Strategi Terapi Pasien dengan Resistensi Rifampisin
yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Terapi Penggunaan OAT Pasien dengan MDR-TB
Jenis Sifat
Efek Samping
Golongan 1: OAT Lini Pertama Oral
Pirazinamid Z Etambutol E
Bakterisidal Bakteriostatik
Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis
Gangguan penghliatan, buta warna, neuritis perifer
Golongan 2: OAT Suntikan
Kanamycin Km Amikacin Am
Capreomycin Cm
Bakterisidal Bakterisidal
Bakterisidal Km, Am, Cm memberikan efek samping
yang serupa seperti pada penggunaan Streptomisin
Golongan 3: Fluorokuinolon
Levofloksasin Lfx Moksifloksasin Mfx
Bakterisidal Bakterisidal
Mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit tidur, ruptur tendon jarang
Mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, nyeri sendi, ruptur tendon jarang
Golongan 4: OAT Lini Kedua Oral
Para-aminosalicylic acid PAS
Bakteriostatik Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati dan pembekuan darah jarang, hipotiroidisme yang reversible
Cycloserine Cs Ethionamide Etio
Bakteriostatik Bakterisidal
Gangguan sistem saraf pusat: sulit konsentrasi dan lemah, depresi, bunuh diri,
psikosis. Gangguan lain adalah neuropati perifer, Stevens Johnson syndrome
Gangguan
gastrointestinal, anoreksia,
gangguan fungsi hati, jerawatan, rambut rontok, ginekomasti, impotensi, gangguan
siklus menstruasi, hipotiroidisme yang reversible
Golongan 5: Obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB resisten obat.
Clofazimine Cfz, Linezolid Lzd, AmoxicillinClavulanate AmxClv, Thioacetazone Thz, ImipenemCilastatin lpmCln, Isoniazid dosis tinggi H, Clarithromycin Clr,
Bedaquilin Bdq
Kementerian Kesehatan RI, 2014
Obat antituberkulosis yang biasanya digunakan dalam terapi pasien TB yang resisten obat di Indonesia terdiri atas OAT lini ke-2 yang biasanya digunakan
yaitu kanamisin,
kapreomisin, levofloksasin,
etionamide, sikloserin,
moksifiloksasin dan PAS p-aminosalicylic acid. Untuk obat lini pertama yaitu pirazinamid dan etambutol. Saat dilaporkan adanya resistensi obat pada pasien
TB, selama fase awal digunakan terapi obat seperti kombinasi ethionamide, fluoroquinolone
, obat bakteriostatik lain seperti ethambutol, pirazinamid dan aminoglikosida kanamycin, amikacin atau capreomycin digunakan selama 3
bulan atau sampai konversi sputum. Selama fase lanjutan, digunakan terapi obat seperti ethionamide, fluoroquinolone, obat bakteriostatik lain ethambutol yang
harus digunakan selama 18 bulan Sharma dan Mohan, 2004; Kementerian Kesehatan RI, 2014.
Pasien yang diterapi untuk obat-obatan MDR-TB harus di terus diawasi secara klinis, seperti demam, batuk, produksi sputum dan peningkatan berat
badan. Pada pengawasan secara radiologi contohnya hasil radiografi pada dada, pengawasan hasil laboratorium seperti sedimentasi eritrosit dan pengawasan
mikrobiologi pada hasil sputum smear dan kultur Sharma dan Mohan, 2004. Maka dari itu deteksi cepat diperlukan untuk mendeteksi mutasi yang
menyebabkan resistensi rifampisin, salah satunya yaitu deteksi menggunakan metode real-time PCR dengan bantuan suatu desain DNA probe yang dapat
mendeteksi mutasi secara spesifik pada daerah RRDR gen rpoB M. tuberculosis. Hal ini dapat membantu pemberian terapi yang tepat bagi pasien TB tanpa atau
dengan resistensi rifampisin sesegera mungkin Espasa, 2005.