur Padmudji, direktur Utama PT.PLN Persero pada bulan juni 2013 yang secara tegas mengatakan bahwa ditakutkan PT.PLN akan bangkrut dikarenakan jumlah utang PLN yang sudah mencapai angka Rp. 210 triliun Universitas Sumatera Utara 19 http:Economy.okezone.com . Selain itu mengingat beberapa tahun belakangan ini terutama di wilayah Sumatera Utara sering terjadi pemadaman listrik oleh PT.PLN. Berdasarkan gambaran dan uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk memprediksi kebangkrutan pada PT.PLN dengan judul “ Analisa perbandingan Model Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Z-Score dan O-Score pada laporan Keuangan PT.PLN Persero”.

1.2 Perumusan Masalah