Tabel 4.12 Data Perhitungan Serapan Kloramfenikol Pengulangan VI
Konsentrasi µgmL
1 2
3 4
5 220.6 nm
241.8 nm 250.6 nm
259.2 nm 266.6 nm
10 0.342
0.132 0.192
0.281 0.349
12 0.388
0.151 0.222
0.327 0.408
14 0.431
0.166 0.246
0.364 0.456
16 0.498
0.191 0.281
0.415 0.519
18 0.547
0.212 0.312
0.46 0.577
a=0.03043 a=0.01174 a=0.01732 a=0.02558 a=0.03207 b=0.0127
b=0.0050 b=0.0068
b=0.0094 b=0.0106
r=0.9970 r=0.9969
r=0.9975 r=0.9979
r=0.9982 Pemilihan nilai serapan a dapat ditentukan berdasarkan harga r hitungnya.
Nilai r ≥ 0,97 dapat diterima dan memenuhi kriteria validasi Ermer dan McB Miller, 2005.
Nilai serapan a yang dipakai adalah nilai serapan dari hidrokortison asetat dan kloramfenikol adalah pada pengulangan V. Data serapan jenis yang diperoleh
ini kemudian digunakan untuk menetapkan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam campuran dengan perhitungan matriks.
4.5 Hasil Kadar Teoritis Campuran Baku Hidrokortison Asetat dan
Kloramfenikol
Data penimbangan masing-masing baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol digunakan untuk menghitung kadar teoritis campuran campuran
hidrokortison asetat dan klramfenikol. Data penimbangan baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 62.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Data Kadar Teoritis Campuran Baku Hirokortison Asetat dan
Kloramfenikol No. Baku
Kadar Teoritis µgmL Hidrokortison Asetat
Kloramfenikol 1
10.120 8.096
2 10.120
8.144 3
10.140 8.112
4 10.160
8.128 5
10.180 8.096
6 10.120
8.096
4.6 Hasil Kadar Campuran Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol
dalam Sediaan Krim dengan Menggunakan Perhitungan Matriks
Sampel yang berupa sediaan krim yang hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang telah dipreparasi kemudian diukur pada panjang gelombang
200–400 nm. Berdasarkan spektrum yang didapat lalu ditentukan serapan hidrokortison asetat dan kloramfenikol pada panjang gelombang analisis yang telah
dipilih sebelumnya, yaitu panjang gelombang 220,6; 241,8; 250,6; 259,2 dan 266,6 nm.
Data serapan larutan sampel yang telah diperoleh digunakan untuk mengukur kadar masing-masing, dengan menggunakan perhitungan matriks.
Kemudian dari perhitungan akan diperoleh kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol. Perhitungan matriks dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 65.
Tabel 4.14 Data Kadar Campuran Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol dalam
Sediaan Krim dengan Menggunakan Perhitungan Matriks No. Sampel
Kadar Perolehan Matriks µgmL Hidrokortison Asetat
Kloramfenikol 1
10.11200 8.08834
2 10.10729
8.13936 3
10.12049 8.11601
4 10.17306
8.18174 5
10.18223 8.07698
6 10.10096
8.02049
Universitas Sumatera Utara
4.7 Hasil Kadar Campuran Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol
dalam Sediaan Krim dengan Analisis secara Statistik
Kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sediaan krim merek X dengan analisis secara statistik pada metode panjang gelombang berganda dan juga
penelitian yang telah dilakukan oleh Syafrisal 2015 secara spektrofotometri derivatif dengan teknik zero crossing dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol dalam Sediaan Krim
Merek X dengan Analisis Secara Statistik Rujukan
Syafrisal 2015 Suci 2016
Metode zero crossing
panjang gelombang berganda
Pelarut etanol absolut
etanol absolut yang
digunakan hidrokortison asetat pada 222,2
nm dan kloramfenikol pada 228,4 nm
220,6 nm; 241,8 nm; 250,6 nm; 259,2 nm; dan
266,6 nm Kadar
hidrokortison asetat
100,08 ± 1,23 100,52 ± 0,08
Kadar kloramfenikol
102,32 ± 3,90 98,81 ± 0,18
Berdasarkan Tabel 4.15 diatas, kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sediaan krim merek X memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia
Edisi V tahun 2014 untuk sediaan krim hidrokortison asetat yaitu tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada label, dan
untuk krim kloramfenikol yaitu tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 130,0 dari jumlah yang tertera pada label. Kadar hidrokortison asetat yang
diperoleh dengan metode panjang gelombang berganda lebih besar daripada dengan metode spektrofotometri derivatif teknik zero crossing, dan kadar kloramfenikol
yang diperoleh dengan metode panjang gelombang berganda lebih kecil dari pada dengan metode spektrofotometri derivatif teknik zero crossing. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya perbedaan pada pengambilan panjang gelombang
Universitas Sumatera Utara
analisisnya. Perhitungan statistik dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 67.
4.8 Hasil Uji Validasi