Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren (Studi pada Pondok Pesantren Jam'iyyah Islamiyyah Jurangmangu Timur Pondok Aren Tangerang Selatan)

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

Abdul Aziz

NIM 107011000815

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. Kontribusi pendidikan pesantren dalam pembangunan Indonesia begitu nyata. Seiring dengan arus globalisasi dan modernisasi yang hadir di tengah kehidupan, pesantren dituntut untuk menyeimbangkan diri dengan kemajuan sehingga bisa eksis dan survive. Sehingga pesantren dituntut untuk berinovasi dengan memodernisasi sistem pendidikannya di samping juga memelihara nilai-nilai salaf yang masih relevan. Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui latar belakang modernisasi, mengetahui modernisasi pada bidang kurikulum, serta mengetahui modernisasi pada bidang metode pembelajaran di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

Adapun metode yang digunakan ialah metode deskriptif analisis, dengan menggunakan teknik penelitian lapangan (Field Research) meliputi observasi, studi dokumentasi dan wawancara, adapun analisis data yang penulis gunakan ialah reduksi data, model data dan penarikan kesimpulan sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.

Hasil dari penelitian ini, Modernisasi sistem pendidikan yang dilakukan oleh Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah menunjukkan bahwa Latar belakang dilakukannya modernisasi sistem pendidikan di Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah setidaknya ada dua alasan, Pertama untuk memenuhi dan mengikuti perkembangan IPTEK dan, Kedua Bentuk keprihatinan Kyai terhadap alumni Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah yang sebelumnya tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam rangka modernisasi pada bidang kurikulum di Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah, kurikulum pendidikan formal mengacu pada sistem kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama dengan ditambahkan materi-materi muatan lokal seperti Nahwu, Shorof, dan Tafsir Tarbawi. Sedangkan kurikulum pada pendidikan non formal dapat dilihat dari dibentuknya pengajian dengan sistem klasikal yang kemudian dinamakan dengan Madrasah Salafiyah. Modernisasi dalam bidang metode pembelajaran di Pon-Pes Jam’iyyah yaitu metode pembelajaran yang berkembang dan maju, Metode pembelajaran di Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah masih tetap mempertahankan metode lama yaitu, metode Sorogan, Bandongan dan Wetonan, adapun metode pembelajaran di madrasah Salafiyah meliputi metode hafalan, tanya jawab, pemecahan masalah, diskusi, ceramah, kursus, dan demonstrasi.

Dan tentunya dengan adanya modernisasi tersebut Keadaan Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah sekarang jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya, setidaknya jumlah santri yang mukim di pesantren tiap tahun mengalami peningkatan dan output santrinya pun jauh lebih baik dari sebelumnya.


(7)

ii

Alhamdulillahirabbil’alamin, hanya kata syukur yang mampu ku ucapkan pada sang penguasa alam Allah Swt., atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini.

Shalawat teriringkan salam kepada sang suri tauladan baginda besar Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat yang senantiasa setia menemani perjalanan dakwahnya. Beliau sosok menginspirasiku dan terus memacu diriku untuk senantiasa tegar dan kuat, sebagaimana perjuangan dan dakwah beliau.

Proses penelitian hingga lahirnya karya tulis ini tak mungkin berjalan dengan lancar tanpa peran-serta dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mempersembahkan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pihak tersebut.

Ungkapan Ta’zhim dan terima kasih pertama, penulis sampaikan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Abdul Ghofur dan Ibunda tercinta Hj. Neneng Maryati, yang telah memberikan semangat, segala perhatian dan tentunya lantunan Doa yang tiada henti untuk kesuksesan anaknya-anaknya.

Karya Skripsi ini merupakan hasil perjuangan panjang yang penulis tempuh selama mengenyam pendidikan di kampus tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian ini tidak lepas dari motivasi dan dukungan orang-orang yang berhati budiman, dengan segala hormat penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag dan Marhamah Shaleh, Lc., MA. sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Dosen Pembimbing Drs. H. Aminuddin Yakub, M.Ag yang dengan ketulusan dan kesabaran di tengah kesibukannya berkenan memberikan bimbingan kepada penulis.


(8)

iii

5. Drs. H. Syamsul Ma’arif dan KH. Husnul ‘Aqib Amin, Lc., Selaku Pimpinan dan Pengasuh Yayasan Pendidikan Islam Jam’iyyah Islamiyyah, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. KH. Zainuddin Abdullah, MH, Ustadz Syatiri Abdullah, Salim Abdullah, Ustadz Fathullah Karim serta Dewan Asatidz Pon-Pes Jam’iyyah Islamiyyah lainnya yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat terbaik: Misbahuddin, Ahmed Masruri, Fiqri el-Quresy, Agus yang begitu Sampoerna, Musthofa, Shodiq, Dhilah, Zain Fanani, Azhari, Arif Medan, Saeful Bahri, Ujang, Ridwanullah, Ozi Gayus, Dadan, dan Rahman yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi dalam penyelesaian Skripsi ini.

8. Untuk rekan-rekan seperjuangan, “Che Laskar PAI 2007” Kelas C Jurusan PAI Angkatan 2007, terima kasihku untuk persahabatan dan persaudaraan kalian yang telah mewarnai perjalanan hidup ini.

Hanya Allah Ta’ala jua penulis pasrahkan. Semoga amal baik mereka mendapat balasan yang sesuai. Amin.

Penulis menyadari, karya tulis ini tidak luput dari kekurangan serta kekeliruan. Untuk itu kritik yang membangun sangat dinanti. Semoga karya ini menjadi awal yang baik dalam menapaki tahap selanjutnya. Amin Ya Mujibbas Sailiin.

Jakarta, Juli 2014


(9)

iv

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN TEORI ... 9

A. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia ... 9

1. Pengetian Modernisasi ... 9

2. Syarat-syarat Modernisasi ... 11

B. Sistem Pendidikan ... 13

C. Pesantren Sebagai Pusat Pendidikan ... 15

1. Pengertian Pesantren ... 15

2. Unsur-unsur Pesantren ... 17

3. Jenis-jenis Pesantren ... 23

4. Sistem Pendidikan Pesantren Salaf dan Khalaf ... 27


(10)

v

C. Sumber Data ... 36

D. Instrument Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 41

A. Profil Pondok Pesantren ... 41

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren ... 41

2. Berdirinya Yayasan Pendidikan Islam Jam’iyyah Islamiyyah dan Perubahan Sistem ... 42

3. Letak Geografis Pondok Pesantren ... 43

4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah ... 44

5. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah .. 45

6. Keadaan Tenaga Pendidik dan Santri ... 46

B. Program Pendidikan Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah ... 48

1. Jenis dan Jenjang Pendidikan ... 48

2. Kurikulum Pendidikan ... 53

C. Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah ... 54

1. Modernisasi Kurikulum Pendidikan ... 57

2. Modernisasi Metode Pembelajaran ... 59

BAB V. PENUTUP ... 62

A. Kesimpulan ... 62


(11)

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren tetap saja menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Ditinjau dari segi historisnya, pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua di Indonesia bahkan lebih tua lagi dari Republik ini. Jauh sebelum masa kemerdekaan, pondok pesantren telah menjadi sistem pendidikan, hampir di seluruh pelosok nusantara, khususnya di pusat-pusat kerajaan Islam, terdapat lembaga pendidikan yang kurang lebih serupa dengan pesantren, meski dengan nama yang berbeda-beda, seperti

Meunasah di Aceh, Surau di Minangkabau dan Pesantren di Jawa.

Dunia pesantren dalam gambaran total, memperlihatkan dirinya seperti sebuah parameter, suatu faktor yang secara tebal mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan bagaikan tak tersentuh dinamika perkembangan masyarakat sekelilingnya, pesantren sebagai lembaga yang kuat dalam mempertahankan keterbelakangan dan ketertutupan. Dunia pesantren memperlihatkan dirinya bagaikan bangunan luas, yang tak pernah kunjung berubah. Ia menginginkan masyarakat luar berubah, tetapi dirinya tidak mau berubah. Bersama dengan mainstream perkembangan dunia (globalisasi), pesantren dihadapkan pada beberapa


(13)

perubahan sosial-budaya yang tak terelakkan. Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan ini, pesantren mau tak mau harus memberikan respon yang baik. Sebab, pesantren tidak dapat melepaskan diri dari bingkai perubahan-perubahan itu. Kemajuan komunikasi-informasi telah menembus benteng budaya pesantren.

Berdasarkan kenyataan tersebut, tampaknya sebagian pondok pesantren tetap mempertahankan bentuk pendidikannya yang asli, sebagian lagi mengalami perubahan. Sistem pendidikan modern pertama kali, yang pada gilirannya mempengaruhi sistem pendidikan nasional justru diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, pada perkembangannya tantangan yang lebih merangsang pesantren untuk memberikan responnya terhadap modernisasi ini justru datang dari kaum reformis atau modernis muslim. Perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia yang berkaitan dengan gagasan modernisasi Islam di kawasan ini mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren. “Gagasan modernisasi Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad ke-20 Masehi, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern. Pemprakarsa pertama dalam hal ini adalah organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jam’iat al-Khair, al-Irsyad, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama”.1

Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus terus didorong. Karena pengembangan pesantren tidak terlepas dari adanya kendala yang harus dihadapi. Apalagi belakangan ini, dunia secara dinamis telah menunjukkan perkembangan dan perubahan secara cepat, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap dunia pesantren.

Secara umum, pesantren dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni :

1

Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 90.


(14)

1. Pesantren salaf atau tradisional, Sebuah peantren disebut salaf jika kegiatan pendidikannya semata-mata didasarkan pada pola-pola pengajaran klasik. Maksudnya, berupa pengajian kitab kuning dengan metode pendidikan tradisional, materi yang dipelajari juga hanya tentang pendalaman agama Islam melalui kitab-kitab salaf (kitab-kitab kuning).

2. Pesantren khalaf atau modern, Pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang selain bermaterikan pendalaman agama tapi juga memasukkan unsur-unsur modern, seperti penggunaan sistem klasikal atau sekolah dan pendidikan ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya.

3. Pesantren kombinasi. Sedangkan pesantren kombinasi merupakan gabungan antara pesantren salaf dengan pesantren khalaf, artinya antara pola pendidikan modern sistem madrasi/sekolah dan pendidikan ilmu-ilmu umum dikombinasikan dengan pola pendidikan pesantren klasik.2

Bentuk-bentuk pesantren yang tersebar luas di Indonesia mengandung unsur-unsur berikut sebagai cirinya:

1. Kyai sebagai pendiri, pelaksana, dan guru,.

2. Santri yang secara pribadi langsung diajar berdasarkan naskah-naskah Arab klasik tentang pengajaran, faham dan akidah ke-Islaman.

3. Di sini kyai dan santri tinggal bersama-sama unuk masa yang lama, yaitu pesantren bersifat asrama (tempat pendidikan dengan pemondokan dan makan).

4. Di pusatnya ada sebuah masjid atau langgar, surau yang dikelilingi bangunan tempat tinggal kyai.3

2

Mahmud, Model-model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang: Media Nusantara, 2006), h. 15-16.

3


(15)

5. Yang terakhir yaitu kitab kuning, kebanyakan kitab Arab klasik seperti kitab komentar (syarh) atau komentar atas komentar (hasyiyah) atas teks yang lebih tua (matan). Edisi cetakan dari karya-karya klasik ini biasanya menempatkan teks yang di-syarah-i atau di-hasyiah-i, dicetak di tepi halamannya sehingga keduanya dapat dipelajari sekaligus.4

Pada umumnya pendidikan di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan.5 Metode sorogan adalah santri membacakan kitab kuning di hadapan kyai atau ustadz yang langsung menyaksikan keabsahan bacaan santri baik dalam konteks bahasa maupun makna (Nahwu dan Sharafnya).6 Problem dalam metode sorogan ini terletak pada alokasi waktu, metode ini memerlukan waktu yang relatif lama, karena santri harus membaca kitab satu persatu, sehingga santri harus bersabar untuk antri menunggu giliran membaca, apalagi kalau jumlah yang diajar sangat banyak, pasti akan membutuhkan banyak waktu, tenaga dan juga menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, dan juga kedisplinan pribadi seorang kyai. kelemahan lain dalam metode ini adalah tidak adanya dialog antara murid dengan kyai atau ustadz, dan lebih cenderung bersifat student centered (terpusat pada murid).

Sedangkan Metode bandongan atau juga yang disebut dengan wetonan ialah kegiatan pengajaran di mana seorang kyai atau ustadz membaca, menterjemahkan, dan mengupas pengertian kitab tertentu, sementara para santri dalam jumlah yang terkadang cukup banyak, mereka bergerombol duduk mengelilingi ustadz atau kyai tersebut atau mereka mengambil tempat yang agak jauh selama suara beliau bisa terdengar oleh masing-masing orang yang hadir di majelis itu, sambil jika perlu menambahkan syakal atau harakat dan

4

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Tradisi-tradisi Islam di Indonesia), (Bandung: Mizan, 1995), h. 141.

5

Ismail SM (eds), Dinamika Pesantren dan Madarasah, (Yogyakrata: Pustaka Pelajar, 2002). Cet. I, h. 101.

6

Said Aqiel Siradj, et. al., Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. I, h. 223.


(16)

menulis penjelasannya di sela-sela kitab tersebut.7 Problem penggunaan metode ini adalah tidak adanya dialog antara kyai atau ustadz dengan santri, sehingga masalah yang dihadapi oleh santri tidak sepenuhnya bisa dikupas. Selain itu, metode ini cenderung lebih bersifat teacher centered (berpusat pada guru), santri menjadi pasif, sehingga daya fikir dan kreatifitas santri menjadi lemah.

Selanjutnya setelah mencermati kelemahan dari kedua metode tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa kelemahan pokok dari kedua metode tersebut adalah tidak terjadinya komunikasi dua arah antara guru (kyai atau ustadz) dengan siswa (santri). Penerapan metode merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan, mengingat keberhasilan belajar mengajar sangat ditentukan oleh penggunaan dan penerapan metode. Penerapan metode yang tepat akan dapat mengantarkan keberhasilan yang sangat optimal. Oleh karena itu, pemakaian metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa, materi, kondisi lingkungan (setting) di mana pengajaran itu berlangsung.8

Dari berbagai pertimbangan dalam menerapkan metode tersebut, Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah merupakan pesantren yang komunitas santrinya sangat heterogen dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda beda. Dalam sistem pendidikannya, Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah menggunakan metode Bandongan, metode Sorogan, metode

halaqoh dan sistem Madrasah yang selanjutnya disebut dengan istilah

Madrasah Salafiyah.

Sistem Bandongan dilaksanakan pada pagi hari setelah shalat Subuh yang diikuti semua santri, sedangkan sistem sorogan dilaksanakan oleh semua kelas Madrasah Salafiyah hanya saja tergantung materi dan waktunya pun tidak menentu. Dan metode halaqoh dilaksanakan pada sore hari setelah sholat ashar pada pengajian al-Qur’an. Dan terakhir adalah sistem madrasah yang

7

Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet. I, h. 98.

8

Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 32.


(17)

dilaksanakan pada malam hari setelah shalat maghrib yang dikelompokkan kepada enam kelas yakni Kelas I Salafiyah untuk kelas VII MTs, kelas II Salafiyah untuk kelas VIII MTs dan X MA baru masuk pesantren, Kelas III Salafiyah untuk kelas IX MTs, Kelas IV Salafiyah untuk kelas X MA, Kelas V Salafiyah untuk kelas XI MA dan Kelas VI Salafiyah untuk kelas XII MA.

Metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam kegiatan Madrasah Salafiyah adalah metode bandongan, sorogan, ceramah dan disertai tanya jawab. Dalam penggunaan metode-metode ini, terjadi komunikasi dua arah antara kyai atau ustadz dengan santri. Meskipun demikian, masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya yaitu mengenai alokasi waktu. Waktu pendidikan di Madrasah Salafiyah hanya berlangsung masing-masing mata pelajaran selama 60 menit yaitu pukul 18.30-19.30 dan 20.00-21.00 WIB. Sehingga dengan waktu yang relatif singkat itu, santri kurang bisa leluasa menyampaikan permasalahan yang dihadapi secara detail, sehingga masalah-masalah yang dimiliki santri tidak bisa terselesaikan dengan baik.

Dari sinilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap sistem pendidikan pondok pesantren dalam rangka mencari sesuatu yang belum tersentuh dan tidak terpikirkan oleh sistem pendidikan Islam di Indonesia. Penelitian ini bergulat dengan refleksi pendidikan Islam di Pondok Pesantren dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan Islam di dunia ini serta menciptakan pemahaman pendidikan Islam yang lebih progresif konstekstual sehingga mampu menjawab tantangan zaman.

Untuk itu lah, penulis menyusun penelitian ini dengan judul:

MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN (STUDI PADA

PONDOK PESANTREN JAM’IYYAH ISLAMIYYAH


(18)

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat berbagai permasalahan yang muncul di atas, maka dapatlah disusun beberapa identifikasi masalah, yakni:

1. Sistem pendidikan di pesantren yang belum mengalami improvisasi.

2. Modernisasi dalam bidang pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

3. Metode pembelajaran yang digunakan masih tradisional dan kurang efektif, yaitu meliputi metode sorogan, halaqoh dan bandongan.

C. Pembatasan Masalah

Dimensi atau aspek-aspek modernisasi dalam sistem pendidikan sangatlah luas, mencakup semua faktor-faktor pendidikan. Maka dalam hal ini penulis akan membatasi masalah yang akan diteliti supaya lebih spesifik yaitu:

1. Latar belakang modernisasi sistem pendidikan Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

2. Modernisasi pada bidang pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

3. Modernisasi pada bidang metode pembelajaran di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam skripsi ini adalah

1. Bagaimanakah proses yang melatarbelakangi modernisasi sistem pendidikan di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah?

2. Bagaimanakah Modernisasi pada bidang kurikulum di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah?

3. Bagaimanakah Modernisasi pada bidang metode pembelajaran di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah?


(19)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah

a) Untuk mengetahui proses yang melatarbelakangi modernisasi sistem pendidikan di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah. b) Untuk mengetahui modernisasi pada bidang kurikulum di

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

c) Untuk mengetahui modernisasi dalam bidang metode pembelajaran di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah. 2. Manfaat Penelitian

a) Bagi Peneliti, untuk menambah wawasan keilmuan tentang pesantren dalam hal ini pesantren modern.

b) Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah, sebagai rujukan guna mengembangkan modernisasi pondok pesantren dalam bidang kurikulum, metodologi pendidikan, dan tenaga kependidikan. c) Masyarakat, sebagai bahan analisis dan pedoman untuk

berperan serta secara aktif dalam mengembangkan pondok pesantren modern sebagai pendidikan rakyat.


(20)

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia 1. Pengertian Modernisasi

Modernisasi menurut sejarahnya, merupakan proses perubahan menuju tipe sistem sosial, ekonomi dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-19 dan 20 meluas ke negara-negara Amerika Selatan, Asia serta Afrika. Ahli-ahli ekonomi menginterpretasikan modernisasi dalam arti model-model pertumbuhan yang berisikan inseks-indeks semacam indikator ekonomi, standar hidup, pendapatan perkapita dan lain-lain. Ahli-ahli politik membuat konsep modernisasi, menurut proses politik, pergolakan sosial dan hubungan-hubungan kelembagaan. Ahli-ahli sosiologi mendefinisikan modernisasi dengan berbagai macam tetapi tetap di dalam kerangka prespektif evolusioner yang mencakup transisi multiliner masyarakat yang sedang berkembang dari tradisi ke modernisasi.9

Menurut Harun Nasution “Modernisasi dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya,

9

Harapandi Dahri, Modernisasi Pesantren, Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama.h. 72


(21)

untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh perubahan dan keadaan, terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern”.10

Kata modern dalam Bahasa Indonesia selalu dipakai kata modern, modernisasi, modernisme seperti “aliran modern dalam Islam” begitu juga “Islam dan modernsasi”. Modernisme pada masyarakat barat mengandung arti, pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat-istiadat institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi modern. Kata modern berasal dari kata modo yang berarti barusan. Bisa juga diartikan sikap dan cara berfikir, serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman, sedangkan modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.11

Menurut Abudin Nata, modern diartikan sebagai yang terbaru atau mutakhir. Selanjutnya kata modern erat kaitanya dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan atau tajdid dalam Bahasa Arab. Modernisasi mengandung pengertian, pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah pola, paham, institusi, dan adat untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Islam, modernisasi seringkali juga berarti upaya sungguh-sungguh untuk melakukan reinterpretasi terhadap pemahaman, pemikiran, dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikir terdahulu untuk disesuaikan

10

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam;Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. II, h. 11

11


(22)

dengan perkembangan zaman. Selanjutnya aspek yang dihasilkan oleh modernisasi disebut modernitas.12

2. Syarat-syarat Modernisasi

Modernisasi tidak sama dengan reformasi yang menekankan pada faktor-faktor rehabilitasi. Modernisasi bersifat preventif dan konstruktif dan agar proses tersebut tidak mengarah pada angan-angan sebaliknya modernisasi harus dapat memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat ke arah waktu-waktu yang mendatang. Teori modernisasi yang digagas oleh Soerjono Soekanto memiliki beberapa syarat yaitu:

a. Cara berfikir yang ilmiah (scientific thinking).

b. Sistem administrasi yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.

c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat.

d. Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.

e. Tingkat organisasi yang tinggi.

f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.13

Apabila dibedakan menurut asal faktornya, maka faktor-faktor yang mempengaruhi modernisasi pesantren dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal.

1. Faktor-faktor internal, merupakan faktor-faktor perubahan yang berasal dari dalam masyarakat, misalnya :

a. Perubahan aspek demografi (bertambah dan berkurangnya penduduk),

b. Konflik antar-kelompok dalam masyarakat, c. Terjadinya gerakan sosial dan

12

Harapandi Dahri, Modernisasi Pesantren …. h. 73 13

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. XXII, h. 386-387.


(23)

d. Penemuan-penemuan baru, yang meliputi (a) discovery, atau penemuan ide/alat/hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya (b) invention, penyempurnaan penemuan-penemuan pada discovery oleh individu atau serangkaian individu, dan (c) inovation, yaitu diterapkannya ide-ide baru atau alat-alat baru menggantikan atau melengkapi ide-ide atau alat-alat yang telah ada.

2. Faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat, dapat berupa:

a. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, yang meliputi proses-proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi (kontak kebudayaan), dan asimilasi (perkawinan budaya),

b. Perang dengan negara atau masyarakat lain, dan c. Perubahan lingkungan alam.

Sedangkan dilihat dari faktor-faktor modernisasi pesantren menurut jenisnya dapat dibedakan antara faktor-faktor yang bersifat material dan yang bersifat immaterial.

1. Faktor-faktor yang bersifat material, meliputi: a. Perubahan lingkungan alam,

b. Perubahan kondisi fisik-biologis, dan

c. Alat-alat dan teknologi baru, khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi.

2. Faktor-faktor yang bersifat immaterial, meliputi: a. Ilmu pengetahuan, dan


(24)

b. Ide-ide atau pemikiran baru, ideologi, dan nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat.14

Sedangkan modernisasi pendidikan dilakukan dengan maksud menuju pendididkan yang berorientasikan kualitas, kompetensi, dan skill. Artinya yang terpenting kedepan bukan lagi memberantas buta huruf, lebih dari itu membekali manusia terdidik agar dapat berpartisispasi dalam persaingan global juga harus dikedepankan. Berkenaan dengan ini, standar mutu yang berkembang di masyarakat adalah tingkat keberhasilan lulusan sebuah lembaga pendidikan dalam mengikuti kompetisi pasar global.

Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern yakni mulai akrabnya dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.15

B. Sistem Pendidikan

Dalam terminologi ilmu pendidikan, sistem dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasartkan kebutuhan.16

14

http://agsasman3yk.wordpress.com/2009/08/04/perubahan-sosial-modernisasi danpembangunan/ diakses pada 03 Juli 2014.

15

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 155.

16

Abdullah Syukri Zarkasyi, GONTOR & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 29.


(25)

Zahara Idris (1987), menjelaskan bahwa sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil, sebagai contoh, tubuh manusia sebagai sistem.17

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.18

Menurut Azyumardi Azra “Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien”. Pendidikan lebih dari pada sekedar pengajaran. Karena, dalam kenyataannya, pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu. Dengan kesadaran tersebut, suatu bangsa atau negara dapat mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek kehidupan.19

Jadi, sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama secara terpadu, dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang telah menjadi cita-cita bersama para pelakunya. Kerja sama antar para pelaku ini didasari, dijiwai, digerakkan, digairahkan, dan diarahkan oleh nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh mereka. Unsur-unsur suatu sistem pendidikan selain terdiri atas para pelaku yang merupakan unsur organik, juga terdiri atas

17

Zahara Idris, Pengantar pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), h. 37. 18

Departemen Pendidikan Nasional. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 2.

19

Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), Cet. I, h .3.


(26)

unsur-unsur anorganik lainnya, berupa: dana, sarana dan alat-alat pendidikan lainnya; baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Hubungan antara nilai-nilai dan unsur-unsur dalam suatu sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Para pelaku pesantren adalah: Kiai (tokoh kunci), Ustadz (pembantu kiai, mengajar agama), guru (pembantu kiai, mengajar ilmu umum), santri (pelajar), pengurus (pembantu kiai untuk mengurus kepentingan umum pesantren).20

Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, dimana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari agar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini, tempat-tempat pendidikan Islam non-formal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.21

C. Pesantren Sebagai Pusat Pendidikan 1. Pengertian Pesantren

Kata pesantren terbentuk dari akar kata yang sama dengan istilah santri. Ia berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu tentang buku-buku suci agama Hindu. Pada perkembangannya, istilah shastri menjadi salah satu kata serapan dalam bahasa Indonesia, namun dalam bentuk yang agak berbeda, yaitu santri. Kata santri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti seorang yang mendalami dan memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan khazanah keislaman. Sedangkan Pesantren adalah tempat di mana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan lebih lanjut tentang ilmu

20

Mastuhu, DinamikaSistem Pendidikan Pesantren, Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 6.

21


(27)

agama Islam yang diajarkan secara sistematis, langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitabklasikkaranganulamabesar.22

“Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan kyai sebagai tokoh sentralnya dan masjid sebagai pusat lembaganya. Istilah pesantren disebut dengan surau di daerah Minangkabau, penyantren di daerah Madura, pondok di Jawa Barat, rangkang di Aceh. Pendidikan yang diberikan di Pondok Pesantren adalah pendidikan agama dan akhlak (mental)”.23

Menurut Abdurrahman Wahid “Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya.” Dalam kompleks itu berdiri beberapa buah bangunan : rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kyai, di daerah berbahasa Sunda

ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bendara, disingkat ra),

sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran diberikan (bahasa Arab madrasah, yang juga lebih sering mengandung konotasi sekolah), dan asrama tempat tinggal para siswa pesantren”.24

Eksistensi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan di Indonesia masih tetap konsisten dalam menjalankan perannya sebagai pusat pendidikan ilmu-ilmu agama Islam dan sebagai pusat dakwah Islamiyah, tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan pesantren dalam mencetak tokoh-tokoh ulama, pejuang kemerdekaan dan masyarakat yang Islami merupakan bukti bahwa keberadaan pondok pesantren mampu memberikan kontribusinya dalam membangun bangsa Indonesia.

22

Dawan Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3S, 1985), Cet. III, h.2.

23M. Habib Chirzin, “

Agama dan Ilmu dalam pesantren”, dalam M. Dawam Rahardjo (ed),

Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1988), Cet. VIII, h. 82.

24Abdurrahman Wahid, “Pesantren Sebagai Subkultur”,

dalam M. Dawam Rahardjo (ed),


(28)

2. Unsur-unsur Pesantren

Elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah unsur-unsur pesantren itu sendiri dimana pesantrenmemiliki lima unsur penting yang menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tetap eksis dalam mencetak manusia-manusia unggul dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kyai, masjid, santri, pondok, dan pengajian kitab klasik merupakan lima elemen dasar tradisi pesantren. Ini berarti bahwa suatu lembagapengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut berubahstatusnya menjadi pesantren. Di seluruh Indonesia, orang biasanya membedakan kelas-kelas pesantren dalam tiga kelompok, yaitu pesantren kecil, menengah danbesar.25

Unsur-unsur Pesantren, yaitu: a. Kyai

Kyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pengajaran. Karena itu kyai adalah salah satu unsur yang paling dominan dalam kehidupan suatu pesantren. Kemasyhuran, perkembangan dan kelangsungan kehidupan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, kharismatik dan wibawa serta keterampilan kyai yang bersangkutan dalam mengelola pesantrennya. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab ia adalah tokoh sentral dalam pesantren.26

Menurut asal-usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

25

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2011), Cet. VIII (Revisi), h. 79.

26

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia : Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 144.


(29)

1. Gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpamanya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada para ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.27

Menurut Manfred Zemek “kyai adalah pendiri dan pimpinan sebuah pesantren yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya demi Allah serta menyebar luaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan”.28

Sikap hormat, takzim dan kepatuhan mutlak kepada kyai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri. Kepatuhan itu diperluas lagi, sehingga mencakup penghormatan kepada para ulama sebelumnya dan ulama yang mengarang kitab-kitab yang dipelajarinya.29 “Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar kebiasaan setelah mendapat restu dari kyai. Ia ibarat raja, segala

27

Zamakhsyari Dhofier, op.cit., h. 93. 28

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1986), h. 131.

29

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Tradisi-tradisi Islam di Indonesia), (Bandung: Mizan, 1995), h. 18


(30)

titahnya menjadi konstitusi -baik tertulis maupun konvensi- yang berlaku bagi kehidupan pesantren”.30

b. Masjid

Dalam konteks ini, masjid adalah sebagai pusat kegiatan-kegiatan ibadah dan belajar mengajar. Masjid yang merupakan unsur pokok kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat melakukan shalat jama’ah setiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai tempat belajar-mengajar. Biasanya waktu belajar mengajar berkaitan dengan waktu shalat berjama’ah, baik sebelum maupun sesudahnya. Dalam perkembangannya, sesuai dengan perkembangan jumlah santri dan tingkatan pelajaran dibangun tempat atau ruangan-ruangan khusus untuk halaqah-halaqah.

Menurut Zamakhsyari Dhofier “kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren.31 Masjid dipandang sebagai tempat tradisional paling cocok untuk mengaitkan upacara-upacara agama dengan pengajaran-pengajaran naskah-naskah klasik. Karenanya pengajian (acara-acara pelajaran) biasanya dikaitkan

30

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta : Erlangga, 2005), h. 31.

31


(31)

dengan atau diselenggarakan setelah sembahyang wajib harian”.32

c. Santri

Nurcholish Madjid menyatakan bahwa “kata santri berasal dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa santri berasal dari kata sastri, dari Bahasa Sansekerta yang berarti mereka yang berpendidikan

(melek huruf). Pendapat ini didasarkan atas asumsi bahwa

kaum santri adalah mereka yang menuntut ilmu, mendalami agama melalui kitab-kitab yang memakai huruf Arab. Kedua, yang menyatakan bahwa santri berasal dari Bahasa Jawa cantrik, yaitu orang yang selalu mengikuti seorang guru kemana saja sang guru itu pergi dan menetap. Jika pada awal pertumbuhan pesantren dulu santri tidak berani bicara sambil menatap mata kyai, maka sekarang telah terlihat diskusi atau dialog dengan kyai mengenai berbagai masalah”.33

Dalam dunia pesantren santri dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

1. Santri mukim

Adalah santri yang selama menuntut ilmu tinggal di dalam pondok yang disediakan pesantren, biasanya mereka tinggal dalam satu kompleks yang berwujud kamar-kamar. Satu kamar biasanya di isi lebih dari tiga orang, bahkan terkadang sampai 10 orang lebih. 2. Santri kalong

32

Manfred Ziemek, op.cit., h.115. 33


(32)

Adalah santri yang tinggal di luar komplek pesantren, baik di rumah sendiri maupun di rumah-rumah penduduk di sekitar lokasi pesantren, biasanya mereka datang ke pesantren pada waktu ada pengajian atau kegiatan-kegiatan pesantren yang lain.34

d. Pondok

Dalam tradisi pesantren, pondok merupakan unsur penting yang harus ada dalam pesantren. Pondok merupakan asrama dimana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai. Pada umum pondok ini berupa komplek yang dikelilingi oleh pagar sebagai pembatas yang memisahkan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Namun ada pula yang tidak terbatas bahkan kadang berbaur dengan lingkungan masyarakat.35

“Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di Negara-negara lain. Sistem pendidikan surau di daerah Minangkabau atau Dayah di Aceh pada dasarnya sama dengan sistem pondok yang berbeda hanya namanya”.36

e. Kitab-kitab klasik

Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab Islam klasik atau yang

34

Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hove, 1993), h. 105. 35

Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam…. h. 103. 36


(33)

sekarang dikenal dengan sebutan kitab kuning, yang dikarang oleh para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Tradisi kitab kuning, jelas bukan berasal dari Indonesia. Semua kitab klasik yang dipelajari di Indonesia berbahasa Arab dan sebagian besar ditulis sebelum Islam tersebar di Indonesia.37 Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.

“Kebanyakan kitab Arab klasik seperti kitab komentar (syarh) atau komentar atas komentar (hasyiyah) atas teks yang lebih tua (matan). Edisi cetakan dari karya-karya klasik ini biasanya menempatkan teks yang

di-syarah-i atau di hasyiah-i, dicetak di tepi halamannya

sehingga keduanya dapat dipelajari sekaligus”.38 Namun kadang-kadang dikatakan bahwa kitab kuning tidak menunjukkan orisinalitas, karena semuanya pada dasarnya sama, hanya berbeda dalam rincian.39

Ciri khas lain dalam kitab kuning adalah kitab tersebut tidak dilengkapi dengan sandangan (syakal) sehingga kerapkali di kalangan pesantren disebut dengan istilah ”kitab gundul”. Hal ini kemudian mempengaruhi pada metode pengajarannya yang bersifat tekstual dengan metode sorogan dan bandongan.

37

Martin Van Bruinessen, op. cit, h. 22. 38

Ibid., h. 141. 39


(34)

3. Jenis-jenis Pesantren

Secara umum ciri-ciri pondok pesantren hampir sama atau bahkan sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan. Secara umum pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori. Pertama, Pesantren Salafyah atau yang lebih sering dikenal dengan nama Pesantren Tradisional. Kedua, Pesantren Khalafiyah atau masyarakat menyebutnya Pesantren Modern. Dan ketiga, Pesantren Kombinasi atau lebih dikenal dengan istilahPesantren Gabungan.

a. Pesantren Salafyah (Tradisional)

Pondok pesantren salafyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama Islam yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pesantren yang menggunakan bentuk salaf murni mempunyai karakter dan ciri-ciri tertentu,yaitu pesantren yang semata-mata hanya mengajarkan atau menyelenggarakan pengajian kitab kuning yang dikategoikan

Mu’tabaroh dan sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem sorogan atau bandongan.40

Pada sistem pesantren tradisional, hubungan antara guru dan murid sangat erat. Seorang santri tidak hanya secara permanen hidup dalam lingkungan pesantren, dekat dengan rumah kyai dan taat secara absolute kepada kyai. Kalau dia sudah keluar dari pesantren dia akan sering mengunjungi gurunya dahulu seperti

40 Abdul Aziz dan Saifullah Ma’shum, “Karakteristik Pesantren Indonesia”

dalam

Saifullah Ma’shum (ed.), Dinamika Pesantren, (Jakarta: Yayasan Islam al-hamidiyah dan


(35)

pada bulan puasa, pada saat kesulitan atau peristiwa yang mendalam dalam kehidupannya.41

b. Pesantren Khalafiyah (Modern)

Pondok pesantren modern memiliki konotasi yang bermacam-macam. Tidak ada definisi dan kriteria pasti tentang ponpes seperti apa yang memenuhi atau patut disebut dengan pesantren 'modern'.

Dalam buku IAIN (Modernisasi Islam di Indonesia), Di pesantren modern terdapat sekolah formal, lembaga ekonomi produktif, lembaga pengembangan masyarakat dan di beberapa pesantren sudah terdapat klinik kesehatan. Selain itu, sebagian pesantren tidak lagi dikelola oleh satu orang (terutama kyai) melainkan sudah mengembangkan manajemen organisasi yang relative modern.42 Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan ciri-ciri pondok pesantren modernantara lain :

1. Lembaga Pendidikan Formal 2. Lembaga Ekonomi Produktif

3. Lembaga Pengembangan Masyarakat 4. Klinik Kesehatan

5. Manajemen Pesantren.

Namun ciri-ciri di atas tidak menjadi sebuah acuan bahwa pesantren modern mempunyai kelima unsur di atas, karena pada kenyataannya pondok pesantren salaf pun sudah banyak yang mengadopsi sistem pendidikan formal, adanya manajemen pesantren dan mempunyai klinik kesehatan. Tidak ada definisi yang pasti mengenai sebuah lembaga pendidikan pesantren

41

Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, (Jakarta: LP3ES, 1994), Cet. II, h. 143.

42

Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. II, h. 96.


(36)

dikatakan modern, namun penulis sedikit memberikan ulasan mengenai ciri-ciri pesantren modern yang mengacu pada pondok pesantren modern Gontor. Adapun yang menjadi ciri khas sebuah lembagapendidikan pesantren dinamakan pesantren modern ialah :

1) Penekanan pada bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam percakapan.

2) Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (selain klasik/kitab kuning).

3) Memiliki sekolah berjenjang yang kurikulumnya mengikuti pemerintah.

4) Memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan dan sistem pengajian modern. Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang mengklaim modern. Pondok modern Gontor, inventor dari istilah pondokmodern, umpamanya, yang ciri modern-nya terletak pada penggunaan bahasa Arab kontemporer (percakapan) secara aktif. Tapi, tidak memiliki sekolah formal yang kurikulumnya diakui pemerintah.

Selain ciri-ciri dia atas beberapa ciri mengenai pesantren modern. Di antaranya ialah:

Pertama, dalam hal kepemimipinan pesantren, upaya

penyempurnaan gaya kepemimpinan yang terkesan otoriter kepada pola yang lebih demokratis.

Kedua, dalam hal proses pembelajaran, upaya rekonstruksi

yang dilakukan ialah dengan menyempurnakan pola pembelajaran yang kuno dengan menggunakan pendekatan yang lebih tepat dan modern agar merangsang cara belajar santri.

Ketiga, dalam hal kurikulum. Upaya yang dilakukan terkait

dengan modernisasi kurikulum ialah kurikulum yang disusun oleh pihak pesantren harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan


(37)

masyarakat saat ini agar lulusan yang dihasilkan bisa bersaing di lapangan kerja modern.

Keempat, dalam hal tujuan pesantren. Upaya yang dilakukan

oleh pihak pesantren ialah tidak hanya mencetak santri yang pandai ilmu agama, tetapi juga mencetak santri yang pandai dan menguasai ilmu dan teknologi modern agar mampu bersaing di dunia kerja.43

c. Pesantren Kombinasi (Gabungan)

Pesantren kombinasi. Sedangkan “pesantren kombinasi merupakan perpaduan antara pesantren salaf dengan pesantren khalaf, artinya antara pola pendidikan modern sistem madrasi/sekolah dan pembelajaran ilmu-ilmu umum dikombinasikandengan pola pendidikan pesantren klasik”.44

Sebagian besar pondok pesantren campuran atau kombinasi adalah pondok pesantren yang berada diantara rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besarpondok pesantren yang mengaku atau menamakan diri pesantren salafyah, pada umumnya juga meyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, baik dengan nama madrasah atau sekolah maupun dengan nama lain. Demikian juga pesantren khalafiyah pada umumnya juga meyelenggarakan pendidikan dengan pendekatan pengajian kitab klasik, karena sistem “ngaji kitab” itulah yang selama ini diakui sebagai salah satu identitas pondok pesantren tanpa penyelenggaraan pengajian kitab klasik, agak janggal disebut sebagai pondok pesantren.45

43

Suwendi, Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah,1999), h. 212-214.

44

Mahmud, Model-model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang: Media Nusantara, 2006), h. 16.

45

Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 29-30.


(38)

Sedangkan dalam hal penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren sekarang ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Drs. Hasbullah, paling tidak dapat digolongkan kepada tiga bentuk, yaitu :

1. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandungan dan sorogan), dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

2. Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton, yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu. 3. Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan

antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan ataupun wetonan yang dalam istilah pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing.46

4. Sistem Pendidikan Pesantren Salaf dan Khalaf

a. Sistem Pendidikan Pesantren Salaf

“Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanismeyang terdiri dari bagian-bagian di mana satu sama lain saling berhubunan dan saling memperkuat”.47 Sistem pendidikan pondok

46

Hasbullah, op. cit., h. 45-46. 47

H. M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. III, h. 257.


(39)

pesantren maka tak lain yang dimaksud adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pondok pesantren tersebut.

Jenis pendidikan pesantren salaf bersifat non formal, hanya mempelajari agama, bersumber pada kitab-kitab klasik meliputi bidang studi yang disesuaikan dengan tingkat keilmuan santri :

Tingkat Dasar

1) Al-Qur’an

2) Tauhid : Al-Jawar al-Kalamiyayah Ummu al-Barohim 3) Fiqih : Safinah al-Shalah, Safinah al-Naja’, Sullam al

-Taufiq, Sullam al-Munajat

4) Akhlaq : Al-Washaya al-Abna’, Al-Akhlaq li al-Banin/Banat 5) Nahwu : Nahw al Wadlih, al-Jurumiyyah

6) Saraf : Al-Amtsilah Tashrifiyyah, Matan Bina wa al-Asas

Tingkat Menengah Pertama

1) Tajwid : Tuhfah Athfal, Hidayah Mustafid, Mursyid al-Wildan, Syifa’ al-Rahman

2) Tauhid : Aqidah al-Awwam, Al-Din al-Islami

3) Fiqih : Fath Qarib (Taqrib), Minhaj Qawim Safinah al-Sholah

4) Akhlaq : Ta’lim al-Muta’allim

5) Nahwu : Mutammimah Nazham, Imrithi, Makudi, Al-Asymawi

6) Sharaf : Nazham Makshud, al-Kailani 7) Tarikh : Nur al-Yaqin

Tingkat Menengah Atas


(40)

2) Ilmu Tafsir : Al-Tibyan Fi ’Ulumil al-Qur’an, Mabanits fi’ Ulumil al-Qur’an, Manahil al-Irfan

3) Hadits : Al-Arbain al-Nawawi, Mukhtar al-Maram, Jawahir al-Bukhari, Al-Jami’ al-Shaghir

4) Musthalah al-Hadist : Minha al mughits, Al-Baiquniyyah 5) Tauhid : Tuhfah al-Murid, Husun al-Hamidiyah,

Al-Aqidah al-Islamiyah, Kifayah al-Awwam 6) Fiqih : Kifayah al-Akhyar

7) Ushul al-Fiqh : Waraqat, Sullam, Bayan, Al-Luma’

8) Nahwu dan Sharaf : Alfiyah ibnu Malik, Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah, Syarh ibnu Aqil, Al-Syabrawi, Al-‘Ilal, ‘Ilal al -Sharaf

9) Akhlaq : Minhal al-Abidin, Irsyad al-‘Ibad 10)Tarikh : Ismam al-Wafaq

11)Balaqhah : Al-Jauhar al-Maknun

Tingkat Tinggi

1) Tauhid : Fath al-Majid

2) Tafsir : Tafsir Qur’an Azhim (Ibnu Katsir), Fi Zilal al-Qur’an

3) Ilmu Tafsir : Al-Itqan fi ulum Al-Qur’an, Itmam al-Dirayah 4) Hadist : Riyadh al-Shalihin, Al-Lu’lu’ wa al-Marjan, Shahih

al-Bukhori, shahih al-Muslim, Tajrid al-Shalih 5) Mustalah al-Hadist : Alfiyah al-Suyuthi

6) Fiqih : Fath al-Wahhab, Al-Iqna’, Al-Muhadzdzab, Al- Mahalli, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al Arba’ah, Bidayah al -Mujtahid.

7) Ushul al Fiqh : Latha ‘ifa al-Isyarah, Jam’u al-Jawami’, AlAsybah wa al-Nadhair, Al-Nawahib al-Saniyah


(41)

9) Balaghah : Uqud al-Juman, Al-Balaghah al-Wadhihah 10)Mantiq : Sullam al-Munawaraq

11)Akhlaq : Ihya’Ulum al-Din, Risalah al-Mu’awwamah, Bidayah al-Hidayah

12)Tarikh : Tarikh Tasyri’.

Kurikulum pesantren tidak distandarisasi. Hampir setiap pesantren mengajarkan kombinasi kitab yang berbeda-beda dan banyak kyai terkenal sebagai spesialis kitab tertentu.48 Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab, jadi ada tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkah lanjut. Setiap kitab bidang studi memiliki kemudahan dan kompleksitas pembahasan masing-masing. Sehubungan dengan itu, maka evaluasi kemajuan belajar pada pesantren juga berbeda dengan evaluasi pada sistem sekolah.

Sistem pengajaran yang menjadi metode utama di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem

weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5-500 murid)

mendengarkan seorang guru yang sedang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas kitab-kitab Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompokan murid dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.49

b. Sistem Pendidikan Pesantren Khalaf

Model sistem pendidikan pesantren modern adalah sistem kelembagaan pesantren yang dikelola secara modern baik dari segi

48

Martin Van Bruinessen, op.cit., h.114-115. 49


(42)

administrasi, sistem pengajaran maupun kurikulumnya. Pada sistem pendidikan modern ini aspek kemajuan pesantrentidak dilihat dari figure seorang kyai dan santri yang banyak, namun dilihat dari aspek keteraturan administrasi pengelolaan, misal sedikitnya terlihat dalam pendataan setiap santri yang masuk sekaligus laporan mengenai kemajuan pendidikan semua santri.

Berbeda dengan pesantren salafiyah, “pondok modern yang juga disebut pondok khalaf memiliki sistem pembelajaran yang sistematis dan memberikan porsi yang cukup besar untuk mata pelajaran umum. Referensi utama dalam materi keIslaman bukan kitab kuning, melainkan kitab-kitab baru yang ditulis para sarjana muslim abad ke-20”.50

“Lembaga pendidikan formal di pondok modern disebut dengan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI). KMI terdiri dari 6 tingkatan kelas (1-3 setingkat madrasah Tsanawiyah dan kelas 4-6 setingkat Aliyah) untuk pendidikan tingkat menengah. Pendidikan modern konsisten tidak mengikuti standar kurikulum pemerintah. Sejak pertama kali berdiri pada 1926, pondok modern menggunakan kurikulum sendiri”.51

Adapun isi kurikulum pondok pesantren modern dalam hal ini penulis mengambil contoh dari pesantren modern Gontor dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai berikut:

1) Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam bahasa Arab).

2) Dirasah Islamiyyah (untuk kelas II ke atas, seluruh materi dalam bahasa Arab).

3) Keguruan (dengan bahasa Arab) dan Psikologi Pendidikan (dengan bahasa Indonesia).

4) Bahasa Inggris.

50

Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad Ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet. I, h. 107.

51


(43)

5) Ilmu Pasti.

6) Ilmu Pengetahuan Sosial.

7) Ke-Indonesiaan/Kewarganegaraan.52

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebenarnya penelitian yang membahas tentang modernisasi pesantren bukanlah hal yang baru, sudah banyak para peneliti yang meneliti tentang modernisasi pesantren, namun penelitian yang saya lakukan tentunya tidaklah sama dengan para peneliti lainnya, sebab tulisan ini mempunyai fokus tersendiri yang menjadikannya berbeda dari studi tentang pesantren yang dilakukan oleh peneliti lain,di antara penelitian tentang modernisasi pesantren adalah :

1. Penelitian Elok Faiqoh yang berjudul “Peluang dan Tantangan Modernisasi Di Pondok Pesantren Al-Barokah Kebumen”. Jenis penelitian yang digunakan pada penulisan karya ilmiah tersebut ialah menggunakan jenis penelitian deskriptif dalam hal ini Elok Faiqoh ingin menggambarkan secara detail bagaimana peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Al-Barokah Kebumen dalam memodernisasi sistem pendidikan pesantren namun dalam hal ini lebih menitik beratkan pada modernisasi di bidang kurikulum, metodologi pembelajaran dan pengembangan manajemen sumber daya manusia.53 2. Penelitian Rizqi Dzulfikar Fahmi yang berjudul “Modernisasi

Pendidikan Islam Indonesia Studi Kasus: Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi (1956-2000)”. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Rizqi mengenai modernisasi pendidikan di Pesantren At-Taqwa Bekasi lebih memfokuskan pada masalah

52

Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 130.

53Elok Faiqoh, “

Peluang dan Tantangan Modernisasi Di Pondok Pesantren Al-Barokah Kebumen”, Skripsi Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2012, tidak dipublikasikan.


(44)

pembaharuan kurikulum dan metodologi pendidikan yang ada di Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi, peneliti berusaha memaparkan bagaimana proses terjadinya pembaharuan kurikulum dan metodologi pendidikan yang terjadi di pondok pesantren tersebut, selain itu peneliti juga membahas tentang tokoh-tokoh pembaharu yang berjasa dalam memodernisasi pendidikan di Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi.54 3. Peneletian Muhammad Rahman yang berjudul “Modernisasi Sistem

Pendidikan Pesantren menurut KH. Abdurrahman Wahid (Telaah Pemikiran dalam Pendidikan)”. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian Pemikiran Tokoh. Dalam penelitian yang dilakukan Sdr. Rahman menitikberatkan kepada pemikiran atau gagasan KH. Abdurrahman Wahid tentang Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren. Menurutnya Pesantren harus melakukan pembenahan-pembenahan agar eksistensinya di era modern tetap berlangsung. Di antara pembenahan tersebut adalah: Pertama, Sistem Kepemimpinan; Kedua, Metode Pembelajaran; Ketiga, Kurikulum; dan Keempat, Tujuan didirikannya pesantren.55

Semua penelitian dan tulisan tentang modernisasi pesantren sudah banyak dilakukan, akan tetapi penulis belum menemukan penelitian tentang modernisasi sistem pendidikan pesantren dilakukan pada pondok pesantren Jam’iyyah Islamiyyah. Oleh karena itu penulis mengasumsikan bahwa pembahasan dan penelitian terhadap modernisasi sistem pendidikan pesantren di pondok pesantren Jam’iyyah Islamiyyah belum ada yang melakukannya. Di samping itu penulis ingin mendeskripsikan bagaimana proses modernisasi sistem pendidikan yang berlangsung di pondok pesantren Jam’iyyah

54 Rizki Dzulfikar Fahmi, “

Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia Studi Kasus: Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi (1956-2000)”, Skripsi Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2011, tidak dipublikasikan.

55

Muhammad Rahman, “Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren menurut KH.

Abdurrahman Wahid (Telaah Pemikiran dalam Pendidikan)”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.


(45)

Islamiyyah seperti model kepemimpinan, jenjang pendidikan, Kurikulum, metode pembelajaran dan pengembangan manajemen dan sumber daya manusia dari tenaga pendidik.


(46)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang penulis jadikan objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah yang terletak di Jl. Pesantren No. 17 Kampung Ceger Kelurahan Jurangmangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Adapun waktu penelitian yang penulis susun dari hasil konfirmasi kepada pihak pesantren tersebut yaitu mulai tanggal 1 Juni s/d 20 Juli 2014.

B. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Disebut deskriptif, karena ia menggambarkan fenomena apa adanya, perkembangan yang tengah terjadi, trend yang mengemuka, dan pendapat yang muncul, baik yang berhubungan dengan masa sebelumnya maupun masa kini. Melalui penelitian kualitatif deskriptif analitis dimaksudkan agar data atau informasi yang diperoleh dapat dipaparkan secara jelas dan terperinci, terutama yang berkaitan dengan Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah Jurangmangu Timur Pondok Aren Tangerang Selatan.


(47)

C. Sumber Data

Jenis Data adalah subyek dari mana data akan diperoleh, dalam hal ini akanpeneliti bedakan menjadi dua kelompok:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal ini data kata dan tindakan peneliti peroleh dengan cara melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait yakni pengasuh pondok pesantren, kepala madrasah salafiyah beserta bagian yang terkait dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang dari data primer yang berasal dari buku bacaan meliputi buku-buku, perpustakaan, arsip serta dokumen-dokumen lainnya yang behubungan dengan penilitian ini. Di antara buku-buku yang terkait dengan penelitian mengenai pesantren ialah: Tradisi Pesantren: Studi tentang pandangan hidup Kyai” karangan Zamakhsyari Dhofier; Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Tradisi-tradisi Islam di Indonesia) karangan Martin Van Bruinessen, Pesantren Dalam Perubahan Sosial karangan Manfred Ziemek, dan lain-lain.

D. Instrument Penelitian

Instrument utama pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Sumber data dipilih dan mengutamakan pandangan informan yakni bagaimana mereka memandang.

Untuk melaksanakan metode pengumpulan data ini, peneliti menempuh beberapa metode yaitu: observasi, wawancara dandokumentasi.


(48)

1. Observasi

Istilah Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.65

Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan fisik pondok pesantren Jam’iyyah Islamiyyah Jurangmangu Tangerang Selatan, seperti sarana dan prasarana pondok pesantren, jumlah santri, kegiatan lain yang berlangsung, letak geografis dan lain lain.

2. Dokumentasi

Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, agenda dan sebagainya.66 Metode dokumentasi ini, penulis gunakan untuk memperoleh data tentang jumlah santri, keadaan pengajar, dan data yang bersifat dokumentasi. Selain itu digunakan untuk mempelajari kurikulum dan kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah.

3. Wawancara

Yaitu percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.67 Dalam wawancara ini penulis menggunakan jenis wawancara bebas terpimpin, artinya pewawancara berjalan dengan bebas tetapi masih terpenuhi komparatilitas dan realibitas terhadap persoalan-persoalan penelitian. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam

65

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Tangerang: Islamic Research Publishing, 2009), h. 155.

66

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 102002), Cet. V, h. 135.

67


(49)

penelitian ini, Penulis melakukan wawancara dengan pihak terkait seperti Pimpinan Yayasan, Kepala Sekolah, Bagian Kurikulum, Staf Sekolah dan pihak-pihak terkait.

KISI-KISI INSTRUMEN WAWANCARA

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana

No Variabel Indikator No.

Butir

1. Sejarah Pondok Pesantren Mengetahui sejarah berdirinya pondok

pesantren 1

2. Perkembangan Pondok Pesantren Mengetahui perkembangan dari awal

berdirinya pondok pesantren 2 3. Kurikulum Pondok Pesantren Mengetahui kurikulum yang digunakan di

pondok pesantren 3

4. Metode pembelajaran Mengetahui metode pembelajaran yang

digunakan di pondok pesantren 4 5. Sarana dan prasarana Mengetahui sarana dan prasarana yang

tersedia di pondok pesantren 5

6. Modernisasi Pondok Pesantren

Latar belakang yang mempengaruhi

modernisasi 6

Mengetahui tahun dimulainya modernisasi 7 Mengetahui perintis modernisasi 8 Mengetahui bentuk modernisasi 9 Mengetahui pengaruh modernisasi terhadap


(50)

yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman dan spradley. Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas analisis data yaitu data reduksi, data penyaji, dan gambar penyimpul.

Untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan yaitu menggunakan Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh.68 Yakni sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

Dari semua data yang telah terkumpul dari lapangan cukup banyak, untuk itu perlu dilakukan analisis data. Langkah pertama, reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Setelah data direduksi, maka langkah yang Kedua, men-display-kan data atau penyajian data. Dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Yang digunakan untuk menyajikan data ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.

68


(51)

Setelah data direduksi dan disajikan dengan teks naratif, maka langkah

ketiga adalah Conclusion: Drawing/verifying atau juga disebut dengan

penarikan kesimpulan dan verifikasi data-data yang telah direduksi dan disajikan tadi. Dalam penarikan kesimpulan ini hendaknya ada temuan yang baru yang sebelumnya belum ada.


(52)

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Profil Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah boleh dibilang merupakan pondok pesantren yang tertua di Kampung Ceger Kelurahan Jurangmangu Timur Kecamatan Pondok Aren Tangerang Selatan, yang mulai dirintis oleh KH. Muhammad Amin Syarbini sejak tahun 1960-an. KH. Muhammad Amin Syarbini (atau biasa dikenal dengan panggilan Ustad Amin/ Damin) adalah orang asli kampung Ceger Kelurahan Jurangmangu Timur Pondok Aren Kabupaten Tangerang (sekarang Kota Tangerang Selatan). Beliau menikah dengan Hj. Musiah yang juga merupakan orang asli Kampung Ceger.

Setelah sekian tahun menuntut ilmu di berbagai pesantren (1952-1960), KH. Muhammad Amin Syarbini kembali ke kampung halamannya yakni Kampung Ceger untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama, sekaligus membentuk tatanan moral dan akhlak mulia di kalangan masyarakat muslim pada khususnya dan masyarakat lain pada umumnya.

Hal ini Sudah menjadi tradisi bagi seseorang yang pernah menuntut ilmu agama di pondok pesantren membentuk atau mendirikan pengajian-pengajian kecil di mana ia tinggal. Tentunya pengajian dengan menggunakan sistem tradisional dan sederhana seperti halaqoh (duduk bersila dengan membentuk lingkaran) di mana Sang Kyai dengan santrinya mengaji membahas


(53)

materi-materi pengetahuan agama. Mulai yang paling mendasar seperti materi-materi ke-Tauhid-an (Sifat Dua Puluh), perukunan agama dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk membekali masyarakat tentang keyakinannya terhadap Allah Swt. Yang merupakan bekal utama dalam menjalani hidup mereka. Berawal dari situlah KH. Muhammad Syarbini mulai membuka majelis taklim untuk masyarakat umum.69

Aktivitas pendidikan dan pembelajaran Majelis Taklim dengan sistem

halaqoh kurang lebih berjalan selama tiga tahun (1960-1963). Pada awal tahun

1963 mulailah dirintis cikal bakal pesantren. Yakni beliau menerima santri kalong, sebutan bagi santri yang menginap di mushala atau kediaman beliau untuk mengaji dan siang hari mereka pulang ke rumah masing-masing.

Seiring berjalannya waktu, KH. Muhammad Amin Syarbini semakin dipercaya oleh masyarakat, dan pada tahun 1964, beliau mulai membuka Lembaga Pemberantasan Buta Huruf Arab (LPBHA), di mana peserta didik/ santri yang mengikuti program ini diikutsertakan dalam ujian negara tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). 70

2. Berdirinya Yayasan Pendidikan Islam Jam’iyyah Islamiyyah dan

Perubahan Sistem Pendidikan

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah pada awalnya didirikan oleh KH. Muhammad Amin Syarbini dengan cara yang sangat tradisional. Tradisionalitas ini terus terjaga sampai ke generasi sesudahnya. Jika dilihat secara realistis bahwa hingga perkembangannya kini pun tradisionalitas itu masih begitu lekat dalam pola kepemimpinan pesantren.

Keadaan yang tradisional itu kemudian secara bertahap mengalami pergeseran sistem dan pola kepemimpinan karena pengaruh dari kemajuan zaman. Peraturan pemerintah pun mengarah kepada perubahan sistem pada

69

Buku Mengenang Almarhum KH. Muhammad Amin Syarbini, h. vii 70


(54)

lembaga-lembaga pesantren yang ada. Aturan bahwa pesantren harus diformalisasi dengan didirikannya yayasan dengan sistem manajemen yang telah distandarkan. Hal ini lah yang mendorong Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah ikut menjalankannya.

Menyadari bahwa segala amal usaha, baik pendidikan formal maupun nonformal dan lain-lain membutuhkan manajemen yang baik, maka pada tahun 1990 KH. Muhammad Amin Syarbini mendirikan Yayasan berbadan hukum dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Jam’iyyah Islamiyyah dengan akte Notaris Sri Lestari Roespinoedji no. 8311990 untuk waktu yang tidak terbatas. Yayasan inilah yang kelak diamanatkan untuk mengelola segala amal usaha yang beliau cita-citakan yakni bergerak di bidang keagamaan, sosial, dan kemanusiaan, sebagaimana terkandung dalam Anggaran Dasar Yayasan. Sistem manajemen yayasan pun ditata ulang, sehingga akhirnya terjadilah pergeseran sistem, dari sistem yang sangat tradisional menjadi sistem yang manajerial.71

3. Letak Geografis Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah terletak kurang lebih 1 Km dari jalan raya Ceger, yang tepatnya di jalan Pesantren No. 17 Kp. Ceger Kelurahan Jurangmangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Pesantren ini berdiri di atas lahan milik pondok yang terletak di daerah yang bersebelahan dengan beberapa daerah, yaitu:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Cipadu Jaya  Sebelah barat berbatasan dengan Kampung Blok Wareng

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Pondok Belimbing  Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Pondok Petung

Untuk akses transportasi, Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah bukanlah pondok pesantren yang berlokasi di tepi jalan besar (jalan raya),

71Drs. H. Syamsul Ma’arif,


(55)

tetapi justru cenderung masuk ke dalam dari jalan raya. Namun begitu, akses transportasi sesungguhnya masih cukup mudah, karena dapat ditempuh dengan kendaraan angkutan umum atau ojek motor.

Keadaan ini dianggap sangat tepat untuk lokasi sebuah pondok pesantren, karena jauh dari keramaian yang memungkinkan para santri dapat belajar lebih nyaman dan terhindar dari resiko kecelakaan lalu lintas, pengaruh pergaulan bebas, dan lebih memungkinkan untuk dapat melakoni cara hidup yang sederhana.

4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah memiliki visi dan misi sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Pendidikan Islam Jam’iyyah Islamiyyah (AD-ART YAPIJI) sebagai berikut:

Visi: “Menjadikan Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah salah satu pusat pendidikan, kajian dan pengembangan Islam yang terpadu untuk mencetak dan meghasilkan kader-kader yang berkualitas, profesional, beriman, bertaqwa, serta berakhlak mulia”.

Misi:

a. Menyelenggarakan pendidikan formal dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi (TK, MI, MTs, MA dan STIT).

b. Mengembangkan model pesantren terpadu antara sistem salafi (tradisional) dan khalafi (modern).

c. Memberikan landasan moral terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan melakukan pencerahan dalam pembinaan iman dan taqwa sehingga IPTEK dan IMTAQ dapat sejalan.


(56)

d. Memberikan bekal dasar-dasar kepemimpinan (leadership) keorganisasian dan kemasyarakatan.

e. Mempertahankan nilai-nilai positif dan mengembangkan terhadap hal-hal baru agar lebih baik.72

5. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah

Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah saat ini memiliki beberapa sarana dan prasarana yang dimanfaatkan utnuk menunjang kegiatan pesantren, antara lain:

SARANA DAN PRASARANA

PONDOK PESANTREN JAM’IYYAH ISLAMIYYAH

NO JENIS JUMLAH KETERANGAN

1 Masjid 1 Tempat Sholat berjama’ah/pengajian 2 Kamar Santri

Putra/i 15 9 untuk Putra dan 6 untuk Putri 3 Auditorium 2 Tempat Kegiatan/ Pengajian Umum 4 Gedung sekolah 3 Tempat pendidikan Formal/nonformal 5 Kamar Asatidz 4 Tempat Ustadz yang tinggal di Pondok 6 Kamar Mandi/Wc

Putra/i 15 10 Putra dan 5 Putri

7 Perpustakaan 2 Ruang baca

8 Laboratorium 4 Lab. MIPA, Lab. Bahasa, Lab. Komputer, dan Lab. Micro Teaching

9 Internet Corner 1 Sarana Santri tuk menjelajahi dunia maya 10 Lapangan Olah

Raga 2

1 Lapangan Besar (Futsal, Basket dan Volley) dan 1 Lapangan Kecil (Softball dan

Bulu tangkis)

11 Kantin 2 1 untuk putra dan 1 untuk putri

72


(57)

12 Majelis Taklim 1 Tempat pengajian umum

13 Komputer 2 Sarana pengetikan data/dokumen Pesantren 14 Projektor 3 Penunjang guru dalam mengajar atau lainnya

6. Keadaan Pendidik dan Santri

1. Pendidik/Ustadz

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengurus Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah bahwa jumlah ustadz atau tenagapengajar sebanyak 26 orang, sedangkan latar belakang pendidikannya cukup bervariasi, ada yang berpendidikan tinggi dan ada pula yang hanya lulusan pesantren saja. Para ustadz (guru), sebagian ada yang bertempat tinggal di asrama pesantren, karena selain sebagai ustadz, juga masih “nyantri” di pesantren tersebut, sedangkan sebagian lagi tinggal di luar pondok pesantren karena sudah berkeluarga dan sebagian juga telah menjadi tokoh masyarakat di daerahnya.

2. Santri

Dari data terakhir yang penulis dapatkan Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah memiliki jumlah santri 275, yang terdiri dari 146 santri putra dan 129 santri putri. Dan di Pondok Pesantren Jam’iyyah Islamiyyah keseluruhan santri mukimnya adalah murid-muridyang berasal dari daerah sekitar kampung Ceger, akan tetapi tidak sedikit pula ada santri yang berasal dari luar kota seperti Bekasi, Karawang, Bogor bahkan Cirebon.

Santri mukim tentunya mereka yang bersekolah dan ada beberapa dari mereka yang sambil kuliah. Santri yang bersekolah yang dimaksud adalah mereka yang di sekolah formalnya itu di Madrasah Tsanawiyah maupun Madrasah Aliyah Jam’iyyah Islamiyyah. Sedangkan santri yang sambil kuliah adalah mereka yang kuliah di STIT Al-Amin Banten atau di universitas yang lokasinya tidak jauh dari pesantren seperti STAN atau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(1)

Lampiran 3

DATA SANTRI PUTRA-PUTRI

PONDOK PESANTREN JAM’IYYAH ISLAMIYYAH

KELAS

JUMLAH I Pa. I Pi. II Pa. II Pi. III Pa. III

Pi. IV Pa-Pi V Pa-Pi VI Pa-Pi A B A B A B A B A B Pa Pi Pa Pi Pa Pi 31 25 18 17 21 13 21 22 18 21

21 13 15 1 6 3 9

Putra 146

56 35 34 43 39 Putri 129

91 77 60 28 7 12

Total Santri Putra-Putri


(2)

Lampiran 4

JADWAL KEGIATAN HARIAN SANTRI PONDOK PESANTREN JAM’IYYAH ISLAMIYYAH

NO WAKTU KEGIATAN

1 03.30-05.00 Qiyamul Lail dan Sholat Subuh 2 05.00-06.00 Pengajian Kitab Kuning (Bandongan) 3 06.00-06.30 Bersih-bersih (Piket), Persiapan ke Sekolah 4 06.30-12.45 Kegiatan Pendidikan Formal (MTs-MA) 5 12.45-15.00 Sholat, Makan dan Istirahat Siang 6 15.00-16.45 Sholat Ashar, Pengajian Al-Qur’an

7 16.45-17.30 Bersih-bersih (Piket), persiapan sholat Maghrib 8 18.00-18.30 Sholat Maghrib dan wirid

9 18.30-19.30 Pengajian Madrasah Salafiyah Jam Pertama 10 19.30-20.00 Istirahat dan Sholat Isya

11 20.00-21.00 Pengajian Madrasah Salafiyah Jam ke dua 12 21.00-22.00 Mudzakarah, Muhadatsah/Mufrodat 12 22.00-03.00 Istirahat malam


(3)

Lampiran 5

MATERI KURIKULUM MADRASAH SALAFIYAH

NO KELAS JENIS ILMU JENIS KITAB

1 I Salafiyah

Akhlak Akhlakul lil banin/banat

Tajwid/Tahfizh Ilmu Tajwid/Juz ‘Amma/Tuhfatul Athfal

Fiqh Mabadi’ al-Fiqhiyah

2 II Salafiyah

Nahwu Al-Jurumiyah

Sharaf Matan Bina/ Amtsilah at-Tashrifiyah

Fiqh Fathu al-Qorib

Tauhid ‘Aqoid ad-diniyah

3 III Salafiyah

Nahwu Al-‘Imrithy

Sharaf Kaylaniy/ Amtsilatu at-Tashrifiyah

Fiqh Fathu al-Qorib

Tauhid Tijan ad-Darori

4 IV Salafiyah

Nahwu Al-‘Imrithy

Sharaf Nazhom al-Maqshud

Fiqh Fathu al-Qorib

Tauhid Jawahir al-Kalamiyah

Hadits Mushtholah al-Hadits

5 V Salafiyah

Nahwu Alfiyah Ibn Malik

Sharaf ‘Unwan azh-Zharaf

Fiqh Fathu al-Mu’in

Tauhid Kifayat al-‘Awam

Ushul Fiqh As-Sulam

Balaghah Husnu ash-Shiyaghah

6 VI Salafiyah

Nahwu Alfiah Ibn Malik

Fiqh Fathu al-Mu’in

Tafsir Zubdat al-Itqon fi ‘Ulum al-Qur’an

Qowa’id al-Fiqh As-Sulam

Mantiq ‘Ilm al-Mantiq


(4)

Lampiran 6

MATERI KAJIAN KITAB BANDONGAN BA’DA SUBUH PON-PES JAM’IYYAH ISLAMIYYAH

NO HARI MATERI KITAB PENGAJAR

1 Senin Tafsir Jalalain (Tafsir) KH. Husnul ‘Aqib Amin, Lc.

2 Selasa Usfuriyah (Hikayat) Ust. H. M. A. Halimi

3 Rabu Bulughul Maram (Hadits) H. Danuri HS.

4 Kamis Riyadus Sholihin (Hadits) KH. Zainuddin Abdullah, MH

5 Jum’at Dhurrotun Nashihin (Fadhoil A’mal) H. Danuri HS.


(5)

(6)