Pandangan Islam Tentang Nikah Bodong

Orang tua ingin anaknya sukses terlebih dahulu atau mapan dalam urusan materi atau dunia, Padahal hubungan antara keduanya sudah hamil di luar nikah maka terjadilah nikah di bawah tangan bodong. 5

C. Nikah Bodong dalam Tinjauan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Materil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Prolegnas tahun 2010 dimuat ketentuan pidana Pasal 143-153, khususnya terkait perkawinan siri, perkawinan mutah, perkawinan kedua, ketiga, dan ke empat, serta perceraian yang tanpa dilakukan di muka pengadilan. Ancaman hukuman untuk tindak pidana itu bervariasi, mulai dari 6 bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp 12 juta. Munculnya usulan ini tidak terlepas dari realita pentingnya pencatatan pernikahan guna menjaga hak setiap pihak sementara belum ada UU yang mengatur hal itu. Pencatatan ini hanya diisyaratkan secara sekilas saja dalam UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2, dimana dinyatakan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.”

D. Nikah Bodong serta Orang yang Menikahkan dalam Perbuatan Nikah

Bodong 1. Dampak Negatif Nikah Bodong 5 Hasil wawancara dengan pelaku nikah bodong yang beralamat Kelurahan Jurang Mangu Timur Rt. 0402 No. 61 Kecamatan Pondok Aren yang menjelaskan bahwa Nikah di bawah Tangan adalah Nikah yang dilakukan setelah terjadi hubungan intim sebelum menikah. Menurut data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA: a. pada 2009, terdapat 122 kasus penelantaran anak yang terkait dengan imbas negatif dari perkawinan yang tidak tercatat. Korban tidak hanya akibat nikah siri atau kontrak, tetapi juga nikah koran yang kerap dilakukan warga keturunan. Selain itu, didapati bahwa sebagian besar perempuan yang melakukan nikah siri adalah di bawah umur. b. Pada 2009, sedikitnya ada 2,5 juta perkawinan. Dari jumlah itu, sekitar 34,5- nya atau sekitar 600 ribu pasangan merupakan pasangan yang menikah di usia dini Departemen Agama 2009. c. Banyak anak tidak tercatat di catatan sipil. Imbasnya anak tidak memiliki identitas karena Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mensyaratkan pengajuan akta kelahiran harus disertai dokumen perkawinan dari negara. Padahal tanpa akta kelahiran, anak akan kesulitan mendapatkan KTP, paspor, mendaftar sekolah, dan mendapat harta warisan. Berikut ini penulis akan mengutip beberapa dampak nikah Bodong yang disebutkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan LBH APIK Jakarta.

a. Dampak terhadap isteri

Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Secara hukum: - Isteri Tidak dianggap sebagai istri sah - Isteri berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia -Isteri berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan dianggap tidak pernah terjadi Secara sosial: Akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan alias kumpul kebo atau dianggap menjadi istri simpanan.

b. Dampak terhadap anak

Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI. Di dalam akte kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya. Ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya. Yang jelas