FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHIMPUNAN TABUNGAN PADA BANK UMUM NASIONAL DI INDONESIA.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGHIMPUNAN TABUNGAN PADA BANK UMUM

NASIONAL DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Program Studi Ekonomi

Oleh :

DIMAS ALLAN YOLANDA

0611010094 / FE / IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN “

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Pertama – tama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT serta Sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang peneliti susun dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHIMPUNAN TABUNGAN PADA BANK UMUM NASIONAL DI INDONESIA” ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Namun, tanpa bantuan pembimbing yaitu Bapak Dra. EC. Titiek Nurhadiyati yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan – masukan, dan saran dengan tidak bosan – bosannya kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. motivasi, saran dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak, peneliti tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Untuk itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa hormatdan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :


(3)

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur. 3. Bapak Drs. EC. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan

Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak Dra. EC. Titiek Nurhadiyati, selaku Dosen wali yang

telah meluangkan waktu dalam membimbing dan mendampingi penulis selama menempuh pendidikan didalam perkuliahan.

5. Bapak – bapak dan ibu – ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi penulis.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik cabang Surabaya, dan Bank Indonesia cabang Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data – data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ayahanda, Ibunda, beserta keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik – baiknya.


(4)

8. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan.

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak – pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb

Surabaya, Juli 2010


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori ... 14

2.2.1.1. Pengertian Bank ……… 14

2.2.1.2. Fungsi Bank ……….. 15

2.2.1.3. Manajemen Dana Perbankan ……… 16

2.2.1.4. Sumber Dana Bank………... 18

2.2.1.5. Alokasi Dana Bank ... . 2

2.2.2. Pendapatan Nasional... 21

2.2.2.1. Hubungan Pendapatan dan Simpanan... ... 23

2.2.3. Tingkat Bunga... 26

2.2.3.1. Pengertian Dasar Tingkat Bunga... 26

2.2.3.2. Tingkat Bunga Menurut Teori Leonable Funds... .. 27

2.2.3.3. Liquidity Prefence (Keynesia)... 29

2.2.3.4. Hubungan Tingkat Bunga dan Simpanan... 30


(6)

2.2.4. Inflasi... .. 31

2.2.4.1. Macam Inflasi... 31

2.2.4.2. Metode Perhitungan Angka Inflasi... 34

2.2.4.3. Hubungan Inflasi dan Tabungan... .. 35

2.2.5. Likuiditas... .. 35

2.2.5.1. Pengertian Likuiditas... 36

2.2.5.2. Fungsi Likuiditas Bank... 37

2.2.5.3. Metode Pengukuran Likuiditas... 39

2.2.5.4. Manajemen Likuiditas Bank... 41

2.2.5.5. Hubungan Likuiditas dan Tabungan... .. 41

2.2.6. Paradigma Kerangka Pikir... .. 43

2.2.7. Hipotesis... ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 46

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 47

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 47

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 48

3.4.1. Teknik Analisis ... 48

3.4.2. Uji Hipotesis ... 50

3.5. Uji Asumsi Klasik ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 58

4.1.1. Kondisi Geografis... 58

4.1.2. Kependudukan... 58

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 59


(7)

4.2.2. Perkembangan Pendapatan Nasional... 60

4.2.3. Perkembangan Tingkat Suku Bunga... 61

4.2.4. Perkembangan Tingkat Inflasi... 62

4.2.5. Perkembangan Tingkat Likuiditas Bank... 63

4.3. Analisis dan Uji Hipotesis... 64

4.3.1. Pengujian hasil Analisis Regresi Klasik Sesuai Dengan Asumsi BLUE... 64

4.3.2. Analisis dan Pengujian Hipotesis... 68

4.3.3. Uji Hipotesis Secara Simultan... 69

4.3.4. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 71

4.3.5. Pembahasan... 77

BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1. Kesimpulan... 79

5.2. Saran... 81

DAFTAR PUSAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL


(8)

Tabel 1 : Perkembangan Tabungan Tahun 1994-2008... 59

Tabel 2 : Perkembangan Pendapatan Nasional Tahun 1994-2008... 60

Tabel 3 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga Tahun 1994-2008... 61

Tabel 4 : Perkembangan Tingkat Inflasi Tahun 1994-2008... 62

Tabel 5 : Perkembangan Likuiditas Bank Tahun 1994-2008... 63

Tabel 6 : Hasil Uji Multikolinier... 66

Tabel 7 : Tes Heterokedastisitas dengan korelasi Rank Spearman... 67

Tabel 8 : Analisis Varian ANOVA... 69

Tabel 9 : Hasil Analisis Variabel X Terhadap Y... 71

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Hubungan antara Pendapatan Konsumsi dan Simpanan... 26

Gambar 2 : Dana Investasi... ... 28

Gambar 3 : Hubungan antara Tingkat Bunga dan Simpanan... 31

Gambar 4 : Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation... 33

Gambar 5 : Distribusi Daerah Keputusan Autokorelasi ... 56


(9)

Gambar 7 : Distribusi Kriteria Penerimaan / Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keselurhan... 70 Gambar 8 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor

Pendapatan Nasional (X1) Terhadap Tabungan (Y)... 72 Gambar 9 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor

Tingkat Suku Bunga (X2) Terhadap Tabungan (Y) ... 73 Gambar 10 : Kurva Distribusi Hasil Analisa Secara Parsial Faktor

Tingkat Inflasi (X3) Terhadap Tabungan (Y) ... 74 Gambar 11 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor

Tingkat Likuiditas Bank (X4) Terhadap Tabungan (Y)... 75

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Input

Lampiran 2 : Regresi Linear Berganda Model Summary Lampiran 3 : ANOVA

Lampiran 4 : Collenierity Diagnostics Lampiran 5 : Nonparametric Correlations Lampiran 6 : Tabel Uji F

Lampiran 7 : TAbel Uji t

Lampiran 8 : Tabel Durbin – Watson


(10)

Abtraksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan tabungan pada bank bank umum di Indonesia

Oleh :

Dimas Allan Yolanda.

Bank umum adalah lembaga keuangan kegiatan pokoknya menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan ke pihak yang kelebihan dana dalam bentuk pinjaman. Salah satu jenis simpanan masyarakat pada bank yang mempunyai peranan besar adalah beberapa faktor yang meliputi pendapatan nasional (X1), tingkat suku bunga (X2), tinkat inflasi (X3) dan likuiditas bank (X4) terhadap penghimpunan tabungan (Y).

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data berkala (time series data) dengan periode waktu 13 tahun ( 1993-2005). Jenis data yang digunakan adalah : data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait yaitu BPS (Badan Pusat Statistik) Surabaya. Cara pengumpulan data dengan : Study kepustakaan, yaitu teori diperoleh berdasarkan buku-buku dan literatur-literatur yang sesuai dengan penulisan skripsi; Model analisis mengunakan regresi linier berganda dan selanjutnya dilakukan uji hipotesis, untuk mengetahui pengaruh, dengan menggunakan uji-t, uji-f disertai dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate).

Dari suatu hasil analisa data menunjukkan bahwa variabel X secara simulan berpengaruh nyata terhadap jumlah tabungan di Indonesia (Y). Diketahui dari uji-F, diperoleh Fhitung = 31,812 > Ftabel = 3,48. Sedangkan secara parsial menunjukkan, bahwa variabel pendapatan nasional (X1) berpengaruh nyata terhadap penghimpunan tabungan di Indonesia (Y) dimana Fhitung (X1) 3,920 > t tabel 2,228 ; t hitung (X2) -1,714 < t tabel 2,228 ; t hitung (X3) 1,175 < t tabel 2,228. Sedangkan tingkat likuiditas bank (X4) tidak berpengaruh nyata terhadap


(11)

x

penghimpunan tabungan di Indonesia (Y) dimana thitung (X4) = 4,742 > t tabel 2,228.

Kata kunci : Tingkat Likuiditas Bank, Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Pendapatan Nasional, Tabungan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak tahun pemerintahan orde baru, pembangunan Indonesia di titik beratkan pada pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Agar tingkat kemakmuran selalu meningkat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk.

Suatu perkembangan dan pembangunan ekonomi memiliki aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif yang menyangkut penambahan output atau produk yang dihasilkan sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi dan perubahan kelembagaan serta masalah pemanfaatan dari adanya pertumbuhan ekonomi. Perkembangan dan pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang yang telah mencerminkan terjadinya suatu peningkatan taraf hidup masyarakat pada negara tersebut. (Sukirno, 1992 : 13)

Sedangkan suatu proses pembangunan perekonomian merupakan suatu proses perkembangan dan pembangunan yang menyangkut kegiatan ekonomi secara menyeluruh baik disektor moneter maupun sektor riil. Kedua sektor tersebut harus seimbang, artinya kemajuan disektor riil tanpa diimbangi oleh kemajuan disektor moneter akan mengakibatkan berbagai masalah, misalnya para pelaku ekonomi disektor riil akan kesulitan dalam pendanaan untuk investasinya.


(13)

Demikian pula sebaliknya, kemajuan disektor moneter harus pula diimbangi dengan kemajuan disektor riil.

Seperti negara berkembang pada umumnya, Indonesia mengalami kekurangan dana domestik guna membiayai pembangunan. Sehubungan dengan hal ini Indonesia perlu mendatangkan modal asing untuk menutupi kekurangan tabungan domestik untuk keperluan investasi agar target pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dapat dicapai.

Untuk melakukan semua itu diperlukan dukungan dari lembaga keuangan, karena pembangunan itu sendiri membutuhkan adanya tambahan investasi dan modal kerja, dengan tingkat suku bunga yang relatif murah. Namun demikian, rendahnya tingkat suku bunga akan mengurangi minat masyarakat untuk menabung sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan. Dalam kaitan dengan inilah tingkat bunga harus ditetapkan pada suatu tingkat dimana keinginan masyarakat untuk menabung masih tetap tinggi dan kegiatan investasi tidak terhambat. (Goeltom, 1996 : 5)

Untuk mencapai kondisi tersebut terus berusaha mendorong pertumbuhan perekonomian melalui serangkaian kebijakan, agar tercipta iklim yang lebih kondusif bagi perkembangan perekonomian secara umum. Salah satu kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah kebijakan moneter yang antara lain diarahkan pada tersedianya likuiditas yang cukup untuk menunjang kelangsungan kegiatan pembangunan yaitu adanya sumber yang cukup mampu menyediakan dana secara tetap dan berkesinambungan.


(14)

Hal ini dimulai pada 1 Januari 1983, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang disebut dengan deregulasi perbankan 1 Juni 1983. Yang berdampak meningkatnya kemampuan perbankan dalam menghimpun dana. Hal ini disebabkan oleh dinaikkannya tingkat suku bunga deposito perbankan oleh bank-bank pemerintah sehingga suku bunga riil tabungan naik yang pada akhirnya mendorong masyarakat umum untuk menyimpan uangnya pada lembaga perbankan. (Lihat tabel 1.1)

Namun perjalanan perekonomian Indonesia pada periode 1983-1987, merupakan periode yang cukup berat. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi internasional tekanan pada perekonomian dalam negeri, yang kemudian disusul dengan adanya krisis kepercayaan terhadap rupiah. Akibatnya banyak dana dari masyarakat digunakan untuk spekulasi dollar.

Melihat kondisi perekonomian di dalam negeri yang semakin memburuk, yang pada dasarnya disebabkan oleh besarnya ketergantungan perekonomian pada tabungan pemerintah. Hal ini membuat otoriter moneter kembali mengeluarkan kebijakan baru kebijakan itu bertujuan menggairahkan kembali perekonomian pada tabungan pemerintah kebijakan itu dikenal dengan kebijakan pemerintah pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), ini ditujukan untuk lebih memacu pengerahan dana masyarakat dengan cara memberikan kemudahan dalam pendirian bank, kantor cabang dan cabang pembantu. Selain itu, bertujuan pula untuk mendorong ekspor non-migas, efisiensi lembaga-lembaga keuangan dan


(15)

perbankan, membuka peluang kesempatan kerja lebih banyak, serta pengembangan investasi melalui pasar modal. (Nasution, 1991 : 7)

Upaya pemulihan ekonomi tidak sepenuhnya berhasil. Memasuki bulan Juli 1997 Indonesia kembali dikejutkan oleh terjadinya depresi nilai tukar rupiah terhadap US dollar yang antara lain disebabkan oleh adanya perilaku spekulasi mata uang rupiah, hal ini juga terjadi di negara-negara ASEAN yang lain. Krisis nilai tukar tersebut pada gilirannya berkembang menjadi krisis moneter yang berwujud memburuknya sistem perbankan nasional, yang memaksa pemerintah untuk melakukan likuiditas terhadap 16 bank pada awal november 1997. Tindakan pemerintah melikuiditas 16 bank tersebut memberi dampak negatif terhadap sejumlah bank dan semakin memperparah kondisi likuiditas perbankan nasional. Ditambah pula, ancaman kredit macet semakin besar sehingga secara teknis banyak bank yang sudah bangkrut karena modal maupun asetnya jauh lebih kecil dari pada kewajiban-kewajibannya.

Sementara itu dalam upaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi, pemerintah menerapkan kebijakan moneter super ketat, yang mengakibatkan suku bunga membumbung tinggi. Kebijakan uang ketat yang diterapkan oleh pemerintah menimbulkan kelesuhan disektor riil. Krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi (politik, sosial, budaya, dan keamanan) dan memberikan dampak yang sangat parah bagi kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia.


(16)

Dalam tahun 1998 perekonomian Indonesia mengalami kontraksi yang sangat besar dimana pertumbuhan ekonomi -13,2 % dan inflasi meningkat pesat menjadi 77,6 %, upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah belum sepenuhnya membuahkan hasil. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 1999 kendati sudah positif tetapi angkanya hanya sebesar 0,2 %. Namun demikian, sudah dicapai keberhasilan dalam mengendalikan harga, ditunjukkan oleh angka inflasi dalam setahun hanya sebesar 1,23 % serta menurunnya suku bunga perbankan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama sebelum krisis lebih disebabkan oleh penumpukan stok modal asing ketimbang peningkatan produktifitas tenaga kerja. Adanya deregulasi sektor keuangan di akhir dekade 1980-an telah berdampak pada meningkatnya arus modal masuk khususnya melalui hutang swasta. (Lihat tabel 1.1)

Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengurangi ketergantungan dari arus modal asing (terutama arus modal jangka pendek) dan pinjaman luar negeri, yang telah menjadi salah satu penyebab ambruknya perekonomian Indonesia. Dalam kaitan dengan inilah, maka usaha mobilisasi dana domestik merupakan masalah yang sangat penting, agar penggunaan modal asing serta pinjaman luar negeri dapat dikurangi. Salah satu institusi yang mempunyai peranan penting dalam menghimpun dana masyarakat adalah lembaga perbankan. Upaya untuk menghimpun dana masyarakat pada bank yang berupa simpanan giro, deposito dan tabungan, perlu lebih diintensifkan agar semakin besar jumlahnya bagi kegiatan investasi pada berbagai kegiatan ekonomi.


(17)

Dari ketiga jenis simpanan masyarakat pada bank tersebut, yang paling besar adalah tabungan. Sementara itu berdasarkan pemilik saham, bank umum di Indonesia dibagi menjadi empat yaitu bank umum pemerintah, bank umum pemerintah daerah, bank umum swasta nasional dan bank swasta asing. Dari keempat jenis bank umum tersebut, bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional memiliki peran yang dominan dalam menghimpun tabungan masyarakat. Agar supaya usaha penghimpunan dana masyarakat khususnya tabungan oleh bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional dapat berjalan efektif, diperlukan suatu penelitian empiris guna mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya serta sejauh mana dampak dari faktor tersebut.

Berdasarkan kajian literatur dan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, penulis mengemukakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi penghimpunan tabungan masyarakat oleh bank-bank umum di Indonesia, yaitu pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan tingkat likuiditas. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini diajukan dengan judul :

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghimpunan Tabungan pada Bank Umum Nasional di Indonesia”


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dinyatakan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor-faktor pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan likuiditas bank mempunyai pengaruh terhadap penghimpunan tabungan pada bank umum nasional di Indonesia?

2. Dari faktor-faktor tersebut diatas manakah yang mempengaruhi dominan terhadap penghimpunan tabungan pada bank umum pemerintah dan bank umum nasional di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh dari faktor-faktor pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan likuiditas bank terhadap penghimpunan tabungan pada bank umum nasional di Indonesia.

2. Untuk menganalisis faktor yang mempunyai pengaruh dominan terhadap penghimpunan tabungan pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional di Indonesia.


(19)

8

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pemerintah dalam upaya mobilisasi dana domestik terutama tabungan masyarakat yang disimpan pada lembaga-lembaga perbankan di Indonesia.

2. Penelitian juga diharapkan dapat dipakai sebagai rekomendasi pada lembaga perbankan secara umum di Indonesia dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan tabungan masyarakat.

3. Lebih jauh lagi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dalam pengetahuan, khususnya bidang moneter dan perbankan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sebelumnya

1. Boediono (2001 : 6) melakukan penelitian tentang “pengaruh penghimpunan deposito berjangka pada umum pemerintah dan bank umum swasta nasional di Indonesia”. yang dilakukan terhadap beberapa variabel, variabel-variabel tersebut antara lain pendapatan nasional, tingkat inflasi, total aktiva bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional dan jumlah kantor bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh nyata secara bersama dari variabel-variabel diatas terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional di Indonesia, diterima. Hal ini terlihat dari nilai F sebesar 147,847 dengan probabilitas kurang dari 0,05. Dari seluruh variabel ternyata pendapatan nasional dan total aktiva bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional mempunyai pengaruh dominan terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional, diterima. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat koefisien determinasi dari masing-masing variabel bebas, dimana variabel total bank memiliki koefisien determinasi yang terbesar yaitu 64,40%.


(21)

2. Suhartini (1995 : 30) meneliti adanya “faktor-faktor yang mempengaruhi dana deposito berjangka rupiah yang dihimpun oleh bank swasta”. Dengan menggunakan variabel bebas sebagai berikut yaitu pendapatan perkapita, tingkat suku bunga deposito berjangka, tingkat inflasi dan jumlah kantor bank swasta nasional. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa keseluruhan variabel diatas berpengaruh secara simultan terhadap simpanan deposito berjangka pada bank swasta nasional di Indonesia sebesar (α) = 0,025 diperoleh thitung untuk pendapatan perkapita sekitar 31,0477 > ttabel = 2,447 dan untuk jumlah kantor bank sebesar -6,438 < ttabel = -2,447. Jadi pendapatan perkapita dan tingkat suku bunga deposito berpengaruh nyata positif. Sedangkan jumlah kantor bank berpengaruh negatif terhadap simpanan deposito berjangka rupiah pada bank swasta nasional di indonesia.

3. Adi (2001 : 6) melakukan penelitian tentang mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan domestik di Indonesia tahun 1975-1997”. Variabel yang digunakan untuk mengetahui variasi variabel terikat yaitu : utang luar negeri pemerintah, utang luar negeri swasta, ekspor, gross domestik prodact dan investasi asing langsung. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hutang luar negeri pemerintah dan swasta yang ditanggung pemerintah dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hutang luar negeri pemerintah bersifat komplementer terhadap beberapa domestik.


(22)

2. Hutang luar negeri swasta yang tidak ditanggung pemerintah dalam jangka pendek berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hutang luar negeri swasta bersifat substitusi terhadap tabungan domestik.

3. Ekspor dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan. Ekspor berperan komplementer bagi tabungan domestik. Ekspor merupakan variabel paling kuat dalam mempengaruhi tabungan domestik.

4. gross domestik prodact dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif dan tidak signifikan.

5. Investasi langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Investasi asing langsung berperan sebagai substitusi terhadap tabungan domestik.

4. Hundarwati (1995 : 39) melakukan penelitian tentang “pengaruh likuiditas bank swasta terhadap mobilitas tabungan di Indonesia”. Dengan menggunakan variabel bebas antara lain likuiditas bank, tingkat suku bunga, kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan tingkat suku bunga antar bank (Interbank Rate). Hasil analisis secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan adanya pengaruh secara nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat, yang berarti ke empat variabel bebas yaitu likuiditas bank, tingkat suku bunga, kredit likuiditas Bank Indonesia dan tingkat suku bunga antar bank periode sebelumnya mampu menjelaskan variabel terikat tabungan masyarakat dengan R


(23)

multiplayer sebesar 0,985. Hal ini menunjukkan keduanya sangat kuat. Namun secara parsial atau individu ternyata faktor tingkat suku bunga antar bank tidak berpengaruh secara nyata, sedangkan variabel likuiditas bank dan kredit likuiditas Bank Indonesia ternyata berpengaruh secara nyata terhadap tabungan masyarakat.

5. Wahyuaji (1999 : 3) meneliti tentang “pengaruh keputusan masyarakat untuk menabung”. Variabel-variabel yang digunakan yaitu tingkat pendapatan perkapita, tingkat suku bunga dan jumlah kantor bank. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat pengaruh yang nyata secara simultan antara faktor-faktor pendapatan perkapita, tingkat suku bunga dan jumlah kantor bank yang semuanya sebagai variabel bebas terhadap jumlah simpanan, sedangkan jumlah kantor bank tidak terdapat pengaruh yang nyata.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut perbedaan dengan yang diajukan oleh penulis. Penulis menggunakan variabel tergantung : tabungan (saving deposit) sedangkan pada variabel bebas menggunakan : pendapatan nasional, tingkat suku bunga, inflasi dan likuiditas bank. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah pada Boediono menggunakan variabel tergantung : deposito berjangka dan variabel bebas, ke empat peneliti menggunakan : total aktiva dan jumlah kantor bank. Pada Adi perbedaannya terletak pada variabel bebas yaitu


(24)

utang luar negeri swasta, ekspor, dan investasi. Berbeda lagi pada Suhartini perbedaannya terletak pada variabel tergantung yaitu deposito berjangka, dan variabel bebasnya yang berbeda yaitu jumlah kantor bank. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hundarwati perbedaannya terletak di variabel terikat yaitu likuiditas bank, dan variabel bebasnya yaitu kredit likuiditas Bank Indonesia dan tingkat suku bunga antar bank. Dan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuaji perbedaannya terletak di variabel terikat yaitu keputusan masyarakat untuk menabung dan variabel bebasnya yaitu jumlah kantor bank.

2.2. Landasan Teori

2.2.1.1. Pengertian bank

Lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan berperan penting dan amat strategis dalam menggerakkan laju perekonomian suatu negara. Berdasarkan UU No. 10/1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi lain diberikan Siamat yang menyebutkan bahwa bank adalah suatu organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan pemilik bank. (Siamat, 1993 : 12)


(25)

Definisi lain diberikan oleh Jusuf (1992 : 1) menyatakan bahwa bank adalah perantara sektor yang kelebihan dana (surplus) dengan sektor yang kekurangan dana (minus). Bank menerima simpanan dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan ke pihak lain yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman. Dari dana yang ditempatkan di bank, maka pada si surplus menerima pengembalian tertentu dari bank sebagai imbalannya yang dikenal dengan istilah bunga. Pada sisi lain si minus yang menggunakan dana dari bank harus membayar bunga kepada bank.

2.2.1.2. Fungsi Bank

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang paling penting peranannya dalam masyarakat adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank mempunyai beberapa fungsi pokok yaitu : (Sinungan, 1993 : 111)

1. Sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat.

2. Sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga yang memberi kredit.

3. Sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.


(26)

Sehubungan dengan fungsinya menurut UU No. 10/1998 tentang Perbankan, bank dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.2.1.3. Manajemen Dana Perbankan

Manajemen dana perbankan adalah pengelolaan penghimpunan dana-dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku.


(27)

Ruang lingkup kegiatan manajemen dana bank adalah : (Sinungan, 1994 : 156)

1. Segala aktivitas bank dalam rangka penghimpunan dana-dana masyarakat.

2. Aktivitas bank untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan penyediaan uang tunai bagi pemeliharaan kepentingan masyarakat penyimpan.

3. Penempatan dana dalam bentuk kredit sebagai usaha pelayanan akan kebutuhan uang masyarakat dan penempatan dana dalam bentuk lain, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, demi kepentingan rentabilitas (profitability).

4. Pengelolaan modal bank agar dapat berfungsi wajar sesuai dengan peranannya selaku penggerak aktivitas.

2.2.1.4. Sumber Dana Bank

Bank sering disebut sebagai finansial business entity karena komoditi yang digunakan dalam kegiatannya senantiasa berkaitan dengan uang (Siamat, 1993 : 91). Oleh Bank Indonesia, sumber dana bank dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :


(28)

1. Dana dari modal sendiri.

Sering disebut equity capital, menggunakan dana yang berasal dari pemilik bank atau pemegang saham termasuk agio saham dan hasil keuntungan yang diperoleh dari operasional bank (Siamat, 1993 : 112) yang termasuk dana dari modal sendiri antara lain :

a. Modal disektor, yakni dana yang merupakan selisih antara modal dasar bank pada saat bank berdiri dengan modal yang belum disetor.

b. Sisa laba tahun lalu, yakni sisa laba yang belum bagikan.

c. Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh bank dari kegiatan operasinya pada tahun berjalan.

d. Cadangan-cadangan, yakni bagian dari laba yang disisikan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya.

e. Egio saham, yaitu lebih (plus) yang didapat dari nilai nominal dengan harga jual saham bank.

2. Dana pihak ketiga.

Sering disebut sebagai dana masyarakat, dana ini merupakan sumber dana terbesar paling diandalkan oleh bank, dan dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :


(29)

a. Giro atau demand deposito adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana pembayaran lainnya atau dengan pemindahan bekuan (UU No. 10/1998 pasal 1 ayat 6).

b. Deposito berjangka atau time deposit adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada kurun waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (UU No. 10/1998 pasal 1 ayat 7).

c. Tabungan atau saving deposit adalah simpanan yang penarikannya hanya dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu (UU No. 10/1998 pasal 1 ayat 8). Dengan adanya penyelenggaraan tabungan oleh bank, maka saat ini bank-bank cukup agresif untuk menghimpun dana dengan melalui pengenalan berbagai produk tabungan.

3. Dana pinjaman dari pihak ketiga lainnya.

Dana ini bersumber dari bank maupun non bank, terdiri dari :

a. Pinjaman antar bank, adalah pinjaman dari bank lainnya guna memenuhi kebutuhan dana ataupun memberikan bantuan dalam bentuk tenaga asli.


(30)

b. Kredit likuiditas Bank Indonesia, sejak deregulasi perbankan 1 Juni 1983, fasilitas kredit likuiditas yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas tidak lagi disediakan kecuali untuk sektor-sektor yang dianggap berprioritas tinggi.

c. Fasilitas diskonto, yakni penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank atau dasar diskonto. Fasilitas ini merupakan upaya terakhir bagi bank central sebagai lender of last resort. (Siamat, 1993 : 111)

d. Pinjaman luar negeri, bank dapat menggali dana dari luar negeri yang diperoleh bank dari bank ataupun bukan bank luar negeri. Bank yang menerima pinjaman luar negeri harus melaporkan ke Bank Indonesia.

e. Obligasi dan saham, obligasi merupakan bukti hutang dari emiten yang dijamin dengan agunan berupa harta kekayaan milik emiten atau pihak ketiga dari emiten atau pemegang yang menanggung janji pembayaran bunga atau janji serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo saham merupakan surat berharga yang diperjual belikan. Sejak awal tahun 1980 an bank-bank telah memulai untuk menggali sumber dana dari masyarakat


(31)

2.2.1.5. Alokasi Dana Bank

Dari dana yang berhasil dihimpun oleh bank dari berbagai macam sumber, sudah selayaknya bank mempersiapkan strategi penempatan dana berdasarkan rencana alokasi dengan tujuan untuk mencapai tingkat probabilitas yang cukup dan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap terjamin. (Sinungan, 1994 : 166) Pada dasarnya alokasi dana bank dapat diperinci sebagai berikut :

1. Non earning assets (aktiva yang tidak menghasilkan), meliputi :

a. Primary reserve, yaitu prioritas penggunaan dana untuk kebutuhan-kebutuhan yang secara terus menerus harus dipenuhi. Dana ini dikenal sebagai likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank.

b. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan investasi. 2. Earning assets (aktiva yang menghasilkan), meliputi :

a. Secondary reserves, yaitu penanaman dana bank dalam bentuk surat berharga jangka pendek seperti wesel, sertifikat deposito, SBI, SBPU, yang dapat diperdagangkan dan dicairkan menjadi alat likuid.


(32)

b. Kredit yang diberikan (loan) adalah yang dipinjamkan kepada pihak ketiga yang berupa kredit, jangka menengah dan jangka panjang.

2.2.2. Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional adalah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara dalam waktu satu tahun. Nilai produksi dan jasa tersebut pada akhirnya merupakan nilai pendapatan semua komponen masyarakat yang terlibat dalam proses produksi barang dan jasa. Dengan demikian pendapatan nasional merupakan total pendapatan yang diterima oleh semua unsur anggota masyarakat di suatu negara. Tingkat pendapatan nasional juga menggambarkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan ekonomi di suatu negara disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi adalah besarnya kenaikan pendapatan nasional yang dicapai dalam waktu satu tahun, yang biasa dinyatakan dalam persen. (Samuelson dan Nordhaus, 1994 : 132)

Untuk menghitung nilai pendapatan nasional ada tiga pendekatan yang bisa dipakai : (Arsyad, 1993 : 18)

1. Product approach (pendekatan produksi)

Pendapatan nasional dihitung berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima oleh semua faktor dalam perekonomian.


(33)

2. Income approach (pendekatan pendapatan)

Pendapatan nasional dihitung berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima oleh semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi oleh suatu negara.

3. Expenditure approach (pendekatan pengeluaran)

Pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan semua dari komponen masyarakat.

Perhitungan pendapatan nasional dengan product approach, akan menghasilkan dua konsep pendapatan nasional, gross nasional product dan gross domestik product. Gross Nasional Product (GNP) adalah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan warga negara, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan Gross Domestik Nasional (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri baik oleh warga negara sendiri maupun oleh orang asing atau perusahaan asing. (Arsyat, 1993 : 18)

Nilai GDP dapat lebih besar atau lebih kecil dari pada GNP, apabila GDP suatu negara lebih besar dari pada GNP-nya (biasanya terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia), maka penanaman modal asing di negara itu lebih besar dari pada penanaman modal negara itu di luar negeri. Selisih jumlah antara GDP dan GNP disebut net faktor payment atau net faktor income to abroad. (Arsyad, 1993 : 19)


(34)

Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi, yang merupakan kenaikan pendapatan nasional yang dipakai bukan angka nominalnya, tetapi nilai riilnya. Pendapatan nasional riil bisa dihitung dengan cara mendefinisikan pendapatan nasional menurut harga yang berlaku yaitu dengan menilainya kembali harga-harga pada tahun dasar. Dengan demikian apabila ingin mendapat nilai GNP riil atau GNP atas harga konstan (GNP at constant price) adalah dengan cara membagi GNP at market price dengan indeks harga, kemudian dikalikan 100, laju pertumbuhan ekonomi didapatkan dari pendapatan nasional riil yang dalam presentase. (Arsyad, 1992 : 22)

2.2.2.1. Hubungan Pendapatan dan Simpanan

Untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan dan simpanan (saving), bisa digunakan pendapatan Keynes, disebutkan bahwa setiap proses produksi dalam perekonomian akan mempunyai akibat ganda disuatu pihak proses produksi akan menghasilkan barang dan jasa, sedangkan dipihak lain akan memberikan imbalan kepada faktor-faktor produksi yang terlibat didalamnya. Imbalan tersebut dapat berupa upah atau gaji bagi para tenaga kerja, bunga bagi pemilik modal, sewa bagi pemilik tanah atau sumber daya alam lainnya, dan dapat berupa keuntungan bagi para pengusaha dengan kata lain, proses produksi menghasilkan pendapatan dalam masyarakat, yaitu bagi sektor rumah tangga. (Boediono, 1996 : 36)


(35)

Menurut Keynes tidak semua dari pendapatan yang diterima seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disimpan sebagai simpanan (saving) (Boediono, 1998 : 37). Suatu kenaikan dalam pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan simpanan, tetapi tidak sebesar kenaikan dari tingkat pendapatannya. Hubungan antara pendapatan, konsumsi dan simpanan dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut : (Reksoprayitno, 1993 : 48)

C = a + bY S = -a + (1- b)Y Dimana :

C = Konsumsi agregat S = Simpanan agregat a = Konsumsi otonom Y = Pendapatan agregat

B = Marginal Propensity to Consume (MPC) (1 – b) = Marginal Propensity to Save (MPS)

Dari kedua persamaan diatas kita dapat melihat bahwa terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan konsumsi dan simpanan (saving). Konsumsi ekonomi adalah besarnya konsumsi pada saat seseorang tidak memperoleh penghasilan, hal ini terjadi karena orang tersebut harus melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun orang


(36)

tersebut tidak mempunyai penghasilan. Untuk memenuhi konsumsinya, seseorang harus dapat melakukan pinjaman sehingga besarnya simpanan adalah negatif (-a).

Besarnya konsumsi dan tabungan seseorang tergantung pada besarnya kecenderungan marginal untuk melakukan konsumsi (marginal propensity to consume / MPC) dan kecenderungan marginal untuk menyimpan (marginal to save / MPS). MPC adalah besarnya bagian dari tambahan pendapatan yang akan dipakai untuk konsumsi, sedangkan MPS adalah besarnya dari tambahan pendapatan yang tidak dibelanjakan melainkan untuk disimpan. (Reskoprayitno, 1993 : 49)

Hubungan antara pendapatan, konsumsi dan simpanan dapat dijelaskan melalui gambar 2.1 pada gambar tersebut, besarnya konsumsi dan simpanan diukur pada sumbu vertikal, sedangkan pendapatan pada sumbu horisontal. Disaat seseorang tidak memiliki penghasilan, maka konsumsi yang ia keluarkan sebesar (a) sehingga ia melakukan dissaving sebesar (-a), di titik E dimana kurva konsumsi berpotongan dengan garis 45. Seluruh pendapatannya digunakan untuk berkonsumsi sehingga simpanan nol (Y = C), dari gambar tersebut kita juga melihat bahwa baik kurva konsumsi tabungan memiliki slope positif, yang berarti keduanya memiliki hubungan positif dengan tingkat pendapatan.

Ada dua hal yang perlu digaris bawahi mengenai kurva konsumsi dan simpanan diatas. Pertama, bahwa nilai MPC dan MPS setara nol dan


(37)

satu. Kedua, bahwa fungsi konsumsi tersebut menunjukkan perilaku agregat dari rumah tangga dalam perekonomian, dan bukan perilaku konsumen secara individual sesuai fungsi permintaan mikro. Konsumsi dan simpanan total dari masyarakat, sedangkan pendapatan adalah pendapatan total masyarakat. (Boediono, 1998 : 39)

C , S 45° C

a

S

0 Y

-a

Gambar 2.1. Hubungan antara Pendapatan, Konsumsi dan Simpanan

Sumber : Soedijono Reksoprayitno, 1993 : 48, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 B, BPFE, Yogyakarta.


(38)

2.2.3. Tingkat Bunga

2.2.3.1. Pengertian Dasar Tingkat Bunga

Tingkat bunga merupakan harga dan penggunaan uang atau dapat dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Seperti halnya harga barang-barang lain, harga dari penggunaan uang atau tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran).

Tingkat suku bunga menurut Boediono adalah harga dari penggunaan dana uang atau dana untuk jangka waktu tertentu atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.

Tingkat bunga berkaitan dengan kurun waktu di dalam kegiatan ekonomi. Pengertian bunga sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah yang akan datang. (Boediono, 1988 : 76)

Dalam analisa ekonomi, terdapat pandangan yang menghubungkan antara tingkat suku bunga dengan tabungan masyarakat, yaitu pandangan dari ahli ekonomi klasik yang berkeyakinan bahwa jumlah tabungan yang dilakukan oleh masyarakat di tentukan oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin besar tabungan yang dilakukan oleh masyarakat. (Sukirno, 1985 : 324)


(39)

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat bunga dalam penyimpanan tabungan adalah tingkat balas jasa yang diperoleh masyarakat penyimpanan dana yang dimilikinya. Tinggi rendahnya tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank akan berpengaruh terhadap tabungan.

2.2.3.2. Tingkat Bunga Menurut Teori Loanable Funds

Menurut teori klasik, tingkat bunga adalah harga dari penggunaan dana yang tersedia untuk dipinjamkan. (Boediono, 1998 : 116) dalam suatu periode, ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan sebagai kebutuhan konsumsinya selama periode tersebut. Mereka ini adalah kelompok penyimpan yang secara bersama-sama membentuk penawaran atau supplay akan loanable funds. Dipihak lain, dalam periode yang sama ada anggota masyarakat yang memberikan dana, mungkin karena ingin berkonsumsi lebih dari pada pendapatan yang diterima dalam periode tersebut, atau ada yang lebih penting karena mereka adalah para pengusaha yang memerlukan dana untuk operasi atau perluasan usahanya. Mereka ini adalah investor, dan jumlah dari keseluruhan kebutuhan mereka akan membentuk permintaan akan loanable funds. Selanjutnya para penyimpan dan para investor ini bertemu di pasar loanable funds, dan dari proses tawar-menawar diantara sesama mereka akhirnya akan dihasilkan tingkat bunga keseimbangan. (Boediono, 1998 : 77)


(40)

Tingkat Bunga (%)

S

R

I

0 0 F

Dana Investasi (loanable funds)

Gambar 2.2. Tingkat Bunga Keseimbangan di Pasar Investasi.

Sumber : Boediono, 1998 : 77, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 B, BPFE, Yogyakarta.

2.2.3.3. Liquidity Preference (Keynesian)

Tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut Keynes, liquidity preference atau permintaan akan uang bersumber pada tiga motif, yaitu : motif transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Permintaan akan uang dilandasi oleh keinginan seseorang untuk tetap likuid, untuk memenuhi ketiga motif tersebut. (Boediono, 1998 : 82)

Memegang uang tunai akan menjaga ke-likuid-an orang tersebut. Keinginan untuk tetap likuid inilah yang menyebabkan orang bersedia membayar harga tersebut untuk penggunaan uang.


(41)

Teori Keynes ini menekan adanya hubungan langsung antara kesediaan untuk membayar harga uang tersebut (bunga) dengan unsur permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa permintaan uang akan naik jika tingkah bunga rendah dan permintaan uang akan kecil jika tingkat bunga tinggi.

Inti dari teori ini adalah bahwa untuk dapat berspekulasi di pasar surat berharga, orang perlu memegang uang tunai. Dan karena kegiatan spekulasi ini menghasilkan keuntungan, maka orang bersedia untuk membayar harga tersebut (Boediono, 1998 : 83). Kemungkinan keuntungan itu sendiri timbul karena adanya ketidakpastian mengenai perkembangan tingkat bunga (atau harga obligasi) di masa depan. Hanya dalam suasana kepastianlah orang bisa berspekulasi.

Teori Keynes menganjurkan untuk menetapkan tingkat suku bunga serendah mungkin agar bisa merangsang peningkatan pengeluaran investasi. Pada gilirannya, peningkatan investasi dapat meningkatkan produksi nasional dan menciptakan kesempatan kerja. (Nasution, 1991 : 136)

2.2.3.4. Hubungan Tingkat Bunga dan Simpanan

Hubungan antara tingkat bunga dan simpanan dapat dijelaskan dengan teori loanable funds, yaitu merupakan sisi supplay dari loanable funds. Sisi supplay dari loanable funds menerangkan hubungan antara tingkat bunga dan simpanan, dimana hubungan kedua variabel tersebut bersifat,


(42)

semakin besar tingkat bunga akan meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan, sehingga jumlah simpanan masyarakat pada lembaga perbankan akan naik. (Lihat gambar 2.5)

Dari pendapat yang dilakukan diatas dapat diuraikan bahwa dengan naiknya tingkat bunga simpanan, masyarakat akan menunda penggunaan kelebihan dananya untuk konsumsi sekarang (diluar kebutuhan sehari-hari) dengan harapan akan memperoleh pendapatan untuk konsumsi yang lebih banyak di masa mendatang. Dengan begitu maka masyarakat akan menginvestasikan kelebihan dananya pada bank. Hal ini terjadi karena masyarakat akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dengan naiknya tingkat bunga tersebut.

S

Tingkat Bunga (%)

0 Simpanan

Gambar 2.5. Hubungan Antara Tingkat Bunga dan Simpanan

Sumber : Boediono, 1998 : 77, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi , BPFE, Yogyakarta.


(43)

2.2.4. Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, karena bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1998 : 161)

2.2.4.1 Macam Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung tujuan kita. Penggolongan pertama berdasarkan atas “parah” tidaknya inflasi tersebut. Disini kita membedakan beberapa macam inflasi : (Boediono, 1986 : 162)

1. inflasi ringan (di bawah 10% setahun) 2. inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun) 3. inflasi berat (antara 30% - 100% setahun) 4. hiperinflasi (di atas 100% setahun)

Penggolongan yang kedua adalah berdasarkan faktor-faktor yang menyebutkan timbulnya inflasi. Atas dasar ini inflasi dibedakan menjadi dua, yaitu : (Nopirin, 1998 : 28)

1. Demand pull inflation.


(44)

2. Cost push inflation.

Demand pull inflation adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Sedangkan cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Untuk memberikan keterangan yang lebih jelas tentang kedua jenis inflasi tersebut, diberikan ilustrasi seperti tampak pada gambar 2.6.

Gambar 2.6a menggambarkan suatu demand pull inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan percetakan uang atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor) maka kurva aggregat demand bergeser dari D1 ke D2, akibatnya tingkat harga untuk naik dari H1 ke H2.

Harga S Harga S2

S1

H1 H4

H2 D2 H3

D D1

0 Q1 Q2 output 0 Q4 Q5 output Gambar 2.6. Demand pull inflation dan Cost push inflation.


(45)

Sumber : Boediono, 1998 : 163, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi , BPFE, Yogyakarta.

Sedangkan gambar 2.6b menggambarkan suatu cost push inflation. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa bila biaya produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang di datangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (agregat supplay) bergeser dari S1 ke S2, akibatnya tingkat harga umum naik dari H3 ke H4, akibatnya dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan output, tidak berbeda, tetapi dari segi output (GDriil) ada perbedaan. Dalam kasus demand pull inflation, biasa ada kecenderungan untuk output naik bersama-sama dengan kenaikan umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva agregat supplay, semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastis kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost push inflation biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).

2.2.4.2. Metode Perhitungan Angka Inflasi

Perhitungan inflasi khususnya di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), yang didasarkan atas kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK). Biro Pusat Statistik setiap bulan menghitung IHK dari masing-masing 27 ibukota propinsi, yang kemudian digabungkan pada tingkat nasional.


(46)

Secara ringkas IHK dihitung berdasarkan 2 komponen utama, yaitu : (Suwito, 1996 : 2)

1. Pola konsumsi masyarakat, direfleksikan dalam bentuk diagram timbangan dari berbagai jenis barang dan jasa yang termasuk dalam keranjang belanja keluarga.

2. Perkembangan harga dari masing-masing jenis barang dan jasa yang termasuk dalam keranjang belanja tersebut.

Indeks harga konsumen adalah angka indeks harga yang tertimbang dengan timbangan besarnya rata-rata pengeluaran yang dibayar oleh keluarga di wilayah tertentu. Timbangan ini diperoleh pada tahun yang digunakan sebagai tahun dasar dari angka indeks tersebut. Inflasi berdasarkan kenaikan indeks harga konsumen, dengan rumus : (Suwito : 3)

IHK ( t ) – IHK ( t-1 )

Inflasi ( t ) = x 100

IHK ( t-1 )

Dimana :

Inflasi ( t ) = Besarnya inflasi pada tahun t


(47)

IHK ( t-1 ) = Indeks Harga Konsumen pada tahun t-1

2.2.4.3. Hubungan Inflasi dan Tabungan

Naiknya laju inflasi, sementara tingkat bunga simpanan di bank tetap, maka akan mengakibatkan turunnya tingkat bunga riil perbankan. Kondisi ini akan mempengaruhi perilaku penyimpanan akan cenderung mengurangi simpanannya di bank dan digunakan untuk melakukan pembelian barang dan jasa atau diinvestasikan dalam bentuk lain. Sehingga meningkatnya laju inflasi, dengan tidak diikuti dengan kenaikan tingkat bunga, akan dapat mengakibatkan menurunnya simpanan masyarakat, pada lembaga perbankan.

2.2.5. Likuiditas

Pada akhir ini setelah diberlakukan kebijaksanaan uang kertas oleh pemerintah, dan adanya beberapa bank yang mengalami kesulitan likuiditas, isu likuiditas bank menjadi berita yang cukup populer di beberapa surat kabar di Indonesia, bahkan ada suatu kata wasiat yang harus diingat oleh bankir setiap kali menghadapi masalah likuiditas, yaitu tiada bank yang bangkrut karena rentabilitas, tetapi suatu bank akan bangkrut karena likuiditas, kata bijak itu jelas menunjukkan bahwa nasabah likuiditas merupakan masalah yang tidak dapat dipandang ringan dalam menata bisnis perbankan (Latumaelissa, 17 : 1996). Sering kali membicarakan masalah


(48)

likuiditas, berarti masalah menyediakan minimum alat likuid seperti yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia akan masalah utama dalam likuiditas adalah menerjemahkan kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. Suatu pemenuhan kewajiban yang jatuh tempo pada suatu saat dapat jauh diatas minimum alat likuid yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, dalam hal-hal sedemikian rupa sehingga mampu menutupi semua kewajiban yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia.

2.2.5.1. Pengertian Likuiditas

Secara umum likuiditas dapat diartikan sebagai komponen untuk kewajiban membayar uang kas apabila diperlukan. Definisi ini bersifat umum dan mungkin dapat diberlakukan pada perorangan atau lembaga perusahaan apa saja yang termasuk perbankan. Dalam pengertian seperti, likuiditas mempunyai peranan yang penting bagi suatu perusahaan.

Ada beberapa definisi likuiditas bank yang dikenalkan dibeberapa buku. Menurut Simonangkir ( 1989 : 107 ) bahwa likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya yang segera ditarik, untuk mengukur likuiditas diperoleh dari banyaknya uang tunai yang dimiliki seseorang atau dapat dicapai dengan menjual harta kekayaannya. Hal inilah yang mengharuskan setiap bank untuk mempertahankan alat-alat likuidnya dalam jumlah tertentu.


(49)

Menurut pendapat lain, likuiditas bank adalah kesanggupan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang sudah jatuh tempo. Bagi bank likuiditas dapat diartikan secara spesifik, yaitu kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan sebelum jatuh tempo dan memberikan pinjaman (loan) kepada masyarakat yang memerlukannya (wasis, 1993 : 33).

Selain itu ada yang mengungkapkan bahwa likuiditas bank yaitu kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito atau simpanan oleh deposan atau penitip. Dengan kata lain, suatu bank dikatakan liquid apabila bank tersebut dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari para penitip dana maupun dari para peminjam atau debitur. (Latumaelissa, 1999 : 19)

2.2.5.2. Fungsi Likuiditas Bank

Dari penjabaran pengertian likuiditas bank dapat dilihat beberapa fungsi likuiditasnya, antara lain sebagai berikut : (Latumaelissa, 1999 : 21)

1. Mampu memberikan rasa aman kepada para nasabah bank.

Jadi fungsi utama likuiditas adalah jaminan bahwa uang yang disimpan atau dipinjamkan kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank tersebut pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, sepanjang


(50)

bank tersebut dinilai mempunyai likuiditas tinggi, pemilik dana tidak akan ragu – ragu menempatkan atau menyimpannya di bank tersebut. Sebaliknya, apabila bank dinilai mempunyai problem likuiditas (meskipun kecil), pemilik dana akan berfikir berkali – kali untuk menempatkan uangnya di bank tersebut.

2. Menjamin tersedianya dana bagi setiap permohonan kredit yang telah disetujui.

Pada dasarnya bank melakukan bisnis dengan nasabah atau debitur. Jika bank menolak untuk menyediakan dana atas permohonan kredit yang telah disetujui, mungkin debitur akan cari ke bank lain, ada kemungkinan bank tersebut akan kehilangan sebagian besar debiturnya. Bahkan, untuk memelihara hubungan yang baik dengan debitur khususnya yang mempunyai tingkat kolektibilitas atau klasifikasi yang prima, sebaiknya bank mampu mengantisipasi kebutuhan – kebutuhan debitur tersebut di massa mendatang.

3. Mencegah penjualan aset secara terpaksa

Apabila dalam posisi likuid cukup berat, bank tersebut mungkin tidak dapat memperpanjang pinjaman yang diterima dari bank lain. Lebih – lebih jika pinjaman tersebut jatuh tempo karena bank tidak mampu menciptakan rasa aman kepada pemilik dana. Salah satu


(51)

cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan terpaksa menjual surat berharga yang umumnya dengan harga rendah (merugi). Hal ini jelas akan memperburuk suatu tingkat modal bank tersebut.

4. Menghindari diri dari kewajiban membayar suku bunga yang tinggi atas dana yang diperoleh di pasar uang.

Dari sini kita tahu bahwa pemilik dana akan lebih selektif dalam menempatkan dana pada bank tersebut beresiko tinggi. Oleh karena itu, pemilik dana mungkin akan menempatkan dananya dengan suku bunga yang tinggi pada bank tersebut. Bahwa mungkin pula bahwa pemilik dana tidak mau menempatkan dananya pada bank yang mempunyai masalah likuiditas serius.

5. Menghindarkan diri dari penggunaan fasilitas discount window secara terpaksa.

Semakin sering suatu bank menggunakan fasilitas discount window, semakin tidak bebas manajemen bank tersebut menentukan dan melaksanakan kebijakan usahanya. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya bank sentral akan mendikte manajemen bank tentang bagaimana menjalankan bank menurut pandangan Bank Central.


(52)

2.2.5.3. Metode Pengukuran Likuiditas

Pada mulanya pengukuran tingkat likuiditas dilakukan dengan pengukuran sederhana atau tradisional, dimana menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain – lain yang digunakan dalam permohonan pinjaman dan biasa disebut Loan to Deposito Ratio. Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Namun dalam pengertian sehari – hari seperti sering diucapkan oleh banyak kalangan bahwa akhir – akhir ini yang dilihat pada indikator LDR umumnya hanya isi komponen yang sederhana. Sebagian indikator pinjaman adalah jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan, sebagaimana tercantum di sisi aktiva. Sedangkan sebagai indikator pada simpanan adalah giro, deposito, tabungan yang masing – masing tercantum pada sisi pasiva neraca bank. (Latumaelissa, 1996 : 23).

Akan tetapi dari kedua komponen diatas Loan (pinjaman) dan simpanan tidak sepenuhnya benar, hal ini disebabkan ada sub – sub komponen yang dipakai dalam perhitungan LDR yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, jika suatu bank hanya menggunakan unsur – unsur deposito, tabungan dan giro dalam perhitungan LDR, maka kita tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa prosentase LDR tersebut layak dipakai sebagai indikator yang baik bagi suatu bank. Selain itu pemberian kredit bank hendaknya tidak dibiayai


(53)

dengan dana jangka pendek karena dimungkinkan adanya penarikan dana tersebut. (Latumaelissa, 1996 : 24).

Dari penjelasan diatas dapat kesimpulan bahwa kerawanan posisi LDR dari suatu bank tidak hanya ditentukan oleh penggunaan dana jangka pendek sebagai sumber pembiayaan pinjaman jangka panjang, tetapi juga ikut ditentukan oleh struktur dana pihak ketiga bank yang bersangkutan, oleh sebab itu dikembangkan beberapa teknik untuk mengukur posisi likuiditas suatu bank, antara lain sebagai berikut : (Latumaelissa, 25 : 1996)

1. Kas dan Surat Berharga lainnya + Cadangan +Sertifikat Bank Central

Total Deposito

2. Total Pinjaman Total Deposito

3. Kas dan Surat Berharga + Sertifikat Bank Central

Total Deposito

4. Total Aset yang Likuid – Total Uang yang akan Jatuh Tempo kurang dari 30 hari.

2.2.5.4. Manajemen Likuiditas Bank

Pada Dasarnya likuiditas manajemen bertujuan memelihara alat likuid dalam rangka mengantisipasi kewajiban keuangan yang segera jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada masyarakat yang memerlukan.


(54)

Masalah likuiditas bagi bank yang merupakan hal yang sangat penting yaitu tingkat kepercayaan masyarakat bagi bank sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo dan kemampuannya dalam memberikan pinjaman yang dibutuhkan oleh masyarakat. (Latumaelissa, 129 : 1996)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengelola likuiditas bank, yaitu : (Latumaelissa, 130 : 1996)

1. Posisi likuiditas harian atau mingguan harus dapat dijaga sesuai dengan kebutuhan Bank Central.

2. Memelihara alat likuiditas secukupnya agar bank selalu melindungi kebutuhan kas keluar yang tidak cukup sebelumnya.

3. Mengoperasikan kelebihan likuiditas secara efektif agar tidak terjadi Funds.

4. Menentukan besarnya reserve yang diperlukan dalam primary reserve dan secondary reserve.

2.2.5.5. Hubungan Likuiditas dan Tabungan

Hubungan antara likuiditas bank dengan tabungan terletak pada seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat untuk menanamkan dananya pada


(55)

45 bank, baik itu pada simpanan jangka pendek maupun jangka panjang yang digunakan untuk pembiayaan kewajibannya yang segera jatuh tempo dan dalam memberikan pinjaman. (Latumaelissa, 129 :1996)

Hal tersebut diatas dapat dilihat dari implikasi yang ditimbulkan dari tinggi rendahnya tingkat likuiditas bank. Apabila likuiditas bank sangat rendah, hal ini akan mengakibatkan sulitnya bank untuk menjalankan aktivitasnya dan akan kehilangan kesempatan yang baik untuk memiliki aset yang lebih baik. Jika semua itu diketahui oleh masyarakat maka bank akan mengalami kesulitan untuk memperpanjang penggunaan dana yang telah jatuh tempo. Sehingga untuk memperbaiki posisi likuiditasnya, bank tersebut mungkin harus menjual sebagian asetnya yang merugi dan membatalkan pemberian kredit atas permohonan nasabah yang telah disetujui.

Demikian pula dengan bank yang mempunyai likuiditas yang terlalu tinggi akan menimbulkan pembiayaan yang tinggi bagi bank tersebut. Hal ini dikarenakan bank harus membayar dana jangka panjang dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi dibanding dengan dana jangka pendek. (Latumealissa, 30

: 1996)


(56)

2.2.6. Paradigma Kerangka Pikir

Jumlah Uang Beredar.

Jumlah Nasabah.

Pendapatan Riil.

Pendapatan Perkapita. Pendapatan Nasional ( X1)

Tingkat Likuiditas Bank( X4 ) Tingkat Inflasi ( X3 ) Tingkat Suku Bunga ( X2 )

Tabungan ( Y )

Keterangan :

2.Sesuai bagan diatas bahwa jumlah pendapatan nasional berpengaruh terhadap jumlah tabungan. Apabila jumlah pendapatan naik maka akan berpengaruh pada kenaikan jumlah tabungan, hal ini didasari oleh teori mengasumsikan bahwa semua pendapatan yang diterima masyarakat tidak akan dihabiskan untuk konsumsi selebihnya disimpan untuk berjaga – jaga.


(57)

44 3.Sesuai bagan diatas bahwa tingkat suku bunga berpengaruh terhadap jumlah

tabungan. Apabila tingkat suku bunga naik maka akan berpengaruh pada kenaikan jumlah tabungan, hal ini didasari oleh teori yang mengasumsikan bahwa semua pendapatan dipengaruhi oleh ketertarikan masyarakat untuk memperoleh bunga bank.

4.Sesuai bagan diatas bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap jumlah tabungan. Apabila tingkat inflasi naik maka akan berpengaruh pada kenaikan jumlah tabungan, hal ini didasari oleh perilaku masyarakat yang enggan untuk mengeluarkan uangnya untuk keperluan konsumsi dan cenderung memilih untuk menyimpannya. Hal ini didasari pula oleh teori inflasi.

5.Sesuai bagan diatas bahwa tingkat likuiditas bank berpengaruh terhadap jumlah tabungan. Apabila tingkat likuiditas bank naik maka berpengaruh pada kenaikan jumlah tabungan, hal ini didasari oleh teori yang mengasumsikan bahwa apabila tingkat likuiditas bank naik maka kepercayaan masyarakat akan bank itu akan semakin tinggi yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang akan menabung pada bank tersebut (dikarenakan ada jaminan keamanan akan dana yang disimpan pada bank tersebut).


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Pengukuran Variabel

Definisi operasional ini bersifat menerangkan variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini, secara operasional berdasarkan teori yang ada. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : a. Variabel terikat (dependent variable) ( Y )

Tabungan yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat lainnya yang dapat dipersamakan (dalam satuan milyar)

b. Variabel – variabel bebas (independent variable) 1. Pendapatan Nasional ( X1 )

Pendapatan yang dimaksud adalah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam waktu satu tahun (dalam satuan milyar)

2. Tingkat Suku Bunga ( X2 )

Suku bunga yang digunakan dalam bentuk tabungan berjangka 15 tahun pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional antara tahun 1994 s/d 2008 yang pengukurannya dinyatakan dalam presentase ( % ).


(59)

3. Inflasi ( X3 )

Inflasi adalah harga – harga barang atau jasa dalam suatu negara dalam waktu satu tahun secara terus menerus, dalam penelitian ini inflasi dinyatakan dalam presentase ( % ).

4. Tingkat Likuiditas Bank ( X4 )

Tingkat likuiditas bank adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutang yang segera ditarik atau telah jatuh tempo, yang pengukurannya dinyatakan dalam presentase ( % ).

3.2. Tehnik Penentuan Sampel

Penelitian ini menggunakan data time series atau data berkala yang diambil dalam periode 15 tahunan (1994 – 2008) secara triwulan.

3.3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data variabel – variabel yang diperlukan dalam penelitian, maka pengumpulan data serta informasi sebagai bahan penelitian ini dilakukan dengan :

1. Study kepustakaan

Study kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan guna memperoleh data dengan mempelajari buku – buku literatur yang berkaitan dengan permasalahannya.


(60)

2. Study lapangan

Data yang diambil ialah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari arsip – arsip atau dokumen – dokumen, serta catatan – catatan dari perusahaan atau pemerintah, antara lain :

 BPS (Badan Pusat Statistik) Surabaya.  Perpustakaan Bank Indonesia.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Dalam rangka penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda, karena variabel bebas ( X ) lebih dari satu. Dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji F dan uji t.

3.4.1. Teknik Analisis

Untuk menaksir dan menganalisis hubungan yang disebutkan dalam hipotesis diatas, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan :

a. Analisis Kualitatif

Menganalisis data dengan studi literatur yang erat hubungannya dengan penyerapan tenaga kerja dan permasalahannya.


(61)

b. Analisis Kuantitatif

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Metode ini untuk menjelaskan hubungan spesifik antara variabel-variabel dengan variabel terikat, secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Y = F ( X1, X2, X3, X4, . . . , Xa )

Dengan persamaan diatas diasumsikan bentuk persamaan regresi linier berganda yaitu :

Y = β0 + β1 x1 + β2 x2 + β3 x3 + β4 x4 + … e (Supranto, 2004 : 27) Dimana :

Y = Jumlah tabungan X1 = Pendapatan nasional X2 = Tingkat suku bunga X3 = Inflasi

X4 = Tingkat likuiditas bank

β0 = Konstanta

β… = Koefisien regresi e = Variabel pengganggu

Untuk mengetahui model analisis tersebut layak digunakan atau tidak, untuk itu perlu diketahui nilai R² (koefisien nilai determinasi), dengan rumus :

Jumlah Kuadrat Regresi

R = ( Supranto, 251 : 2001 ) Jumlah Kuadrat Total


(62)

Dimana :

R² = Koefisien nilai determinasi Karakteristik utama R² adalah :

a. Tidak mempunyai nilai b. Nilainya 0 atau 0 < R² 1

3.4.2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis menggunakan : a. Uji - F

Uji – F digunakan untuk menguji pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara simultan (serempak), dalam penghitungan dapat dirumuskan, sebagai berikut :

RKR

Fhitung = (Supranto, 260 : 2001) RKE

Dimana :

RKR = Rata – rata kuadrat regresi RKE = Rata – rata kuadrat error


(63)

Kriteria Uji - F

Kurva daerah krisis Ho melalui Kurva distribusi F

Daerah Pendekatan Ho Daerah Penerimaan Ho

Sumber : Supranto, 3 : 2001, Statistik, Edisi 6, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 71. Hipotesis statistik :

He : β1 – β2 – β3 – β4 – 0

H1 : paling tidak terdapat nilai β0 ≠ 0 ada pengaruh. Dengan level of signifikan ( α ) = 5 %.

Dengan degree of freedom ( df ) = ( n – k – 1 ) untuk menentukan besarnya nilai Ftabel.

df = degree of freedom (derajat kebebasan) n = jumlah observasi atau pengamatan k = jumlah variabel

Keterangan pengujian :

 Apabila Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.


(64)

 Apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya secara simultan variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat.

b. Uji - t

Uji – t digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara terpisah, dengan rumus :

βί

thitung = (Supranto, 247 : 2001) Se (βί)

Dimana :

Βί = koefisien regresi Se = standart error Kriteria uji – t

Kurva daerah kritis H2 melalui kurva distribusi t dua sisi

Daerah penolakan Daerah penolakan

Ho Ho

Daerah penerimaan Ho

- ttabel ttabel


(65)

Hipotesis statistik :

H0 : β1 = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : β1 ≠ 0 (ada pengaruh)

Apabila level signifikan ( α/2 ) = 2,5 % dengan pengujian dan arah degree of freedom ( df ) = n – k – 1.

Ketentuan pengujian :

 Apabila thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya secara parsial variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

 Apabila thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya secara parsial variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat.

3.5. Asumsi Klasik

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, multikolinier dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi. Apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik, uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik, linier dan tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator), sifat dari BLUE itu sendiri adalah :

a. Best = pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku terhadap α dan β.


(66)

b. Linier = sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.

c. Unbiased = nilai jumlah sampel sangat besar, penaksiran parameter diperoleh dari sampel besar kira – kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimator = e dihilangkan sekecil mungkin.

1. Multikolinieritas

Istilah multikolinieritas (multicolliniearity) diciptakan oleh Ragner Frish yang berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau eksak diantara variabel – variabel bebas dalam model regresi. Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF).

VIF = 1 / 1 - R²

VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila VIF lebih besar dari 10 hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier. (Supranto, 13 : 2004)

2. Autokolerasi

Suatu asumsi penting dari model regresi linier klasik, bahwa kesalahan atau gangguan

ε

ί yang masuk ke dalam fungsi regresif populasi adalah random


(67)

atau tidak berkolerasi. Jika dilanggar, kita mempunyai problem serial korelasi dan autokorelasi. (Algifari, 84 : 2000)

Jadi auto korelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti dalam cross-section) atau korelasi pada dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa autokorelasi demikian itu tidak terjadi

pada

kesalahan pengganggu

ε

ί. Dengan simbol dapat dinyatakan sebagai berikut :

ε

(

ε

ί ,

ε

j ) = 0 ; ί ≠ j (Supranto, 2004 : 82)

Model klasik ini menganggap bahwa kesalahan pengganggu

ε

ί yang berhubungan dengan data observasi ke - ί tidak akan dipengaruhi oleh kesalahan pengganggu

ε

ί yang berhubungan dengan data observasi ke – j ( ίj = 1, 2, … , n ).

Sedangkan yang dimaksud dengan autokorelasi adalah keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkolerasi dengan kesalahan pengganggu periode yang lain. Penguji terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson.

a

Σ (

e

ι –

e

ι-t )²ι

ι-t

d = (Supranto, 102 : 2004)

a Σ ι-t


(68)

Dimana :

e

ι = residual perbedaan variabel tidak bebas yang sebenarnya dengan variabel tidak bebas yang ditaksir dari setiap periode waktu.

e

ι-t = residual dari waktu sebelumnya.

Gambar 4 : Distribusi daerah keputusan autokorelasi.

Menolak Daerah Daerah Menolak H0 Keraguan Keraguan H0

Bukti Bukti

Autokorelasi Autokorelasi

Positif Negatif

Menerima H0 atau H1

atau Kedua - duanya

d1 dơ 2 4-dơ 4-dơ 4 Sumber : Supranto. J, 2004, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi 6, Jilid II,


(1)

 Apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya secara simultan variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat.

b. Uji - t

Uji – t digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara terpisah, dengan rumus :

βί

thitung = (Supranto, 247 : 2001) Se (βί)

Dimana :

Βί = koefisien regresi Se = standart error

Kriteria uji – t

Kurva daerah kritis H2 melalui kurva distribusi t dua sisi

Daerah penolakan Daerah penolakan

Ho Ho

Daerah penerimaan Ho

- ttabel ttabel


(2)

Hipotesis statistik :

H0 : β1 = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : β1 ≠ 0 (ada pengaruh)

Apabila level signifikan ( α/2 ) = 2,5 % dengan pengujian dan arah degree of freedom ( df ) = n – k – 1.

Ketentuan pengujian :

 Apabila thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya secara parsial variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

 Apabila thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya secara parsial variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat.

3.5. Asumsi Klasik

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, multikolinier dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi. Apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik, uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik, linier dan tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator), sifat dari BLUE itu sendiri adalah :


(3)

b. Linier = sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.

c. Unbiased = nilai jumlah sampel sangat besar, penaksiran parameter diperoleh dari sampel besar kira – kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimator = e dihilangkan sekecil mungkin.

1. Multikolinieritas

Istilah multikolinieritas (multicolliniearity) diciptakan oleh Ragner Frish yang berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau eksak diantara variabel – variabel bebas dalam model regresi. Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF).

VIF = 1 / 1 - R²

VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila VIF lebih besar dari 10 hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier. (Supranto, 13 : 2004)

2. Autokolerasi

Suatu asumsi penting dari model regresi linier klasik, bahwa kesalahan atau gangguan

ε

ί yang masuk ke dalam fungsi regresif populasi adalah random


(4)

atau tidak berkolerasi. Jika dilanggar, kita mempunyai problem serial korelasi dan autokorelasi. (Algifari, 84 : 2000)

Jadi auto korelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti dalam cross-section) atau korelasi pada dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa autokorelasi demikian itu tidak terjadi pada kesalahan pengganggu

ε

ί. Dengan simbol dapat dinyatakan sebagai berikut :

ε

(

ε

ί ,

ε

j ) = 0 ; ί ≠ j (Supranto, 2004 : 82)

Model klasik ini menganggap bahwa kesalahan pengganggu

ε

ί yang berhubungan dengan data observasi ke - ί tidak akan dipengaruhi oleh kesalahan pengganggu

ε

ί yang berhubungan dengan data observasi ke – j ( ίj = 1, 2, … , n ).

Sedangkan yang dimaksud dengan autokorelasi adalah keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkolerasi dengan kesalahan pengganggu periode yang lain. Penguji terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson.

a

Σ (

e

ι – eι-t )²ι ι - t

d = (Supranto, 102 : 2004)

a Σ ι - t


(5)

Dimana :

e

ι = residual perbedaan variabel tidak bebas yang sebenarnya dengan variabel tidak bebas yang ditaksir dari setiap periode waktu.

e

ι-t = residual dari waktu sebelumnya.

Gambar 4 : Distribusi daerah keputusan autokorelasi.

Menolak Daerah Daerah Menolak H0 Keraguan Keraguan H0

Bukti Bukti

Autokorelasi Autokorelasi

Positif Negatif

Menerima H0 atau H1

atau Kedua - duanya

d1 dơ 2 4-dơ 4-dơ 4 Sumber : Supranto. J, 2004, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi 6, Jilid II,


(6)

Dari hasil Dhitung kemudian dibandingkan dengan Dtabel. Hipotesis :

H0 : ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif. H1 : tidak ada autokorelasi positif atau auto negatif.

Uji autokorelasi ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara residu / sisa regresi pada kasus ke – a dengan residu kasus ke – ( a-1 ).

3. Heterokedastisitas

Pengujian Heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu tersebut mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal ini dikembangkan sebagai :

E ( Uί² ) = ơ² Dimana :

ơ² = varian

ί = 1, 2, 3, … , n

Apabila didapat varian yang sama, maka asumsi homokedastisitas (penyebaran yang sama) diterima (Algifari, 86 : 2000).