Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas HA Tanjung Gusta Medan sebagai suatu Institusi total

95 memasuki pintu portir di mana di pintu tersebut ada, seorang pegawaipetugas yang ditugaskan untuk menjaga pintu portir tersebut untuk membuka dan menutup pintu portir tersebut apabila ada orang yang hendak keluar-masuk di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan. Dan segala barang-barang bawaan dari keluarga atau tamu dari para Narapidana wanita tersebut, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan terhadap barang-barang kiriman atau bawaan tersebut, apakah semua barang tersebut diperbolehkan masuk atau harus ada yang ditahan karena dianggap bertentangan dengan peraturan yang berlaku, hal ini dilakukan untuk menjaga segala kemungkinan yang dapat terjadi dan tidak diinginkan Makin baik para Narapidana wanita tersebut, maka makin longgar pengawasan yang dilakukan.

5.2 Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas HA Tanjung Gusta Medan sebagai suatu Institusi total

Goffman dalam Poloma, Sosiologi Kontemporer, 2007 memaparkan bahwa institusi total adalah tempat bekerja dan tempat tinggal di many sejunilah besar orang tersatukan, terpisah dari masyarakat luas untuk waktu yang cukup lama, bersamasama dengan dipimpin insititusi yang sifatnya tertutup, yang diatur secara resmi dalam setiap aspek kehidupan. Dari definisi tersebut terlihat jelas dikemukakan bahwa total institution ini merupakan tempat yang di khususkan bagi sekelompok orang yang terpisahkan atau terisolasi dari lingkungan masyarakat luas, yang kemudian mereka diterapkan aturan-aturan secara resmi mencakup seluruh hal dalam aktifitas kehidupan mereka. Universitas Sumatera Utara 96 Tampilan institusi total dapat dideskripsikan ke dalam beberapa tingkatan, yaitu: Pertama, semua aspek-aspek kehidupan dilakukan di tempat yang sama dan dalam pengawasan tunggal yang sama. Kedua, masing-masing anggota melakukan aktivitas yang sama dan cenderung memiliki pemikiran yang sama. Ketiga, seluruh rangkaian kehidupan sehari-hari terjadwal secara ketat, dalam keseluruhan urutan yang diawasi oleh sistem atau organisasi dan pengawas formal. Keempat, berbagai aktivitas dipaksa dan diarahkan bersama-sama ke dalam rencana tunggal untuk memenuhi tujuan pimpinan institusi Goffman, dalam Poloma, Sosiologi Kontemporer, 2007. Penduduk institusi total menyadari hak-hak mereka yang hilang. Mereka tahu mereka tidak memiliki kebebasan yang mereka miliki sebelumnya masuk ke situasi mereka sekarang. Jarak sosial antara staf dan narapidana adalah besar dan setiap kelompok cenderung tidak ramah terhadap yang lain Weinstein R, 1982:41. Narapidana bahkan sipir merupakan individu yang hidup dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bersama- sama menjalani hidup yang terkungkung, dan diatur secara formal. Institusi dikatakan total, ketika institusi ini membatasi ruang gerak orang-orang di dalamnya pada tiap kesempatan. Ciri-ciri institusi total menurut Goffman 1961 antara lain dikendalikan oleh kekuasaan hegemoni dan memiliki hirarki yang jelas. Di dalam Institusi Total ini, semua kegiatan di situ diatur oleh norma-norma atau aturan-aturan yang ada sesuai dengan pranata-pranatanya yang dijalankan oleh dan melalui kekuasaan Universitas Sumatera Utara 97 “pejabat” asrama. Misalnya untuk pemenuhan kebutuhan makan setiap siswataruna mendapat apa, jam berapa, diperbolehkan makan, di tempat mana mereka boleh makan dan tidak boleh makan, dan seterusnya semuanya diawasi dan ditentukan oleh para “pejabat” asrama. Semua kegiatan diatur dan dijalankan berdasarkan atas hirarki kekuasaan yang “ketat”. Kemudian, dengan penerapan institusi total ini membentuk apa yang dinamakan dengan identitas kolektif yang eksklusif. Masing-masing level hirarki mempunyai batasan dan otoritas yang tegas, tidak ada kata tidak bagi mereka yang berada pada level hirarki yang lebih rendah. Semua ucapan yang keluar dari mulut seorang yang hirarkinya lebih tinggi adalah perintah dan tidak boleh dibantah. Soniati Simanjorang 40 yang merupakan Warga Binaan Pemasyarakatan mengemukakan bahwa “ Adapun hal – hal yang terjadi di tempat tersebut adalah setiap narapidana berupaya untuk tidak melakukan pelanggaran seperti membawa uang yang berlebihan maupun membawa barang – barang seperti narkoba maupun barang berharga lainnya dan makan ala kadarnya. Aktivitas yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan tersebut adalah peningkatan kualitas hidup para narapidana melalui program pembinaan yang dicanangkan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan setempat. “ Wawancara 25 April 2015 Rahmawati 44 mengatakan bahwa “Saya kan warga binaan keamanan dan ketertiban dimana tugas saga itu membantu Para Staf Petugas melakukan pengawasan dan menjaga ketertiban Narapidana Wanita. Jadi saya juga ikut dalam melakukan razia terhadap narapidana dan datang ke blok – blok dengan waktu yang terjadwal sehingga terlihat jelas Para Narapidana Wanita tersebut pasrah menerima dan siap sedia dalam inspeksi tersebut. Wawancara 21 Mei 2015 Universitas Sumatera Utara 98 Elia br Ginting 32 mengatakan bahwa “Saya bertugas disini membantu para Staf Petugas Lembaga Pemasyarakatan mendata setiap keluarga maupun kerabat yang ingin bertemu dengan para Tahanan maupun Narapidana serta menerima setiap barang – barang yang dibawa oleh keluarga para Tahanan maupun Narapidana untuk diberikan kepada keluarganya yang akan diterima oleh keluarganya yang menjadi Tahanan maupun Narapidana akan tetapi setiap barang – barang tersebut harus diperiksa terlebih dahulu apakah barang – barang tersebut merupakan barang – barang yang tidak diperbolehkan masuk ke LAPAS seperti perhiasan berharga, uang yang berlebihan, narkoba maupun senjata tajam. Setiap Tahanan maupun Narapidana yang menghuni LAPAS tersebut mau ataupun tidak mau harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta tersebut. Wawancara 21 Mei 2015 Endang Sriwati 44 yang merupakan KPLP mengatakan bahwa “Untuk menjaga keamanan dan ketertiban dari para NarapidanaTahanan wanita disediakan pula pengawas yang ditugaskan untuk hal tersebut yang terdiri dari pengawas wanita, di mana pengawasan dilakukan secara bergantian atau dengan sistem applusan yaitu Regu Jaga A bertugas mulai dari jam 07.00-13.00 WIB, Regu Jaga B bertugas mulai dari jam 13.00-19.00 WIB, dan Regu Jaga C bertugas mulai dari jam 19.00-07.00 WIB atau dengan kata lain Regu Jaga A disebut dengan Regu Jaga Pagi, Regu Jaga B disebut dengan Regu Jaga Siang dan Regu Jaga C disebut dengan Regu Jaga Malam. Untuk Regu Jaga C Regu Jaga Malam dibantu oleh seorang petugas Piket dan Pembantu Piket yang terdiri dari petugas wanita juga Wawancara 18 Juni 2015 Dapat dikatakan bahwa LAPAS Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan merupakan suatu lembaga dimana penghuninya merupakan Narapidana Wanita yang berbeda asal daerahnya dan jenis kejahatannya ditempatkan dalam satu ruangan yang sama jauh dari jangkauan masyarakat luas yang di dalamnya terdapat aktivitas bersama dan setiap perilaku Narapidana Wanita dibatasi serta diawasi dengan aturan – aturan yang diberlakukan oleh Petugas LAPAS harus dilaksanakan oleh setiap Narapidana Wanita dan tentunya diberlakukan sanksi bagi setiap Narapidana yang melanggar aturan yang telah disepakati bersama akan tetapi di dalam LAPAS Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan merupakan suatu Universitas Sumatera Utara 99 institusi total mengalami beberapa dilema yang sistematis mulai dari blok yang terbatas, kualitas makanan yang buruk serta mentalitas Narapidana Wanita sehingga menimbulkan gangguan keamanan. RJ Sitorus 50 yang merupakan mantan Narapidana Wanita mengatakan bahwa: “ Adapun menu makanan yang disajikan di LAPAS kurang enak karena keterbatasan dana dari pemerintah dan kalau fasilitas kesehatannya pun kurang memadai karena di Klinik LAPAS hanya mampu mengobati penyakit ringan. Pokok nya fasilitas LAPAS kurang memuaskan karena persediaan air Bering berkurang dan pemakaiannya pun sangat dibatasi. “Wa - wancara 10 September 2015 Damaris Hutasoit 49 mengatakan bahwa “ Makanan yang disajikan pun tidak enak dan tidak layaklah untuk dimakan. Memang bahan makanan kalo datang kelihatannya segar tapi kalo sudah diolah bagai makanan sampah. Ikannya pun kayak ikon “ Indosiar “. Kalo mau makanan yang enak kita itu harus kasih duit 20.000 kepada Tamping. Kalo nggak bisa bayangkan sajalah kita melihat makanan itu seperti kita memakan ayam goreng. Wawancara 23 September 2015 Nova 40 yang merupakan Narapidana Wanita biasa mengatakan bahwa “ Ketika saya tidur di dalam blok, saya merasakan agak susah karena memang di blok itu sudah terlalu padatsekitar dua puluh tiga orang apalagi ketika suasananya udah padat ditambah lagi dengan narapidana yang membuat kerusuhan jadi kami merasa tidak nyaman. Wa-wancara 27 Mei 2015 Asmah Simatupang S.Ag 46 yang merupakan KA SUBSI BIMPAS mengatakan bahwa: “Adanya kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumlah mutu telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamananlketertiban. Hal tersebut merupakan menjadi tugas bagi semua pihak yang ada di dalamnya baik itu KALAPAS dan Staf yang ada di lingkungan LAPAS, serta para NarapidanalTahanan untuk dapat merawat dan memelihara semua saranalfasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal. Universitas Sumatera Utara 100 Meskipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan dan melaksanakan “Program pembinaan yang ada disesuaikan dengan bakat narapidana. Mereka melakukan program tersebut karena narapidana ingin mengisi waktu Luang oleh karena berada di dalam kamar satu harian penuh merupakan hal yang membosankan. Karma mereka menyadari keterampilan merupakan modal utama setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Walaupun seorang narapidana memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi tapi tetap saja penerimaan dari masyarakat tidak terlalu baik setelah mereka bebas. Mereka mengikuti program pembinaan karena terpaksa. Ada tekanan psikologis selama narapidana berada di lembaga pemasyarakatan. Hal yang selalu terlintas dalam benaknya adalah bagaimana secepainya bisa bebas. Cara yang melanggarperaiurun adakalanya terpikir Ykni dengan melarikan diri tapi ada juga cares yang lebih terhormat yaitu dengan menunjukan itikad baik agar memperoleh remisi karena setelah beberapa kah mendapat remisi dan jika telah menjalani hukuman dalam waktu tertentu mereka akan mendapatkan bebas lepas ber.yarat namun tidak semua narapidana melakukannya, ada juga narapidana yang benar-benar ikhlas dalam melaksanak,an program pembinaan.” Wawancara 18 Juni 2015 5.3 Pertukaran sosial Narapidana Wanita dengan Petugas LAPAS Suatu strategi Narapidana Wanita mendapat keadaan yang layak di LAPAS Dalam teori pertukaran sosial menekankan adanya suatu konsekuensi dalam pertukaran baik yang berupa ganjaran materiil berupa barang maupun spiritual yang berupa pujian. Teori pertukaran Homans bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukum. Bagi Homans dalam Margaret : 2007, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” yaitu aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi: “seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya “. “Semakin tinggi pengorbanan, maka semakin tinggi imbalannya dan Universitas Sumatera Utara 101 keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya, semakin tinggi investasi, maka semakin tinggi keuntungan “. Begitupun dalam ketimpangan perlakuan baik yang dilakukan oleh Petugas LAPAS kepada Warga Binaan Pemasyarakatan maupun Narapidana biasa timbul sebuah pertukaran yaitu pertukaran timbal balik yang bersifat menguntungkan. Pertukaran timbal balik yang bersifat menguntungkan timbul didalam peristiwa pada sebuah pertukaran yaitu pertukaran timbal balik yang bersifat menguntungkan. Pertukaran timbal balik yang bersifat menguntungkan timbul didalam peristiwa pada saat melakukan pembinaan. Apabila dalam melakukan pembinaan tersebut, Narapidana tidak bisa menjalankannya dengan baik maka Narapidana Wanita tidak diberikan akses lebih oleh Petugas LAPAS.. Rahmawati 58, yang merupakan Warga. Binaan Pemasyarakatan LAPAS, beliau mengemukakan bahwa: “Setiap Narapidana memiliki hak berupa hak pembinaan yang telah dijadwalkan dengan baik remisi, kebebasan dalam hat menjalankan keyakinan masing – masing, mendapatkan perawatan yang layak jika Narapidana tersebut sakit dan menjalani hukuman duo per tiga dari masa tahanan akan tetapi hak tersebut akan berkurang jika Narapidana yang bersangkutan melakukan pelanggaran ringan, sedang maupun berat. Wawancara 21 Mei 2015 dan Elia br Ginting 32 mengatakan bahwa: “Menurut beliau, Setiap Tahanan maupun Narapidana yang menghuni LAPAS tersebut mau ataupun tidak mau harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tanjung Gusto tersebut. Para petugas LAPAS pun memperlakukan Para Tahanan maupun Narapidana sebagaimana mestinya sesuai dengan hak asasi kemanusiaan dan apa yang diterima oleh Para Tahanan maupun Narapidana dari Petugas LAPAS soma dengan Para Tahanan maupun Narapidana lainnya tergantung dari perilakunya sehari – hari baik itu kepada Petugas LAPAS maupun kepada sesama Tahanan maupun Narapidana dan juga proses pembinaan yang dijalankan oleh Tahanan maupun Narapidana. “. Wawancara 21 Mei 2015 Universitas Sumatera Utara 102 RJ Sitorus 50 yang merupakan mantan Narapidana Wanita mengatakan bahwa: “Perlakuan berbeda mungkin karena Narapidana tersebut patuh mudah diatur dibandingkan dengan Narapidana yang tidak patuh. Narapidana di LAPAS memiliki hak beribadah maupun hak perawatan bila sakit. Narapidana yang disegani maupun dihormati adalah napi yang tunduk kepada atasannya sehingga atasannya menjadikan Narapidana tersebut kaki tangan KA LAPAS.” Wawancara 10 September 2015 H Tarigan 32 mengatakan bahwa: “Adapun perbedaan perlakuan petugas tehadap narapidana dalam hat pembinaan dimana narapidana dengan kasus - kasus yang berbeda maka petugas melakukan pembinaan yang berbeda juga. Semua fasilitas yang diterima oleh narapidana adalah sama. Hak yang diterima oleh petugas adalah mendapatkan makanan dan mendapat waktu kunjungan keluarga. Saya meminta fasilitas kepada petugas LAPAS berupa HP untuk berkomunikasi dengan keluarga tetapi petugas meminta sejumlah uang sesuai permintaan mereka. Ada narapidana yang kayo meminta fasislitas lebih kepada petugas berupa tempat tidur dan makanan. Semua narapidana diwajibkan oleh petugas jags melakukan tugas — tugas sesuai dengan aturan yang ada. Pada saat narapidana melanggar ketentuan LAPAS maka petugas menghukum narapidana dengan cara memperberat tugas yang diberikan. “ Wawancara 06 Oktober 2015 Asmah Simatupang S.ag 46 yang merupakan KA SUBSI BIMPAS mengatakan bahwa: “ Remisi mempunyai peranan penting dari segi pembinaan narapidana. Dengan adanya remisi tidak sedikit dari narapidana termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembinaan. Salah satu peraturan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan adalah mengikuti program pembinaan yang ada yakni akhlak atau ketaqwaan dan keterampilan yang disesuaikan dengan agama dan bakat dari masing — masing narapidana. Adapun indikator yang diambil oleh pembina dalam menilai suksesnya program pembinaan dalah apabila semua narapidananya berkelakuan baik, tidak ada yang masuk daftar buku register F, pada setiap hari Proklamasi kemerdekaan dan hari besar keagamaan mendapatkan remisi bahkan tidak jarang karena membantu kegiatan pembinaan mendapatkan remisi tambahan. Beliau juga mengatakan narapidana yang berkelakuan buruk hanya Universitas Sumatera Utara 103 akan menyusahkan, hanya menambah pekerjaan, jadi tidak peduli spa motif mereka ikut Berta dalam kegiatan pembinaan yang penting laporan selalu baik sampai ke atasan. Wawancara 18 Juni 2015 Dapat dikatakan bahwa dalam pertukaran ini setiap Narapidana Wanita pada dasarnya memunyai hak dan kewajiban yang sama akan tetapi pada saat pembinaanlah Petugas LAPAS dapat menilai tiap — tiap Narapidana Wanita apakah mereka bisa menjalankannya dengan baik atau tidak.Apabila mereka lulus dalam pembinaan maka hak istimewa yang mereka dapatkan juga disediakan oleh Petugas LAPAS. Akan tetapi bagi Narapidana yang tidak mampu melaksanakan bimbingan dengan baik maka Narapidana Wanita tersebut mau atau tidak mau harus patuh terhadap senua pihak baik itu Petugas LAPAS maupun Warga Binaan Pemasyarakatan yang lain dan juga hak yang diterima diberikan oleh Petugas LAPAS “ Saya tidak bisa melakukan bimbingan di LAPAS ini karena keterbatasan bahasa. Saya kan prang dari kampung nggak tabu bahasa Indonesia dan saya juga nggak sekolah tinggi kan jadi ngerti apa sib yang dilakukan Petugas LAPAS sehingga Petugas lapas menilai saya tidak mampu menjalankan bimbingan dengan baik dan saya tidak bisa menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan dan juga pasrah menerima hak saya apa adanya, “Wawancara27Mei2015

5.4 Perbedaan Perlakuan Pegawai LAPAS terhadap Narapidana Wanita.