Faktor Fisik-Kimia Perairan Pulau Ungge

25

4.3 Faktor Fisik-Kimia Perairan Pulau Ungge

Hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan meliputi suhu, pH, intensitas cahaya, salinitas, DO, BOD5, Total Suspended Solid TSS, Total Dissolved Solid TDS dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Nilai faktor fisik kimia perairan pada setiap stasiun penelitian No Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Suhu C 28,5 29 28 2 Intensitas cahaya Candela 790 720 680 3 Salinitas ‰ 31 31 30 4 pH - 7.9 7.80 7.80 5 DO mgl 6.00 6.1 5.5 6 BOD5 mgl 1,7 1,9 2,1 7 Total Suspended Solid TSS mgl 5 9 7 8 Total Dissolved Solid TDS mgl 31.7 32.3 32.2

4.3.1 Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor pembatas dari pertumbuhan karang. Dari Tabel 4.2 di atas diperoleh bahwa nilai suhu di setiap stasiun penelitian berada pada kisaran 28-29 C. Suhu tertinggi diperoleh pada stasiun 2 yaitu 29 C dan suhu terendah pada stasiun 3 yaitu 28 C. Berdasarkan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, kisaran suhu yang optimal untuk biota karang adalah 28-30 C. Jadi kisaran suhu di kawasan perairan ini masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan perkembangan biota karang. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Pulau Ungge oleh Sirait 2009, suhu perairan Pulau Ungge berkisar 28 C, sedangkan hasil penelitian ini diperoleh suhu dengan rata-rata 28,5 C. Namun peningkatan ini tidak langsung menyebabkan kematian pada karang. Neudecker 1987 menyatakan bahwa peningkatan suhu beberapa derajat di atas ambang batas ≈ 2-3 C dapat mengurangi laju pertumbuhan dan kematian yang luas pada spesies-spesies karang secara umum. 26

4.3.2 Intensitas Cahaya

Berdasarkan Tabel 4.2, nilai intesitas cahaya di perairan Pulau Ungge berada pada kisaran 720-820 candela. Pengukuran intesitas cahaya dilakukan pada waktu pagi menjelang siang. Hasil pengukuran intesitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 790 candela, disebabkan pada saat pengukuran cuaca cerah. Sedangkan nilai intesitas cahaya terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 680 candela disebabkan pada saat pengukuran cuaca mendung. Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi kehidupan terumbu karang. Adanya zooxanthelae yang bersimbiosis dengan karang menyebabkan karang umumya hidup di tempat dangkal dan jernih. Zooxanthelae tersebut memerlukan cahaya untuk proses fotosintesis, tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat juga akan berkurang. Veron 1995, karang pembangun terumbu memanfaatkan cahaya untuk produksi CaCO 3 . Selain itu cahaya diperlukan oleh karang untuk proses perkembangan larva karang. Penelitian Babcock dan Mundy 1996 pada skala laboratorium dengan menggunakan intesitas cahaya berbeda menyatakan bahwa cahaya merupakan variabel yang bertanggung jawab terhadap orientasi penempelan larva karang.

4.3.3 Salinitas

Nilai salinitas perairan pada stasiun penelitian berkisar 30-31 ‰. Stasiun 1 dan 2 memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi sebesar 31 ‰ disebabkan karena berhadapan langsung dengan samudera. Sedangkan stasiun 3 salinitas sebesar 30 ‰ karena berhadapan dengan daratan sumatera. Posisi pulau yang dekat dengan daratan pulau Sumatera dan adanya sungai yang mengalir langsung ke laut mampu mempengaruhi nilai salinitas. Penelitian sebelumnya oleh Sirait 2009, hasil pengukuran untuk salinitas di Pulau Ungge berkisar 29‰. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan salinitas di perairan Pulau Ungge. Peningkatan salinitas diduga karena semakin tingginya aktivitas manusia baik di sekitar sungai maupun di pesisir laut Pulau Ungge. 27 Menurut Supriharyono 2000, pengaruh salinitas terhadap hewan karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan pengaruh alam seperti run-off, badai dan hujan. Selanjutnya Buddeimer dan Kinzie 1976 dalam Muttaqien 2012, karang tidak dapat bertahan di perairan yang memiliki salinitas dibawah 25‰ atau di atas 40‰.

4.3.4 pH

Hasil pengukuran pada stasiun penelitian nilai pH perairan berkisar 7,8 – 7,9. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, pH perairan laut berkisar 7-8,5. Hal ini menunjukkan bahwa pH perairan Pulau Ungge masih tergolong baik untuk biota laut sesuai dengan standar baku mutu air laut. Derajat keasaman pH dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan pencemar dalam air Effendi, 2003. Menurut Burke et al. 2012, peningkatan CO 2 di lautan dapat mengubah kimia lautan. Peningkatan pengasaman laut dapat meperlambat laju pertumbuhan karang dan pada akhirnya akan melemahkan karang. Perubahan nilai pH terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu dengan nilai pH yang bervariasi Simajuntak, 2012.

4.3.5 DO Demand of Oxygen

Hasil pengukuran oksigen terlarut di lokasi penelitian berkisar antara 5,5 -6,1 mgL. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, bahwa DO perairan untuk mendukung kehidupan biota laut adalah 5 mgL. Hal ini menunjukkan bahwa DO perairan Pulau Ungge masih bagus untuk kehidupan biota laut. Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi kehidupan karang. Oksigen terlarut digunakan dalam proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak. Adanya perubahan konsentrasi oksigen terlarut dalam badan air dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian karang dan efek tidak langsung berupa peningkatan tingkat toksisitas bahan pencemar Romimohtarto, 1991. 28 Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut Salmin, 2005. Odum 1971 menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut akan bertambah dengan semakin bertambah suhu dan akan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Kedalaman juga memberikan pengaruh, dimana semakin bertambah kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut.

4.3.6 BOD Biochemical Oxygen Demand

Nilai BOD 5 pada lokasi penelitian berkisar antara 1,4-2,1 mgL. Berdasarkan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, batas BOD 5 perairan laut untuk mendukung biota laut adalah 20 mgL. Hal ini menunjukkan bahwa BOD 5 hasil penelitian masih mendukung untuk kehidupan biota laut. Parameter BOD 5 , secara umum digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran. Menurut Wirosarjono 1974 dalam Salmin 2005, Nilai BOD dengan kisaran 0-10 termasuk dalam kategori pencemaran rendah, nilai 10-20 termasuk dalam kategori pencemaran sedang dan nilai 25 termasuk dalam kategori pencemaran tinggi. Hasil pengukuran nilai BOD 5 menunjukkan bahwa perairan Pulau Ungge termasuk dalam kategori tingkat pencemaran rendah. BOD merupakan parameter yang menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan bahan-bahan- bahan buangan dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut DO dalam air, maka kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen untuk diuraikan adalah tinggi Kristanto, 2002.

4.3.7. TSS Total Suspended Solid

Hasil Pengukuran TSS di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit BTKLPP Provinsi Sumatera Utara berkisar 5 – 9 mgL. Berdasarkan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, batas padatan tersuspensi total suatu perairan untuk mendukung biota 29 laut adalah 20 mgL. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah padatan yang tersuspensi dalam badan air di perairan pulau ungge memenuhi untuk kehidupan karang. Padatan tersuspensi total, kecerahan dan kekeruhan perairan merupakan parameter yang saling berkaitan Kusumaningtyas et al, 2014. Menurut Connel Miller 1995, zat padat tersuspensi mampu menghambat penetrasi cahaya matahari, sehingga proses fotosintesis dalam perairan oleh organisme fotosintetik tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari udara. Menurut Brown 1987 dalam Sirait 2009 salah satu ancaman terbesar bagi terumbu karang adalah peningkatan populasi manusia terutama di wilayah pesisir dan pembangunan. Sejalan dengan adanya pembangunan mengakibatkan jumlah aliran air tawar terus meningkat dan membawa sedimen dalam jumlah besar, nutrient dalam kadar yang tinggi yang berasal dari pertanian atau sistem pembuangan, dan juga bahan pencemar lain seperti bahan bakar minyak dan insektisida. Akibatnya sedimentasi ini dapat menutup terumbu karang atau menyebabkan peningkatan kekeruhan pada lingkungan perairan karena penyuburan eutrofikasi yang dapat menurunkan jumlah cahaya matahari yang mencapai karang serta dapat menyebabkan pemutihan dan kematian karang.

4.3.8 TDS Total Dissolved Solid

Hasil pengukuran sampel air laut di laboratorium BTKLPP Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan bahwa total dissolved solid berada pada kisaran 31,7 mgL- 32,3 mgL. Menurut Sastrawijaya 2000 jumlah padatan terlarut TDS mencerminkan jumlah kepekatan dalam suatu contoh air yang mempengaruhi ketransparanan dan warna air. 4.4 Analisis Korelasi Faktor Fisik Kimia Perairan terhadap Persentase Tutupan Karang Hidup di Pulau Ungge. Hasil uji korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan persentase tutupan dapat dilihat pada Tabel 4.3. 30 Tabel. 4.4 Nilai korelasi antara faktor fisik-kimia terhadap persentase tutupan karang Parameter Fisika Kimia Nilai Korelasi Suhu -0,656 Intensitas cahaya 0,469 Salinitas -0,191 pH 0,141 DO -0,341 BOD5 -0,326 Total Suspended Solid -0,982 Total Dissolved Solid -0,848 Hasil uji korelasi antara beberapa faktor fisik kimia perairan dengan persentase tutupan karang hidup, dimana hubungan yang positif + adalah hubungan yang searah antara faktor fisik kimia perairan dengan persentase tutupan artinya semakin tinggi nilai faktor fisik kimia perairan maka semakin tinggi nilai persentase tutupan karang sedangkan hubungan yang negative - adalah hubungan yang berlawanan antara faktor fisik kimia dengan persentase tutupan karang artinya semakin tinggi nilai faktor fisik kimia maka semakin rendah nilai persentase tutupan karang. Berdasarkan tabel korelasi di atas dapat diketahui bahwa intensitas cahaya dan pH berkorelasi posistif sedangkan suhu, salinitas, DO, BOD5, TSS dan TDS berkorelasi negatif. Hasil analisis uji korelasi juga menunjukkan hubungan masing-masing parameter fisik kimia perairan terhadap persentase tutupan karang. Berdasarkan tabel korelasi di atas, dapat diketahui bahwa Total Suspended Solid, Total Disolved Solid interval 0,848 – 0,982 memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap persentase tutupan karang di Pulau Ungge. Suhu memiliki korelasi yang kuat terhadap persentase tutupan karang dengan nilai 0,656. Intensitas cahaya, DO dan BOD5 berkorelasi cukup interval 0,326 – 0,469. Sedangkan pH dan Salinitas memiliki nilai korelasi yang sangat lemah dibandingkan parameter fisik kimia lainnya interval 0,141 -0,191. Korelasi yang sangat kuat antara persentase tutupan karang dengan TSS dan TDS disebabkan karena TSS dan TDS merupakan parameter fisika-kimia yang berkaitan terhadap kekeruhan dan kecerahan suatu perairan. Sebaran dan total padatan secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi biota laut. Secara langsung akan berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mekanik biota laut 31 dan secara tidak langsung akan menghalangi penetrasi cahaya matahari yang berdampak terhadap proses fotosintesis dan kadar oksigen terlarut dalam perairan Tomascik et al., 1991. Hasil uji korelasi juga menunjukkan bahwa suhu berkorelasi kuat terhadap persentase tutupan karang hidup di Pulau Ungge. Hal ini disebabkan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi stabilitas dari ekosistem terumbu karang. Menurut Adriman et al 2012 suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas metabolisme, perkembangbiakan dan proses fisiologis organisme. Selanjutnya Kurniawan 2011 selain kecepatan metabolisme dan reproduksi, suhu juga mempengaruhi perombakan bentuk luar dari karang, dan sebaran karang.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan