Kendala Melaksanakan Agrowisata PENDAHULUAN 1.1

pariwisata dan pertanian harus diletakkan dalam satu lingkaran sistem yang utuh. Dunia pariwisata sering mengabaikan ini malahan cendrung mengobyekkan pertanian untuk kesenangan pariwisata. Pelaku pariwisata sering tidak merasakan hutang budi petani sebagai basis budaya yang justru menyuburkan pariwisata. Pariwisata mustahil bisa berkembang jika tanpa petani, karena petanilah yang menjadi pelaku dan mengembangkan kebudayaan. Tanpa ikut campur pemerintah, maka mustahil sektor pariwisata memitrakan pertanian dengan sejajar dan mustahil pula pertanian memasuki sendiri menjadi mitra pariwisata. Oleh karena itu tiga komponen yaitu pemerintah regulasi, pertanian produsen dan dunia usaha ekonomi harus memiliki hubungan kemitraan yang bolak balik. Dengan demikian dalam agrowisata sekaligus dibahas masalah agribisnis, agropolitik, agroindustri, agroekosistem dan pertanian berkelanjutan. Pariwisata harus memiliki dimensi yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Dengan demikian pengembangan agrowisata harus diarahkan pada bentuk bisnis pertanian rakyat, bukan pertanian konglomerasi. Hal ini disebabkan karena dampak negatif dari pariwisata biasanya paling banyak menyentuh rakyat kecil yaitu petani.

2.3. Kendala Melaksanakan Agrowisata

Secara langsung atau tidak langsung pariwisata dapat memberi keuntungan bagi sektor pertanian. Namun demikian bukan berarti tanpa kendala dan masalah. Perkembangan sektor pariwisata seperti juga industri akan mempersempit lahan pertanian, khususnya lahan sawah. Ini terjadi karena alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Alih fungsi ini diperkuat lagi karena persaingan pemanfaatan air yang sering dimenangkan oleh sektor pariwisata yang bermodal kuat dibanding sektor pertanian yang tanpa kekuatan. Pembangunan pariwisata yang tidak bertanggung jawab akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan alam fisik dan sikap hidup petani. Agrowisata memerlukan koordinasi kerja antar sektor. Kenyataanya koordinasi kerja dan hubungan fungsional antara sektor pertanian, pariwisata dan lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan petani belum berlangsung optimal, walaupun sistem kerja terkoordinasi ini sudah pernah berusaha diatur, bahkan sudah diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1982, dua puluh tahun yang lalu. Namun hasilnya sama sekali tidak nampak saat ini. Potensi produksi pertanian di daerah pariwisata di Indonesia cukup tinggi, namun belum dikembangkan secara maksimal kearah yang dapat mendukung sektor pariwisata. Akibatnya timbul salah tanggap yang mengatakan mutu produksi pertanian yang diperlukan sektor pariwisata belum memadai baik kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Padahal sektor pariwisata belum pernah bernegoisasi memecahkan masalah ini dengan petani. Penanganan pasca panen produk pertanian dan sistem pemasarannya masih menghadapi hambatan yang menyebabkan petani tidak menikmati penghargaan yang layak sebagai produsen hasil-hasil pertanian. Ketimpangan penerimaan pendapatan sektor pariwisata dibanding sektor pertanian terlalu lebar. Selama ini hubungan antara pertanian dengan pariwisata telah berlangsung, namun petani berada dalam posisi yang lemah. Masalah yang sering dihadapi petani kecil dalam memasarkan hasil pertaniannya untuk pariwisata adalah: 1 Tidak ada lembaga yang melindungi petani, 2 Persaingan tidak sehat antar petani, 3 Komisi yang harus dibayar terlalu tinggi dan pembayaran sering mengalami penundaan lama padahal petani kecil memerlukan uang cash yang cepat, 4 Penawaran yang terlalu murah yang memojokkan posisi petani. Swalayan sering berulah dalam meneripa produk petani dengan memanfaatkan posisi petani yang lemah. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah dibidang agrowisata adalah buah import. Di masa lalu buah import pernah dibatasi untuk melindungi petani, namun akibatnya kualitas buah lokal petani Indonesia tidak mengalami peningkatan karena tanpa saingan. Namun demikian bisakah petani yang disalahkan?. Apakah sistem pengaturan yang dilakukan pemerintah yang salah dimana pertanian kita terlalu menekankan pada pangan dan mengabaikan teknologi hortikultura?. Kesalahan yang ditimpakan kepada petani yang tidak mampu menghasilkan buah bermutu ini akhirnya membuahkan peraturan bebas import buah-buahan dengan harapan petani akan mampu bersaing menyesuaikan mutu buah import. Buah import akhirnya mampu merebut kantong konsumen di Indonesia dengan mengesampingkan buah lokal. Dalam kondisi SDM petani yang rendah di Indonesia, maka petani tidak mungkin bersaing mandiri tanpa bimbingan. Kelemahan pokok adalah menyediakan sarana produksi termasuk penyediaan bibit dan benih. Justru salah satu titik lemah dalam sistem agribisnis di Indonesia adalah pembibitan dan pembenihan yang tidak mampu dilakukan oleh petani sendiri dan tidak menjangkau petani rakyat. Pemerintah sama sekali tidak memfasilitasi dengan dana yang memadai untuk penellitian. Komitmen tentang penelitian dikesampingkan, komitmen untuk memperoleh keuntungan malalui pajak yang ditonjolkan.

2.4. Pertanian, Subak dan Pariwisata