Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA

TESIS

Oleh

BUDI MULYADI

077018029/EP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BUDI MULYADI

077018029/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TABUNGAN NASIONAL DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Budi Mulyadi Nomor Pokok : 077018029

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 05 Mei 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, SE, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta, MSi

3. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan nasional di Indonesia menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS).

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series tahun 1980 sampai dengan tahun 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank Dunia dan publikasi resmi lainnya. Data sebagai variabel-variabel independen penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran belanja pemerintah, ekspor neto, pertumbuhan pendapatan perkapita dan pertumbuhan penduduk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel independen tersebut secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tabungan nasional Indonesia. Sementara secara individual variabel pertumbuhan ekonomi Indonesia, pertumbuhan pendapatan perkapita, dan pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap tabungan nasional. Dua variabel lainnya yaitu defisit anggaran belanja pemerintah dan ekspor neto tidak signifikan mempengaruhi tabungan nasional. Terakhir, memperhatikan nilai elastisitas dan tingkat signifikansi masing-masing variabel independen, pertumbuhan penduduk mempunyai peranan terbesar terhadap tabungan nasional Indonesia.

Kata kunci : Tabungan Nasional, Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Anggaran, Ekspor Neto, Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Penduduk


(6)

ABSTRACT

The main purpose of this study is to analyze the factors which influence on the national savings in Indonesia. The method used in this study is Ordinary Least Square (OLS).

The data used in this study were the secondary data in the form of data time series from 1980 to 2005 obtained from Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank Dunia (Central Bureau of Statistics, Bank of Indonesia, the World Bank) and the other official publications. The data functioning as the independent variables in this study are economic growth, national budget deficit, nett exports, income growth per capita, and population growth.

The result of this study shows that all of the independent variables simultaneously significant influence on the national savings of Indonesia while individually the variables of Indonesia’s economic growth, income growth per capita, and population growth significant influence on the national savings. The other two variables - national budget deficit and nett exports – do not significant influence on the national savings. Looking at the value of elasticity and the level of significance of the respective independent variables, population growth plays a big role in influencing the national savings of Indonesia.

Key words : National Savings, Economic Growth, Budget Deficit, Nett Exports, Income Per Capita, Population Growth


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan ALLAH SWT, yang telah melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K)., Rektor Universitas Sumatera Utara (USU)

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU)

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai ketua pembimbing yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat dibimbingnya dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., sebagai anggota pembimbing yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan arahannya kepada penulis.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S, Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si. dan Drs. Rujiman, M.A. sebagai pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.


(8)

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XIII dan sebelumnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah mendorong dan memberikan bantuan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

9. Bapak Kepala Kantor dan rekan-rekan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang memberikan dukungan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

10. Bapak dan Mamah yang sangat saya sayangi dan hormati yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

11. Istriku tercinta, Ira Herawati serta kedua putriku yang cantik dan shalehah, Zahra dan Fatimah, yang terus memberikan doa serta dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga ALLAH SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas seluruh kebaikan yang diberikannya kepada penulis.

Aamiin Yaa Rabbal’Alamiin.

Medan, Mei 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Budi Mulyadi

Tempat / Tanggal Lahir : Bogor, 20 Agustus 1972

Alamat : Jl. Sei Padang No.145A Medan

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah, 2 orang anak

Nama istri : Ira Herawati

Nama Anak : 1. Indah Nur Azzahra 2. Fatimah Nuraini Nama Orang Tua

Ayah Ibu

: Maman Kusman : Tati Sulastri Pendidikan

1. SD 2. SMP 3. SMA 4. DIII 5. S1 6. S2

: SDN 04 Maruya Jakarta Barat : SMPN 206 Jakarta Barat : SMAN 16 Jakarta Barat : STAN Prodip Keuangan : STIE Indonesia (STEI) Jakarta : Sekolah Pascasarjana USU


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi Tabungan... 7

2.2 Teori Konsumsi ... 8

2.2.1 J.M. Keynes... 9

2.2.2 Kritik Simon Kuznets terhadap teori J.M. Keynes ... 12

2.2.3 Irving Fisher ... 13

2.2.4 A. Ando, R. Brumberg dan F. Modigliani (Life Cycle Hypothesis) ... 14


(11)

2.2.5 Milton Friedman (Permanent Income Hypotesis)... 16

2.2.6 James Duessenbery ... 17

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tabungan ... 17

2.4 Teori Equivalensi Ricardian ... 18

2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Nasional ... 21

2.6 Pendapatan Nasional dan Tabungan Nasional ... 23

2.7 Faktor Demografi ... 25

2.8 Penelitian Terdahulu ... 28

2.9 Hipotesis Penelitian ... 34

2.10 Kerangka Pikir Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.4 Analisis Data ... 37

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 38

3.6 Uji Kesesuaian ... 39

3.7 Pelanggaran Asumsi Klasik ... 40

3.7.1 Multikolinieritas... 40

3.7.2 Autokorelasi ... 41

3.7.3 Normalitas ... 42


(12)

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia ... 45

4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 47

4.3 Kondisi Defisit Anggaran di Indonesia... 51

4.4 Perkembangan Ekspor Netto Indonesia ... 56

4.5 Perkembangan Penduduk Indonesia ... 60

4.6 Pembahasan Data Variabel-Variabel Penelitian ... 62

4.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 71

4.7.1 Uji Multikolinieritas... 71

4.7.2 Uji Korelasi Serial (Autokorelasi) ... 72

4.7.3 Uji Normalitas (Jarque-Bera Test) ... 72

4.7.4 Uji Stationeritas Data ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Tabungan Bersih dan Defisit Anggaran Indonesia

Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 3

1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Bersih Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 4

4.1. Hasil Analisis Data... 62

4.2. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 71

4.3. Hasil Estimasi Uji Korelasi Serial ... 72

4.4. Hasil Estimasi Uji Normalitas... 73


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Fungsi Konsumsi Menurut Keynes... 11 2.2. Fungsi Konsumsi Menurut Life Cycle Hyphotesis... 14 2.3. Hubungan Output, Tabungan dan Depresiasi Kapital... 24 2.4. Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tabungan Nasional di Indonesia ... 35 4.1. Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia Periode 1980 sd.

2005 (dalam Milyar Rupiah)... 45 4.2. MPC Rumah Tangga Indonesia dan Tabungan Nasional

Indonesia Periode 1980 sd. 2004 (dalam persen)... 46 4.3. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1966 sd.

2005 (dalam persen) ... 48 4.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Tabungan Nasional Indonesia

terhadap PDB periode 1981 sd. 2005 (dalam persen) ... 50 4.5. Rasio Defisit APBN dan Rasio Tabungan Nasional terhadap

PDB periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) ... 54 4.6. Rasio Ekspor Netto Terhadap PDB dan Rasio Tabungan

Nasional terhadap PDB Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen) .. 57 4.7. Pertumbuhan penduduk Indonesia periode 1970 sd. 2005 (dalam


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 81

2. Hasil Estimasi dengan OLS ... 82

3. Hasil Uji Multikolinieritas ... 83

4. Hasil Uji Autokorelasi ... 86

5. Hasil Uji Normalitas ... 87


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis global telah menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Ancaman krisis ekonomi masih terus membayangi perekonomian Indonesia. Dari anjloknya bursa saham di Bursa Efek Indonesia sampai kemungkinan turunnya pendapatan negara akibat turunnya potensi pendapatan dari sektor perpajakan. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan bagi pemerintah Indonesia.

Di sektor riil masalah penambahan pengangguran akibat ancaman pemutusan hubungan kerja karena perusahaan – perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar, atau malah beberapa diantaranya mengalami kebangkrutan, semakin menambah berat beban perekonomian Indonesia. Di sisi lain investasi swasta baik dalam negeri maupun asing yang diharapkan mampu untuk menyerap jumlah pengangguran hampir tidak mungkin diharapkan pada saat krisis. Hal ini terjadi karena unsur ketidakpastian ekonomi menyebabkan investor enggan untuk mulai atau menambah investasi. Padahal menurut Rostow, sebuah negara perlu mencapai tingkat investasi sebesar 15-20 persen sebagai prakondisi untuk lepas landas.

Sektor perbankan juga merasakan dampak yang luar biasa dalam hal likuiditas. Bank Century merupakan salah satu bank yang telah menjadi korban di sektor perbankan akibat krisis global. Krisis telah menyebabkan perbankan ragu untuk melakukan pembiayaan dan ekstra hati – hati dalam memberikan permintaan


(17)

kredit. Alasan utamanya tentu menjaga likuiditas keuangannya untuk menghindari terjadinya rush. Tingkat bunga pinjaman kredit juga menjadi meningkat, selain karena BI rate yang juga masih tinggi yakni pada level 9 persen, juga karena unsur resiko yang tinggi menyebabkan premi resiko pinjaman menjadi meningkat. Hal ini memberikan dampak bagi perkembangan investasi yang melamban, sehingga sulit untuk menjadi pendorong bagi sektor riil.

Pilihan lain yang masih mungkin untuk menggerakkan perekonomian adalah konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah diharapkan mampu dalam dua hal, yang pertama mengurangi pengangguran melalui pengeluaran untuk program pemerintah yang dapat menyerap tenaga kerja. Yang kedua diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat melalui pengeluaran pemerintah yang lebih besar. Pengeluaran pemerintah ini diharapkan mampu menjadi salah satu pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga diharapkan dapat meredam dampak krisis global yang melanda perekonomian Indonesia.

Alternatif pada pengeluaran pemerintah bukanlah tanpa kendala. Selain harus tersedianya jumlah tabungan yang besar dari pemerintah dan masyarakat untuk pembiayaan pembangunan, pengeluaran pemerintah yang ekspansif juga dapat menyebabkan beban defisit anggaran yang besar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Defisit anggaran belanja pemerintah akan menggerogoti tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Hal ini berdampak kurang baik bagi keberlanjutan ekonomi, karena tabungan nasional merupakan modal bagi


(18)

pembangunan perekonomian selanjutnya. Berikut gambaran defisit anggaran dan tabungan bersih Indonesia.

Tabel 1.1 : Tabungan Bersih, dan Defisit Anggaran Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen)

Rasio Rasio Tabungan Defisit

Tahun

Bersih Anggaran

1980 29,1 -1,20

1981 23,2 -1,71

1982 18,9 -2,00

1983 21,6 -1,61

1984 20,9 0,54

1985 20,7 -1,08

1986 19,8 -2,82

1987 23 -0,45

1988 23,5 -2,02

1989 27,5 -0,60

1990 24,2 0,97

1991 17,4 -0,73

1992 18,8 -1,03

1993 25 -0,47

1994 25,6 0,90

1995 23,8 1,19

1996 23,4 0,69

1997 24,8 -1,09

1998 18,7 -1,54

1999 8,9 -1,34

2000 23,4 -2,25

2001 20,6 -0,98

2002 15,4 -2,22

2003 12,1 -1,71

2004 14,2 -1,05

2005 14,4 -0,52

Sumber : World Bank, 2007

Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan fungsi dari tabungan yang tersedia, atau dengan kata lain dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi suatu negara hanya ditentukan oleh jumlah tabungan yang dimiliki pemerintah dan masyarakat suatu negara yang tersedia untuk pembangunan.


(19)

Sebagai perbandingan Singapura memiliki tingkat tabungan nasional sebesar 40 persen dari PDB dan memiliki pertumbuhan PDB tahunannya sebesar 5 – 6 persen selama kurun waktu 1960 – 1996. Sementara itu, Kenya pada periode yang sama, hanya memiliki 15 persen tabungan nasional dan mempunyai pertumbuhan tahunan hanya sebesar 1 persen. Perkembangan tabungan nasional dan pertumbuhan ekonomi Indonesia digambarkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.2 : Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Bersih Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam persen)

Tahun

Rasio Tabungan Bersih

Pertumbuhan Ekonomi

1980 29.1 8.725

1981 23.2 7.4

1982 18.9 -0.3

1983 21.6 8.8

1984 20.9 7

1985 20.7 2.5

1986 19.8 5.9

1987 23 4.9

1988 23.5 5.8

1989 27.5 7.5

1990 24.2 7.242

1991 17.4 6.95

1992 18.8 6.459

1993 25 6.496

1994 25.6 7.539

1995 23.8 8.213

1996 23.4 7.987

1997 24.8 4.543

1998 18.7 -13.007

1999 8.9 0.308

2000 23.4 5.188

2001 20.6 3.322

2002 15.4 4.376

2003 12.1 4.876

2004 14.2 5.129

2005 14.4 5.596


(20)

Mempertahankan perekonomian dari gejolak krisis adalah hal yang mutlak dilakukan namun mempertahankan momentum pertumbuhan dan pembangunan ekonomi pada masa datang juga menjadi pilihan penting dalam perencanaan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik mengambil judul tesis ini “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia”. Peneliti menilai perlunya mengidentifikasi faktor-faktor yang dominan di dalam pertumbuhan tabungan nasional di Indonesia sehingga ke depan Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri di dalam melaksanakan pembangunannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tabungan nasional Indonesia?

2. Berapa besar pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap tabungan nasional Indonesia?

3. Berapa besar pengaruh ekspor neto terhadap tabungan nasional Indonesia? 4. Berapa besar pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita terhadap tabungan

nasional Indonesia?

5. Berapa besar pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap tabungan nasional Indonesia?


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tabungan nasional Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap tabungan nasional Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh ekspor neto terhadap tabungan nasional Indonesia.

4. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita terhadap tabungan nasional Indonesia.

5. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap tabungan nasional Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan yang tepat dalam perekonomian.

2. Memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis tentang kondisi tabungan nasional di Indonesia khususnya dan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak lain yang berniat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini secara lebih luas dan mendalam.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tabungan

Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan pinjaman dari luar negeri (X-M) dan secara matematis dapat dirumuskan :

I = S + (T-G) + (X-M) ………...………..…….………. (2.1) Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi domestik. Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.

Tabungan pemerintah merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan. Sementara itu, tabungan rumah tangga merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak dibelanjakan untuk keperluan konsumsi. Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut :


(23)

Jika tabungan swasta adalah S = (Y - T) - C dan tabungan pemerintah adalah (T - G), maka tabungan nasional adalah

S = (Y -T) - C + (T - G)...………..…….………. (2.2) dimana :

S adalah tabungan nasional

Y-T adalah pendapatan disposibel (disposible income) masyarakat dan swasta C adalah konsumsi

T adalah penerimaan pemerintah dari Pajak dan Non Pajak G adalah pengeluaran pemerintah

Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami budget defisit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.

2.2 Teori Konsumsi

Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan, sehingga sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumsi individu. Selain itu, keputusan konsumsi sangat penting untuk analisa jangka pendek karena peranannya dalam menentukan permintaan agregat. Konsumsi adalah dua pertiga dari Produk Domestik Bruto, sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari booming dan resesi ekonomi (Mankiw, 2007). Berikut pendapat beberapa ahli tentang teori konsumsi yang sering menjadi pembahasan.


(24)

2.2.1 J.M. Keynes

Dikenal dengan Absolut Income Theory (teori pendapatan absolut). Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan harga konstan. Keynes menulis bahwa “hukum psikologis yang mesti kita yakini tanpa ragu... adalah bahwa manusia sudah pasti, secara alamiah dan berdasarkan rata-rata, untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan mereka” (Mankiw,2007).

Jadi :

C = f ( Yd ) ... (2.3) C = Konsumsi

f = Fungsi

Yd = Disposible income (pendapatan yang benar-benar dapat dinikmati oleh rumah tangga).

Yd = Y – Tx + Tr Tx = Pajak ;

Tr = Transper Payment (seperti Subsidi)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya konsumsi sangat tergantung pada besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar pendapatan (Yd), maka semakin tinggi pula konsumsi dan sebaliknya.

Keynes mengatakan apabila pendapatan makin tinggi atau meningkat, maka MPC (Marginal Propensity to Consume) tetap dan APC (Average


(25)

Propensity to Consume) akan menurun. Jadi makin tinggi income, makin kecil APC.

Besarnya konsumsi adalah : C = a + bYd atau

C = Co + bYd ... (2.4)

a atau Co adalah alpha atau dengan kata lain konsumsi terendah. Jadi meskipun pendapatannya nol, konsumsi sebesar a atau Co.

b = Beta = MPC = Marginal Propensity to Consume Yd = Disposible Income

Dimana :

tC MPC =

tY

Besarnya MPC antara 0 sampai dengan 1 atau dinotasikan 0 < MPC < 1

APC (Average Propensity to Consume) = C Y

Secara singkat berikut ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes yang banyak disebut dalam literatur:

a. Variabel nyata ;

Yang dimaksud adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. Dengan


(26)

kata lain adalah besarnya hubungan antara pendapatan nasional nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.

b. Pendapatan yang terjadi

Dalam literatur banyak disebut bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran nasional yang terjadi (Current National Income). Penemuan ini untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Keynes bukannya pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang diramalkan akan terjadi dimasa yang akan datang.

c. Pendapatan Absolut

Dalam literatur banyak disebutkan bahwa dalam fungsi konsumsi Keynes; variabel pendapatan nasional yang diinterprestasikan sebagai pendapatan nasional absolut, dapat dibandingkan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.

C ( harga Konstan ) Y= C

C=C0+bYd

C0

0 Y ( harga Konstan )


(27)

2.2.2 Kritik Simon Kuznets terhadap teori J.M. Keynes

Penemuan empiris Simon Kuznets, mengenai fungsi konsumsi bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan (APC) dalam jangka panjang memiliki kecenderungan konstan. Ini berarti berbeda dengan asumsi kedua Keynes bahwa untuk fungsi konsumsi jangka pendek sekalipun berlaku MPC < APC. Seperti yang diasumsikan Keynes, intersep fungsi konsumsi yaitu Co, mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Bergesernya intersep keatas ini tidak tertampung oleh hipotesis pendapatan absolut Keynes. Dengan kata lain secara rinci penemuan Simon Kuznets tersebut adalah

1. Perlu dibedakan fungsi konsumsi jangka panjang (Long run Consumption Function) dengan fungsi konsumsi jangka pendek (Short run Consumption Function) karena kedua macam fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur empirisnya mempunyai bentuk yang berbeda.

2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran keatas, kesimpulan ini apabila diungkapkan dengan menggunakan bentuk standar persamaan fungsi konsumsi : C = Co + bYd, dapat dikatakan bahwa nilai Co tendensinya meningkat dari waktu kewaktu.

Dari penemuan inilah, Simon Kuznets menyatakan bahwa yang dibahas oleh Keynes adalah konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka panjang dimulai dari nol dan konsumsi masyarakat jangka pendek berubah setiap masa atau setiap saat. Perubahan asset ini akan menambah Co sehingga dalam jangka panjang MPC = APC. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat


(28)

bahwa baik Keynes maupun Simon Kuznets melihat dari agregat, berbeda dengan pendapat Irving Fisher yang mengamati dan melihat dari individu-individu (single consumption).

2.2.3 Irving Fisher

Model yang dikembangkan Irving Fisher membuat para ekonom lainnya dapat menganalisis bagaimana konsumen yang berpandangan ke depan dan rasional membuat pilihan antar-waktu yaitu, pilihan yang meliputi periode waktu berbeda. Menurut model ini, pendapatan konsumen dalam dua periode membatasi konsumsi di setiap periodenya. Dalam periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi yaitu :

S = Y1 – C1 ... (2.5 )

Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu

C2 = (1 + r)S + Y2 ... (2.6)

Dengan demikian, konsumsi seseorang selama dua periode dengan dua pendapatan yang berbeda dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini :

C2 Y2

C1 +


(29)

2.2.4 A. Ando, R. Brumberg dan F. Modigliani (Life Cycle Hypothesis )

Asumsi yang digunakan: Umur atau usia masyarakat mempengaruhi pola perilaku konsumsinya. Dissaving bisa ditutup oleh saving tahun sebelumnya.

C,Y

C t p

b Y

Co

0 Y B T P Mt = Waktu

Gambar 2.2 : Fungsi konsumsi menurut Life Cycle Hypothesis

Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang lahir, ia sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut ia sama sekali belum dapat berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti pendapatan sebesar nol dan jumlah pengeluaran konsumsinya positif, memaksa orang tersebut melaksanakan dissaving. Baru setelah dewasa dan memasuki angkatan kerja ia dapat memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving kemudian pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampai dengan umur P. Bila umurnya masih panjang, maka kembali terjadi dissaving.


(30)

Mengenai sumber pendapatan, Ando, Brumberg, dan Modigliani membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumber property income.

Y = YL + YP ... .. (2.8)

Prinsip dari asumsi hipotesis siklus hidup adalah bahwa individu selalu berusaha untuk mencari maksimisasi dari nilai sekarang terhadap kepuasan hidup dengan kendala anggaran yang terbatas. Kendala anggaran adalah sebanding dengan kekayaan yang dimiliki individu pada masa sekarang ditambah nilai dari penghasilan yang diharapkan dari pekerjaan setiap individu. Teori ini meramalkan bahwa konsumsi masyarakat pada setiap periode adalah sangat bergantung pada harapan tentang pendapatannya selama hidup. Hal ini berarti bahwa fluktuasi yang terjadi terhadap pendapatan berhubungan dengan kesinambungan masa datang. Tahap ini adalah penentu yang paling penting dalam perilaku tabungan. Oleh karena itu individu akan secara bijak melakukan konsumsi pada saat mereka hidup, yaitu dengan cara melakukan tabungan pada masa muda dan mengambil tabungan pada saat usia lanjut (Modigliani, 1986).

Modigliani juga menjelaskan pernyataan di atas dalam sebuah bentuk fungsi konsumsi setiap orang sepanjang tahun sebagai berikut :

C = (W + RY) / T atau


(31)

Model siklus hidup juga meramalkan bahwa peningkatan dalam pertumbuhan pendapatan perkapita akan juga turut mendorong terhadap peningkatan tabungan secara agregat. Hal ini terjadi karena sumber-sumber pada masa hidup dan tabungan lebih besar pada saat masih usia produktif daripada pada masa usia lanjut.

2.2.5 Milton Friedman (Permanent Income Hypotesis)

Dengan menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama hidupnya diantara kurun waktu yang dihadapinya serta menghendaki pola-pola konsumsi yang kurang lebih merata dari waktu kewaktu. Milton Friedman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen seseorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya.

Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan :

Cp = K Yp ... (2.10) Cp = Konsumsi permanen

K = Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1

Yp = Pendapatan permanen ;

Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti halnya Ando, Brumberg, Modigliani, Milton Friedman dan begitu juga nantinya Duessenbery berhasil memberikan dasar teoritik untuk kedua fungsi konsumsi yang ditemukan secara empirik oleh Simon Kuznets.


(32)

2.2.6 James Duessenbery

James Duessenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh besarnya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi saving.

Selanjutnya Duessenbery juga sependapat dengan penemuan Kuznets bahwa untuk setiap income yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka pendek sendiri– sendiri.

Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi : a. Distribusi pendapatan nasional.

b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat likuid. c. Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan

Menurut ekonom klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya konsumsi, imbalan dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi dan pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika tingkat bunga naik, jumlah tabungan juga akan meningkat. Tingkat bunga ditentukan dari titik keseimbangan antara tabungan dan investasi.


(33)

Alfred Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat faktor ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan. Diantara faktor-faktor ekonomi tersebut, dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin saja terdapat keadaan dimana tetap ada tabungan pada saat tingkat bunga negatif. Selain tingkat bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tabungan nasional. Pendapat tersebut dikemukakan oleh J.M. Keynes dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume) yang secara eksplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung.

2.4 Teori Equivalensi Ricardian

Teori ini merupakan pengembangan dari teori pendapatan permanen dan hipotesis siklus hidup (Permanent Income and Life Cycle Hypotesis atau PILCH). Dalam teori ini dinyatakan bahwa belanja pemerintah, pajak dan utang pemerintah yang tidak ada dalam PILCH diintroduksikan ke dalam model. Kesimpulan dari teori ini adalah kebijakan defisit anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap perekonomian. Termasuk di dalamnya investasi, suku bunga dan tingkat harga.

Dalam teori Equivalensi Ricardian diasumsikan bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu pelaku ekonomi (a representative agent) yang hidup sepanjang


(34)

waktu (infinite horizon). Secara umum model Equivalensi Ricardian dapat diformulasikan sebagai berikut :semua rumah tangga yang hidup dalam pasar uang sempurna akan memaksimalkan fungsi utilitasnya. (Seater, 1993) :

= ) (t

U

∞ =0 ÷

) ( i i i t C u δ

... (2.11) Rumah tangga menghadapi kendala anggaran yaitu :

=

÷ ∞ = ÷ ÷ − = 0 ) ( i i t i i i i t i

t G R RC

Y

0 ... (2.12) Di mana U = utilitas rumah tangga, C = konsumsi rumah tangga, mewakili preferensi waktu serta R yang sama dengan (1/(1+r)) mewakili faktor diskonto, sedangkan r adalah suku bunga, (Y-G) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan yang merupakan selisih antara pendapatan nasional dikurangi pajak atau semua pengeluaran pemerintah dibiayai dengan pajak (G=T).

Ekonom berusaha untuk melihat pengaruh agregat dari kebijakan fiskal dalam tiga perspektif prinsip untuk memperjelas perbedaan diantara model dalam hal defisit anggaran dan pengaruhnya terhadap variabel ekonomi lain. Menurut teori Equivalensi Ricardian, pemotongan pajak yang didanai utang (defisit anggaran) tidak mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga menabung kelebihan pendapatan disposibel untuk membayar kewajiban pajak masa depan yang ditunjukkan oleh pemotongan pajak. Kenaikan dalam tabungan swasta ini akan mengoffset penurunan tabungan publik. Tabungan nasional, jumlah tabungan swasta dan publik, tetap sama. Karena itu pemotongan pajak tidak memiliki dampak (terhadap jumlah tabungan nasional itu


(35)

sendiri, tingkat bunga, nilai tukar dan produksi domestik masa yang akan datang atau pendapatan nasional masa yang akan datang) seperti yang diprediksi analisis tradisional (Mankiw, 2007).

Sementara itu Manurung (2006), menyatakan ketika terjadi defisit fiskal maka pengendalian moneter menjadi penting dan tekanan terhadap sistem keuangan akan terjadi. Pengeluaran yang lebih besar dari penerimaan pemerintah mengakibatkan penjualan obligasi pemerintah kepada masyarakat. Penjualan obligasi dan uang inti kepada masyarakat akan meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak inflasi dan pajak bunga terhadap pemegang uang dan obligasi pemerintah.

Model kedua adalah small open economy. Menurut pandangan model ini defisit anggaran akan menurunkan tabungan nasional, tapi modal internasional yang masuk akan menutupi penurunan tabungan nasional. Menurut model ini defisit anggaran akan meningkatkan pinjaman dari luar negeri dan karena itu akan mengurangi pendapatan nasional yang akan datang, tapi defisit tidak akan berpengaruh pada tingkat bunga atau produksi domestik masa yang akan datang.

Model ketiga sering disebut dengan pandangan konvensional yang menyatakan bahwa defisit anggaran akan mengurangi tabungan nasional dan selanjutnya penurunan investasi domestik. Menurut model ini defisit anggaran dan investasi swasta terjadi crowding out dan sebagian terjadi peningkatan pinjaman luar negeri, yang mana kedua-duanya mengurangi pendapatan nasional dan produksi domestik masa yang akan datang.


(36)

2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Nasional

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu negara dapat terlihat dari pendapatan yang diterima oleh pemerintah negara tersebut dan kinerja perekonomian selama periode satu tahun. Pendapatan pemerintah dan anggaran lainnya dialokasikan sebagai dana pembangunan sesuai kebijakan yang berlaku. Dana pembangunan juga dapat diperoleh dari tabungan pemerintah dan pinjaman luar negeri. Seperti telah dijelaskan sebelumnya tabungan pemerintah merupakan selisih lebih penerimaan dalam negeri terhadap anggaran rutin. Masalahnya tabungan pemerintah (apalagi di negara-negara berkembang) tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan. Biasanya untuk mencegah defisit anggaran, kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah dengan selalu menjajaki kemungkinan untuk memperoleh bantuan luar negeri. Di tengah serangkaian pemikiran dan perdebatan tentang penolakan terhadap ketergantungan terhadap hutang luar negeri, maka sumber pembiayaan domestik menjadi isu yang menarik. Jika dibandingkan dengan sumber eksternal dalam pembiayaan pembangunan, menggantungkan harapan pada sumber-sumber domestik memang relatif lebih aman terhadap fluktuasi perekonomian global. Di Indonesia


(37)

bantuan luar negeri yang diterima pemerintah tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan pembangunan.

Pertumbuhan ekonomi yang melambat, akan mempengaruhi berbagai target, termasuk penciptaan lapangan kerja dan juga masalah kemiskinan. Kembali kepada masalah pembangunan ekonomi beserta dengan pembiayaannya, pinjaman luar negeri biasanya timbul karena suatu negara mengalami kekurangan kapital karena sumber-sumber dana di dalam negeri memang sedikit. Bagi negara-negara sedang berkembang yang ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonominya agar dapat menyamai tingkat hidup di negara-negara yang sudah maju, investasi dalam jumlah yang besar perlu dijalankan, sehingga hasilnya tidak akan hanya diserap oleh pertambahan penduduk saja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya tingkat investasi adalah rendah (4 persen sd. 5 persen pertahun dari pendapatan nasional) sehingga negara-negara tersebut seringkali berada pada perangkap pendapatan seimbang yang rendah (Suparmoko, 2000).

Menurut Solow, (1956, constant savings rate growth model) dalam PPE FE UGM (2004), pengenaan pajak dapat menurunkan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya mengenakan pajak atas konsumsi daripada menetapkan pajak pada investasi yang produktif. Pembiayaan dengan utang publik juga berpengaruh terhadap pertumbuhan karena adanya efek pengeluaran. Peningkatan defisit publik yang dibiayai melalui utang dapat mengurangi investasi swasta dan atau berkurangnya pendapatan dari luar. Namun hal ini tergantung dari efek defisit publik pada tingkah laku tabungan di sektor swasta.


(38)

2.6 Pendapatan Nasional dan Tabungan Nasional

Tabungan nasional adalah tabungan yang berasal dari tabungan masyarakat (private saving) dan tabungan pemerintah (public saving). Model pertumbuhan ekonomi klasik menjelaskan hubungan antara tingkat tabungan dan penggunaan kapital serta output. Dalam model ekonomi neo klasik, tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingkat akumulasi kapital, dan akumulasi kapital ditentukan oleh tingkat tabungan nasional dan tingkat depresiasi dari kapital.

c = y – sy atau

c = (1–s)y ... (2.13) selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan (2.13) kepada y = c + i, maka akan diperoleh :

y = (1–s)y + i dimana

i = sy ... (2.14) Dalam jangka panjang model pertumbuhan solow, equilibrium terjadi pada saat output dan kapital konstan. Kedua variabel ini menjadi variabel endogen dan yang menjadi variabel eksogen dalam model solow adalah tingkat tabungan. Sebagaimana diketahui fungsi produksi untuk setiap persediaan modal k tertentu adalah y = f(k) dan dengan mensubstitusikanpersamaan (2.14) yang mengandung arti investasi per pekerja (i) sama dengan sy, maka diperoleh persamaan :

(i = s*f(k)) ... (2.15) Selanjutnya perubahan persediaan modal adalah investasi dikurangi depresiasi kapital yang dinyatakan dalam bentuk persamaan :


(39)

k = i – hk ... (2.16) Oleh karena investasi (i) sama dengan s*f(k) , maka kita dapat menyusun persamaan perubahan persediaan modal sebagai berikut :

k = s*f(k) – hk (2.17)

Dari persamaan (2.17) dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan output tergantung pada tingkat tabungan dan tingkat depresiasi dari kapital. Bila akumulasi modal yang terbentuk lebih kecil daripada depresiasi yang terjadi maka output akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika akumulasi kapital yang terbentuk lebih besar dari depresiasi kapital maka pertumbuhan output akan terjadi. Kondisi tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini :


(40)

Perubahan dalam laju pertumbuhan produktivitas bisa juga mempunyai efek besar terhadap angka tabungan nasional. Hayashi dan Prescott (2002), sebagai contoh, telah menemukan bahwa kemunduran produktivitas pada 1990-an menyebabkan kemunduran besar investasi di Jepang. Peningkatan dalam perdagangan internasional akan mendorong ke arah peningkatan tabungan dan neraca perdagangan.

2.7 Faktor Demografi

Hipotesis siklus hidup menyoroti pentingnya struktur populasi penduduk. Jika proporsi tertinggi dari populasi adalah penduduk usia bekerja—terutama jika pada puncak mendapat gaji tahunan, maka seharusnya kondisi ekonomi juga memperlihatkan tingkat tabungan privat yang tinggi. Hal ini disebabkan para pekerja harus mempersiapkan diri bila mereka pensiun. Sebaliknya, ketika para pekerja ini mencapai umur yang tidak produktif lagi atau pensiun maka akan terjadi apa yang disebut dissaving (atau, sedikitnya, mengkonsumsi jumlah yang lebih besar dari pendapatannya), kemudian tingkat tabungan secara agregat akan mengalami kemerosotan. Sementara itu, Coale menunjukkan dua akibat buruk dari pertambahan penduduk yang cepat terhadap tabungan masyarakat yaitu akan mengurangi jumlah tabungan yang diciptakan oleh tiap-tiap anggota masyarakat dan mengurangi kemampuan pemerintah untuk menabung karena jumlah pajak yang dapat dikumpulkan semakin sedikit (Sukirno, 2007).


(41)

Berbagai literatur berusaha ekstensif untuk menghubungkan variabel demografis terhadap perilaku tingkat tabungan. Menurut Lane dan Milesi-Ferretti (1999) demikian pula Higgins (1998) struktur demografis adalah bagian penting dalam menjelaskan evolusi posisi dari asset luar negeri bersih dan posisi neraca berjalan antar negara-negara. Angka tabungan adalah secara negatif dipengaruhi oleh tingkat angka ketergantungan (dependency ratio) tinggi atau rasio populasi berusia lanjut, karena tingkat ketergantungan dan rasio penduduk usia lanjut mengkonsumsi lebih daripada yang mereka hasilkan serta tergantung pada barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh usia produktif dalam perekonomian.

Faktor-faktor demografis telah menjadi hal yang spesifik ditetapkan dalam fungsi tabungan pada banyak penelitian empiris. Angka kelahiran kasar adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat tabungan. Pengaruh faktor demografis ini bisa dalam berbagai arah. Di negara-negara dengan pendapatan rendah, Kuznets (1960) menemukan adanya suatu pengaruh yang besar dan negatif angka kelahiran murni terhadap tingkat tabungan. Sebuah kenyataan bahwa banyak anak akan lebih menimbulkan tekanan terhadap konsumsi rumah tangga yang mungkin terjadi, dengan asumsi faktor lain adalah tetap.

Di negara berkembang, pertumbuhan penduduk lebih dirasakan sebagai penghambat pembangunan ekonomi. Pengangguran yang tinggi, tingkat pendapatan perkapita yang rendah, jaringan pengangkutan yang masih belum sempurna, kekurangan tenaga terdidik dan entrepreneur serta terbatasnya dana untuk penanaman modal merupakan ciri penting negara berkembang yang menyebabkan pertumbuhan


(42)

penduduk lebih merupakan penghambat pembangunan ekonomi. Selain itu di negara berkembang dalam kegiatan menghasilkan barang-barang ekspor, efek kenaikan produktivitas tehadap pendapatan para pekerja adalah sangat minimal karena adanya tekanan penduduk dan kelebihan tenaga kerja. Sebagai akibatnya harga barang industri lebih cepat mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan harga bahan mentah yang dihasilkan negara berkembang (Sukirno, 2007).

Penelitian yang dilakukan Rehana (1993), menyatakan bahwa struktur usia penduduk dari suatu negara juga mempengaruhi angka tabungan. Jika proporsi tertinggi dari populasi adalah usia produktif, maka ekonomi mempunyai tingkat tabungan privat yang tinggi (hipotesis siklus hidup). Proporsi yang lebih tinggi dari kelompok usia anak-anak dan usia lanjut terhadap usia produktif dalam suatu perekonomian negara akan sangat berhubungan erat dengan rendahnya tingkat tabungan privat pada negara tersebut.

Kelley (1976) berpendapat bahwa pengaruh peningkatan angka kelahiran pada tingkat tabungan tergantung pada tingkat pembangunan yang terjadi dinegara tersebut. Di negara-negara dengan tingkat pendapatan masyarakatnya lebih lemah atau miskin, kehidupan mereka hanya dapat mencapai kondisi kehidupan subsisten. Hal ini berarti pendapatan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Terjadinya peningkatan jumlah anak dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan mereka dan selanjutnya akan menghasilkan produktifitas yang rendah dari masyarakatnya. Hal ini akan meningkatkan tekanan


(43)

terhadap tabungan masyarakat. Sementara itu di negara-negara berpendapatan tinggi, tambahan anak dalam keluarga hanya akan mengurangi sedikit tabungan mereka.

2.8 Penelitian Terdahulu

Braun et. al (2007), selama 1990-an, meneliti bahwa negara Jepang mulai mengalami perubahan demografis yang lebih besar dan lebih cepat dibandingkan negara-negara OEDC lain. Di masa yang akan datang peranan faktor demografi bahkan menjadi lebih penting. Perubahan demografis ini menjadi perhatian ekstra bagi masa depan mereka dengan dilakukannya beberapa penelitian tentang pengaruh tingkat kelahiran yang rendah dan usia lanjut terhadap tingkat tabungan nasional Jepang. Penelitian Braun tersebut menggunakan satu model keseimbangan umum untuk meneliti respon dari angka tabungan nasional untuk mengubah demografi dan faktor total produktivitas. Menurut penelitian ini, proyeksi rata-rata tingkat tabungan penduduk Jepang tidak akan melampaui 5,2 persen dalam sisa tahun pada abad 21.

Dalimunthe (2006) meneliti determinan yang mempengaruhi tabungan nasional di Indonesia dengan menggunakan OLS dinamis selama kurun waktu 1985-2004. Determinan yang diteliti adalah pertumbuhan ekonomi, suku bunga, pendapatan perkapita dan pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan. Variabel suku bunga dan pendapatan perkapita juga memiliki pengaruh yang positif meski


(44)

tidak signifikan terhadap total tabungan. Sementara itu pengaruh variabel pengeluaran pemerintah terhadap tabungan nasional adalah negatif dan signifikan.

Darmawan (2006) meneliti tabungan masyarakat antar daerah di Indonesia. Menurutnya Pendapatan masyarakat yang dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto tetap merupakan determinan pokok dari tabungan masyarakat. Dari seluruh persamaan estimasi, variabel pendapatan memiliki dampak positif signifikan terhadap tingkat tabungan masyarakat antar daerah di Indonesia. Determinan tabungan yang lain yaitu tingkat suku bunga menunjukkan hasil positif meskipun tingkat signifikansinya rendah. Selain itu peranan faktor demografi dalam pembentukan tabungan yang diproksi dengan angka beban tanggungan baik usia muda maupun tua menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan penemuan-penemuan terdahulu. Beban tanggungan usia muda ditemukan berdampak negatif signifikan di berbagai daerah di Indonesia. Beban tanggungan usia muda tidak berpengaruh terhadap tabungan ditemukan hanya di daerah penghasil migas secara nasional dan daerah KB penghasil migas. Sementara itu, beban tanggungan usia tua justru berdampak positif terhadap tabungan di beberapa daerah penghasil migas secara nasional. Untuk daerah yang bukan penghasil migas, beban tanggungan usia tua menunjukkan tanda negatif signifikan.

Chun (2006), meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap tingkat tabungan nasional di Korea Selatan dengan menggunakan model life – cycle dan menemukan fakta bahwa dalam jangka panjang ketidakseimbangan dalam anggaran belanja akan menurunkan tingkat tabungan nasional di Korea Selatan.


(45)

Nasir dan Khalid (2005) melakukan penelitian tentang faktor penentu tingkat tabungan di Pakistan dan juga meneliti tentang faktor- faktor yang menentukan tingkat investasi yang terjadi di Pakistan. Penelitian ini juga menjadi rujukan peneliti menentukan model dan variabel penelitian yang digunakan dalam tesis ini . Hasil penelitian mereka menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Defisit anggaran belanja pemerintah dan investasi pemerintah hasilnya tidak signifikan dalam menentukan tabungan nasional Pakistan. Tidak terjadi Equivalensi Ricardian dan tingkat tabungan tidak berhubungan dengan hasil investasi yang dilakukan pemerintah.

2. Penduduk Pakistan berpenghasilan tinggi cenderung memiliki jumlah tabungan yang tinggi dan hal ini sesuai dengan teori efek Mckinnon. Penelitian ini juga menyarankan agar pemerintah berusaha sungguh-sungguh meningkatkan produk domestik bruto karena fakta menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto mendorong pertumbuhan tingkat tabungan yang lebih besar. Kondisi tabungan nasional yang lebih baik akan berpengaruh positif terhadap investasi dan peningkatan investasi ini pada akhirnya akan meningkatkan produk domestik bruto.

3. Perilaku tabungan di Pakistan tidak responsif terhadap perubahan tingkat bunga. Hal ini disebabkan sebagian besar orang menabung hanya untuk mencukupi kebutuhan mereka di masa depan, misalnya: pendidikan, perkawinan dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan restrukturisasi perbankan untuk menarik lebih banyak orang menabung.


(46)

4. Kiriman uang dari penduduk yang bekerja dari luar negeri mempengaruhi tabungan secara positif dan signifikan. Perlu dikaji secara mendalam kebijakan-kebijakan yang lebih efektif dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk di luar negeri.

5. Tidak ditemukan efek Harberger-Lawrson-Meltzer dalam kasus tabungan nasional Pakistan, misalnya: peningkatan neraca perdagangan tidak mempengaruhi jumlah uang tabungan secara signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan peninggalan beban hutang di masa lampau.

6. Investasi publik dan asing menghapus efek negatif tingkat bunga yang terjadi pada investasi swasta. Untuk itu diperlukan penelitian ulang hubungan antara tingkat bunga dan investasi.

7. Return On Investment (ROI) adalah satu faktor penentu penting dari investasi. 8. Ekspektasi memegang peran penting didalam keputusan investasi. Segala bentuk

ketidakpastian direfleksikan melalui peningkatkan harga (seperti: bahan baku, biaya energi dan lain-lain) akan mendorong penurunan investasi.

9. Tabungan domestik adalah satu sumber utama investasi, sementara di sisi lainnya tabungan asing tidak efektif untuk investasi di Pakistan.

10. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan untuk mendukung peningkatan di dalam tabungan domestik daripada meningkatkan kepercayaan asing untuk berinvestasi.

Gale and Orszag (2004), menemukan hubungan antara defisit anggaran dengan tabungan nasional dan tingkat bunga di Amerika Serikat. Defisit anggaran


(47)

akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan akan meningkatkan tingkat suku bunga dan dalam jumlah yang signifikan pengaruhnya terhadap perekonomian.

Athukorala dan Sen (2004) menguji faktor - faktor yang menentukan tabungan masyarakat dalam proses pembangunan berdasarkan pengalaman negara India periode 1954 - 1998. Metodologi penelitian mencakup estimasi fungsi tingkat tabungan yang diturunkan dari pemikiran teori siklus hidup dengan memperhatikan karakteristik struktural dalam pembangunan ekonomi. Penemuan penelitian ini adalah bahwa tingkat tabungan dan tingkat pertumbuhan pendapatan disposibel bertambah. Tingkat bunga riil simpanan bank mempunyai dampak yang positif dan signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tabungan publik mendesak tabungan privat, walaupun tidak sesuai proporsinya. Selain itu menurut penelitian ini, kebijakan publik dapat digunakan untuk mempengaruhi angka tabungan nasional. Variabel lainnya yang menjadi pertimbangan adalah transfer pendapatan keluar negeri oleh penduduk asing yang bekerja di India berpengaruh negatif terhadap tabungan swasta.

Attanasio, Picci, dan Scoru (2000), menggunakan contoh dan metoda ekonometri berbeda, menemukan bahwa pada setiap kasus, pertumbuhan menyebabkan perubahan dalam tabungan. Mereka juga mengamati hal- hal yang dapat meningkatkan angka tabungan. Tabungan tidak selalu meningkat sebelum terjadinya peningkatan dalam pertumbuhan.

Loayza, Schmidt-Hebbel, dan Serven (2000) juga melakukan penelitian tentang perilaku tabungan yang dihubungkan dengan demografi. Dalam penelitiannya variabel demografi diwakili dengan angka beban tanggungan usia muda dan tua


(48)

(young-age and old-age dependency ratio). Kesimpulan dari studi ini sejalan dengan apa yang diprediksi oleh the life-cycle theory. Penelitian ini membuktikan bahwa setiap kenaikan sebesar 3,5 persen dalam angka beban tanggungan penduduk usia muda maka akan menurunkan tabungan masyarakat sebesar 1 (satu) persen.

Masson et al. (1998) meneliti beberapa faktor penentu perilaku tabungan swasta di negara maju dengan menggunakan data time series dan cross section dalam jumlah yang besar. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa terjadi efek yang berbanding terbalik dari tabungan swasta terhadap perubahan tabungan publik dan tabungan luar asing. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa faktor demografi dan pertumbuhan adalah faktor penting yang mempengaruhi tabungan swasta. Selanjutnya tingkat tabungan dan neraca perdagangan memiliki pengaruh yang positif namun dalam jumlah yang kecil. Peningkatan dalam produk domestik bruto perkapita akan meningkatkan tabungan pada negara dengan pendapatan rendah, tetapi terjadi sebaliknya pada negara yang berpendapatan tinggi.

Al-Mohaimeed (1998) melakukan penelitian untuk mengukur fungsi tabungan negara Arab Saudi dengan menggunakan OLS dinamis dan error correction model pada periode 1968 - 1996. Hasil penelitian menunjukan yaitu : (1) Arab Saudi hanya memiliki tingkat efisiensi selama periode 1982-1986; (2) sesuai dengan teori ekonomi bahwa penghematan pendapatan adalah merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi tingkat tabungan di Arab Saudi (3) angka kelahiran, dengan tak diduga-duga, menunjukkan efek positif terhadap tabungan domestik di Arab Saudi; (4) terjadi crowding out terhadap arus modal asing yang masuk dalam jangka pendek.


(49)

(5) nilai tukar riil memperlihatkan efek signifikan terhadap tabungan domestik dalam jangka panjang.

Doménech (1997), penelitiannya bertujuan untuk mengestimasi dan menguji hipotesis equivalensi Ricardian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Structural Vector Auto Regressive dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data panel dari negara-negara Open Economic Development Countries. Variabel yang terlibat dalam penelitian tersebut adalah tabungan nasional dan defisit anggaran pemerintah. Keduanya dinyatakan dalam bentuk rasio terhadap Produk Domestik Bruto. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa hipotesis Equivalensi Ricardian tidak terjadi pada negara-negara OEDC yang dimasukkan dalam penelitian tersebut. Hal ini terjadi karena tabungan swasta ternyata hanya ditutupi dalam jumlah yang relatif kecil (tidak signifikan) dari berkurangnya tabungan publik. Hasil penelitian ini mendukung pendapat semakin besar defisit anggaran belanja pemerintah menjadi faktor yang penting terhadap proses terjadinya kenaikan tingkat suku bunga di era 1980 - 1990.

2.9 Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

6. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap tabungan nasional Indonesia, ceteris paribus.

7. Rasio defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap tabungan nasional Indonesia, ceteris paribus.


(50)

8. Rasio ekspor neto berpengaruh positif terhadap tabungan nasional Indonesia, ceteris paribus.

9. Pertumbuhan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap tabungan nasional Indonesia, ceteris paribus.

10.Pertumbuhan Penduduk berpengaruh negatif terhadap tabungan nasional Indonesia, ceteris paribus.

2.10 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Beberapa variabel mungkin saja mengalami multikolinearitas yang akan disesuaikan kemudian untuk mendapatkan model terbaik.

R

Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 2.4 : Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan Nasional di Indonesia

Rasio Defisit Anggaran

Rasio Ekspor Neto Tabungan

Nasional Pertumbuhan

Pendapatan Perkapita


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Indonesia dimulai Januari 2009. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor – faktor yang menentukan tabungan nasional Indonesia.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan penulis adalah data sekunder dalam bentuk data runtut waktu (time series) dari tahun 1980 sd. tahun 2005 yang berasal dari publikasi-publikasi resmi, World Bank, UU APBN, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, sumber-sumber lain yang dipublikasikan, dan penelitian sebelumnya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, dengan analisis data sekunder dari publikasi resmi institusi yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.3.1 Tabungan nasional Indonesia 3.3.2 Pertumbuhan ekonomi Indonesia 3.3.3 Defisit anggaran Indonesia 3.3.4 Ekspor Neto


(52)

3.3.6 Pertumbuhan Penduduk

3.4 Analisis data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif berupa pengolahan data yang diperoleh berdasarkan metoda statistik. Dalam pengolahan data ini digunakan regresi berganda dengan menggunakan metoda Ordinary Least Square dengan 5 (lima) variabel independen. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

SAV = f (RGDP, BDG, RNE, YpcG, PopG )... (3.1)

Model diatas kemudian dibentuk kedalam persamaan ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda :

SAV = b0 + b1 RGDP + b2 BDG+ b3RNE+ b4 YpcG + b5PopG +µ ...(3.2)

Menurut Gujarati (2007), model persamaan di atas mengasumsikan bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel-variabel independennya bersifat serentak. Artinya variabel-variabel tersebut berada pada satu titik waktu yang sama. Namun asumsi ini tidak selalu berlaku dalam data deret berkala. Artinya mungkin ada hubungan tidak serentak atau terlambat (lagged relationship) antara variabel independen dan variabel dependennya. Sementara itu Manurung (2005) menyatakan pada analisis regresi data time series, model regresi tidak hanya mencakup nilai sekarang dari variabel tetapi nilai sebelumnya (lagged). Model regresi seperti ini disebut distributed-lag model. Di samping model tadi, juga terdapat model


(53)

autoregressive (dynamic model) yang menjelaskan gambaran jalur waktu atau time path nilai regressan dan hubungannya dengan nilai sebelumnya.

Memperhatikan uraian di atas, banyaknya nilai keterlambatan dan derajat kebebasan, penulis memutuskan untuk menggunakan model autoregressive (dynamic model) sehingga persamaan ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda (3.2) diubah menjadi :

SAV = b0 + b1 RGDP + b2 BDG+ b3RNE+ b4 YpcG + b5PopG +SAV(-1) +µ ..(3.3)

dimana :

SAV = Tabungan Nasional Indonesia RGDP = Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

BDG = Rasio Defisit Anggaran Pemerintah RNE = Rasio Ekspor Neto

YpcG = Rasio Pertumbuhan Pendapatan Perkapita PopG = Rasio Pertumbuhan Penduduk

SAV(-1) = Tabungan Nasional Indonesia periode sebelumnya µ = Kesalahan pengganggu

3.5 Definisi operasional Variabel

Untuk menyamakan persepsi dalam penulisan ini, maka disajikan beberapa definisi operasional yang diuraikan sebagai berikut :

3.5.1 Tabungan nasional adalah jumlah tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat dalam mata uang rupiah.


(54)

3.5.2 Pertumbuhan ekonomi adalah selisih Produk Domestik Bruto Indonesia harga konstan tahun ini dikurangi Produk Domestik Bruto Indonesia harga konstan tahun sebelumnya yang dibagi dengan Produk Domestik Bruto Indonesia harga konstan tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam satuan persen.

3.5.3 Rasio Defisit anggaran adalah defisit keseimbangan primer pada anggaran pemerintah dibagi dengan Produk Domestik Bruto Indonesia dalam satuan persen.

3.5.4 Rasio Ekspor Neto adalah total nilai ekspor dikurangi total nilai impor dibagi dengan Produk Domestik Bruto Indonesia dan dinyatakan dalam satuan persen.

3.5.5 Pertumbuhan Pendapatan Perkapita adalah kenaikan nilai pendapatan perkapita tahun ini (Produk Domestik Bruto Indonesia dibagi dengan jumlah penduduk) dibandingkan dengan nilai pendapatan perkapita tahun sebelumnya yang dinyatakan dalam satuan persen.

3.5.6 Pertumbuhan penduduk adalah jumlah penduduk tahun ini dikurangi jumlah penduduk tahun sebelumnya dibagi jumlah penduduk tahun sebelumnya yang dinyatakan dalam satuan persen.

3.6 Uji Kesesuaian

3.6.1. Uji Koefisien determinasi (R2) dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan variabel bebas (independent variable) menjelaskan variabel terikat (dependent


(55)

variable).

3.6.2. Uji parsial (t-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Jika thit > ttabel, maka H0 ditolak dan H1

diterima.

3.6.3. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara serempak. Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1

diterima.

3.7 Pelanggaran Asumsi Klasik

Dalam suatu model regresi ada beberapa permasalahan yang biasa terjadi dan secara statistik dapat menganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu maka perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari (Gujarati, 2007) :

3.7.1. Multikolinieritas

Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tidak saling berkorelasi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi dengan sempurna, maka disebut multikolinieritas sempurna.


(56)

Multikolinieritas dapat dideteksi dengan besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :

1) Variasi besar (dari taksiran OLS)

2) Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar).

3) Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bias tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar, maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.

4) R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari t-test.

Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi sehingga dapat menyesatkan interpretasi.

3.7.2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi. Dengan menggunakan lambang µ secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mengestimasi model persamaan ekonometrika (3.3) dengan OLS, harus dipastikan bahwa faktor kesalahan µ dan


(57)

variabel terlambat SAV(-1) tidak berkorelasi. Jika sebaliknya, seperti bisa dilihat, estimator OLS tidak hanya bias tetapi juga tidak konsisten (Gujarati, 2007).

Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrange Multiplier (LM Test). LM Test adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menguji autokorelasi dengan keberadaan variabel dependen yang diperlamban dengan menganalisis seberapa baik residu-residu yang diperlamban menjelaskan residu-residu pada persamaan awal (Sarwoko, 2005). LM Test dilakukan dengan membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria sebagai berikut :

1) Jika nilai X2 hitung > X2 tabel , maka hipotesis yang menyatakan tidak ada

autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

2) Jika nilai X2 hitung < X2 tabel , maka hipotesis yang menyatakan tidak ada

autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.7.3. Normalitas

Asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu µi mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian konstan. Dengan asumsi ini, OLS estimator atau penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan, seperti ketidakbiasan dan mempunyai varian yang minimum. Untuk dapat mengetahui normal atau tidaknya faktor pengganggu µi dilakukan dengan J-B Test (Jarque-Bera Test).


(58)

Menurut Manurung (2005), Uji Jarque-Bera Test adalah asimptosis untuk sampel besar. Uji ini juga didasarkan pada residual OLS estimator dengan cara menguji Skweness dan Kurtosis yaitu :

JB=N [ S2 / 6 + (k-3)2 / 24 ]

Di mana S dan K adalah koefisien Skewness dan Kurtosis serta N adalah jumlah data. Di bawah hipotesis (H0) dinyatakan bahwa residual terdistribusi secara normal dengan derajat bebas atau df=2. Jika nilai penghitungan (probability) dari statistik JB cukup rendah atau nilai statistik JB berbeda dengan nol maka hipotesis yang menyatakan residual terdistribusi secara normal ditolak. Akan tetapi jika nilai penghitungan (probability) dari statistik JB cukup tinggi atau nilai statistik JB nol maka hipotesis yang menyatakan residual terdistribusi secara normal tidak ditolak.

3.7.4. Data Stationer

Dalam analisis ekonometrika modern, jika menggunakan data deret waktu (time series), mensyaratkan data yang digunakan harus stationer. Sebuah data deret waktu dikatakan stationer jika nilai rata-rata galat sama dengan nol dan nilai varians (variance) dari peubah yang bersangkutan konstan sepanjang waktu. Uji stationeritas data penting dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi pelanggaran asumsi regresi. Masalah utama yang terjadi apabila data yang digunakan di dalam analisis regresi tidak stasioner, nilai dugaan yang dihasilkan menjadi bias (spurious regression), sehingga menimbulkan kesalahan dalam interpretasi hasil analisis. Untuk


(59)

menanggulangi masalah data yang tidak stasioner, beberapa kajian terdahulu telah menyarankan penggunaan konsep deferensial (differencial) data untuk menghilangkan unit root walaupun penggunaan metode ini masih menimbulkan perdebatan karena akan menghilangkan informasi jangka panjang yang sangat penting.

Untuk menguji kondisi apakah data stationer atau tidak stationer dilakukan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Jika variabel yang digunakan ternyata tidak stationer, maka penelitian tidak dapat menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), namun harus menggunakan persamaan yang mengkoreksi galat seperti error correction model (ECM). Data yang stationer diketahui setelah dilakukan pengujian unit root. Adapun yang dimaksud dengan pengujian unit root adalah menguji apakah data yang digunakan memiliki error yang konstan, dan tidak terpengaruh oleh waktu serta variabel lainnya.


(60)

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1 Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan tabungan nasional. Terlebih lagi disadari oleh pemerintah, mobilisasi dana sangat penting, khususnya bagi suatu negara, termasuk Indonesia yang menghadapi masalah tingginya kesenjangan antara investasi dan tabungan (saving-investment gap). Pengalaman lebih dari 25 tahun pelaksanaan pembangunan menunjukkan bahwa faktor tabungan nasional telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam proses pembangunan. Fluktuasi tabungan nasional selama dua dasawarsa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Sumber : World Bank, 2007

Gambar 4.1. Perkembangan Tabungan Nasional Indonesia Periode 1980 sd. 2005 (dalam Milyar Rupiah)


(61)

Mobilisasi dana oleh sektor keuangan domestik, terutama sektor perbankan ditambah dengan pesatnya aliran modal dari luar negeri telah menjadi salah satu faktor pendorong utama berkembang pesatnya aktivitas ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi -- mencapai rata-rata 6,8 persen per tahun dalam pembangunan jangka panjang tahap I -- antara lain merupakan cerminan hal tersebut.

Sebagai informasi tambahan seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, tabungan rumah tangga sebagai salah satu komponen tabungan nasional tidak dapat dilepaskan dari perilaku konsumsi (marginal propensity to consume) mereka. Tambahan pendapatan (yang mencerminkan kombinasi pendapatan permanen dan transitoris) tidak hanya mendorong konsumsi tetapi juga tabungan mereka. Perilaku konsumsi mereka dan fluktuasi tabungan nasional Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Sumber : World Bank, 2007

Gambar 4.2. MPC Rumah Tangga Indonesia dan Tabungan Nasional Indonesia Periode 1980-2004 (dalam persen)


(62)

4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Perkembangan ekonomi Indonesia sejak pemerintahan orde baru tahun 1966 ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi. Masa awal pembangunan ekonomi, periode 1966-1970, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 5,89 persen per tahun. Selanjutnya, dekade 1971 – 1980, rata-rata pertumbuhan ekonomi meningkat pesat menjadi 7,44 persen. Kenaikan ini tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah mendorong ekspor minyak yang dibarengi oleh kenaikan harga minyak dunia. Namun, dengan mulai menurunnya harga minyak dunia pada dekade 1981-1990, ekonomi Indonesia kembali mencatat pertumbuhan yang lebih rendah. Selama periode ini, pemerintah mulai mengubah kebijakannya dengan sasaran utama mendorong ekspor non-migas dan pengerahan tabungan masyarakat.

Untuk meningkatkan ekspor non-migas, pemerintah mendorong sektor swasta berperan lebih besar dalam pembangunan ekonomi. Sementara upaya pengerahan dana masyarakat yang diperlukan untuk investasi domestik dilakukan melalui pengembangan pasar keuangan. Hal itu ditandai oleh kebijakan deregulasi perbankan dan pasar modal yang diikuti oleh liberalisasi capital inflows. Sementara, di sisi sektor riil, pemerintah mulai membuka pasar domestik melalui penurunan tarif, pengurangan Daftar Negatif Investasi yang didukung oleh kebijakan makro yang prudent.

Berbagai kebijakan diatas berhasil mendorong kembali rata-rata pertumbuhan ekonomi hingga mencatat angka 7,83 persen selama 1991-1996. Namun, selama masa


(63)

ini juga ditandai oleh akumulasi utang luar negeri yang terus membengkak dan kondisi perbankan yang fragile hingga berujung pada krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Setelah krisis ekonomi, ekonomi Indonesia kembali mengalami perlambatan pertumbuhan.

Jika dilihat dari Produk Domestik Bruto sektoral, terlihat adanya perubahan struktur ekonomi yang berkelanjutan. Sektor pertanian menunjukkan kecenderungan menurun dimana perannya digantikan oleh industri pengolahan yang tumbuh pesat sejak 1990 – 2000. Sementara itu sektor-sektor yang lain relatif stabil, kecuali sektor keuangan yang terus tumbuh pada masa sebelum krisis dan akhirnya menurun drastis setelah krisis ekonomi. Keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan tercermin pada pendapatan masyarakat yang cenderung meningkat pesat. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1966 sd. 2005 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Sumber : Bank Indonesia, 2007

Gambar 4.3. Rata-rata pertumbuhan Ekonomi Indonesia periode 1966 sd. 2005 (dalam persen)


(64)

Jika diukur berdasarkan pendapatan per kapita dalam US$, pendapatan masyarakat tumbuh dari level US$ 200 pada tahun 1974 hingga mencapai level US$ 1.200 tahun 1996, sebelum akhirnya merosot kembali akibat krisis pada level US$ 600. Setelah krisis, pendapatan masyarakat akhirnya mencapai diatas level US$ 1.200 pada akhir 2005 (Tjahyono dan Anugrah, 2006).

Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia belakangan ini menunjukkan kondisi lebih baik, digambarkan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, terutama tahun 2007 yang berhasil menembus angka di atas 6 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2007 bahkan mencapai momentum pertumbuhan tertinggi semenjak krisis, yaitu sebesar 6,3 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, angka realisasi tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat, membaiknya iklim investasi, dan tingginya permintaan dunia terhadap produk ekspor Indonesia. Sumber utama pertumbuhan berasal dari investasi dan ekspor yang mencatat pertumbuhan tertinggi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2007 mencapai 5,0 persen jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 yang hanya sebesar 3,2 persen. Kondisi ini membuat konsumsi rumah tangga mendominasi peranan dalam Produk Domestik Bruto sebesar 63,5 persen (Nota Keuangan dan RAPBN Indonesia, 2009).

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada suatu periode memiliki kecenderungan mempengaruhi tabungan nasional pada periode berikutnya. Rata-rata pertumbuhan ekonomi periode 1981-1985 sebesar 5,08 persen mendorong kenaikan rata-rata tabungan nasional pada periode berikutnya menjadi 19,46 persen. Demikian


(65)

pula halnya dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi periode 1991- 1995 yang mendorong kenaikan rata-rata tabungan nasional periode berikutnya menjadi 19,84 persen. Bahkan penurunan rata-rata pertumbuhan ekonomi periode 1996 – 2000 menyebabkan berkurangnya rata-rata tabungan nasional menjadi 15,34 persen.

Penurunan tabungan nasional tersebut mengurangi kemampuan pengeluaran investasi yang diperlukan untuk mempertahankan momentum pembangunan. Walaupun demikian, Indonesia cukup beruntung karena dari 4 periode yang diamati maka hanya satu periode saja (1986 – 1990) yang tidak memperlihatkan hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan tabungan nasional di Indonesia. Gambar di bawah ini menunjukkan informasi tersebut

Sumber : Bank Indonesia, 2007 World Bank, 2007

Gambar 4.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Tabungan Nasional Indonesia terhadap PDB periode 1981 sd. 2005 (dalam


(66)

4.3 Kondisi Defisit Anggaran di Indonesia

Di Indonesia, isu defisit anggaran mendapatkan perhatian yang utama, bahkan sejak Kabinet Ampera (kabinet orba pertama). Perhatian tersebut adalah terhadap tingginya tingkat inflasi yang disebabkan oleh pembiayaan defisit anggaran dengan pencetakan uang. Pengalaman ini membuat pemerintah mengintroduksi anggaran yang berimbang dan dinamis untuk menggantikan anggaran moneter. Dengan memasukkan utang luar negeri sebagai sumber penerimaan negara maka anggaran terlihat sebagai balance budget. Utang luar negeri ini bukannya tanpa masalah, beban utang luar negeri yang semakin membengkak membawa konsekuensi logis membebani anggaran dengan pembayaran pokok dan bunga utang yang juga ikut meningkat.

Idealnya semua pengeluaran pemerintah dibiayai oleh penerimaan pajak. Peningkatan penerimaan pajak akan menaikkan total penerimaan pemerintah sehingga defisit akan berkurang. Defisit anggaran pemerintah Indonesia dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Sementara itu pembiayaan dalam negeri melalui sektor perbankan maupun non perbankan. Pembiayaan melalui sektor perbankan dapat melalui bank sentral dan bank umum. Defisit anggaran yang melalui sektor perbankan dapat ditelusuri melalui neraca otoritas moneter dan neraca konsolidasi bank umum yang berupa perubahan net claim central government (NCG). Pembiayaan melalui sistem non perbankan berupa penerbitan obligasi negara dan privatisasi aset negara, terutama aset negara yang dikelola BPPN.


(1)

Lampiran 4. Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.673654 Probability 0.523725

Obs*R-squared 1.941667 Probability 0.378767

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RGDP -0.000751 0.019108 -0.039285 0.9691

BDG -0.006658 0.059417 -0.112060 0.9122

RNE -0.012104 0.033667 -0.359537 0.7239

YPCG 0.001767 0.009621 0.183641 0.8566

POPG 0.763462 1.150778 0.663431 0.5165

C -8.318883 12.73145 -0.653412 0.5228

LSAV(-1) 0.220551 0.338843 0.650896 0.5244

RESID(-1) -0.343414 0.451270 -0.760995 0.4577

RESID(-2) -0.291523 0.277613 -1.050104 0.3093

R-squared 0.077667 Mean dependent var 1.94E-15

Adjusted R-squared -0.383500 S.D. dependent var 0.211054 S.E. of regression 0.248246 Akaike info criterion 0.324922 Sum squared resid 0.986020 Schwarz criterion 0.763718

Log likelihood 4.938469 F-statistic 0.168413


(2)

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas

0

2

4

6

8

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

Series: Residuals

Sample 1981 2005

Observations 25

Mean

2.10E-15

Median

0.008469

Maximum

0.451060

Minimum -0.588841

Std. Dev.

0.211054

Skewness

-0.695867

Kurtosis

4.482432

Jarque-Bera

4.306802

Probability

0.116089


(3)

Lampiran 6. Hasil Uji Stationeritas Data

ADF Test Statistic -4.517247 1% Critical Value* -4.3942 5% Critical Value -3.6118 10% Critical Value -3.2418 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LSAV)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1982 2005

Included observations: 24 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LSAV(-1) -1.325702 0.293476 -4.517247 0.0002

D(LSAV(-1)) 0.315746 0.203973 1.547984 0.1373

C 39.85125 8.785075 4.536244 0.0002

@TREND(1980) 0.191567 0.042805 4.475331 0.0002

R-squared 0.557754 Mean dependent var 0.135108

Adjusted R-squared 0.491417 S.D. dependent var 0.304275 S.E. of regression 0.216994 Akaike info criterion -0.066881 Sum squared resid 0.941729 Schwarz criterion 0.129461

Log likelihood 4.802572 F-statistic 8.407884

Durbin-Watson stat 2.021770 Prob(F-statistic) 0.000818

ADF Test Statistic -3.444939 1% Critical Value* -3.7343 5% Critical Value -2.9907 10% Critical Value -2.6348 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RGDP)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1982 2005

Included observations: 24 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RGDP(-1) -0.910816 0.264393 -3.444939 0.0024

D(RGDP(-1)) 0.159105 0.211258 0.753131 0.4597

C 4.317593 1.576144 2.739339 0.0123

R-squared 0.413724 Mean dependent var -0.075167

Adjusted R-squared 0.357888 S.D. dependent var 5.555233 S.E. of regression 4.451513 Akaike info criterion 5.940834 Sum squared resid 416.1354 Schwarz criterion 6.088090


(4)

89

Durbin-Watson stat 1.859970 Prob(F-statistic) 0.003673 ADF Test Statistic -2.871959 1% Critical Value* -3.7343 5% Critical Value -2.9907 10% Critical Value -2.6348 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(BDG)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1982 2005

Included observations: 24 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

BDG(-1) -0.706044 0.245841 -2.871959 0.0091

D(BDG(-1)) 0.077010 0.215939 0.356629 0.7249

C -0.609549 0.318591 -1.913265 0.0694

R-squared 0.336527 Mean dependent var 0.049823

Adjusted R-squared 0.273339 S.D. dependent var 1.265733 S.E. of regression 1.078967 Akaike info criterion 3.106354 Sum squared resid 24.44758 Schwarz criterion 3.253611

Log likelihood -34.27625 F-statistic 5.325807

Durbin-Watson stat 2.001994 Prob(F-statistic) 0.013463

ADF Test Statistic -3.694958 1% Critical Value* -4.3942 5% Critical Value -3.6118 10% Critical Value -3.2418 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RNE)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1982 2005

Included observations: 24 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RNE(-1) -0.643866 0.174255 -3.694958 0.0014

D(RNE(-1)) 0.358877 0.167420 2.143569 0.0445

C -3.439627 1.209339 -2.844220 0.0100

@TREND(1980) 0.217668 0.077130 2.822108 0.0105

R-squared 0.431651 Mean dependent var 0.027542

Adjusted R-squared 0.346398 S.D. dependent var 2.085805 S.E. of regression 1.686282 Akaike info criterion 4.033941 Sum squared resid 56.87096 Schwarz criterion 4.230284

Log likelihood -44.40730 F-statistic 5.063206


(5)

90

ADF Test Statistic -3.374685 1% Critical Value* -3.7343 5% Critical Value -2.9907 10% Critical Value -2.6348 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(YPCG)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1982 2005

Included observations: 24 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

YPCG(-1) -1.016674 0.301265 -3.374685 0.0029

D(YPCG(-1)) 0.031360 0.215928 0.145234 0.8859

C 15.44814 4.817254 3.206836 0.0042

R-squared 0.494491 Mean dependent var 0.383399

Adjusted R-squared 0.446347 S.D. dependent var 12.28128 S.E. of regression 9.138240 Akaike info criterion 7.379281 Sum squared resid 1753.656 Schwarz criterion 7.526538

Log likelihood -85.55138 F-statistic 10.27113

Durbin-Watson stat 1.987806 Prob(F-statistic) 0.000775

ADF Test Statistic -5.568521 1% Critical Value* -3.7204 5% Critical Value -2.9850 10% Critical Value -2.6318 *MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(POPG)

Method: Least Squares Date: 04/20/09 Time: 09:37 Sample(adjusted): 1981 2005

Included observations: 25 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

POPG(-1) -0.043415 0.007797 -5.568521 0.0000

C 0.034966 0.013150 2.659097 0.0140

R-squared 0.574140 Mean dependent var -0.037185

Adjusted R-squared 0.555625 S.D. dependent var 0.016816 S.E. of regression 0.011210 Akaike info criterion -6.067467 Sum squared resid 0.002890 Schwarz criterion -5.969957

Log likelihood 77.84334 F-statistic 31.00842


(6)