1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Kantor Pelayanan Pratama Medan Petisah.
2. Bagaimanakah kinerja pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
3. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan petisah.
1.3. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gaya kepemimpinan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Petisah.
2. Mengetahui bagaimana kinerja pegawai di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Petisah.
3. Mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasonal terhadap kinerja pegawai pada Kantor pelayanan pajak Pratama Medan
Petisah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, bagi penulis penelitian ini merupakan wahana untuk melatih
dan mengembangkan pengetahuan melalui karya ilmiah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan penelitian dan menjadikan
sumber bacaan tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja peawai. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan bagi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan petisah.
1.5. Kerangka Teori
1.5.1. Kepemimpinan
1.5.1.1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen yang mengarahkan kerja para anggota
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi
sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan
memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan
keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur tidak aktif sampai pimpinan bertindak untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan
mengarahkan mereka mencapai tujuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam pencapaian tujuan
organisasi. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha agar kehendaknya diterima dan dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai
kehendaknya juga. Tanpa bimbingan dari pemimpin, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang
lemah. Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi
menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran-sasarannya. Menurut Kerlinger 2002:25 kepemimpinan adalah kemampuan tiap
pimpinan di dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan gairah,
bersedia bekerjasama dan mempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong
mereka ke suatu tujuan tertentu. Selanjutnya Susilo 1998:64 kepemimpinan merupakan keseluruhan
aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi
dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Davis 1995:54 mengikhtisarkan ada empat ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam
organisasi : 1. Kecerdasan intelligence. Penelitian-penelitian pada umumnya
menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.
2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas Social Maturity and breadth. Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan
dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan perhatian
yang luas.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara pikir mampunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka
bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.
4. Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya,
mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai.
Keterampilan dalam kepemimpinan terdiri dari lima macam yang terdiri dari:
1. Pemberian kuasa yaitu pembagian kuasa oleh pimpinan kepada bawahannya.
2. Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko serta membangun
kejujuran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Pemahaman diri yaitu kemampuan untuk mengenali kemampuan serta kelemahan diri serta berupaya mengatasi kelemahan tersebut.
4. Pandangan ialah keterlibatan diri dalam mengimajinasikan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.
5. Nilai keselarasan yaitu kemampuan dalam mengetahui serta memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya menuju organisasi
yang efektif. Kepemimpinan merupakan bagian penting dalam organisasi maupun
perusahaan dimana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi-fungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan
peranan atau tugas bagi tiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas
mengakibatkan perlunya pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin. Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian.
Oleh karena itu, pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Diantara berbagai definisi
tentang pengertian pemimpin adalah sebagai berikut : 1. Pemimpin adalah orang-orang yang menggerakkan orang-orang lain
agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan
penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan Kartono, 2002:33.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Pemimpin adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi Wahjosumidjo, 2005:24.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa
pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-
sasaran tujuan.
1.5.1.2. Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan
agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin
terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain
seperti yang ia lihat Thoha, 2002:43. Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain
dinyatakan oleh Siagian 2010:30 bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan, yaitu
cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5.1.2.1. Gaya Kepemimpinan Klasik
Mengutip pendapat dari Sugiono 2010:31, lima gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah :
1. Tipe yang Otokratik Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan
menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong
sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang sebagai jarateristik yang negatif.
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar akan
mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai
kenyataan. Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter
akan menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan ‘ke-akuannya” antara lain sebagai berikut :
a. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan
organisasi identik dengan tujuan pribadi. b. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat
lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan
kebutuhan para bawahan. d. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan
keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu
diharapkan bahkan dituntut untuk melaksanakan nya saja. Dari pembahasan singkat di atas kiranya jelas bahwa dalam kehidupan
organisasional yang menjujung tinggi harat dan martabat manusia dengan berbagai bentuk kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kesemuanya
bermuara pada peningkatan mutu hidup seseorang. Tipe pemimpin yang otokratik bukanlah tipe yang ideal akan hal tersebut. Bahkan juga bukan
tipe yang diinginan. 2. Tipe yang Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang
paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu: a. Kuatnya ikatan primordial,
b. Kehidupan masyarakat yang komunalistik, c. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan
bermasyarakat, d. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang
anggota masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan.
Berdasarkan nilai kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja yang
terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu.
Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan paternalistik yaitu:
a. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat
informal tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan
untuk berindak dan berfikir sendiri. b. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat
pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa. c. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang
bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu
akan segala sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari
para bawahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Tipe yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut
dikagumi. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang kadang-kadang jumlahnya sangat besar. Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria
ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki
“kekuatan ajaib” yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang tertentu itu dipandang sebagai pemimpin yang
kharismatik. Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatika bahwa para
pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai- nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh
pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya otokratik, para pengikutnya tetap setia kepadanya.
Hanya saja jumlah pemimpin yang kharismatik ini tidak besar dan mungkin julahnya hanya sedikit. Ini pula lah yang menyebabkan sehingga
tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah karateristik pemimpin yang kharismatik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Tipe yang laissez faire Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak
diserahkan kepada bawahan. Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas
dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati
bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya. Dengan sikap organisasional demikian, tidak
alasan kuat untuk memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab dan tidak setia, dan sebagaianya.
Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan adalah nilai yang disarakan
kepada saling mempercayai yang besar. Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin.
2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif. 3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hal-hal tertentu yang nyata-nyata nye menuntut keterlibatannya secara langsung.
4. Status quo organisasional tidak terganggu. 5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak
yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan sendiri.
6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam
perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum. Penerapan gaya kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan
keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini
membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut selera masing-masing.
5. Tipe yang Demokratik Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama
antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:
1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk yang mulia dan derajatnya sama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan
pribadinya. 3. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai
tujuan bersama. 4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk
pengembangan dan kemajuan organisasi. 5. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih
berhasil dari sebelumnya. 6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan
kapasitanya menjadi pemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi.
Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih
obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta
tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.
1.5.1.2.2. Gaya Kepemimpinan Situasional Situasional Leadership
Pendekatan situasional atau kontingensi didasarkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh sifat- sifat dan
perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam organisasi. Model kepemimpinan dari pendekatan ini antara lain gaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kepemimpinan kontingensi Flidler, dan gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard.
Situasi adalah gelanggang yang perlu bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian besar pemimpin, situasi bisa menentukan
keberhasilan atau kegagalan, tetapi keliru jika menyalahkan situasi. Dalam menerapkan kepemimpinan situasional, seorang pemimpin harus
didasarkan pada analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan kondisi anggota atau anak buah yang
dipimpinnya. Kondisi bawahan merupakan faktor yang penting, karena selain sebagai individu bawahan juga sebagai kekuatan kelompok yang
kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi yang dimiliki pemimpin Veitzal Rivai, 2003:72.
1. Gaya Kepemimpinan Kontingensi Fiedler Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik
dan gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan bagaimana tindakan seorang pemimpin dalam situasi
tertentu kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku yang berpola tetapi berdasarkan situasi kemudian
melakukan pendekatan yang tepat. Dengan situasi yeng berbeda maka pendekatan yang dilakukanpun akan berbeda.
Gaya kepemimpinan ini mengemukakan tiga variable utama yang menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan
bagi pemimpin :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Kepemimpinan berorientasi pada struktur tugas the task structure
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh
mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
b. Kepemimpinan berorientasi pada hubungan. Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai
sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
c. Kekuatan posisi Position Power Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau
kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki
akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing- masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin misalnya menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan
pangkat demotions. Ketiga variable situasi ini dikatkan dengan pendekatan yang
berorientasi pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan
perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan efektifitas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa
perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan. Perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan akan efektif
dalam situasi yang moderat misalnya pemimpin yang menghadapi situasi ketika derajat variabel situasi hubungan pemimpin dan bawahan rendah,
tetapi kedua variabel yang lain derajatnya tinggi. Atau dalam situasi lain yaitu variable posisi kewenangan pemimpin derajatnya rendah tetapi
variabel yang lain derajatnya tinggi. Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku
pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang
dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.
2. Gaya Kepemimpinan Hersey dan Blanchard Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul
Hersey dan Kenneth Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannya
diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh
pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditunjukan dalam melaksankan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu Thoha, 1983:65.
Manajer harus mempu mengidentifikasi isyarat- isyarat yang terjadi di lingkungannya tetapi kemampuan mendiaknosis belum cukup untuk
berperilaku yang efektif. Pemimpin harus mampu untuk malakukan adaptasi kepemimpinan
terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya. Dimana seorang pemimpin harus mempunyai
fleksibelitas yang bervariasi. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuat dia harus diberlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi
yang mengganggap tidak praktis dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu mempertimbangkan setiap variable situasi. Dasar
gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard yaitu : a. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin
perilaku tugas.
b. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin
perilaku hubungan.
c. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan
tertentu.
Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau
pengikutnya. Teori ini menekankan hubungan pemimpin dengan anggota
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan pribadi yang dimiliki pemimpin.
Kematangan atau maturity adalah bukan kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota
dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan
mengarahkan diri sendiri. Jadi, variable kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas masing- masing tidak berarti
kematangan dalam segala hal. Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak
buah dalam menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi mereka dalam menyelesaiakan suatu tugas.
Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey- Blanchard dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing- masing
punya perbedaan tingkat kematangan sebagai berikut:
M1: Tingkat kematangan anggota rendah
Ciri-cirinya : adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugas, maksudnya: Kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas
rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab. Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh dari
kemampuan , kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan
ketersediaan dalam organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M2: Tingkat kematangan anggota rendah ke Sedang atau Moderat Rendah
Ciri- cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tapi mau bertanggung jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah
tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin
dicapai. Penyebabnya : anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti
pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi tinggi, menduduki jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu
berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.
M3: Tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi.
Ciri- cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau. Yaitu m,ereka yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi
karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan.
Penyebabnya : anggota merasa kecewa atau prustasi misalnya: baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan yang baru.
M4: Tingkat Kematangan Anggota Tinggi
Ciri- cirinya: anggota mau dan mampu, yaitu : mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
punya motivasi tinggi serta besar tanggungjawabnya. Mereka adalah yang berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan
tugas. Merteka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu berhasil.
Merujuk pada tingkat kematangan masing- masing kelompok atau anggota kelompok, maka perilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi
tercapainya efektifitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin terhadap tingkat kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas
dan perilaku hubungan. Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok secara
keseluruhan harus berbeda- beda dengan menghadapi individu anggota kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer dalam
menghadapi tiap- tiap individu harus berbeda- beda tergantung kematangannya. Masing- masing punya perbedaan tingkat kematangan.
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti
keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila mereka menyesuaiakan gaykepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak
buah. Tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat tingkat yaitu:
a. Intruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya, orang yang tidak mampu dan mau memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keyakinan. bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan dan dukungan, masih perlu bimbingan dari atasan tentang bagaimana,
kapan dan dimana mereka dapat melaksakanya tanggung jawabtugasnya.
b. Konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang, orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab
memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. pimpinanpemimpin perlu membuka komunikasi dua arah two way
communications, yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya.
c. Partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan
tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang diberikan. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini
pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan.
d. Delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau
mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun
pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugastangung
jawabnya Thoha, 1983:74-76.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5.1.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Peranan para pemimpin dalam suatu organisasi sangat sentral dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Hal
itu berarti efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang bersangkutan merupakan hal yang paling didambakan oleh semua pihak yang
berkepentingan dalam keberhasilan organisasi tersebut. Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam
menilai efektivitas seseorang, berarti ada kriteria lain yang dapat dan biasanya digunakan. Berbagai kriteria itu berkisar pada kemampuan
seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsi-fungsi kepemimpinan. Ada lima fungsi kepemimpinan Siagian, 2010:46 yaitu :
1. Pimpinan sebagai penentu arah Seorang pemimpin harus lah dapat menentukan arah yang akan
ditempuh sutu organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang tetap untuk
organisasinya. Strategik, tehnik, taktik, dan pengambilan keputusan serta kemampuan pimpinan dalam menentukan arah organisasi di
masa yang akan datang masa depan merupakan saham yang teramat penting dalam kehidupan organisasional untuk pencapaian tujuan
organisasi. 2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi
Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannnya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak di luar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
organisasi yang bersangkutan sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus mampu menjadi wakil dan juru bicara organisasi
dalam menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi.
3. Pimpinan sebagi komunikator yang efektif Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam organisasi
dilakukan melalui proses komunikasi, baik seara lisan maupun tertulis. Bahkan interaksi antara atasan dan bawahan , antara sesama pejabat
pimpinan, dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan terjadi dengan baik berkar komunikasi yang efektif.
Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat
dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan kewajiaban bagi setiap pemimpin.
4. Pimpinan sebagai mediator Pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator yang andal,
khususnya dalam hubungan ke dalam organisasi, terutama dalam menangani situasi terjadinya konflik.
5. Pimpinan sebagi integrator Di dalam suatu organisasi, tidak jarang terjadi adanya kotak-kotak
atau kumpulan golongan tertentu, baik itu yang bersifat negatif maupun positif. Seorang pemimpin memiliki fungsi sebagai integrator
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maksudnya seorang pemimpin harus mampu bersikap efektif, rasional, objektif, dan netral dalam menghadapi keadaan tersebut di atas.
1.5.2. Kinerja
1.5.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata performance, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan implementasi dari
perencanaan yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi,
motivasi, dan kepentingan Wibowo, 2007:34. Menurut Widodo 2005:78 kinerja adalah melakukan suatu kegiatan
dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan, atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.
Selanjutnya Suntoro dalam Tika, 2006:121 kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi alam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.
Dalam Mahsun 2006:25 kinerja adalah gambaan mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijakan dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perencananaan strategis strategic planning suau organisasi.
Menurut Mangkunegara 2009:67 dalam bukunya Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja
yaitu sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditamplkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.
1.5.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Menurut Mangkunegara 2009:16-17, faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi adalah
sebagai berikut: 1. Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis rohani dan fisik
jasmani. Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara
optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang menantang,
pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluar berkarier, dan fasilitas kerja yang
relatif memadai.
1.5.2.3. Pengukuran Kinerja
Dharma dalam bukunya Managemen Supervisi 2003:355 mengatakan bahwa hampir semua cara pengukuran kinerja
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.
2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang
direncanakan. Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara
2009:18 terdiri aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. d. Jumlah dan jenis pelayan dalam pemberian pekerjaan.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi: a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja c. Kemampuan mengaalisis data informasi dan kemampuan
menggunakan mesin peralatan d. Kemampuan mengevaluasi
1.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai
Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk
bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, gaya kepemimpinan
dapat menuntun pegawai untuk bekerja lebih giat, lebih baik, lebih jujur dan bertanggungjawab penuh atas tugas yang diembannya sehingga meraih
pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Dalam suatu organisasi yang besar, efektivitas seorang pemimpin tergantung pada kekuatan pengaruh gaya
kepemimpinannya terhadap atasan, rekan sejawat, dan pengaruhnya terhadap bawahan Yukl, 2005:174.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada
efektivitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu
organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama
terlihat dalam kinerja para pegawainya Siagian, 2010:84. Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-
kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada
bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya
mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap
pekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi. Sebagaimana yang
dikemukakan Kartono 2002:76, pemimpin adalah menggerakkan orang- orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan
dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-
masing dengan hasil yang diharapkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiring yang diperoleh melalui
pengumpulan data Sugiono, 2010:70. Adapun hipotesis yang dikemukakan penulis adalah “Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.
1.7. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1997:33. Untuk mendapatkan batasan-batasan yang jelas mengenai variabel-variabel
yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu :
a. Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya
secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi. b. Gaya kepemimpinan seseorang adalah norma perilaku yang digunakan
oleh sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Gaya Kepemimpinan Situasional adalah gaya kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh
sifat-sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam suatu organisasi.
d. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.
1.8. Definisi Operasional