1995-1998 juga menyatakan bahwa jumlah anggota rumah tangga yang semakin banyak, akan semakin mengalami kecenderungan turunnya rata-rata asupan energi
dan protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan prevalensi tertinggi pada rumah tangga yang beranggotakan di atas enam orang Mapandin, 2006.
Peneliti berasumsi bahwa jumlah anak erat sekali kaitannya dengan pembagian pangan dalam keluarga, kuantitas dan kualitas jenis pangan. Anak juga
sangat mempengaruhi pilihan ibu dalam menyusun menu makanan di keluarga dimana ibu sering memyajikan makanan yang sesuai dengan keinginan dan kesukaan
anak, yang terkadang tidak memperhitungkan nilai gizi yang terkandung pada jenis makanan tersebut.
5.6. Ketersediaan Pangan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dilihat bahwa ketersediaan pangan keluarga sebagian besar berada pada kategori terjamin yaitu sebanyak 41 orang responden
55,4, sedangkan sebagian kecil responden berada pada kategori ketersediaan pangan tidak terjamin yaitu sebanyak 33 orang 44,6. Sesuai dengan penelitian
Diana 2004 bahwa ketersediaan pangan responden kategori terjamin pada kelompok kasus sebanyak 8 orang dari 70 kasus 11,4, rawan pangan tanpa kelaparan
sebnayak 53 75,7, dan ketersediaan pangan kategori rawan pangan sedang, kelompok kasus ad 9 orang 12,9.Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin
terjamin ketersediaan pangan semakin baik status gizi keluarga. Ketersediaan pangan yang terjamin akan mempunyai kemungkinan tujuh kali lebih besar untuk berstatus
gizi baik dibandingkan dengan ketersediaan pangan yang tidak terjamin.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Matheson, DM., J Varady, A Killen JD 2002, yang menyatakan bahwa keragaman konsumsi pangan memberikan mutu
yang lebih baik daripada pangan yang dikonsumsi secara tunggal. Hal ini terjadi karena adanya efek saling mengisi yang berari kekurangan zat gizi suatu pangan
dapat dipenuhi oleh kelebihan zat gizi yang bersangkutan dari pangan lainnya karena jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak secara signifikan terkait dengan
persediaan makanan di rumah tangga mereka. Sesuai dengan kerangka pikir UNICEF menurut Syarief 2004 terdapat dua
faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi kurang atau gizi buruk, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan penyakit infeksi.
Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut berkaitan dengan berbagai faktor penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi,
kesehatan badan dan sanitasi lingkungan. Pada anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian akan
mengakibatkan rendahnya sumber daya manusia. Hubungan antara ketersediaan pangan, akses makanan dlam keluarga,
konsumsi pangan keluarga dan status gizi terlihat dengan tersedianya pangan di tingkat rumah tangga yang merupakan penenru akses pangan, dimana pada
gilirannya, memberi peluang penting untuk meningkatkan konsumsi dan status gizi. Pendapatan, elastisitas permintaan pangan serta alokasi sumber daya yang merupakan
variabel penting, yakni dengan pendapatan yang memadai penyediaan pangan dan
Universitas Sumatera Utara
akses pangan akan lebih besar, sehiingga status gizi baik. Perubahan tingkat konsumsi diterjemahkan ke dalam perubahan status gizi yang dapat dipengaruhi oleh
faktor seperti sanitasi, akses terhadap kesehatan, pola asuh anak dan akses ke air bersih.
Rasmussen, Krolner Klep 2006, melaporkan ketersediaan pangan rumah tangga sebagai salah satu faktor penentu yang paling penting dari pola makan
keluarga. Ketersediaan pangan keluarga dianggap sebagi hubungan antara masyarakat atau sumber lingkungan penjualan makanan dan asupan gizi perorangan. Adanya
krisis ekonomi menyebabkan rendahnya daya beli keluarga dan meningkatnya harga pangan yang berkaitan dengan menurunnya ketersediaan pangan ditingkat keluarga.
Jika ketersediaan pangan dirumah tangga menurun,otomatis konsumsi pangan dan konsumsi zat gizi per anggota keluarga berkurang sehingga menyababkan masalah
gizi,diantaranya kejadian KEK dan anemia. Ketersediaan pangan dalam keluarga mempengaruhi banyaknya asupan makan anggota keluarga. Semakin baik
ketersediaan pangan suatu keluarga memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan zat gizi. Suhardjo, 1989
Peneliti berasumsi bahwa karakteristik keluarga dan tingkat pengetahuan gizi ibu sangat mempengaruhi terhadap ketersediaan pangan keluarga, dimana
pengetahuan gizi dan besar pendapatan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap daya beli dan ketersediaan pangan di keluarga, dalam penelitian ini dapat dilihat
masih adanya keluarga dalam kategori ketersediaan pangan keluarga dalam kategori tidak terjamin. Hal tersebut menandakan bahwa masih rendahnya tingkat pendapat
keluarga dan tingkat pengetahuan gizi ibu. Ketersediaan makanan bergizi dan
Universitas Sumatera Utara
seimbang juga belum optimal, ibu yang tidak memiliki waktu menyiapkan menu dengan gizi seimbang merupakan salah satu masalah, masih banyaknya ditemukan
keluarga yang hanya cukup mengandalkan lauk pauk secara rantangankatering. Jumlah anak yang mempengaruhi pembagian porsi makan, ibu yang pengetahuannya
masih kurang perlu banyak mendapatkan informasi gizi dari petugas kesehatan sehingga perlu untuk menumbuhkan rasa sadar gizi untuk keluarga.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN