seharusnya diikuti dengan tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan tenaga medis dan mahasiswa FK dan non-FK.
2.4.2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK merupakan istilah yang menggambarkan dua obstruksi pada paru-paru yang saling berhubungan yaitu
bronkitis kronis dan emfisema, dimana emfisema merupakan kondisi antara kantung udara pada paru-paru yang rusak sehingga paru-paru kehilangan
elastisitasnya. Faktor risiko terjadinya PPOK meliputi; merokok, polusi udara debu dan bahan kimia, faktor genetik, status sosial ekonomi, nutrisi, gender.
Perokok memiliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala respirasi dan abnormalitas fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok, bergantung pada
banyaknya rokok yang dihisap per tahun dan status merokok saat ini Prasetyo dan Rini, 2008. Kematian akibat PPOK pada orang yang merokok adalah sepuluh
kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok Aditama, 2011. Teori hubungan rokok dengan PPOK yang saat ini dipermasalahkan
adalah peran keseimbangan oksidan-antioksidan dalam pemeliharaan interigitas paru. Oksidan berkemampuan merusak sel parenkim serta jaringan ikat dari
ekstraseluler, melalui sifatnya sebagai bahan kimia yang elektrofilik reaktif. Asap rokok dapat meningkatkan kadar oksidan melalui peningkatan sel radang antara
lain makrofag alveolar meningkat 2-4 kali, netrofil meningkat 3-5 kali, hal yang mengakibatkan bertambahnya kadar superoksida dan hidrogen peroksida.
Disamping itu asap rokok sendiri juga bertindak sebagai oksidan serta menekan aktifitas silia, dan dapat mengakibatkan hipertrofi mukus Alsagaff Mukty,
2006. PPOK merupakan penyakit paru-paru serius, yang membuat penderitanya
semakin lama semakin sulit bernapas. Adapun gejalanya meliputi; batuk terus- menerus atau disebut juga “batuk perokok”, sesak napas jika melakukan aktivitas
yang sebelumnya tidak menimbulkan kesulitan bernapas, produksi sputum berlebihan, perasaan tidak mampu bernapas, perasaan tidak mampu menarik napas
dalam, dan mengi Jackson, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosa PPOK menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003 dapat ditegakkan berdasarkan: anamnesis, pemeriksaan fisik inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, pemeriksaan penunjang faal paru, darah rutin, radiologi. Menurut Riyanto dan Hisyam 2009, obat yang umum dipakai PPOK
meliputi; antikolinergik, β2 agonis, metilxantin, glukokortikosteroid sistemik, glukokortikosteroid inhale
r, kombinasi β2 agonis dengan antikolinergik dalam satu inhaler, dan kombinasi β2 agonis dengan glukokortikosteroid dalam satu
inhaler. Upaya berhenti merokok juga diperlukan dengan menggunakan strategi yang dianjurkan oleh Public Health Service Report USA, yaitu :
1. Ask: lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan 2. Advice: terangkan tentang keburukandampak merokok sehingga
pasien didesak mau berhenti merokok 3. Assess: yakinkan pasien untuk berhenti merokok
4. Assits: bantu pasien dalam program berhenti merokok 5. Arrange: jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intensif, bila
usaha pertama masih belum memuaskan
2.4.3. Tuberkulosis Paru