Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, design grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak Ilyas, 2004. Guru sering tidak menyadari cacat tak kasat mata ini karena siswa-siswi yang buta warna mencoba untuk menjaga rahasia untuk menghindari rasa malu. Tes buta warna dapat membantu mengidentifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan membedakan warna, sehingga mereka mungkin mulai menerima bantuan dalam belajar untuk mengatasi keluhan mereka Stiles, 2006. Pemeriksaan ini dapat pula membantu guru-guru untuk memilih metode-metode yang tidak mengandung banyak elemen warna, seperti penggunaan angka-angka yang berwarna pada pelajaran matematika sebaiknya tidak dilakukan pada murid penderita buta warna Milner, 2010. Dari data latar belakang masalah di atas tersebut, maka peneliti tertarik meneliti insidensi buta warna pada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berapa jumlah kasus baru penderita buta warna pada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan pada tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui banyaknya penderita buta warna pada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan pada tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui banyaknya penderita buta warna pada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan pada tahun 2014 sesuai dengan usia dari responden. 2. Untuk mengetahui banyaknya penderita buta warna pada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan pada tahun 2014 sesuai dengan jenis kelamin dari responden.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Siswa 1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan agar mengetahui kesehatan matanya. 2. Memberi edukasi kepada siswa kelas X SMA Santo Thomas 1 Medan yang menderita buta warna agar dapat mengarahkan ke jurusan yang sesuai. 1.4.2 Bagi Peneliti Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang metodologi penelitian serta memperluas wawasan dan memperdalam mengenai Ilmu Kedokteran Mata, khususnya dalam hal buta warna. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan maupun referensi untuk penelitian selanjutnya oleh pihak lain, misalnya oleh mahasiswa. Yang juga dapat menambah kepustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam bidang karya tulis ilmiah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penglihatan Warna Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel fotoreseptor retina, yaitu sel batang dan sel kerucut. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat Sherwood, 2011. Pada gambar 2.1. jelas terlihat bagian saraf retina yang terdiri dari tiga lapisan sel yang peka rangsang : 1. Lapisan paling luar paling dekat dengan koroid yang mengandung sel batang dan sel kerucut, 2. Lapisan tengah sel bipolar, 3. Lapisan dalam sel ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optik, yang keluar dari retina tidak tepat di bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus Sherwood, 2011. Gambar 2.1. Anatomi Retina Sherwood, 2011. Bila sel batang ataupun sel kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan yang terletak tepat di tengah retina, lapisan ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor Sherwood, 2011. Fovea terutama berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis dengan diameter hanya 0,3 milimeter, hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut Guyton dan Hall, 2010. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina paling tipis Riordan-eva dan Witcher, 2010. Daerah tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula lebih rendah daripada fovea, karena ada lapisan sel ganglion dan bipolar di atasnya. Fotoreseptor sel batang dan sel kerucut terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Segmen luar paling dekat dengan koroid, bagian ini mendeteksi rangsangan cahaya. Segmen ini, berbentuk batang pada sel batang dan kerucut pada sel kerucut, 2. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoresetor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik sel, 3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata, menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur penglihatan Sherwood, 2011. Segmen luar terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa gepeng yang mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya. Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Perubahan yang dipicu oleh cahaya dan pengaktifkan fotopigmen ini melalui serangkaian tahap menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemprosesan visual. Fotopigmen terdiri dari dua komponen : 1. Opsin yang merupakan suatu protein, 2. Retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam molekul opsin. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya Sherwood, 2011. Terdapat empat fotopigmen berbeda, satu di sel batang dan masing- masing satu di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda-beda Sherwood, 2011. Bahan kimia yang peka cahaya dalam sel batang disebut rodopsin; tiga bahan kimia peka cahaya dalam sel kerucut, disebut pigmen warna merah, hijau dan biru, mempunyai komposisi sedikit berbeda dari rodopsin Guyton dan Hall, 2010. Substansi rodopsin pada sel batang merupakan kombinasi dari protein skotopsin dengan pigmen karotenoid retinal. Retinal tersebut merupakan bentuk tipe khusus yang disebut 11-cis retinal. Bentuk cis retinal adalah bentuk yang penting sebab hanya bentuk ini saja yang dapat berikatan dengan skotopsin agar dapat bersintesis menjadi rodopsin. Prinsip-prinsip fotokimiawi pada siklus penglihatan rodopsin dan penguraiannya oleh energi cahaya gambar 2, yang sama pula dapat diterapkan pada pigmen sel kerucut Guyton dan Hall, 2010. Gambar 2.2. Siklus Penglihatan Rodopsin-Retina Pada Sel Batang Guyton Dan Hall, 2010 Retina mengandung sel batang 30 kali lebih banyak daripada sel kerucut 100 juta sel batang dibandingkan 3 juta sel kerucut per mata. Sel kerucut lebih banyak di makula lutea pada bagian tengah retina. Dari titik ini keluar, konsentrasi sel kerucut berkurang dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang paling banyak di perifer. Perbedaan antara sel batang dan sel kerucut adalah sel kerucut memberi penglihatan warna sedangkan sel batang memberi penglihatan hanya dalam bayangan abu-abu. Sel kerucut memiliki sensitivitas rendah terhadap cahaya, “dinyalakan” hanya oleh sinar terang siang hari, tetapi sel ini memiliki ketajaman kemampuan membedakan titik yang berdekatan tinggi. Manusia menggunakan sel kerucut untuk penglihatan siang hari, yang berwarna dan tajam. Sel batang memiliki ketajaman rendah tetapi sensitivitasnya tinggi sehingga sel ini berespons terhadap sinar temaram malam hari Sherwood, 2011. Sel kerucut pada retina merupakan komponen penting untuk melihat warna. Setiap jenis sel kerucut sensitif terhadap panjang gelombang yang berbeda. Pada sel kerucut mata orang yang normal memiliki tiga jenis pigmen yang dapat membedakan warna Wagner, 2013. Ketiga macam pigmen tersebut sensitif terhadap cahaya. Penglihatan warna yang normal pada manusia ini disebut juga dengan trikromatik. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam sel kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi pada gelombang cahaya berturut-turut sebagai berikut : a 420 nm: sel kerucut biru atau S kerucut untuk panjang gelombang pendek short-wavelength light, b 530 nm: sel kerucut hijau atau M kerucut untuk panjang gelombang menengah middle-wavelength light, c 560 nm: merah kerucut atau L kerucut untuk gelombang panjang long-wavelength light Deeb dan Motulsky, 2011. Gambar 2.3. a. Spektrum penyerapan cahaya yang relatif terjadi pada tiga kelas photopigment kerucut manusia pada penglihatan warna yang normal trikromatik. b. Penyerapan cahaya relatif digambarkan terhadap panjang gelombang dalam nanometer nm Deeb dan Motulsky, 2011. Penglihatan warna, presepsi berbagai warna, bergantung pada berbagai rasio stimulasi ketiga tipe sel kerucut terhdap bermacam-macam panjang gelombang tertentu dari sinar yang sampai ke fotoreseptor retina Sherwood, 2011. Panjang gelombang ini juga merupakan panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk setiap tipe sel kerucut, yang dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna Guyton dan Hall, 2010. Misalnya panjang gelombang yang terlihat sebagai biru tidak merangsang sel kerucut merah atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal Sherwood, 2011. Bila panjang gelombang elektromagnetik yang diterima terletak di antara kedua pigmen sel kerucut, maka akan terjadi penggabungan warna Ilyas, 2008. Masukan-masukan warna tersebut di kombinasikan dan diproses pada pusat penglihatan warna di korteks penglihatan primer pada otak dan inilah yang akan menghasilkan presepsi warna Sherwood, 2011.

2.2. Buta Warna