Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

A. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru Roebiono,2003. Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto 1994, berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok dengan pirau dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau. Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut: 1. Defek Septum Ventrikel Defek Septum Ventrikel DSV adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel Ramaswamy, et al. 2009. Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi Fyler, 1996. Insidensi DSV terisolasi adalah sekitar 2 – 6 kasus per 1000 kelahiran hidup dan terjadi lebih dari 20 dari seluruh kejadian PJB. Defek ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria Ramaswamy, et al. 2009. Klasifikasi DSV dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi, yaitu: • Perimembranasea, merupakan lesi yang terletak tepat di bawah katup aorta. Defek Septum Ventrikel tipe ini terjadi sekitar 80 dari seluruh kasus DSV Rao, 2005. • Muskular, merupakan jenis DSV dengan lesi yang terletak di otot-otot septum dan terjadi sekitar 5 – 20 dari seluruh angka kejadian DSV Ramaswamy, et al. 2009. Universitas Sumatera Utara • Suprakristal, jenis lesi DSV ini terletak di bawah katup pulmonalis dan berhubungan dengan jalur jalan keluar ventrikel kanan. Persentase kejadian jenis DSV jenis ini adalah 5 – 7 di negara-negara barat dan 25 di kawasan timur Rao, 2005. Gejala klinis DSV cukup bervariasi, mulai dari asimtomatis, gagal jantung berat, ataupun gagal tumbuh. Semua ini sangat bergantung kepada besarnya defek serta derajat piraunya sendiri, sedangkan lokasi defek sendiri tidak mempengaruhi derajat ringannya manifestasi klinis yang akan terjadi Soeroso and Sastrosoebroto,1994. Pada DSV kecil dengan pirau kiri-ke-kanan dan tekanan arteri pulmonalis yang normal, pasien biasanya tidak menunjukkan gejala dan kelainan ditemukan ketika pemeriksaan fisik. Pada defek berukuran besar dengan peningkatan aliran darah paru dan hipertensi pulmonalis, pasien dapat mengalami dispnea, kesulitan makan, gangguan pertumbuhan, infeksi paru berulang, dan gagal jantung pada awal masa bayi Bernstein, 2007. 2. Defek Septum Atrium Defek Septum Atrium DSA adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan endokardial. Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal Bernstein, 2007. Insidensi DSA adalah 1 per 1000 kelahiran hidup dan terhitung 7 dari seluruh kejadian PJB. Prevalensi DSA pada wanita lebih tinggi daripada pria dengan perbandingan 2:1. Carr and King, 2008. Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu: • Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek Universitas Sumatera Utara di dasar septum. Kejadian DSA Ostium Primum pada wanita sama dengan pria dan terhitung sekitar 20 dari seluruh kasus PJB Bernstein, 2007. • Ostium Sekundum, merupakan tipe lesi DSA terbanyak 70 dan jumlah kasus pada wanita 2 kali lebih banyak daripada pria Vick and Bezold, 2008. • Sinus Venosus, merupakan salah satu jenis DSA yang ditandai dengan malposisi masuknya vena kava superior atau inferior ke atrium kanan. Insidensi defek ini diperkirakan 10 dari seluruh kasus DSA Vick and Bezold, 2008. Defek yang terjadi dapat berbagai jenis, mulai dari yang berukuran kecil sampai sangat besar dan menyebabkan pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan beban volume lebih banyak di atrium dan ventrikel kanan. Gejala pada anak dan neonatus umumnya asimtomatis, namun bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak nafas dan sering mengalami infeksi paru. Gagal jantung sangat jarang ditemukan Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Pada anak dengan pirau kiri-ke-kanan berukuran besar biasanya mengeluhkan cepat lelah dan dispnea. Gagal tumbuh jarang didapati Emmanouilides, et al. 1998. 3. Defek Septum Atrioventrikularis Defek Septum Atrioventrikularis DSAV ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular Bernstein, 2007. Defek Septum Atrioventrikularis terhitung 4 – 5 dari seluruh kasus PJB. Predileksi defek ini antara pria dan wanita sama banyaknya Emmanouilides, et al. 1998. Gejala dapat timbul pada minggu pertama dan gagal jantung pada bulan-bulan pertama kelahiran Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994. Riwayat intoleransi olahraga, cepat lelah, dan Pneumonia berulang Universitas Sumatera Utara dapat ditemukan, terutama pada bayi dengan pirau kiri-ke-kanan dan mitral insufisiensi mitral yang berat Bernstein, 2007. 4. Duktus Arteriosus Persisten Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten DAP disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis. Bernstein, 2007 Kelainan ini merupakan 7 dari seluruh PJB dan sering dijumpai pada bayi prematur Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Gejala klinis yang muncul tergantung ukuran duktus. Duktus berukuran kecil tidak menyebabkan gejala dan biasanya diketahui jika terdapat suara murmur saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan DAP berukuran besar, pasien akan mengalami gejala gagal jantung. Gangguan pertumbuhan fisik dapat menjadi gejala utama pada bayi yang menderita DAP besar Bernstein, 2007. Kelompok tanpa pirau meliputi: 1. Stenosis Pulmonalis SP Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis SP. Stenosis Pulmonalis terjadi sekitar 7.1 – 8.1 per 100.000 kelahiran hidup. Defek ini cenderung terjadi pada wanita Fyler, 1996. Gejala klinis umumnya asimtomatis meskipun stenosis cukup besar. Anak bisa saja tampak sehat, tumbuh kembang normal dengan wajah moon face, dapat berolahraga seperti normal, dan tidak terdapat infeksi saluran nafas yang berulang Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Walaupun demikian, pasien yang awalnya tidak menunjukkan gejala dalam perkembangan penyakitnya dapat timbul gejala yang bervariasi Universitas Sumatera Utara dari dispnea ringan saat olahraga sampai gejala gagal jantung, tergantung keparahan obstruksi dan tingkat kompensasi myokardium. Obstruksi sedang-berat dapat menyebabkan peningkatan aliran darah paru selama berolahraga sehingga terjadi kelelahan yang diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada Keane and St. John Sutton, 2008. 2. Stenosis Aorta Stenosis Aorta SA merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular, valvular, atau supravalvular. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan penyakit jantung bawaan atau didapat Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Insidensi SA pada anak mendekati 5 dari seluruh kejadian PJB Bernstein, 2007. Defek ini lebih sering terjadi pada pria Emmanouilides, et al. 1998. Gejala klinis asimtomatis, namun pada gejala yang cukup berat dapat ditemukan nyeri substernal, sesak nafas, pusing, atau sinkop pada saat bekerja atau olahraga Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Bayi dengan SA terisolasi dapat disertai denga gagal jantung kronik pada beberapa bulan awal kehidupan dan menunjukkan tanda dan gejala klasik gagal jantung, berupa dispnea, kesulitan makan, dan berat badan tidak bertambah Emmanouilides, et al. 1998. 3. Koarktasio Aorta Koarktasio Aorta KoA adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus. Fyler, 1996 Universitas Sumatera Utara Prevalensi KoA di Amerika Serikat adalah sebesar 6 – 8 dari seluruh kasus PJB dan prevalensinya di Asia 2 lebih rendah daripada di Eropa dan negara Amerika Utara. Rasio kejadian defek ini pada pria dan wanita adalah 2:1 Rao and Seib, 2009. Gejala yang tampak pada masa neonatus umumnya merupakan jenis koarktasio yang berat. Gejala dapat hilang timbul mendadak. Tanda klasik KoA adalah nadi brakhialis yang teraba normal atau meningkat, nadi femoralis serta dorsalis pedis teraba kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas Soeroso and Sastrosoebroto, 1994. Pasien dapat menunjukkan gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa kesulitan makan, takipnea, dan letargia. Gejala dapat memburuk menjadi gagal jantung dan syok Rao and Seib, 2009.

B. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik