E. Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Lansia adalah masa dewasa akhir dimulai dari usia 60 tahun sampai akhir kehidupan, serta memiliki rentang kehidupan yang paling panjang
dalam periode kehidupan manusia Santrock, 2008. Berdasarkan UU No. 13Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usiapada BAB I Pasal 1
Ayat 2, lanjut usia di Indonesia merupakan individu yang mencapai usia 60 enam puluh tahun ke atas. Lanjut usia dibagi menjadi usia lanjut dini
yang berkisar antara usia 60 enam puluh sampai 70 tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir
kehidupan seseorang Hurlock, 2002. Lanjut usia muda berkisar antara 65 enam puluh lima hingga 74 tujuh puluh empat tahun dan lanjut
usia akhir berkisar antara 75 tujuh puluh lima tahun atau lebih Baltes dalam Papalia, 2008.
Berdasarkan uraian diatas, maka lanjut usia dapat didefinisikan sebagai individu yang mencapai usia 60 enam puluh tahun ke atas
hingga akhir kehidupannya.
2. Tahapan Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan. Hurlock 2002 membagi tahap terakhir dalam rentang
kehidupan individu menjadi: a. lanjut usia dini yang berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan
Universitas Sumatera Utara
b. lanjut usia yang dimulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan individu.
Sedangkan menurut Papalia 2008, lansia digolongkan menjadi: a. lansia muda young old usia antara 65 -75 tahun,
b. lansia tua old old usia antara 75 -84 tahun, dan c. lansia tertua oldest old usia 85 tahun keatas.
3. Perubahan-perubahan yang Dialami Lanjut Usia
Lanjut usia mengalami beberapa perubahan dalam rentang kehidupannya, yaitu:
a. Perubahan Fisik
Sebagian besar perubahan kondisi fisik pada lanjut usia terjadi ke arah yang memburuk dimana proses dan kecepatannya
sangat berbeda untuk masing-masing individu meskipun usia individu tersebut sama. Menurut Hurlock 2002, berbagai
perubahan terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia adalah sebagai berikut:
1 Perubahan penampilan, yaitu perubahan pada daerah
kepala rambut menipis, mata kelihatan pudar, kulit berkerut dan kering, bentuk mulut berubah akibat
hilangnya gigi, daerah tubuh bahu membungkuk, perut membesar, pinggultampak mengendor, garis
pinggang melebar, payudara bagi wanita menjadi
Universitas Sumatera Utara
kendur, dan daerah persendian pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat, kaki menjadi kendor
dan pembuluh darah balik menonjol, tangan menjadi kurus kering.
2 Perubahan tubuh bagian dalam, yaitu perubahan pada
sistem syaraf berat otak berkurang, bilik-bilik jantung melebar, isi perut perubahan posisi jantung,
perubahan elastisitas jaringan. 3
Perubahan pada fungsi fisiologis, yaitu memburuknya pengaturan organ-organ, menurunnya fungsi pembuluh
darah pada kulit, perubahan pada pencernaan, ketahanan dan kemampuan bekerja menurun.
4 Perubahan indera, yaitu perubahan pada penglihatan
penurunan kemampuan mata untuk melihat, menurunnya sensitivitas terhadap warna, pendengaran
kehilangan kemampuan mendengar nada yang sangat tinggi, perasa berhentinya pertumbuhan syaraf
perasa, penciuman daya penciuman kurang tajam, perabaan indera perabaan di kulit semakin kurang
peka, dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.
Universitas Sumatera Utara
b. Perubahan Psikologis
Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis, atau perubahan secara mental maupun kejiwaan individu, sebagai
berikut: 1
Kepribadian Lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup
pensiun lanjut usia sesuai dengan kepribadian dan kesenangan individu Siyelman Rider, 2003. Lanjut
usia juga menjadi cenderung meningkatkan
ketidaksetujuan dan mengalami penurunan keterbukaan terhadap dunia di luar dirinya Papalia,2008.
2 Perubahan Persepsi
Kapasitas persepsi individu menurun secara bertahap, meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat
diatasi. Semakin besarnya kesulitan dalam persepsi bicara pada lanjut usia lebih disebabkan oleh masalah
pada pendengaran daripada karena penurunan kognitif. Lanjut usia menjadi lebihsulit mengulang percakapan
secara terperinci bila berada di lingkungan yang ramai Siyelman Rider, 2003.
3 Kecerdasan
Lanjut usia memang mengalami penurunan intelektual, meskipun sedikit, apalagi bila lanjut usia tersebut
Universitas Sumatera Utara
jarang melakukan latihan terhadap otak Santrock, 2008.
4 Belajar
Lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
mengintegrasikan jawaban, kurang mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah
diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibandingkan dengan individu
yang masih muda Hurlock, 2002. 5
Daya Ingat Individu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat
hal-hal yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari Hurlock,
2002. 6
Kreativitas Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk
berpikir kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun Hurlock, 2002.
7 Rasa Humor
Pendapat umum yang sudah klise tetapi banyak dipercaya, bahwa individu lanjut usia kehilangan rasa
Universitas Sumatera Utara
dan keinginannya terhadap hal-hal humoris Hurlock, 2002.
8 Perbendaharaan Kata
Perbendaharaan kata lanjut usia menurun sangat kecil karena individu secara konstan menggunakan sebagian
besar kata yang pernah dipelajari sebelumnya Hurlock, 2002.
9 Mengenang
Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi di masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan
bertambahnya usia Hurlock, 2002. 10 Kemampuan Motorik
Lanjut usia mengalami penurunan kekuatan, kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung
menjadi canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegang tertumpah dan jatuh, melakukan
sesuatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur Hurlock, 2002.
c. Perubahan Sosial
Salah satu isu sosial yang identik dengan masa lanjut usia adalah pensiun. Masa pensiun mempengaruhi situasi
keuangan dan kondisi emosional, dan cara para lanjut usia
Universitas Sumatera Utara
dalam menghabiskan waktu maupun berhubungan dengan teman dan keluarga Papalia, 2008. Sebagian besar lanjut
usia yang telah pensiun, seiring dengan semakin bertambahnya usia, menghabiskan lebih banyak waktu dalam
masa pensiun tersebut dibandingkan dengan pada masa lalu Kim Moen dalam Papalia, 2001.
Sepanjang beberapa tahun pertama setelah pensiun, para lanjut usia biasanya memiliki kebutuhan khusus dan
dukungan emosional yang membuat mereka merasa masih berharga dan mampu mengatasi perubahan dalam kehidupan.
Jaringan dukungan sosial lanjut usia merupakan prediktor yang paling kuat dalam hal kepuasan pada masa pensiun
Tarnowski Antonucci dalam Papalia, 2008.
Berdasarkan uraian diatas, maka perubahan-perubahan yang dialami lanjut usia antara lain: perubahan fisik yang meliputi perubahan
penampilan, perubahan bagian dalam tubuh, perubahan pada fungsi fisiologis, dan perubahan panca indera; perubahan psikologis yang
meliputi kepribadian, perubahan persepsi, kecerdasan, belajar, daya ingat, kreativitas, rasa humor, perbendaharaan kata, mengenang, dan
kemampuan motorik; perubahan sosial yang identik dengan masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara
F. Pengaruh Religiusitas Terhadap
Psychological Well Being PWB Pada Pensiunan Suku Batak Toba
Masa lansia sering diidentikkan dengan masa pensiun. Parnes dan Nessel dalam Corsini, 1987 mengatakan bahwa pensiun adalah suatu
kondisi dimana seorang individu berhenti bekerja dari suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Pensiun dapat menyangkut perubahan peran, perubahan
keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup Schwartz dalam Hurlock, 1998. Berdasarkan pandangan psikologi
perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai masa transisi ke pola hidup baru, maupun merupakan akhir pola hidupnya, apalagi karena usianya sudah
lanjut dan harus diperhentikan Agustina, 2008. Secara psikologis, pensiun dapat dikaitkan dengan kepribadian, peran
well being, makna hidup, stress, persiapan menghadapi pensiun maupun pandangan yang positif lansia setelah tidak lagi bekerja Noesyirwan dalam
Rosyid, 2003. Tanpa adanya stimulus kondisi pensiun, kebanyakan lansia telah mengalami kecemasan akan tugas perkembangannya. Perasaan seperti
loneliness dan isolasi sosial akan muncul, dimana hal tersebut merupakan efek utama dalam menghadapi pensiun tanpa persiapan pada masa muda
Papalia, 2001. Dalam perjalanan hidup pensiunan, perasaan-perasaan seperti ini cukup kritis dan kelak akan mempengaruhi Psychological Well
Being PWB-nya. Ryff 1989 mendefinisikan Psychological Well Being PWB sebagai
suatu kondisi dimana seorang individu memiliki tujuan dalam hidupnya agar
Universitas Sumatera Utara
lebih bermakna, menyadari potensi-potensi yang dimiliki, menciptakan dan mengatur kualitas hubungannya dengan orang lain, sejauh mana mereka
merasa bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, serta berusaha mengembangkan dan mengeksplorasi dirinya.
Psychological Well Being PWB memiliki dimensi yang erat kaitannya dengan lanjut usia, yaitu dimensi tujuan hidup purpose in life
dan dimensi penguasaan lingkungan environmental mastery. Dalam dimensi tujuan hidup, para lanjut usia kerap kali mempertimbangkan hal-hal
di masa lalu dan tidak merasakan sensasi berkembang menuju masa yang akan datang. Namun demikian, dalam dimensi penguasaan lingkungan, para
lanjut usia cenderung mampu menguasai lingkungan lebih baik dibandingkan kelompok usia lainnya Ryff Keyes, 1995. Salah satu
faktor yang mempengaruhi Psychological Well Being PWB adalah religiusitas,yang dapat dilihat melalui perilaku atau aktivitas individu sesuai
dengan keyakinan yang dianut. Peneliti mengambil pensiunan suku Batak Toba sebagai sampel
penelitian. Dengan demikian, mengacu pada penjelasan diatas, pengaruh religiusitas terhadap Psychological Well Being PWB pada pensiunan Suku
Batak Toba dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana para pensiunan Suku Batak Toba memiliki tujuan dalam hidupnya agar lebih
bermakna, menyadari potensi-potensi yang dimiliki, menciptakan dan mengatur kualitas hubungannya dengan orang lain, sejauh mana mereka
merasa bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, serta berusaha
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan dan mengeksplorasi dirinya ketika berhenti bekerja dari suatu pekerjaan yang selama ini dilakukan, yang dipengaruhi oleh
pemahaman tentang ilmu agama atau keyakinan melalui aktivitas atau perilaku pensiunan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
G. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan pemaparan landasan teori diatas, maka peneliti mengajukan hipotesa sebagai berikut “Ada pengaruh religiusitas terhadap
Psychological Well Being PWB pada pensiunan suku Batak Toba”, dimana semakin tinggi religiusitas maka akan berkontribusi terhadap
kenaikan Psychological Well Being.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan
kesimpulan hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat regresi yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh religiusitas
terhadap Psychological Well Being PWB.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama yang menjadi fokus dalam penelitian serta
penentuan fungsinya masing-masing Azwar, 2000. Adapun variabel yang
terlibat dalam penelitian ini, antara lain:
1. Variabel Tergantung : Psychological Well Being PWB 2. Variabel Bebas
: Religiusitas
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang
dapat diamati Azwar, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Psychological Well Being PWB
Psychological Well Being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif, seperti sejauh mana seorang individu memiliki tujuan dalam hidupnya, apakah mereka
menyadari potensi-potensi yang dimiliki, kualitas hubungannya dengan orang lain, sejauh mana mereka merasa bertanggung jawab
atas kehidupannya sendiri, sertaberusaha mengembangkan dan mengeksplorasi dirinya.
Aspek yang digunakan adalah dimensi Psychological Well Being, antara lain:
a. Dimensi penerimaan diri Berhubungan dengan penerimaan diri individu pada masa kini dan
masa lalunya, serta sikap positif terhadap diri sendiri. b. Dimensi hubungan yang positif dengan orang lain
Dimensi yang mencakup ketabahan dan kesenangan yang berasal dari hubungan dalam kelekatan dengan orang lain.
c. Dimensi otonomi Otonomi sebagai rasa kebebasan seseorang untuk terlepas dari
norma-norma yang mengatur kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
d. Dimensi penguasaan lingkungan Seseorang memiliki kemampuan untuk menciptakan perubahan-
perubahan yang dinilai perlu pada lingkungan melalui aktifitas fisik dan mental serta mengambil manfaat dari lingkungan tersebut.
e. Dimensi tujuan hidup Dimensi yang mencakup rasa keterarahan dan rasa bertujuan yang
membuat hidup sesorang menjadi bermakna. f. Dimensi pertumbuhan pribadi
Seseorang menyadari potensi diri dan adanya keterbukaan akan pengalaman baru untuk bertumbuh.
Data mengenai nilai Psychological Well Being PWB diperoleh
dari Skala Dimensi Psychological Well Being yang disusun peneliti
berdasarkan 6 enam dimensi Psychological Well Being PWB dan disusun dalam format Likert.
Semakin tinggi skor Psychological Well Being PWB, maka semakin tinggi Psychological Well Being PWB individu.
Sebaliknya, semakin rendah skor skala Psychological Well Being PWB, maka semakin rendah Psychological Well Being PWB
individu.
Universitas Sumatera Utara
2. Religiusitas