Karakteristik Subjek Penelitian Hasil

Gambar 4.1 Kadar pH Saliva Perokok dan Non Perokok Hasil pengukuran pH saliva didapatkan nilai median pH saliva perokok pria lebih rendah dibanding pH saliva non perokok pria yaitu 6.7 4.9-7.3 pada perokok dan 7.4 6.1-7.8 pada non perokok. Setelah dilakukan uji statistik Mann Whitney pada pH saliva subjek perokok dan non perokok didapatkan hasil p value 0.001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata pH saliva perokok dan non perokok.

4.2. Pembahasan

Pada penelitian ini, kelompok pria perokok memiliki rata – rata usia 33,4 tahun ± 9,2, dengan jumlah perokok terbanyak terdapat pada kelompok usia 25 – 34 tahun yaitu 6 orang 20 . Hal ini hampir sesuai dengan prevalensi pria perokok berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Riskesdas pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa pada rentang usia 25 – 34 tahun didapatkan prevalensi perokok sebesar 31,1 1,1 lebih rendah dari prevalensi perokok tertinggi pada rentang usia 45 – 54 tahun dan menempati urutan kedua prevalensi perokok berdasarkan usia. Sedangkan pada kelompok pria non perokok didapatkan jumlah terbanyak pada usia 17-24 tahun dengan jumlah 10 orang 33,3. Hal tersebut sesuai dengan data dari Riskesdas tahun 2010 yang menunjukkan bahwa prevalensi terbanyak kelompok non perokok berada di rentang usia 17-24 tahun. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa pada kelompok perokok sebagian besar subjek memiliki kebiasaan merokok 11-20 batang perhari 26.7. Hal ini hampir sesuai dengan data Riskesdas tahun 2010 dimana paling banyak jumlah rokok perhari yaitu 1-10 batang dan urutan kedua 11-20 batang. 2 Pada tabel 4.2 kita dapat menentukan status kesehatan gigi dan mulut subjek penelitian berdasarkan beberapa indeks. Pada tabel tersebut rerata OHIS pada perokok lebih tinggi dibandingkan non perokok, yang artinya status kesehatan mulut pada perokok lebih buruk dibandingkan non perokok. Begitu juga dengan PI, CI, GI, dan DMFT Index dimana pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok non perokok. Nilai rerata OHIS dan GI pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, tahun 2013 mengenai perbedaan status kebersihan mulut pada perokok dan non perokok di Ibadan, Oyo State, Nigeria dengan memperhatikan OHIS dan GI. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa rerata indeks OHIS dan GI lebih tinggi pada kelompok perokok dibandingkan non perokok. 31 33 Nilai rerata DMFT Index yang lebih tinggi pada perokok di penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Al-Weheb pada tahun 2005 melakukan penelitian untuk melihat hubungan merokok dengan karies gigi dan jumlah lactobacillus saliva, yang hasilnya menunjukkan DMFT Index pada perokok lebih tinggi dibanding non perokok. 35 Menurut Arowojolu, dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa merokok dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi, dimana permukaan gigi akan menjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok. Peningkatan GI menandakan adanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin.