Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah dapat memberikan
kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan hak milik sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai
yang lebih tinggi.
14
B. Perjanjian Sewa-menyewa dan Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa- menyewa
Perjanjian sewa-menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikanmenyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUHPerdata
Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah
“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain manfaat dan kegunaan dari suatu
barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut itu telah menyanggupi dan menyetujui
pembayarannya”. Dari defenisi Pasal 1548 KUHPerdata dapat dilihat bahwa ada 3 tiga
unsur yang melekat, yaitu: 1. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan pada umumnya pemilik
barang dengan pihak penyewa yang memakai barang. 2.
Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan.
14
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3. Pemanfaatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan
pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu dan sudah disepakati pula. Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa,
maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang sebagai berikut:
a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan pada umumnya pemilik
barang dengan pihak penyewa pemakai barang. b.
Pihak yang menyewakan atau menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan dan dipakai.
c. Pemakaian berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan
pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula. Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa,
maka penyewa yang diserahi barang yang untuk dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang. Pada hakekatnya
sewa-menyewa tidak dimaksud untuk jangka waktu yang berlangsung terus- menerus melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan
berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula. Mengingat hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.
Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam undang-undang dalam Pasal 1548 KUHPerdata tersebut tidak memberikan
penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada beberapa pasal lain dalam KUHPerdata yang menyinggung tentang waktu sewa.
Pasal 1570 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu
pemberhentian untuk itu.
Pasal 1571 KUHPerdata. “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada
waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang
diharuskan menurut kebiasaan setempat”. Dari dua pasal tersebut tampak bahwa di dalam perjanjian sewa-menyewa,
batas waktu merupakan hal yang penting dan meskipun dalam Pasal 1548 KUHPerdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-
undang memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.
1. Perjanjian Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa adalah perjanjian dimana pihak yang menyewakan tersebut mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak penyewa manfaat atas
suatu benda selama waktu tertentu dengan pembayaran harga sewa tertentu Pasal 1548 KUHPerdata. Berdasarkan pada rumusan pasal tersebut, dapat diidentifikasi
empat unsur utama sewa-menyewa yaitu subjek sewa-menyewa, perbuatan sewa- menyewa, objek sewa-menyewa, dan jangka waktu sewa-menyewa. Keempat
unsur tersebut dibahas dalam uraian selanjutnya. Dalam bahasa inggris, perjanjian sewa-menyewa disebut hire agreement.
15
Walaupun dalam Pasal 1548 KUHPerdata dikatakan bahwa sewa- menyewa itu berlangsung selama waktu tertentu, yang berarti bahwa dalam
perjanjian sewa-menyewa harus selalu ditentukan tenggang waktu tertentu. Tetapi
Universitas Sumatera Utara
dalam perjanjian sewa-menyewa itu dapat juga tidak ditetapkan suatu jangka waktu tertentu. Asal sudah disetujui harga sewa untuk satu jam, satu hari, satu
bulan, dan lain-lain. Jadi para pihak bebas untuk menentukan berapa lama waktu tersebut. Dalam praktek pada umumnya perjanjian sewa-menyewa ini diadakan
untuk jangka waktu tertentu, sebab para pihak menginginkan adanya suatu kepastian hukum bagi mereka.
1. Subjek sewa-menyewa
Istilah sewa-menyewa menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu. Pihak pertama disebut “yang menyewakan, yaitu pihak
yang membutuhkan sejumlah uang sewa dan pihak kedua yang dapat disebut “penyewa” yaitu pihak yang membutuhkan atas suatu benda yang ingin dinikmati
melalui proses tawar-menawar offer and acceptance. Pihak pertama disebut pihak yang menyewakan dan pihak kedua disebut pihak penyewa.
Sewa-menyewa dapat diartikan sebagai perbuatan sehari-hari yang terjadi antara pihak yang menyewakan benda tertentu untuk sekadar memperoleh
sejumlah uang dan pihak penyewa untuk sekadar memenuhi kebutuhan dan manfaat atas benda tertentu selama waktu tertentu. Akan tetapi, secara khusus,
sewa-menyewa dapat juga menjadi suatu sumber mata pencarian bagi pihak yang menyewakan benda. Dalam hubungan ini, pihak yang menyewakan benda dapat
berstatus sebagai pengusaha produsen profit oriented, sedangkan pihak penyewa dapat sebagai manusia pribadi, konsumen, badan hukum yang menikmati benda.
16
15
Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hal 345
16
Ibid . hal, 346
Universitas Sumatera Utara
2. Perbuatan sewa-menyewa
Perbuatan sewa-menyewa memiliki lima unsur yang harus melekat didalamnya yakni persetujuan, penyerahan benda sewaan, pembayaran uang sewa,
waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa. a.
Persetujuan adalah perbuatan yang menyatakan tercapai kata sepakat antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa mengenai benda yang
disewakan, uang sewa, waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa.
b. Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda yang
disewakan dari pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa untuk
dipergunakan.
c. Pembayaran uang sewa adalah perbuatan memberikan sejumlah uang dari
pihak penyewa kepada pihak yang menyewakan sebagai kontraprestasi
atas benda yang dikuasai untuk dipergunakan oleh pihak penyewa.
d. Waktu sewa adalah ukuran jangka waktu lamanya proses sewa-menyewa
berlangsung.
e. Persyaratan sewa-menyewa adalah ketentuan yang disepakati bersama
untuk memungkinkan pemenuhan kewajiban dan memperoleh hak pihak
yang menyewakan dan pihak penyewa.
3. Objek sewa-menyewa
Objek sewa-menyewa adalah benda dan sewa. Benda yang menjadi objek sewa-menyewa adalah harta kekayaan yang berupa benda bergerak dan tidak
bergerak, berwujud dan tidak berwujud, harus benda tertetu atau dapat ditentukan, dan benda itu memang yang boleh disewakan atau diperdagangkan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, benda yang disewakan itu statusnya jelas dan sah menurut hukum dan diketahui jelas atau calon penyewa atas tawaran dari pihak yang menyewakan dan
didukung pula oleh alat bukti yang sah. Harga sewa selalu dinyatakan dalam jumlah uang, tetapi boleh juga dinyatakan baik berupa benda atau jasa.
17
Peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata dapat diberlakukan untuk segala macam sewa-menyewa mengenai
semua jenis benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik yang disewakan menurut waktu tertentu maupun yang tidak
menurut waktu tertentu. Dengan demikian sudah jelas bahwa peraturan sewa- menyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata diberlakukan untuk
semua jenis benda yang menjadi objek segala macam sewa-menyewa dan harga sewa.
Harga sewa yang dapat diberlakukan sering juga dalam bentuk sewa borongan. Bentuk sewa sering digunakan dalam kegiatan pengangkutan benda
atau penumpang, antara lain kapal laut, pesawat udara, kereta api, dan bus pariwisata. Bentuk sewa sering digunakan menurut waktu atau menurut perjalanan
yang dilengkapi dengan nahkoda, pilot, masinis, dan pengemudi yang tunduk pada pemerintah penyewa.
4. Jangka waktu sewa-menyewa
Jangka waktu sewa dalam Pasal 1548 KUHPerdata dinyatakan dengan “waktu tertentu”. Apa yang dimaksud dengan waktu tertentu? Dalam praktik
sewa- menyewa, yang dimaksud “waktu tertentu” adalah jangka waktu yang
17
Ibid ., hal 346
Universitas Sumatera Utara
dihitung menurut kelaziman, misalnya jumlah jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Jangka waktu tersebut dapat juga digunakan dalam bentuk sewa, baik sewa
menurut waktu maupun sewa menurut perjalanan. Bentuk sewa biasa digunakan pada jasa pengangkutan darat, laut, udara, dan kereta api. Waktu tertentu ini
digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lama proses sewa-menyewa berlangsung yang sesuai dengan jumlah uang sewa pada saat pembayaran uang
sewa, dan berakhirnya waktu sewa. Menurut ketentuan Pasal 1579 KUHPerdata, pihak yang menyewakan
tidak dapat menghentikan sewa-menyewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Pasal ini
ditujukan dan hanya diberlakukan pada sewa-menyewa dengan waktu tertentu. Contohnya adalah orang sudah menyewakan bendanya untuk jangka waktu tiga
tahun tidak dapat memutuskan sewa-menyewa jika jangka waktu tersebut belum berakhir walaupun dengan alasan hendak memakai sendiri benda yang disewakan
itu. Akan tetapi, apabila pihak yang menyewakan benda itu tidak menentukan
jangka waktu sewa, maka dia berhak menghentikan proses sewa-menyewa setiap saat dengan mengindahkan waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan
penghentian sewa-menyewa menurut kebiasaan setempat. Namun ketentuan sewa- menyewa yang diatur dalam Buku III Bab VII KUHPerdata berlaku untuk semua
sewa-menyewa benda bergerak dan tidak bergerak, baik dengan waktu tertentu maupun jangka waktu yang tidak tertentu karena waktu tertentu “bukan syarat
mutlak” untuk perjanjian sewa-menyewa.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui jangka waktu tertentu berlakunya sewa-menyewa, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu:
a. Kepastian jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
Misalnya, satu tahun terhitung sejak ditandatanginya perjanjian sewa- menyewa. Jika perjanjian ditandatangani 10 Januari 2009, maka
perhitungan jangka waktu satu tahun sejak 10 Januari 2009 dan akan berakhir 10 Januari 2010.
b. Tarif sewa untuk setiap unit waktu
Misalnya, ditentukan secara harian tarif kamar hotel 350 ribu rupiah, tetapi tidak ditentukan berapa hari menginap satu hari, jangka waktu berakhirnya
pukul 13.00 hari besoknya. c.
Penafsiran pasal-pasal tertentu dalam peraturan sewa-menyewa Misalnya, Pasal 1579 KUHPerdata tidak menentukan jangka waktu sewa,
dapat diakhiri
dengan penafsiran
untuk dipakai
sendiri dan
pemberitahuannya kepada penyewa dalam waktu yang layak menurut kebiasaan setempat.
5. Hubungan kewajiban dan hak
Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan pihak yang menyewakan untuk menyerahkan penguasaan benda guna dinikmati dan memperoleh sewa
serta keterikatan penyewa untuk membayar sewa dan memperoleh kenikmatan atas benda yang disewa. Berdasarkan pada uraian tersebut, jelas bahwa sebagian
dari suatu sistem hukum, sewa-menyewa memiliki unsur-unsur sistem:
Universitas Sumatera Utara
a. Subjek hukum
Pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. b.
Status hukum Untuk kepentingan diri sendiri atau pihak lain.
c. Peristiwa hukum
Persetujuan penyerahan penguasaan bezit benda untuk dinikmati dan pembayaran sewa sebagai imbalan selama jangka waktu tertentu.
d. Objek hukum
Benda dan sewa sebagai prestasi. e.
Hubungan hukum Keterikatan pihak-pihak untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak.
6. Sewa-menyewa tertulis dan tidak tertulis
Perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara tidak tertulis yaitu:
a. Secara tertulis
Apabila dibuat secara tertulis, berlakulah ketentuan Pasal 1570 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, apabila sewa-
menyewa dibuat secara tertulis, sewa-menyewa itu berakhir demi hukum jika waktu sewa yang ditentukan telah lampau, tanpa
diperlukan pemberitahuan untuk itu. b.
Secara tidak tertulis Apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis, maka
berlakulah ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata. Menurut ketentuan
Universitas Sumatera Utara
pasal tersebut, apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis. Sewa-menyewa itu tidak berakhir pada waktu ditentukan,
tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewa- menyewa dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan
menurut kebiasaan setempat. Jadi, tanpa pemberitahuan tersebut, pihak yang menyewakan dianggap telah menyetujui perpanjangan sewa-
menyewa untuk jangka waktu yang sama. Jangka waktu pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak
penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa. Pihak penyewa meskipun tetap memakai bendanya, tidak dapat mengajukan alasan telah terjadi
sewa-menyewa ulang secara diam-diam Pasal 1572 KUHPerdata. Jika setelah berakhirnya sewa-menyewa yang dibuat secara tertulis pihak penyewa tetap
menguasai benda yang disewa dan dibiarkan menguasainya. Dengan demikian terjadi sewa-menyewa baru yang akibatnya diatur menurut perjanjian tidak tertulis
Pasal 1573 KUHPerdata. Menurut kebiasaan yang dialami dalam praktik sewa-menyewa, jangka
waktu pemberitahuan untuk menentukan apakah sewa-menyewa akan diteruskan atau dihentikan, tergantung juga pada jangka waktu berlakunya sewa-menyewa
itu. Apabila jangka waktu berlakunya itu satu bulan, maka pemberitahuan harus sudah disampaikan kepada penyewa selambat-lambatnya tiga hari sebelum
berakhir jangka waktu sewa-menyewa. Apabila jangka waktu berlaku itu satu tahun atau lebih, pemberitahuan harus sudah disampaikan kepada penyewa
selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya sewa-menyewa.
Universitas Sumatera Utara
Apabila pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa meskipun pihak
penyewa tetap menguasai dan menikmati benda yang disewanya itu, dia tidak dapat menyatakan adanya sewa-menyewa berulang secara diam-diam. Dengan
habisnya jangka waktu sewa-menyewa, berakhirlah sewa-menyewa itu. Penyewa
wajib mengembalikan benda yang disewa kepada pihak yang menyewakan.
Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikanmenyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUH
Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama periode suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang
oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.
18
Pasal 1548 KUHPerdata menggunakan istilah sewa-menyewa huur en verhuur
. Perkataan tersebut seolah-olah memberikan pengertian yang sama yang dapat menimbulkan salah pengertian seolah-olah para pihak saling sewa
menyewakan antara mereka. Padahal sebenarnya tidak demikian dan yang benar- benar terjadi adalah satu pihak menyewakan barang kepada pihak penyewa dan si
penyewa membayar sejumlah harga atas barang yang disewakan. Dengan perkataan lain, hanya sepihak saja yang menyewakan dan bukan saling sewa
menyewakan antara mereka. Karena itu yang dimaksud dengan sewa-menyewa dalam Pasal 1548KUHPerdata tersebut tiada lain ialah persewaan.
18
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 2002, hal. 123.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian sewa-menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini adalah suatu perjanjian konsensuil yang artinya perjanjian ini sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Peraturan tentang sewa-menyewa ini berlaku untuk segala
macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak
memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.
19
1. Wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie, yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang merupakan kewajibannya dan telah ditetapkan dalam
perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun undang-undang. Adapun unsur-unsur wanprestasi antara lain:
a. Adanya perjanjian yang sah.
Maksudnya perjanjian sah apabila terdapat syarat sahnya perjanjian, antara lain adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para
pihak, objek tertentu dan kausal atau dasar yang halal. b.
Adanya kesalahan karena kelalaian dan kesengajaan. Maksud kelalaian adalah dalam hal suatu perjanjian yang dimaksudkan
untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila kemudian ternyata dilakukannya sesuatu perbuatan yang seharusnya tidak untuk dikerjakan
dengan dilakukannya sesuatu tersebut.
19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
c. Adanya kerugian.
Maksudnya disini adalah bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. d.
Adanya sanksi. Maksud sanksi disini dapat berupa kewajiban membayar kerugian yang
diderita oleh pihak lawan ganti rugi, berakibat pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara apabila masalahnya sampai
di bawa ke pengadilan.
20
Akibat dari wanprestasi tersebut adalah munculnya suatu ganti rugi bagi pihak yang merasa dirugikan. Menurut Nieuwenhuis, kerugian adalah
berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain.
KUHPerdata hanya mengatur tentang ganti rugi dari kerugian yang bersifat material berwujud yang dapat dinilai dengan uang dan tidak mengatur ganti rugi
dari kerugian yang bersifat immaterial, tidak berwujud moral, ideal. Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak terjadinya
kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata: ”pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan
kreditur sejak sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi
tanggungannya.
20
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Rajawali Persada, Jakarta, 2003, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa-Menyewa