Pengaruh aplikasi sistem manajmeen informasi objek pajak (SISMIOP) terhadap kinerja apatur pajak (studi kasus pada KPP pratama di wilayah Jakarta SElatan)

(1)

PENGARUH APLIKASI SISTEM MANAJEMEN INFORMASI

OBJEK PAJAK (SISMIOP) TERHADAP KINERJA

APARATUR PAJAK

(Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

Nama : Siwi Sayekti

NIM : 105082002731

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH APLIKASI SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBJEK PAJAK (SISMIOP) TERHADAP KINERJA APARATUR PAJAK

(Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Siwi Sayekti NIM: 105082002731

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid., MS Dr. Amilin., SE., Ak., M.Si NIP. 19570617 198503 1 002 NIP. 19730615 200501 1 009

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(3)

Hari ini Jumat Tanggal 18 Bulan November Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Siwi Sayekti NIM: 105082002731 dengan judul Skripsi “Pengaruh Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Terhadap Kinerja Aparatur Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 November 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Afif Sulfa., SE., Ak., M.Si Reskino SE., Ak., M.Si

Ketua Sekretaris

Dr. Yahya Hamja.,MM


(4)

Hari ini Jumat Tanggal 11 Bulan Juni Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Siwi Sayekti NIM: 105082002731 dengan judul Skripsi

Pengaruh Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Terhadap

Kinerja Aparatur Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof. Dr. Abdul Hamid., MS Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si

Ketua Sekretaris


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Siwi Sayekti

2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Oktober 1986

3. Alamat : Jl. Depsos XIV Rt.008/009

Bintaro Pesanggrahan Jakarta Selatan 12330

4. Telepon : (021)92640111

II. PENDIDIKAN

1. SDN 01 Pagi Bintaro, Jakarta Tahun 1993-1999 2. SLTP Negeri 177, Jakarta Tahun 1999-2002 3. SMU Negeri 86, Jakarta Tahun 2002-2005 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Tahun 2005-2010

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Priyadi

2. Ibu : Tarwiyah

5. Alamat : Jl. Depsos XIV Rt.008/009

Bintaro Pesanggrahan Jakarta Selatan 12330


(6)

THE INFLUENCE OF APPLICATION OF THE PROPERTY TAX INFORMATION MANAGEMENT SYSTEM TO TAX EMPLOYEE’S

ABILITY PERFORMANCE

(Case Studies On Small Taxpayers Office in South Jakarta)

ABSTRACT

The Purpose of this research is to analyses the influence of application of the property tax information management system to tax employee’s ability performance (Case Studies On Small Taxpayers Office in South Jakarta). The variable used in this research are the application of the property tax information management system(X) as an independent variable and tax employee’s ability performance (Y) as a dependent varible.

The research has been done by means of filling out questionnaire by tax employees and used to secondary data, too. The responders are tax employees in Small Taxpayers Office in South Jakarta, the sample included are 125 responders but only 100 returned and 96 can be used. For analyzing the data, researcher usage SPSS Version 16.00, meanwhile the retrieval of sample has been using convenience sampling. The result of this research indicates that the application of the property tax information management system have significantly influence to tax employee’s ability performance.

Keywords: The Application of the property tax information management system, tax employee’s ability performance.


(7)

PENGARUH APLIKASI SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBJEK PAJAK (SISMIOP) TERHADAP KINERJA APARATUR PAJAK

(Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) terhadap Kinerja Aparatur Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan). Variabel yang menjadi fokus penelitian ini adalah aplikasi SISMIOP (X) sebagai variabel bebas dan kinerja aparatur pajak (Y) sebagai variabel terikat.

Penelitian ini dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh aparatur pajak dan data sekunder yang dapat mendukung penelitian. Responden penelitian ini adalah aparatur pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jakarta Selatan, sampel diambil sebanyak 125 responden, tetapi hanya kembali sebanyak 100 dan yang dapat diolah 96. Untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan regresi sederhana, lalu perhitungannya menggunakan program SPSS versi 16.00, sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aplikasi sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur pajak.

Kata kunci: Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dan Kinerja Aparatur Pajak


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Pengaruh Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Terhadap Kinerja Aparatur Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama di Wilayah Jakarta Selatan).

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

3. Keluargaku especially My little Sister (Dhiah) and my brothers (Fajri dan Khairul) dan Fatihul Jihad yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Amilin SE., Ak., M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku dan seperjuangan Lily dan keluarga, Sari dan keluarga yang rumahnya jadi persinggahan kedua, Oti, Uwie, Zahidah, Kaka Rika, Ichi, Rochmah, Zizah.

10.Kawan-kawanku akuntansi D Adzilah, Putri, Puput, Shusu, Iis, Kibaq, Novia, Yuli, Zakiyah, Tiur, Erna, Reza, Anwar, Mas Mul, Andre, Andri, Ridho, Arif, Hirfan, Fauzi, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11.Rekan-rekan Akuntansi Audit, Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Perpajakan angkatan 2005 yang telah memberikan dukungannya selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, 10 Maret 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………. i

Lembar Pengesahan Skripsi ……… ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ………. iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ………. iv

Daftar Riwayat Hidup ………. v

Abstract ……… vi

Abstrak ………. vii

Kata Pengantar ……… viii

Daftar Isi ………... x

Daftar Tabel ………. xiii

Daftar Gambar ……… xiv

Daftar Lampiran ………. xv

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ……….……….. 1

B. Perumusan Masalah …………...………. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 10

A. Deskripsi Teori ……….... 10

1. Pengertian Sistem Informasi Manajemen …….…….. 10


(11)

4. Kinerja ………. 46

5. Aparatur Pajak ………. 53

B. Telaah Penelitian Sebelumnya………... 55

C. Kerangka Pemikiran ……… 56

D. Hipotesis ……….. 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 59

A. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 59

B. Metode Penentuan Sampel ……….. 59

C. Metode Pengumpulan Data Penelitian………..… 60

D. Metode Analisis Data ...……… 62

1. Statistik Deskriptif ……… 62

2. Uji Kualitas Data ……….. 62

3. Uji Asumsi Klasik ……… 64

4. Uji Hipotesis ……… 64

E. Operasional Variabel Penelitian ………. 67

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ……… 72

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ……….. 72

1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 72

2. Karakteristik Profil Responden ………... 73

B. Hasil Uji Instrumen Pengukuran Variabel ... 76

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ………... 76

2. Hasil Uji Kualitas Data ……… 77


(12)

4. Hasil Uji Hipotesis ……… 81

C. Pembahasan ……….. 84

BAB V PENUTUP ……….. 86

A. Kesimpulan……… 86

B. Implikasi ………... 86

C. Saran ………. 87

DAFTAR PUSTAKA ………..……….. 89


(13)

Daftar Tabel

No. Keterangan Halaman

2.1 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian terdahulu ... 56

3.1 Tingkat Penelitian Jawaban ... 61

3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 66

3.3 Operasional Variabel Penelitian... 68

4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 72

4.2 Data Sampel Penelitian ... 73

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 74

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 75

4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 76

4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 77

4.8 Hasil Uji Validitas Variabel SISMIOP ... 78

4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Aparatur Pajak ... 78

4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel SISMIOP ... 79

4.11 Hasil Uji Reliabilitas Variabel ... 80

4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 82


(14)

Daftar Gambar

No. Keterangan Halaman

2.1 Komponen Dasar Suatu Sistem Informasi ... 16

2.2 Susunan Kode NOP ... 27

2.3 Kerangka Penelitian ... 58


(15)

Daftar Lampiran

No. Keterangan Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 92

2. Daftar Jawaban Responden ... 99

3. Hasil Uji Data SPSS ... 102


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama dan memiliki peranan penting bagi anggaran belanja negara, disamping penerimaan dan keuntungan BUMN dan BUMD. Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Departemen Keuangan, Herry Purnomo di Jakarta, menjelaskan bahwa total penerimaan negara hingga 29 Mei 2009 sebesar Rp 295,528 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), yaitu Rp 140,082 triliun atau 47,4 persen dari seluruh penerimaan yang sudah dihimpun. Sementara itu, penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 66,07 triliun atau 22,4 persen dari total penerimaan negara dan penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 1,347 triliun atau 4,66 persen dari target (Harian Kompas, 8 Juni 2009:17). Penerimaan pajak ini digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan-kegiatan rutin. Sehingga peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran umum/negara semakin hari akan semakin besar.

Pemungutan atas pajak ini mempunyai sifat yang dapat dipaksakan karena didasarkan dengan Undang-Undang, sehingga ada unsur kekuasaan untuk menggerakkan seseorang guna melakukan sesuatu yang diinginkan atau untuk membuat sesuatu terjadi dengan cara yang diinginkan. Namun


(17)

keberhasilannya. Dalam pelaksanaannya terbukti masih banyak wajib pajak yang belum patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Walaupun banyak juga wajib pajak yang mungkin bersedia untuk patuh secara penuh tetapi tidak mampu untuk melakukannya karena mereka tidak mengetahuinya, atau tidak mengerti seluruh kewajibannya. Adanya Ketentuan Perpajakan, Sumber Daya Manusia yang handal, dan Sistem Informasi Perpajakan yang diwujudkan dengan adanya efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak agar dapat mendorong peningkatan penerimaan pajak memang sangat dibutuhkan.

Berbagai upaya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak/DJP) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta pelayanan yang sebaik-baiknya kepada wajib pajak. Mulai dari pengembangan sumber daya manusia, penyempurnaan organisasi yang diimbangi dengan pelayanan administrasi dan efisiensi serta optimalisasi kerja di lingkungan unit organisasi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pemungutannya sampai dengan mereformasi Undang-Undang (UU) Perpajakan, aturan pelaksanaannya, dan memodernisasi sistem administrasi perpajakan yakni administrasi yang dilakukan dengan teknologi informasi (TI). Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah moral, etika, dan integritas aparatur pajak. Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam melangsungkan modernisasi pajak adalah dengan menyeimbangkan reward dan punishment serta menegakkan ketertiban etika, moral, dan integritas petugas pajak. DJP-pun telah menyusun sebuah Kode Etik Pegawai DJP yang diatur dalam Permenkeu No


(18)

1/PMK.3/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang 9 kewajiban pegawai dan 8 larangan pegawai baik kepada masyarakat WP, sesama pegawai, atau pihak lain dengan sanksi setinggi-tingginya pemberhentian dengan tidak hormat dan serendah-rendahnya pernyataan tidak puas secara tertulis. Tercatat selama tahun 2006 terdapat 210 pegawai pajak yang telah dijatuhkan sanksi disiplin dan selama Januari 2007 sebanyak 31 orang. (Majalah Berita Pajak Vol. XXXIV No 1583, 2007).

Dirjen Pajak Darmin Nasution merasa optimis dengan upaya yang di lakukan karena terdapat peningkatan jumlah WP yang mengurus NPWP pada tahun 2008. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat, jumlah pemilik nomor pokok objek pajak (NPWP) hingga Januari 2009 telah mencapai 10,8 juta wajib pajak (WP). Jumlah ini meningkat dari posisi 24 Desember 2008 sebanyak 10,2 juta WP. Sepanjang tahun 2008, Ditjen Pajak mencatat terdapat 3.545.076 NPWP baru (Harian Seputar Indonesia, 19 Januari 2009:14). Melihat tingginya jumlah WP yang mengurus NPWP, membuat Ditjen Pajak lebih berupaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta pelayanan yang sebaik-baiknya kepada wajib pajak.

Untuk dapat memelihara dan meningkatkan penerimaan pajak sekaligus mengedepankan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak dan masyarakat. Sebaiknya sistem informasi administrasi pemungutan pajak di dukung oleh sistem dengan jaringan yang terkait dan reformasi secara mendasar dan substansial. Karenanya perlu dirancang sistem informasi


(19)

secara tepat dan cepat, mampu mendukung pengembangan sekaligus sumber daya manusia, mampu menyesuaikan perubahan yang terjadi, mampu merespon kebutuhan sarana dan prasarana secara tepat dan cepat, dan akhirnya mampu mendukung tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di lingkungan perpajakan.

Selanjutnya pada zaman globalisasi seperti ini keberadaan suatu sistem manajemen informasi memiliki peranan yang strategis dalam mendukung proses pengambilan keputusan yang akurat bagi pihak manajemen. Oleh karena itu informasi pada saat ini mempunyai peranan yang signifikan dalam melengkapi kepentingan suatu organisasi. Informasi merupakan pondasi manajemen dalam membentuk pola kepentingan manajemen baik yang bersifat taktis maupun strategis bagi kemajuan organisasi dalam memperoleh suatu solusi yang komprehensif karena disinilah suatu jaringan sistem informasi dibutuhkan.

Menyadari akan kebutuhan tersebut maka dalam menciptakan suatu kinerja organisasi yang efektif dan efisien, Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak PBB memanfaatkan Teknologi Informasi. Dengan semakin beragamnya kebutuhan manajemen dengan ketersediaan sistem informasi yang berformat analisis maka diciptakan dan dirancang suatu sistem informasi yang diberi nama Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (selanjutnya disebut SISMIOP) pada tahun 1991, sistem ini dirancang-bangun sebagai total sistem yang mencakup segala aspek dalam pengelolaan administrasi dalam lingkup PBB, kemudian dapat juga untuk merancang suatu


(20)

sistem kinerja yang handal dan terpadu sehingga dapat menciptakan suatu sistem manajemen yang efektif.

Landasan penerapan SISMIOP berupa Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 817/KMK/04/1991 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek dan Subjek PBB. Keputusan DJP nomor 04/PJ.6/1993 tentang Pelaksanaan SISMIOP PBB. Keputusan DJP nomor 533/PJ.6/2000 dan SE-60/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek PBB dalam rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data SISMIOP.

SISIMIOP mencakup 5 unsur pokok yakni, Nomor Objek Pajak (NOP), Blok, Zona Nilai Tanah (ZNT), Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dan Program Komputer. Jadi, untuk menjaga akurasi data objek dan subjek pajak yang memenuhi unsur relevan, tepat waktu, handal dan mutakhir, maka basis data perlu dipelihara dengan baik dalam PBB disebut SISMIOP, yang merupakan sistem informasi objek pajak yang telah terbentuk dan telah diberi NOP, Blok, Kode ZNT, dan DBKB dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu yang disimpan dalam media program komputer, perlu untuk selalu dipelihara dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pemeliharaan basis data didasarkan kepada informasi atau laporan baik yang diterima langsung dari wajib pajak bersangkutan, laporan petugas Direktorat Jenderal Pajak, maupun laporan pejabat lain sesuai ketentuan perundang-undangan no.12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Bangunan.


(21)

Pada PBB yang menjadi objek penagihan pajaknya adalah bumi dan atau bangunan. Apabila untuk setiap tahun pajak penerbitan SPPT sebanyak 84 juta lembar harus dikerjakan secara manual maka akan terasa lambannya proses produksi alat administrasi penagihannya. Disamping itu pengelolaan administrasi PBB secara manual terdapat banyak kemungkinan adanya data dan informasi yang telah dikumpulkan sering tidak siap saji pada saat yang diperlukan, penyebabnya bisa karena adanya sistem penyimpanan yang belum sistematis, akurasi data yang tidak memadai, data yang tidak mutakhir, keterlambatan penyampaian SPPT, sulit untuk melakukan pengawasan pembayaran PBB serta lambatnya pelayanan terhadap berbagai kebutuhan wajib pajak yang pada akhirnya menimbulkan konflik PBB.

Oleh karena itu, pembentukan dan pemeliharaan basis data atas kedua objek PBB tadi menjadi faktor kunci yang signifikan dalam menghasilkan suatu sumber informasi yang komprehensif disamping kualifikasi sumber daya manusia yang memadai, integritas manusia dengan mesin merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam menghasilkan informasi yang signifikan bagi pihak manajemen dalam menentukan arah kebijaksanaan yang akan dijalani dalam proses pengambilan keputusan yang akurat.

Perlu diketahui aspek pengelolaan administrasi PBB adalah aspek pengumpulan data (pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas objek pajak dengan NOP, perekaman data, pemeliharaan dan pemutakhiran data, pencetakan hasil keluaran berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Tanda Terima Setoran (STTS), Daftar Himpunan Ketetapan


(22)

Pajak (DHKP) dan lain sebagainya, monitoring serta pelaksanaan penagihan dan diakhiri dengan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui loket Pelayanan Satu Tempat (PST).

Aplikasi SISMIOP diharapkan dapat mengintegrasikan secara menyeluruh aspek-aspek tersebut diatas, karena pengelolaan PBB merupakan suatu sistem pengenaan pajak yang ruwet dan kompleks, dengan banyaknya komponen berbeda serta memiliki fungsi dan tugas yang berbeda pula, masing-masing dengan kepentingan dan sasaran operasionalnya sendiri-sendiri seperti: melayani semua kebutuhan organisasi secara cepat, tepat dan akurat serta handal. Mulai dari data tersebut dimasukkan (key-in) diolah, sampai dihasilkan keluaran (print-out) serta monitoring terhadap hasil keluaran tersebut, baik itu SPPT yang dikeluarkan terhadap pembayaran PBBnya maupun tunggakan yang masih harus ditagih oleh KP-PBB. Akan tetapi sasaran keseluruhan pengelolaan PBB adalah meminimalkan biaya operasional untuk meningkatkan penerimaan PBB.

Dengan substansi yang dikembangkan terbatas pada penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) sebagai praktik reformasi administrasi perpajakan modern, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dengan diadakannya Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) terhadap Kinerja Aparatur Pajak.


(23)

terhadap penerimaan PBB yang meliputi peningkatan jumlah dan luas objek PBB, penyesuaian klasifikasi NJOP bumi dan peningkatan pokok ketetapan. Peningkatan-peningkatan tersebut tadi secara langsung mengakibatkan penerimaan PBB meningkat baik penerimaan pokok maupun penerimaan tunggakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek, tahun penelitian, metode penentuan sampel dan metode pengumpulan data, serta variabel dependen yang digunakan dalam penelitian. Adapun perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel 2.1. pada bab II.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pengaruh Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Terhadap Kinerja

Aparatur Pajak (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Jakarta Selatan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja aparatur pajak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh aplikasi


(24)

sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) terhadap kinerja aparatur pajak.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Bagi Wajib Pajak

Sebagai informasi yang bermanfaat bagi masyarakat perpajakan (Wajib Pajak) terutama dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya.

b. Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Pajak khususnya Aparatur Pajak (terutama bagian PBB) dalam mengambil langkah tepat untuk mengoptimalkan potensi PBB yang mungkin dapat digali bagi pendapatan kota Jakarta.

c. Bagi Mahasiswa dan Pembaca

Sebagai salah satu sarana bahan bacaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta memberikan informasi dan gambaran mengenai sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) yang merupakan sistem perpajakan pada Pajak Bumi dan Bangunan dan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut.

d. Bagi Peneliti

Mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Sistem Informasi Manajemen

a. Pengertian Sistem

Menurut Sanusi dalam (Tambunan, 2003:30), sistem diartikan sebagai suatu totalitas terpadu yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling tergantung menuju tujuan bersama tertentu. Sistem juga didefinisikan sebagai sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan (Raymond, 2004:9).

Sedangkan menurut Robert dan Vijay (2005:7), suatu sistem merupakan suatu cara tertentu dan bersifat repetitif untuk melaksanakan suatu atau sekelompok aktivitas. Sistem memiliki karakteristik berupa rangkaian langkah-langkah yang berirama, terkoordinasi dan berulang, yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu, sistem dapat didefinisikan sebagai sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan (Nugroho, 2008:17).

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Merupakan satu kesatuan


(26)

3) Mekanisme yang sistematis 4) Memiliki tujuan dan sasaran b. Pengertian Informasi

Informasi adalah data yang sudah diolah, dibentuk, atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu atau hasil dari pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan data mentah. Informasi dapat juga dianggap suatu data untuk diolah lagi dan menjadikan informasi sesuai dengan keperluan unit kerja tertentu. Informasi dapat juga dibuat untuk keperluan manajemen sesuai dengan unit kerjanya pada tingkatnya masing-masing. Informasi mempunyai tingkat kualitas (Raymond, 2004:12). Sedangkan Nugroho (2008:17) mengemukakan informasi merupakan salah satu elemen dalam manajemen perusahaan.

Menurut Nugroho (2008:16), Kualitas informasi ditentukan dalam beberapa hal antara lain:

1) Akurat, informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bisa atau menyesatkan dan harus jelas penyampaian maksudnya. 2) Tepat pada waktunya, informasi yang datang tidak boleh terlambat

pada penerima.

3) Relevan, informasi harus mempunyai manfaat bagi pemakainya. 4) Lengkap, informasi berisi informasi yang dibutuhkan.


(27)

Dengan demikian, suatu informasi dapat digunakan dan berkualitas jika memiliki unsur-unsur yang terdiri dari akurat, on time, relevan, lengkap, dan jelas. Agar informasi dapat mengalir lancar, para manajer perlu menempatkan informasi dalam suatu kerangka sistem. Peran informasi di dalam organisasi dapat diibaratkan sebagai darah pada tubuh manusia. Tanpa adanya aliran informasi yang sehat, organisasi akan mati.

c. Pengertian Sistem Informasi

“Sistem Informasi adalah kegiatan dari suatu prosedur-prosedur yang diorganisasikan bilamana dieksekusi akan menyediakan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam organisasi” (Handoko, 1995:237).

Sedangkan menurut Pandiangan, Sistem Informasi adalah suatu kombinasi dari orang-orang, fasilitas teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadian-kejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu dasar untuk pengambilan keputusannya yang cerdik (Pandiangan, 2002:12).

Setiap sistem informasi menyajikan tiga hal pokok: (1) pengumpulan dan pemasukan data, (2) penyimpanan dan pengambilan kembali (retrieval) data, dan (3) penerapan data, yang dalam hal sistem informasi terkomputer termasuk penayangan (display). Suatu sistem informasi terkomputer pada asasnya terdiri atas lima komponen yang


(28)

menjadi sub-sistemnya, yaitu: (1) pelambangan (encoding) data dan pemrosesan masukan, (2) pengolahan data, (3) pengambilan kembali data, (4) pengolahan dan analisis data, dan (5) penayangan data (Notohadiprawiro, 2006:1).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem informasi menyiratkan suatu pengumpulan data yang terorganisasi beserta tata cara penggunaannya yang mencakup lebih jauh daripada sekedar penyajian dan merupakan satu kesatuan dari informasi-informasi penting yang dapat mempengaruhi suatu organisasi dalam pengambilan keputusan. d. Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Sistem Informasi Manajemen, disingkat SIM, adalah sebuah sistem informasi yang berfungsi mengelola informasi bagi manajemen organisasi (Nugroho, 2008:16).

Menurut Mutia I (2004:1), Sistem informasi manajemen merupakan serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi yang secara rasional mampu mentransformasikan data sehingga menjadi informasi dengan berbagai cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajemen.

Dari definisi tersebut ada beberapa point yang perlu diuraikan lebih lanjut (Mutia I, 2004:1):


(29)

1) Sistem Informasi Manajemen memiliki sub-sistem informasi.

Sistem Informasi Manajemen adalah serangkaian sub-sistem, dimana sub-sistem tersebut mendukung tercapainya sasaran Sistem Informasi Manajemen dan organisasi sebagian dari sub-sistem berperan hanya dalam satu kegiatan atau lapisan manajemen, sementara yang lainnya berperan ganda.

2) Sistem Informasi Manajemen adalah menyeluruh.

Sebuah sistem informasi manajemen mencakup sistem informasi formal maupun informal baik yang manual maupun berkomputer. Komponen yang terpenting dalam Sistem Informasi Manajemen adalah manajer yang pikirannya akan memproses dan menyebarkan informasi yang secara berinteraksi dengan elemen-elemen lain dari sub-sistem informasi manajemen.

3) Sistem Informasi Manajemen adalah terkoordinasi.

Sistem Informasi Manajeman di koordinasikan secara terpusat untuk menjamin bahwa data yang di proses dapat dioperasikan secara terencana dan terkoordinasi. Semuanya untuk menjamin bahwa informasi melewati dan menuju sub-sistem yang diperlukan, serta menjamin bahwa sistem informasi bekerja secara efisien.

4) Sistem Informasi Manajemen terintegrasi secara rasional.

Sub-sistem dalam Sistem Informasi Manajemen adalah terintegrasi (terpadu) sehingga kegiatan dari masing-masing saling berkaitan satu


(30)

dengan yang lainnya, integrasi ini dilakukan terutama dengan melewatkan data diantara sub-sistem tersebut.

5) Sistem Informasi Manajemen mentransformasikan data ke dalam informasi.

Apabila data diolah dan berguna bagi manajer untuk tujuan tertentu, maka ia akan menjadi informasi.

6) Sistem Informasi Manajemen meningkatkan produktivitas.

Sistem Informasi Manajemen dengan berbagai cara mampu meningkatkan produktivitas antara lain: dengan kemampuan melaksanakan tugas rutin seperti penyajian dokumen dengan efisien, mampu memberikan layanan bagi organisasi intern dan ekstern, serta mampu meningkatkan kemampuan manajer untuk megatasi masalah-masalah yang tidak terduga.

7) Sistem Informasi Manajemen sesuai dengan gaya manajer.

Sistem Informasi Manajemen dikembangkan lewat pengenalan atas sifat dan gaya manajerial dari personil yang akan menggunkannya. Para perancang sistem apabila akan mengembangkan sistem informasi manajemen hendaknya mempertimbagkan faktor manusiawi dengan cermat. Apabila tidak demikian, maka sistem yang dihasilkan tidak efektif.


(31)

suatu kepercayaan bahwa Sistem Informasi Manajemen yang baik tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan kemampuan sebuah komputer. e. Konsep Dasar Sistem Informasi Manajemen

Semua sistem inforamsi memiliki 3 (tiga) unsur/kegiatan utama, yaitu: 1) Menerima data sebagai masukan (input).

2) Memproses data dengan melakukan perhitungan, penggabungan unsur data, pemutakhiran perkiraan dan lain-lain.

3) Memperoleh informasi sebagai keluaran (output).

Prinsip ini berlaku baik untuk Sistem Informasi Manual, elektromekanis maupun komputer (Lembaga Administrasi Negara, 1996:38).

Lingkungan luar Sumber: Konsep SIM (Mutia, 2004:2)

Gambar 2.1.

Komponen Dasar Suatu Sistem Informasi

Dalam konsep dasar Sistem Informasi Manajemen terdapat integrasi sistem informasi. Pengintegrasian sistem informasi merupakan

Pengolahan/ Proses Masukan/

Input

Keluaran/ Output


(32)

salah satu konsep kunci dari Sistem Informasi Manajemen. Berbagai sistem dapat saling berhubungan satu dengan yang lain dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluannya. Aliran informasi sangat bermanfaat bila data dalam file suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, atau output suatu sistem menjadi input bagi sistem lainnya. Secara manual juga dapat dicapai suatu integritas tertentu, misalnya data dari suatu bagian dibawa kebagian lain. Jadi kalau secara manual maka derajat integritasnya menjadi tinggi. Keuntungan utama dari integritas sistem informasi adalah membaiknya arus informasi dalam sebuah organisasi. Suatu pelaporan biasanya memang memerlukan waktu, namun demikian akan semakin banyak informasi yang relevan dalam kegiatan manajerial yang dapat diperoleh bila diperlukan. Keuntungan ini merupakan alasan yang kuat untuk mengutamakan (mengunggulkan) sistem informasi terintegrasi karena tujuan utama dari sistem informasi adalah memberikan informasi yang benar pada saat yang tepat (Robert dan Vijay, 2005:249).

Keuntungan lain dari pengintegrasian sistem adalah sifatnya yang mendorong manajer untuk membagikan (mengkomunikasikan) informasi yang dihasilkan oleh departemen (bagian)nya agar secara rutin mengalir ke sistem lain yang memerlukannya. Informasi ini kemudian digunakan lebih luas untuk membantu organisasi (Robert dan Vijay, 2005:249).


(33)

sebelum dikomunikasikan dalam bentuk yang bermanfaat bagi personil organisasi yang memerlukannya. Komunikasi ini berlangsung dalam interaksi antara manajer atau manusia dengan mesin atau komputer. Pengertian dari interaksi manajer dan komputer adalah dimana sistem komputer memberikan informasi kepada manajer atau dimana manajer memberikan data kepada sistem komputer (Nugroho, 2008:16).

Ada beberapa sistem pengolahan data yang tidak berhasil dikembangkan dalam Sistem Informasi Manajemen karena tidak dikembangkannya interaksi manajer dan komputer, sehingga manajer dan komputer tidak dapat saling berkomunikasi secara efektif (Mutia, 2004:2).

Menurut Subaryono dan Lukito E.N (2004:2) ada 2 (dua) sebab utama kekurangan dari pengolahan data (komputer) yaitu:

1) Sistem analisis dan Programer tidak (kurang) memiliki pemahaman tentang proses manajemen organisasi, sehingga akhirnya tidak mampu menjalin sistem informasi yang diperlukan organisasi. 2) Ketidakmampuan untuk memahami cara berpikir manusia dalam

memproses data, dengan akibat bahwa hasil program komputer tidak memproses data sebagaimana yang dikehendaki oleh manajer, sehingga tidak mampu berkomunikasi efektif dengan manajer.

Interaksi antara manajer dan mesin adalah kaitan antara manajer dan mesin, yaitu suatu titik dimana mereka bias saling “berkomunikasi”. Secara tradisional sistem komputer masih sering membuat para manajer


(34)

“frustasi”, tetapi dengan adanya perkembangan baru, seperti bahasa produktivitas, pelatihan (training), agaknya cukup membantu menyelesaikan masalah ini.

f. Sistem Desain dan Aplikasi SISMIOP

Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak No.60/PJ/2001, SISMIOP merupakan suatu sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek pajak dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan komputer, sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan, dan penilaian), pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat (One Stop Service).

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam mengolah basis data yang besar serta terjaminnya keamanan basis data yang tersimpan, maka aplikasi SISMIOP sejak tahun 2000 telah dikembangkan dalam perangkat lunak basis data Oracle. Perangkat lunak Oracle merupakan perangkat lunak basis data yang dipilih oleh Departemen Keuangan RI sebagai standar pengolahan basis data, sehingga seluruh instansi di bawah Departemen keuangan diharapkan akan lebih mudah dalam tukar menukar informasi.


(35)

Selain itu, SISMIOP merupakan suatu sistem manajemen informasi yang terpadu untuk mengelola Pajak Bumi dan Bangunan yang dirancang melalui pendekatan informatika dengan berbasiskan komputer. Didefinisikan terpadu karena pengelolaan PBB merupakan suatu sistem pengenaan yang ruwet dan kompleks, dengan banyaknya komponen berbeda serta memiliki fungsi dan tugas yang berbeda pula, masing-masing dengan kepentingan dan sasaran operasionalnya sendiri-sendiri. Akan tetapi sasaran keseluruhan pengelolaan PBB adalah meminimalkan biaya operasional untuk mengoptimalkan penerimaan PBB. Pendekatan informatika tidak hanya mengatur adanya interaksi internal antara berbagai komponen dalam pengelolaan administrasi PBB, tetapi juga mempertimbangkan adanya interaksi antara pengelola PBB dengan lingkungan luar atau instansi yang terkait.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No.533/PJ/2000, SISMIOP mencakup komponen administrasi dan komponen pengelolaan data. Komponen administrasi mengatur prosedur pengumpulan data dasar yang diperoleh dari pendataan di lapangan dan penyebaran informasi PBB yang sudah diproses seperti SPPT, STTS, Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) atau buku induk. Sedangkan komponen pengelolaan data bertugas mengubah data dasar yang diperoleh dilapangan menjadi suatu informasi terolah yang dipergunakan oleh para pengelola PBB, Kepala seksi dan loket.


(36)

SISMIOP dirancang lebih banyak memperhatikan komponen administrasi ketimbang pengelolaan data karena besarnya jumlah dan banyaknya ragam informasi dasar yang diperlukan untuk mengoperasikan SISMIOP. Untuk lebih mempermudah dalam memahami SISMIOP secara keseluruhan perlu dijelaskan bahwa sistem ini dibentuk oleh beberapa sub-sistem mandiri yang masing-masing melakukan tugas dan fungsi berlainan tetapi semua sub sistem tetap menggunakan basis data objek pajak yang sama (Subaryono dan Lukito E.N, 2004:2).

Menurut Subaryono dan Lukito E.N (2004:2), sub-sistem yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan SISMIOP:

1) Sub-sistem Basis Data Objek Pajak (Tax Bill Production)

Inti dari SISMIOP adalah arsip data objek pajak, tempat penyimpanan informasi dasar yang ada untuk setiap objek pajak yang telah diperoleh melalui pengumpulan data dilapangan. Arsip data ini secara permanen tersimpan dalam media penyimpanan komputer seperti disket, pita magnetic dan setiap saat bisa diperoleh secara acak oleh petugas tertentu yang berwenang.

2) Sub-sistem Manajemen Data Dasar (Basic Mangement)

Berfungsi menangani semua yang berkaitan dengan kegiatan menjaring data baru dari lapangan, menghasilkan dan memelihara basis data objek pajak yang berkelanjutan.


(37)

3) Sub-sistem Penilaian dan Penetapan Pajak (Valuation and Assessment) Berfungsi mengkonversi semua deskripsi mengenai objek pajak individual menjadi fiskal sesuai dengan metode penilaian yang telah ditetapkan secara resmi, yang sekarang ini dipakai didalam penilaian PBB dengan menggunakan Computer Assisted Value (CAV), sehingga setiap ada perubahan tentang objek pajak bisa dilaksanakan dengan sangat mudah dan efisien.

4) Sub-sistem Penagihan (Sistem Tempat pembayaran/SISTEP)

Sub-sistem ini bertanggung jawab untuk memproduksi barang-barang cetakan dalam jumlah yang sangat besar, seperti perangkat administrasi pemungutan PBB yang diperlukan untuk menagih PBB yang terutang dan menyediakan semua dukungan informasi penting yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan SISTEP agar pembayaran pajak berjalan dengan lancar dan mudah.

5) Sub-sistem Pemantauan Penerimaan (SISLAP/Performance Monitoring)

Sub-sistem ini merupakan tata cara penerimaan PBB yang diolah secara otomatis dengan bantuan seperangkat komputer dan dilaksanakan oleh bank-bank persepsi yang ditunjuk bersama KP PBB. Sub-sistem ini berfungsi mencatat semua surat tagihan (SPPT) yang sudah atau dikeluarkan kemudian semua STTS bagi pajak yang sudah dibayar dan semua tagihan yang belum dilunasi hingga tanggal jatuh


(38)

tempo pembayaran dan selanjutnya melaksanakan tindakan pemaksaan termasuk komunikasi tertulis secara resmi.

6) Sub-sistem Pelayanan Satu Tempat (PST/One Stop Service)

Berfungsi memberikan suatu tempat pertemuan untuk terjadinya interaksi antara wajib pajak dengan pengelola PBB di loket PST. 7) Sub-sistem Penayangan Informasi (Information Retrieval)

Berfungsi untuk menampilkan berbagai informasi hasil kompilasi data yang ada, dimana informasinya disesuaikan paada kebutuhan pemakaian SISMIOP baik untuk mendukung kegiatan opersionalnya maupun pengambilan keputusan.

Selain itu, aplikasi sistem informasi PBB secara umum dikembangkan dengan memperhatikan tiga komponen sistem:

1) Komponen administrasi

Disini user tidak dapat merubah data yang terdapat pada basis data, komponen ini hanya dapat menyajikan data atau menampilkan informasi pada layer monitor komputer dan hanya dapat mencetak informasi dalam jumlah terbatas. Satu-satunya perubahan data yang dapat dilakukan pada komponen ini adalah pencatatan permasalahan yang diajukan oleh wajib pajak dan apabila berkas-berkas permasalahan tersebut dipindahkan dari satu seksi ke seksi lainnya. 2) Komponen Pengolahan Data


(39)

dokumen yang ditentukan, yaitu berupa SPOP dan LSPOP. Perubahan data harus dicatat dengan menggunakan nomor urut dokumen atau menggunakan nomor dokumen tertinggi dari NOP bersangkutan.

Setiap perubahan data akan dicatat ke dalam basis data SISMIOP guna kepentingan pengawasan, dimana hal-hal yang dicatat antara lain: data yang diubah atau dimasukkan, nomor dokumen, NIP petugas dan pendata serta pengawas, data masukan atau perubahannya dan yang terakhir tanggal transaksi data kedalam komputer.

Nomor dokumen perlu dicatat guna memudahkan petugas melakukan pencarian ulang sumber dokumen pendukung informasi tersebut bila diperlukan. Terhadap perubahan data yang mengakibatkan berubahnya nilai objek pajak maupun akibat penghapusan data objek pajak, maka informasi data sebelumnya akan dicatat kedalam daftar sejarah perubahan objek pajak, sehingga data yang sudah pernah masuk kedalam basis data SISMIOP dapat dengan mudah diketahui historisnya bila suatu saat diperlukan.

3) Komponen Administrasi Sistem

Pada komponen ini dapat dilakukan produksi keluaran antara lain SPT, SPPT, STTS, DHKP, Surat Pemberitahuan Tunggakan, Surat Himbauan Pembayaran atau produksi keluaran lainnya. Selain itu, komponen ini juga dapat dilakukan kegiatan yang mengharuskan


(40)

sebagian kegiatan lain berhenti, contohnya seperti proses penilaian kembali objek pajak, proses pembekuan nama jalan, serta proses pembentukan NJOP tidak kena pajak. Disamping itu komponen ini dapat menyajikan produk keluaran yang mempunyai sifat analisis dalam rangka mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan-kebijakan yang memiliki kaitan langsung dengan kaidah-kaidah pengoptimalan penerimaan atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan terhadap wajib pajak yang masih menunggak pajaknya, sebagai contoh perhitungan potensi penerimaan PBB untuk tahun anggaran mendatang.

Dengan demikian, aplikasi SISMIOP merupakan sistem informasi yang kompleks, karena harus mampu melayani semua kebutuhan organisasi secara cepat, tepat, serta handal. Mulai dari data tersebut dimasukkan (key-in) diolah, sampai dihasilkan keluaran (print-out) serta monitoring terhadap hasil keluaran tersebut, baik itu SPPT yang dikeluarkan terhadap pembayaran PBB nya maupun tunggakan yang masih harus ditagih oleh KP PBB.

Oleh karena itu, pengembangan aplikasi SISMIOP diupayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut diatas yang secara operasional mengacu pada data, hasil pendataan dan penerapan metode penilaian dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengolahan, penyimpanan, penyajian informasi, pendistribusian analisis informasi


(41)

data, dimana pemakaiannya dibatasi berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.

g. Pengenalan Nomor Objek Pajak (NOP)

Penomoran objek pajak merupakan salah satu elemen kunci dalam pelaksanaan pemungutan PBB dalam arti luas. Menurut SE-60/PJ/2001:7, spesifikasi NOP dirancang sebagai berikut:

1) Unik, artinya satu objek PBB memperoleh satu NOP dan berbeda dengan NOP untuk objek PBB lainnya.

2) Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek PBB tidak berubah dalam jangka waktu yang relatih lama

3) Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional.

Secara rinci tata cara pemberian NOP diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-28/PJ.6/1992 tanggal 12 Juni 1992 tentang Petunjuk Teknis Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan (SE-60/PJ/2001).

Untuk mengoperasikan SISMIOP yang berbasiskan komputer, tiap objek harus diberi tanda pengenal yang khusus, Direktorat Jenderal Pajak PBB telah mengembangkan suatu tanda pengenal yang disebut NOP, didalamnya memiliki susunan yang logis dan aturan-aturan administrasi untuk memberikan unsur pengenal kepada objek pajak. NOP sangat efektif sekali dalam membentuk file induk atau basis data


(42)

PBB yang mencakup berbagai macam file dimana kesemuanya saling berkaitan (Subaryono dan Lukito E.N, 2004:2).

1) Kode NOP

Tanda pengenal objek pajak harus memiliki karakteristik, yang berarti tanda pengenal harus satu suara, hanya satu kode untuk satu objek pajak dan hanya satu objek pajak yang cocok dengan kode tersebut. NOP bersifat permanen artinya NOP yang sudah diberikan kepada satu objek pajak itu tidak akan berubah dalam jangka waktu yang relatif panjang. Selain itu, standar yang berarti hanya satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional.

2) Susunan Kode NOP

Terdiri dari 18 digit, dimana 10 digit pertama merupakan kode wilayah administrasi dengan perincian secara urutan adalah: dua digit kode DATI I, dua digit kode DATI II, tiga digit kode kecamatan dan tiga digit kode kelurahan. Sedangkan 8 digit terakhir merupakan kode NOP dengan perincian secara Digit terakhir ini bila diisi angka 9, maka berarti objek tersebut dimanfaatkan secara bersama-sama (lebih dari satu objek pajak).

Sumber: Subaryono dan Lukito E.N, 2004:3

Gambar 2.2. Susunan Kode NOP

3 4 5 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18


(43)

3) Penempelan stiker NOP

Stiker dimaksudkan sebagai petunjuk nyata secara fisik, bahwa NOP telah diberikan kepada objek pajak. Stiker ini akan memudahkan untuk mengaitkannya dengan berkas-berkas dan data objek pajak dalam master file, juga memudahkan petugas lapangan PBB untuk mengalokasikan objek pajak serta menghubungkannya dengan sketsa atau peta blok. Stiker dirancang 10 X 6 cm terbuat dari plastik yang disertai perekat, diusahakan ditempel pada bagian bangunan yang permukaannya rata seperti: kaca, tiang, pintu dan ditempel ditempat yang terlihat dan terlindung.

h. Konsep Blok

Blok merupakan suatu wilayah pengelompokkan tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang permanen dan unik. Blok adalah komponen utama identifikasi objek pajak dan batas blok ditentukan berdasarkan karakteristik fisik yang tidak berubah dalam kurun waktu yang lama. Untuk itu batas-batas blok harus menggunakan karakteristik batas geografi dan batas topografi permanen yang ada seperti jalan-jalan, rel kereta api, sungai, saluran irigasi dan lain sebagainya. Batas blok juga dapat diambil alih dari persil untuk pedesaan dan blok untuk sektor perkotaan (SE-60/PJ/2001:7).

Suatu kelurahan dibagi atas beberapa blok dan batas-batas blok tersebut tidak melampaui batas desa atau kelurahan. Suatu blok dirancang untuk dapat menampung kira-kira 200 objek pajak yang


(44)

berarti luas sekitar 15 ha untuk sektor pedesaan dan 10 ha untuk sektor perkotaan (Subaryono dan Lukito E.N, 2004:3).

2. Dasar- Dasar Pemungutan Pajak

a. Pengertian Pajak

Menurut Adam Smith, pajak adalah “a contribution from the citizen to support of the state”. Sedangkan Dan Bastable menyatakan bahwa pajak adalah “a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for service of the public powers” (Setiyaji, Gunawan dan Hidayat Amir, 2005:2).

Definisi pajak yang dikemukakan oleh N. J. Feldmann dalam (Brotodihardjo, 1989:3)

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh musgrave dan musgrave dalam (Lubis, 2006:6)

“Pajak adalah pungutan yang ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar”.

Dari kalangan dalam negeri, Rochmat Soemitro dalam (Resmi, 2003:1) mendefinisikan pajak sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.


(45)

Menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2000 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sementara menurut Djajaningrat, pajak adalah “kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum” (Setiyaji, Gunawan dan Hidayat Amir, 2005:2).

Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:

1) Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang; 2) Sifatnya dapat dipaksakan;

3) Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak (tax payer);

4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah; dan


(46)

5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

b. Fungsi Pajak dan Syarat-syarat Pemungutan Pajak 1) Fungsi Pajak

Menurut Suandy (2005:14-15) ada dua fungsi pajak, yaitu: fungsi budgeter dan fungsi reguleren:

(a) Fungsi Budgetair

Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah. Menurut Suharno Hadikusumo dalam buku Pengantar Hukum Pajak Indonesia (Lubis, 2007) untuk memperoleh hasil penerimaan pajak yang optimal, maka pertama-tama harus dilakukan penelitian terhadap keadaan masyarakat. Kemudian diteliti pula bagaimana sekiranya sistem pemungutan pajak yang baik dan cocok dengan keadaan masyarakat itu dan yang terakhir dengan diciptakannya Undang-Undang Perpajakan dengan baik dan yang sangat perlu diperhatikan adalah unsur manusianya.


(47)

(b) Fungsi reguleren

Dalam tatanan ideal maka suatu sistem perpajakan nasional sebagai fungsi mengatur haruslah meminimalisir kemungkinan akses negatif yang akan timbul disamping untuk tujuan penerimaan sebagai salah satu fungsi budgetair. Perpajakan tidak pernah menghendaki lemahnya dunia usaha, bahkan sebaliknya selalu berupaya menciptakan iklim dan angin segar untuk dunia usaha. Reguler sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, untuk mendorong investasi, sebagai alat redistribusi, misalnya: mengadakan perubahan tarif. Contohnya adalah fasilitas perpajakan, diantaranya:

(1) Tax holiday

(2) Investment allowance

(3) Fasilitas yang bersifat dan berdampak ekonomis

(4) Fasilitas dalam bentuk tarif, batas waktu restitusi, perlindungan terhadap pengusaha kecil, dan kawasan berikat.

2) Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Suandy (2005:31) agar pemenuhan kewajiban pajak berjalan dengan baik dan lancar serta tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:


(48)

(a) Pemungutan pajak harus adil

(b)Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (c) Tidak mengganggu perekonomian

(d)Pemungutan pajak harus efisien

(e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana c. Asas dan Dasar Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak dalam alternatif pemungutannya berdasarkan pada asas-asas pemungutan pajak sehingga terdapat keserasian antara pemungut pajak dengan tujuan dan asasnya.

Secara teoritis Adam Smith dalam bukunya “an inquiri into the natura and causes of the wealth of nation”, yang dikutip oleh (Brotodihardjo, 2003:27) dalam bukunya: pengantar ilmu hukum pajak, menyatakan beberapa prinsip pengenaan pajak yang disebut dengan ”Smith’s Canon”, yaitu:

1) Equality (kesamaan dan keseimbangan)

2) Certainty (kepastian dan kejelasan berkenaan dengan pemenuhan kewajiban pajak wajib pajak).

3) Convenience of payment (waktu pembayaran pemenuhan kewajiban pajak yang tepat yaitu, saat wajib pajak menerima penghasilan).

4) Eficiency (Pemungutan pajak hendaknya dilakukan

sehemat-hematnya)


(49)

secara efektif dan adil. Misalnya, menetapkan nilai Pajak Pembangunan I bersifat otomatis sebesar 10% dari barang/jasa yang dikonsumsi.

Mengacu pada teori tersebut, pada dasarnya pengenaan pajak harus memperhatikan aspek yuridis, ekonomis dan keuangan. Aspek yuridis berkaitan dengan keadilan dan kepastian tentang siapa yang dikenakan pajak dan berapa besar pajak yang dikenakan. Sedangkan dari aspek ekonomis, pajak yang dipungut tidak memakai biaya yang lebih besar ketimbang hasil yang dipungut. Secara keuangan, pajak tidak boleh merugikan serta mengurangi kekayaan rakyat.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Official Assesmnt System, Self Assesment System,dan With Holding System (Waluyo, 2008:17).

1) Official Assesment System

Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yaitu aparatur pajak yang menentukan sendiri (diluar wajib pajak) jumlah pajak yang terutang. Dalam sistem ini inisiatif sepenuhnya ada pada aparatur pajak/kegiatan dalam menghitung dan pemungutan pajak sepenuhnya ada pada aparatur pajak.

2) Self Assesment System

Menurut Undang-undang No.9 tahun 1994, Undang-undang No.10 tahun 1994, Undang-undang No.11 tahun 1994, Undang-undang No.12 tahun 1994, sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia


(50)

adalah Self Assessment. Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yaitu wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Guna memastikan terlaksananya keberhasilan sistem ini di masyarakat sebagai pembayar (tax payer) maka ada prinsip mutlak yang harus dipahami dan diterapkan:

(a) Transparansi (Tranparancy) (b) Kemandirian (Independence) (c) Akuntability (Accountability) (d) Pertanggungjawaban (Responbility) (e) Kewajaran (Fairness)

Sistem perpajakan secara self assestment diletakkan kepada kepercayaan kepada aktivitas dari masyarakat itu sendiri, yaitu dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

(a) Menghitung sendiri pajak yang terutang (b) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang (c) Membayar sendiri jumlah pajak yang harus dibayar (d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

Syarat-syarat sistem self assestment yang dapat berhasil dengan baik adalah:

(a) Adanya kepastian hukum (b) Sederhana perhitungannya


(51)

(d) Lebih adil dan merata

(e) Perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak 3)With Holding System

Sistem pemungutan pajak dimana penghitungan, pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan dipercayakan kepada pihak ketiga oleh pemerintah. Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga yang dimaksud di sini antara lain adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah. Witholding system merupakan payment system sedangkan self assesment merupakan assesment. Assesment system adalah kegiatan atau sistem menghitung/menetapkan besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak.

3. Pajak Bumi dan Bangunan

a. Dasar Hukum

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Mardiasmo, 2009:317).

b. Definisi Umum

Menurut Mardiasmo (2009:311), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didefinisikan sebagai berikut:


(52)

1) Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah RI.

2) Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk pengertian bangunan adalah:

(a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; (b)Jalan TOL;

(c) Kolam renang; (d)Pagar mewah; (e) Tempat olahraga;

(f) Galangan kapal, dermaga; (g) Taman mewah;

(h) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; (i) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Sehingga, PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.


(53)

c. Subjek Pajak

Subjek Pajak merupakan orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut undang-undang ini (Suandy, 2006:354). d. Objek Pajak

Objek Pajak adalah bumi dan atau bangunan. Klasifikasi Objek Pajak diatur oleh Menteri Keuangan. Sedangkan, klasifikasi Objek Pajak adalah pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang (Suandy, 2006:355).

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah faktor-faktor yang diperhatikan adalah sebagai berikut:

1) Letak; 2) Peruntukkan; 3) Pemanfaatan;

4) Kondisi lingkungan, dan lain-lain.

Dalam menentukan klasifikasi bangunan faktor-faktor yang diperhatikan adalah sebagai berikut:

1) Bahan yang dugunakan; 2) Rekayasa;


(54)

4) Kondisi lingkungan, dan lain-lain.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Objek Pajak yang:

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; 2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis

dengan itu;

3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri keuangan.

Contohnya adalah pesantren atau sejenis dengan itu, madrasah, tanah wakaf, rumah sakit umum, dan Objek Pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Suandy, 2006:355).


(55)

e. Tahun Pajak dan Tempat Pajak yang Terutang

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender (UU No.28 tahun 2007).

Menurut Suandy (2003:356) Tempat Pajak yang Terutang meliputi: 1) Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta; 2) Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten Daerah Tingkat II atau

Kotamadya Daerah Tingkat II; yang meliputi letak Objek Pajak. f. Pendataan, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat

Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak Dalam rangka pendataan, Subjek Pajak wajib mendaftarkan Objek Pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Wajib Pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan Objek Pajaknya kecuali jika ia menerima SPOP, maka ia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah keadaannya meliputi letak Objek Pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak (Suandy, 2006:356).

Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk membantu


(56)

wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data Objek Pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak (Suandy, 2006:357).

Direktur Jenderal pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagia berikut:

1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. 2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata

jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya, walaupun sudah ditegur secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan (Suandy, 2006:357).

Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak ternyata jumlah Pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung atas dasar SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak, Dirjen Pajak menerbitkan SKP secara jabatan. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak (Suandy, 2006:357).


(57)

Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007:2, Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak menurut ketentuan undang-undang. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak.

g. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang oleh Wajib Pajak. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib Pajak. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan pembayaran untuk jangka waktu paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan (Suandy, 2006:358).

h. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan ini terdiri dari dua sanksi, yaitu: sanksi administrasi dan sanksi pidana (Suandy,2006:357).


(58)

1) Sanksi administrasi dikenakan terhadap:

(a) Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak. (b)Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan

lain ternyata jumlah pajak terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP, maka selisih pajak yangn terutang tersebut ditambah atau dikenakan sanksi admiinistrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari hasil selisih pajak yang terutang.

(c) Wajib Pajak tidak membayar atau kurang membayar. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (dua puluh empat) bulan atau setinggi-tingginya 48%.

SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan Objek Pajak dan besarnya pajak yang terutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak (Suandy,2006:357).

2) Sanksi Pidana


(59)

Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, dikenakan juga apabila menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar; sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang (Suandy,2006:357).

i. Tarif pajak, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dasar pengenaan PBB

Besarnya Tarif Pajak sesuai dengan Pasal 5 UU No.12 Tahun 1994 adalah sebesar 0,5%, sedangkan tarif efektif PBB adalah 0,5%x20% atau 0,1% untuk objek PBB yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) < Rp. 1 Milyar dan 0,5%x40% atau 0,2% bila NJOP>Rp.1 Milyar (Direktorat Jenderal Pajak, 2008:2).

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terjadi transaksi jual beli Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Yang dimaksud dengan:

1) Perbandingan harga dengan objek lain sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu Objek Pajak dengan


(60)

cara membandingkannya dengan Objek Pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

2) Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu Objek Pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.

3) Nilai jual pengganti suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu Objek Pajak yang berdasarkan pada hasil produksi Objek Pajak tersebut.

Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang, ditetapkan untuk:

1) Objek Pajak perkebunan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;

2) Objek Pajak kehutanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;

3) Objek Pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;

4) Objek Pajak lainnya:

(a) Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih;


(61)

(b)Sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya kurang dari 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (Suandy, 2006:368).

4. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2002:7) kinerja adalah hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang mengaku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

Pendapat lain dikemukakan lain oleh Tiffin dan Mc Cormick (1979) dalam Yulita (2008:38) bahwa individu yang berbeda akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas


(62)

(lingkungan organisasi) misalnya: pelaksanaan, supervisi, iklim organisasi, hubungan dengan rekan kerja dan sistem pemberian imbalan atau kompensasi.

Pada dasarnya kinerja merupakan hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang/sekelompok orang dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan/kegiatan seseorang/sekelompok orang yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi (Pabundu, 2006:121).

Sedangkan Hadipranata (1996) dalam artikel Wangmuba (2009) mendefinisikan kinerja sebagai sesuatu yang lazim digunakan untuk memantau produktifitas kerja sumber daya manusia baik yang berorientasi produksi barang, jasa maupun pelayanan. Demikian halnya perwujudan kinerja yang membanggakan juga sebagai imbalan intrinsik. Hal ini akan berlanjut terus dalam bentuk kinerja berikutnya, dan seterusnya. Agar dicapai kinerja yang profesional maka perlu dikembangkan hal-hal seperti: kesukarelaan, pengembangan diri pribadi, pengembangan kerjasama saling menguntungkan, serta partisipasi seutuhnya. (Hadipranata, 1996).

b. Standar Kinerja


(63)

diharapkan atau ditargetkan dengan apa yang telah dilakukan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan oleh seseorang. Standar kinerja dapat pula dijadikan sebagai alat pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dikerjakan atau yang telah dilakukan.

Sedangkan menurut Dale Timpe (1992:ix) penilaian kinerja adalah sebuah penentu kinerja yang ampuh dan merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Enam faktor eksternal yang menentukan tingkat kinerja (prestasi kerja) seorang karyawan. Faktor penentu adalah lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian kinerja, umpan balik dan administrasi pengupahan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti dikutip Suprihanto (1987) dalam Yulita (2008:39) standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang pegawai negeri sipil adalah:

1) Kesetiaan, yang meliputi unsur kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, negara dan pemerintah.

2) Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai. negeri sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. 3) Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang pegawai negeri sipil


(64)

sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

4) Ketaatan, adalah kesanggupan seorang pegawai negeri sipil untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan tidak melanggar larangan yang ditentukan.

5) Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.

6) Kerjasama, adalah kemampuan seorang pegawai negeri sispil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.

7) Kepemimpinan, adalah kemampuan seoarang pegawai negeri sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.

c. Aspek-aspek kinerja

Menurut Furtwengler (2002:86), aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:

1) Kecepatan


(65)

lingkungan persaingan, kemampuan melakukan pekerjaan dengan bagus, kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal dan kemampuan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat. Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan atau organisasi.

2) Kualitas

Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Kualitas pekerjaan pegawai dapat dilihat dari beberapa unsur seperti: pegawai bangga terhadap pekerjaannya, pegawai melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal dan pegawai mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya.

3) Pelayanan

Aspek pelayanan dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya melayani para pelanggan, pegawai menunjukkan keinginan untuk melayani orang lain dengan baik, pegawai merespon pelanggan dengan tepat waktu dan pegawai memberikan sesuatu yang lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.

4) Nilai

Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektifitas kerja. Paling tidak ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai


(66)

konsep nilai dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh pegawai dalam mengambil keputusan.

5) Keterampilan interpersonal

Keterampilan interpersonal dapat ditinjau dari hal-hal, seperti: pegawai menunjukkan perhatian kepada perasaan orang lain, pegawai menggunakan bahasa yang menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain, pegawai bersedia membantu orang lain dan pegawai merayakan keberhasilan orang lain dengan tulus.

6) Mental untuk sukses

Hal ini mencakup unsur-unsur antara lain: pegawai memiliki sikap can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun), pegawai mencari cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya, pegawai mencari cara untuk memperbanyak pengalamannya dan pegawai realistis dalam mengukur kemampuannya.

7) Terbuka untuk berubah

Kondisi ini terkait dengan hal-hal berikut: pegawai bersedia menerima perubahan, pegawai mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas lama, tindakan pegawai mengindikasikan sifat ingin tahu dan pegawai memandang peran yang dilakukan sebagai peran yang berarti.


(67)

8) Kreativitas

Kreativitas pegawai dapat dilihat beberapa hal, seperti: kreativitas dalam pemecahan masalah, kemampuan melihat hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, kemampuan untuk membuat konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi konsep yang dapat diterapkan dan kemampuan menerapkan kreativitasnya dalam pekerjaan sehari-hari.

9) Keterampilan berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi pegawai meliputi: penampilan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami, kemampuan menyatakan ketidaksetujuan tanpa menciptakan konflik, menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat dan penggunaan bahasa yang bernada optimis.

10)Inisiatif

Insiatif pegawai mencakup hal-hal seperti: selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaanya telah selesai, ingin selalu terlibat dalam proyek baru, selalu berusaha mengembangkan keterampilannya diluar tempat kerja dan menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kerja.

11) Perencanaan organisasi

Kemampuan perencanaan pegawai misalnya: selalu membuat jadwal personal, bekerja berdasarkan jadwal tersebut dan selalu


(1)

Frequencies

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Laki-laki 68 70.8 70.8 70.8

Perempuan 28 29.2 29.2 100.0

Total 96 100.0 100.0

Usia

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid < 30 tahun 31 32.3 32.3 32.3

> 40 tahun 29 30.2 30.2 62.5 30 - 40 tahun 36 37.5 37.5 100.0


(2)

Pendidikan Formal terakhir

Pendidikan Formal terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Akademi (D/I, D/II, D/III) 38 39.6 39.6 39.6

Pasca Sarjana 10 10.4 10.4 50.0

Sarjana (S1/Sederajat) 27 28.1 28.1 78.1 SLTA/ Sederajat 21 21.9 21.9 100.0

Total 96 100.0 100.0

Lama Bekerja

Lama Bekerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid < 3 tahun 21 21.9 21.9 21.9

> 5 tahun 51 53.1 53.1 75.0

3 - 5 tahun 24 25.0 25.0 100.0


(3)

B. Pertanyaan

Pilihlah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada salah satu angka diantara nomor 1 s/d 5.

1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 2 = Tidak Setuju (TS)

3 = Ragu-Ragu (RR) 4 = Setuju (S)

5 = Sangat Setuju (SS)

No Pertanyaan STS

1 TS

2

RR 3

S 4

SS 5

A

1

2

3

4

5

6

7

8

Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP)

Dengan adanya SISMIOP memberikan informasi akurat tentang Wajib Pajak

Dengan adanya Aplikasi SISMIOP data Wajib Pajak tersimpan secara akurat

Aplikasi SISMIOP mampu meningkatkan kualitas administrasi perpajakan

Dengan adanya aplikasi SISMIOP proses pemungutan pajak menjadi lebih cepat, tepat, mudah, dan akurat

Aplikasi SISMIOP menghasilkan informasi perpajakan yang akurat

Diperlukan perbaikan mutu pelayanan secara berkesinambungan

Aplikasi SISMIOP mendukung kecepatan administrasi pemenuhan kewajiban perpajakan Aplikasi SISMIOP memberikan pelayanan secara efisien baik dari segi waktu, tenaga maupun biaya


(4)

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Dengan adanya SISMIOP permasalahan yang dihadapi Wajib Pajak dapat diselesaikan secara lebih cepat

Aplikasi SISMIOP memudahkan aparatur pajak dalam menjalankan tugas sehari-hari

SISMIOP memberikan informasi tentang pembayaran pajak yang dilakukan Wajib Pajak SISMIOP memberikan informasi tentang alamat Wajib Pajak

SISMIOP memberikan informasi Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan secara sistematis

SISMIOP dapat meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif

SISMIOP memperbaiki sistem kerja sehingga dapat memudahkan Wajib Pajak

SISMIOP mempercepat pengolahan dan ketersediaan data Wajib Pajak

SISMIOP memelihara akurasi data administrasi perpajakan

Administrasi menjadi lebih efisien melalui penerapan sistem administrasi yang handal dan teknologi yang tepat guna

SISMIOP meningkatkan produktifitas serta ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan


(5)

No Pertanyaan STS 1 TS 2 RR 3 S 4 SS 5 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kinerja Aparatur Pajak

Saya Mengetahui dan menguasai peraturan-peraturan perpajakan yang terbaru

Saya telah memahami tentang pengoperasian SISMIOP

Saya telah memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dalam mengoperasikan SISMIOP Dengan adanya SISMIOP pekerjaan saya menjadi lebih mudah

Menurut saya, dengan adanya pemahaman SISMIOP, saya dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak dengan mudah, cepat dan akurat

Pelatihan dalam mengaplikasikan SISMIOP perlu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja aparatur pajak

Aplikasi SISMIOP dalam teknologi informasi perlu disosialisasikan melalui semua KPP yang telah menerapkan, agar Wajib Pajak memahami kemudahan yang diberikan

Penyempurnaan program dalam SISMIOP perlu diadakan dalam rangka meningkatkan

keterampilan aparat pajak

Menurut saya, pengaplikasian SISMIOP mempermudah pekerjaan dengan cepat dan tepat waktu

Aplikasi SISMIOP meneliti kompetensi yang baik, sehingga dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas sehari-hari Pengaplikasian SISMIOP dapat meningkatkan keahlian dan kualitas dalam bekerja


(6)

12

13

14

15

16

17

18

19

Penerapan SISMIOP akan berjalan dengan efektif jika didukung dengan pegawai yang terlatih dan berketerampilan tinggi

Dengan adanya aplikasi SISMIOP, Ditjen Pajak memiliki SDM yang profesional dan terpercaya Aplikasi SISMIOP dapat meminimalisir adanya kecurangan dalam perpajakan

Penerapan SISMIOP akan berjalan efektif jika didukung dengan adanya pegawai yang sopan dan menerapkan kode etik

Perubahan pelayanan dalam aplikasi SISMIOP memberikan motivasi dan semangat kerja sehingga menciptakan pelayanan yang aman dan nyaman

Aplikasi SISMIOP dapat melahirkan organisasi yang lebih terbuka dan transparan

Aplikasi SISMIOP mampu meningkatkan disiplin dan integritas aparat pajak

Aplikasi SISMIOP dapat melahirkan kerjasama yang baik antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Dalam Melunasi Tunggakan Pajak dan Implikasinya pada Penerimaan Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama Majalaya dan KPP Pratama Tegallega)

3 18 27

Analisis Atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak terhadap Penerimaan Pajak Bumi Bangunan (studi kasus pada kantor pelayanan pajak pratama wilayah Bandung)

6 37 142

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sistem Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Di Wilayah Bandung)

0 28 82

Pengaruh Program Aplikasi SIDJP (Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak) Terhadap Kinerja Karyawan Pada Seksi Pelayanan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang

0 3 1

Pelaksaan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak PBB Pada KPP Pratama Bandung Cicadas

0 32 42

Sistem Informasi Geografis Objek Pajak (studi kasus di kantor pelayanan Pajak pratama Tasikmalaya)

0 4 151

Analisis Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dan Kinerja Aparat Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Dinas Pelayanan Pajak di Jawa Barat (Survey Pada 5 Dinas Pelayanan Pajak di wilayah Jawa Barat)

4 47 66

Pengaruh Sistem Modernisasi Administrasi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus di KPP Pratama Majalaya dan KPP Pratama Bojonagara).

0 0 14

Peranan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung Bojonagara).

1 5 21

pengumuman Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP)

0 0 1