PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH.

(1)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA

RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK

TUNARUNGU USIA SEKOLAH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh :

ANNISA NUGRAHA WAHIDAH 1302960

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS SEKOLAH PASCA SARJANA


(2)

2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Oleh

Annisa Nugraha Wahidah

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Khusus

© Annisa Nugraha Wahidah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis. ANNISA NUGRAHA WAHIDAH


(3)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ANNISA NUGRAHA WAHIDAH

NIM. 1302960

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Pembimbing

Dr. Permanarian Somad, M.Pd. NIP. 195404081981032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

(5)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960/Prodi PKKh-SPs-UPI

Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang tidak tersedia bagi anak tunarungu usia sekolah mengakibatkan layanan pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan dalam perkembangan bahasanya. Instrumen asesmen dikembangkan berdasarkan teori perkembangan bahasa yang dikemukakan oleh Myklebust dan Lewis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pada tahap I dan metode kuantitatif pada tahap II dan III. Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif divalidasi yang memperoleh nilai 100% dan dihitung reliabilitasnya yang memperoleh nilai 0,93 (korelasi sangat tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sudah valid, reliabel dan fungsional digunakan untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

Kata kunci: Pengembangan Instrumen Asesmen, Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif, Anak Tunarungu Usia Sekolah


(6)

ABSTRACT

DEVELOPING THE ASSESSMENT INSTRUMENT RECEPTIVE LANGUAGE AND EXPRESSIVE LANGUAGE OF CHILDREN WITH

HEARING IMPAIRMENT SCHOOL AGE

Annisa Nugraha Wahidah NIM. 1302960 / Prodi PKKh-SPs-UPI

Assessment instruments receptive language and expressive language that is not available to children with hearing impairmnent of school age result in educational services rendered in accordance with the needs in language development. Assessment instrument was developed based on the theory of language development proposed by Myklebust and Lewis. This study used qualitative methods in stage I and quantitative methods in stage II and III. Assessment instruments receptive language and expressive language validated that scored 100% and the calculated reliability that scored 0.93 (correlation is very high). Based on the research results, we concluded that the assessment instrument receptive language and expressive language is valid, reliable and functional is used to determine the development of receptive language and expressive language of children with hearing impairment school age.

Keywords: developing assessment instrument, receptive language and expressive language, children with hearing imparment school age.


(7)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

UCAPAN TERIMA KASIH……….…... ii

KATA PENGANTAR…….……….. iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR DIAGRAM ……….. ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR BAGAN……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian….…….……….. 5

C. Tujuan Penelitian………. 5

D. Manfaat Penelitian….……….. 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Dasar Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif………… 7

1. Sistem Pemerolehan Bahasa………..……… 7

2. Perkembangan Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif……. 10

B. Konsep Dasar Anak Tunarungu Usia Sekolah……….……..…. 15

1. Pengertian Anak Tunarungu ….………..……….. 15

2. Definisi Usia Sekolah…... ………. 17

C. Perkembangan Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah……… 18


(8)

D. Konsep Dasar Asesmen……….……… 23

1. Definisi Asesmen……….……… 23

2. Pengembangan Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah…...…… 26

E. Penelitian Yang Relevan……….… 29

F. Kerangka Berpikir………..………….………..…. 30

G. Hipotesis Penelitian……….……… 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan desain Penelitian………..…. 31

B. Lokasi dan Subjek Penelitian...……..………. 33

C. Prosedur Penelitian….……….………...….… 35

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 37

E. Teknik Analisis Data………..……. 42

F. Penjelasan Istilah Penelitian……… 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 52

B. Pembahasan ……… 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 102

B. Rekomendasi……… 105

DAFTAR PUSTAKA ……….. xii

LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian dan Instrumen Penelitian……… 107

2. Hasil Judgement……….. 162


(9)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Perhitungan Reliabilitas……….. 185

5. Hasil Uji Coba Instrumen……….……….. 198

6. Dokumentasi Kegiatan………...………... 339


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan yang terdapat pada anak kebutuhan khusus tersebut. Upaya dalam memahami kebutuhan dan masalah yang dialami oleh seorang anak, guru memerlukan informasi, sumber data yang berkenaan dengan kebutuhan dan masalah pada peserta didiknya.

Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dari masalah yang dihadapi, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang disebut dengan asesmen. Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan dan kebutuhannya anak pada aspek tertentu, data yang diperoleh dari hasil asesmen, selanjutnya dapat dijadikan bahan dasar dalam penyusunan program pembelajaran, program intervensi, bahan pertimbangan atau gambaran untuk ahli lainnnya seperti terapis.

Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan dalam berbagai aspek perkembangan, salah satunya adalah aspek bahasa. Aspek perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan aspek perkembangan kognitif, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam pemerolehan bahasa sehingga berdampak besar pada kemampuan komunikasi dan kognitifnya. Kesulitan dalam perkembangan bicara dan bahasa menjadi salah satu karakteristik dari anak dengan hambatan intelektual, setidaknya ada sedikit upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik perkembangan bahasa pada anak-anak.

Bahasa diperoleh hasil dari proses diterimanya getaran suara melalui telinga kemudian disampaikan pada otak lalu suara tersebut memiliki makna yang dapat dipahami. Anak tunarungu yang memiliki hambatan dalam


(11)

2

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perkembangan bahasanya sehingga sering ditemui kasus anak tunarungu yang tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya karena keterbatasan dalam aspek bahasanya itu, baik pada bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Santrock (2012) “language is a form of communication – whether spoken, written, or signed – that is based on a system of symbols. Language consist of the words used by a community and the rules for varying and combining them”. Berdasarkan dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi – entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem dari simbol-simbol.

Anak tunarungu usia sekolah merupakan usia dasar atau awal kesiapan anak yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk memasuki sekolah dasar. Pada usia sekolah anak mulai bersekolah dan pengalaman anak dalam berbahasa semakin meningkat, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengharuskan dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak pada umumnya mulai mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain kemudian proses selanjutnya yaitu meniru ucapan, karena proses pertamanya dia mendengar dan menyimak ucapan-ucapan tersebut (reseptif), kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi (ekspresif), dengan proses tersebut bahasa terbentuk pada anak. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sadjaah (2005) “meninjau fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan berbicara dan bahasa, pertama akan membentuk bahasa reseptif, kemudian melalui pendengaran pula sesudah bahasa reseptif berkembang, seseorang mulai belajar mengekspresikan diri dengan kata-kata”. Secara umum perkembangan bahasa yang digambarkan oleh Myklebust (1960) meliputi tujuh tahap, yaitu; Experience, Inner Language (auditory symbol), Auditory Receptive Language (spoken word), Auditory Expresive Language (speaking), Visual Receptive Language (reading), Visual Expressive Language (writing), dan Visual Symbolic Behavior. Teori Myklebust ini lebih menekankan bahasa pada yang terbentuk dari hasil


(12)

pengalaman anak itu sendiri. Pada tiap tahapan perkembangan tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak.

Berdasarkan hasil dari studi lapangan yang telah peneliti lakukan pada beberapa sekolah di kota Bandung, menunjukkan bahwa instrumen asesmen pada setiap sekolah berbeda dalam butir-butir instrumennya namun tujuan dari instrumen-instrumen tersebut tetap sama, yaitu untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak tunarungu dalam segala aspek perkembangan. Sedangkan instrumen asesmen untuk mengungkapkan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif itu sendiri belum tersedia pada setiap sekolahnya. Sehingga peneliti merasa dengan instrument asesmen yang telah disediakan pada setiap sekolah, dapat dikatakan instrument asesmen tersebut belum dapat menemukan dan mengungkap kebutuhan dasar dari setiap anak tunarungu khususnya pada aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sehingga layanan pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Instrumen asesmen yang tidak fungsional akan berdampak pada seluruh aspek perkembangan anak tunarungu karena layanan pendidikan dalam proses pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhannya, sehingga dapat mengakibatkan anak tunarungu akan mengalami ketertinggalan atau kemunduran dalam aspek bahasa yang berkaitan dengan aspek kognitif, dan aspek perkembangan lainnya.

Berdasarkan kondisi faktual yang muncul apabila anak mengalami hambatan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, maka sangatlah penting sebagai pendidik, khususnya di bidang pendidikan kebutuhan khusus, memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu yang diperoleh dengan cara asesmen.

Asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif adalah serangkaian instrumen untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Asesmen ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhan perkembangan bahasa reseptif dan


(13)

4

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahasa ekspresif pada anak tunarungu sebagai bahan acuan dasar untuk memberikan layanan pendidikan dalam proses pembelajaran pada anak tunarungu. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui kebutuhan dan kemampuan serta gambaran dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah perlu dikembangankannya instrumen asesmen yang disesuaikan dengan seluruh aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini dapat menggambarkan kondisi objektif perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada tiap aspek anak tunarungu usia sekolah secara rinci, terutama kekuatan dan kelemahan pada tiap-tiap aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang dimilikinya, yang selanjutnya dijadikan dasar di dalam penyusunan program dalam pembelajaran.

Hasil asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif harus secara terus menerus disampaikan dari guru yang mengajarnya ketika ia mulai bersekolah dan diteruskan pada guru selanjutnya yang akan mengajarnya agar kemajuan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terlihat secara jelas. Jika sudah dapat memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu, semakin cepat intervensi dapat diberikan, sehingga dampak yang terjadi dapat segera diminimalisir agar kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berkembang dengan optimal.

Mengingat pentingnya instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini, maka peneliti bermaksud untuk mengembangkan instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu yang didasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust (1960) dan teori Lewis yang membahas tentang perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu. Penelitian ini kemudian dirumuskan dalam judul “PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH”.


(14)

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan pokok dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah?”

Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian seperti di bawah ini :

1. Bagaimana kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah?

2. Bagaimana hasil analisis kondisi objektif dengan literatur teori Myklebust dan teori Lewis?

3. Apakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif hasil pengembangan dari teori Myklebust dan teori Lewis fungsional digunakan oleh guru untuk mengungkapkan perkembangan bahasa anak tunarungu?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi hasil belajar anak tunarungu, serta pemikiran dan informasi ilmiah yang objektif bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pendidikan


(15)

6

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebutuhan khusus yang berkaitan dengan asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian tentang pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini diharapkan juga dapat digunakan dan fungsional untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia, yang hasilnya akan dijadikan acuan dalam penyusunan program intervensi atau program pembelajaran.

a. Manfaat bagi Lembaga

1) Sebagai masukan dalam kelengkapan administrasi sekolah 2) Meningkatkan profesionalisme guru

3) Menumbuhkan motivasi untuk mengawali prosedur pembelajaran yang benar dengan asesmen

b. Manfaat bagi guru

1) Peningkatan kinerja guru dan kualitas dalam pembelajaran pada anak tunarungu usia sekolah

2) Memberikan wawasan dan gambaran yang lebih jelas mengenai asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah

3) Menjadi bahan acuan dalam menyusun program intervensi atau program pembelajaran dan rencana pembelajaran selanjutnya c. Bagi Orang Tua

1) Menambah wawasan orang tua terhadap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah 2) Menjalin kerjasama dengan guru dan meyusun program intervensi


(16)

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah


(17)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian dalam sebuah penelitian memiliki peran penting, untuk membantu peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah yang diambil peneliti dalam mencapai tujuan sebuah penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional pada anak tunarungu usia sekolah. Penelitian dilaksanakan dalam III tahap yang saling berkaitan antara tahapan yang satu dengan tahap yang lainnya, dimana untuk melakukan tahap selanjutnya maka harus dilakukan terlebih dahulu tahap sebelumnya. Dalam setiap tahapan akan memperoleh hasil yang akan menjadi dasar untuk melanjutkan penelitian pada tahap selanjutnya.

Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dalam setiap tahapannya, yaitu metode kualitatif (tahap I dan tahap II). Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) menyatakan bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan metode kualitatif menurut (Creswell, 2010) adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena social dan masalah manusia. Peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang alami.


(18)

Penelitian pada tahap III menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa pendekatan kuantitatif yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif, yang dilakukan secara bersamaan karena masing-masing metode penelitian dalam setiap tahapannya dapat mewakili data yang ingin peniliti peroleh saat dilapangan. Penggabungan metode kualitatif dan kuantitaif ini dapat dilakukan dengan beberapa alasan tertentu. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Susan Stainback dalam Sugiyono (2011) each methodology can be used to complement the other within the same area of inquiry, since they have different purposes or aims. Dapat digunakan secara bergantian. Pada tahap pertama menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis, Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan metode kuantitatif. penelitian dilakukan dengan melakukan tiga tahap, dengan pola penelitian kualitatif yang dilanjutkan dengan penelitian kuantitatif (Eksploratory Reseach Design).

Pada tahap I yaitu mengenai studi pendahuluan yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi objektif di lapangan, sedangkan pada tahap II yaitu mengenai pengembangan draft instrument asesmen yang akan divalidasi oleh expert judgement atau para ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus yang akan menghasilkan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang telah divalidasi. Adapun pengertian metode kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono; 2011). Untuk tahap III mengenai uji keterlaksanaan asesmen di lapangan, menggunakan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang telah divalidasi untuk mengetahui fungsionalitas dari instrumen tersebut yang menggunakan pendekatan kuantitatif.


(19)

33

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Peenelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini diawali dengan penelitian tahap I sejak 27 April 2015 yang selanjutnya akan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan sampai penelitian dapat dinyatakan selesai. Penelitian ini dilakukan pada beberapa lokasi yaitu lokasi dalam penelitian ini adalah beberapa SLB-B yang berada di kota Bandung.

Yang menjadi informan atau sumber data adalah guru, orang tua dan siswa tunarungu usia sekolah (anak tunarungu tingkat dasar yang dirasa sudah mampu untuk mengikuti pembelajaran di sekolah atau tingkat paling dasar). Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Adapun subjek penelitian ini dibatasi pada siswa tunarungu kelas dasar di SLB-B Bandung, orang tua anak tunarungu yang, dan guru yang mengajar di SLB tersebut. Kriteria pengambilan subjek yaitu siswa yang sudah berusia 6-8 tahun atau siswa sekolah dasar. Di SLB ke 1 anak tunarungu yang duduk di kelas dasar yaitu 3 orang dengan kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 2 jumlah anak tunarungu 3 orang kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 3 yang memiliki 2 anak tunarungu kelas dasar dengan kisaran usia 7-9 tahun.

Pertimbangan atau alasan dalam memilih anak tunarungu usia sekolah adalah di usia sekolah anak tersebut dirasa sudah cukup mampu untuk mulai mengikuti pembelajaran di sekolah sehingga perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sangat meningkat atau sangat diperlukan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, terutama di sekolah. Sedangkan alasan untuk memilih orang tua anak tunarungu yaitu dikarekan peneliti ingin mengetahui atau menggali lebih dalam mengenai informasi perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada seorang anak


(20)

tunarungu tersebut, dan memilih guru karena dengan adanya guru yang mampu merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunarungu usia sekolah. Anak tunarungu usia sekolah yang menjadi subjek pnelitian ini ialah 3 orang anak tunarungu yang dipilih salah satu dari setiap sekolahnya, dari 2 sekolah dipilih salah satu anak yang menunjukkan keterlambatan dalam bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya dan dari satu sekolah dipilih satu anak yang dianggap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya lebih baik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya, agar ia dapat dijadikan contoh dan acuan bagi perkembangan anak yang lainnya.

1) SLB I

Nama Siswa : YF

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Karakteristik : Anak terlihat lebih aktif jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Ketika diajak berkomunikasi, anak cepat mengerti dengan yang disampaikan oleh rang lain, terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung, anak dapat mengerti dengan penjelasan yang disampaikan oleh guru.

2) SLB II

Nama Siswa : AL

Usia : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : Anak terlihat mencari perhatian kepada siapapun, baik guru atau teman-temannya, diperkirakan karena kondisi orang tua yang berada dinegara lain dan jauh dari anak sehingga anak merasa kurang diperhatikan.

3) SLB III

Nama Siswa : KK


(21)

35

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : KK sering terlihat tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh orang lain ketika mengajaknya berkomunikasi, ia hanya mengangguk-anggukan ketika ada orang yang bertanya pada dirinya, kemudian ia terlihat kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu, seperti ketika menginginkan sebuah benda, ia tidak mampu mengungkapkan. C. Prosedur Penelitian

TAHAP I : STUDI PENDAHULUAN

STUDI LAPANGAN 1. Observasi

2. Wawancara Guru 3. Wawancara Orang Tua

STUDI LITERATUR 1. Jurnal

2. Buku

3. Karya Tulis Ilmiah lainnya

Analisis Hasil Temuan Dan

Kondisi Objektif

TAHAP II : PERENCANAAN

Draft Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif Dan Bahasa

Ekspresif Validasi Ahli Revisi Intrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif No Draft Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Setelah Divalidasi Yes

TAHAP III : PELAKSANAAN

Uji Coba Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif (SLB A, B, C)

Produk Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa

Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah Analisis


(22)

Bagan 3.1

Alur Penelitian Pengembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Bahsa Reseptif dan Bahasa Ekspresif usia Sekolah

Adapun penjelasan dari setiap tahapan-tahapan prosedur penelitian sebagai berikut :

1. Tahap I : Studi Pendahuluan

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi lapangan tentang pelaksanaan asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah. Studi lapangan ini terdiri dari wawancara guru, wawancara orang tua, dan observasi. Tahap ini penting karena akan dijadikan sebagai latar belakang pentingnya pengembangan instrumen asesmen bahasa, serta dijadikan acuan dalam penyusunan instrumen asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.

Setelah mendapatkan informasi mengenai kondisi objektif di lapangan, maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah studi literatur. Studi literature ini bertujuan untuk mendapatkan konsep dasar mengenai asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta teori yang berhubungan dengan perkembangan bahasa anak.

2. Tahap II : Perencanaan

Tahap kedua pada penelitian ini adalah pengembangan instrumen asesmen perkembangan bahasa. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I yang berupa kondisi objektif di lapangan serta konsep dasar mengenai perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah, maka disusunlah draft instrument asesmen yang berlandaskan pada konsep dasar tersebut.


(23)

37

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian, draf instrumen tersebut dilakukan validitas isi dan validitas konstruk melaui expert judgement. Hasil akhir pada tahap ini berupa draft instrumen yang sudah divalidasi.

3. Tahap III

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah uji coba draft instrumen yang sudah divalidasi. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui fungsionalitas dari instrument asesmen.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Kualitatif

a. Teknik pengumpulan data pada tahap pendahuluan adalah studi lapangan dengan cara observasi dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini dikonstruksi untuk memperoleh data tentang pelaksanaan asesmen bahasa di lapangan. Konstruksi wawancara ini didasarkan pada proses pelaksanaan asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, proses pembelajaran di kelas, serta proses komunikasi dengan orang tua, sehingga wawncaea ini dilakukan pada guru kelas dan orang tua anak tunarungu.

b. Studi literature dilakukan dengan mengkaji pustaka dari beberapa ahli yang membahas tentang asesmen dan teori mengenai perkembangan bahasa, serta hakikat anak tunarungu. Tujuan utama dilakukannya studi literature adalah mendapatkan konsep dasar dari perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.

c. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahap perencanaan yaitu teknik delphie. Menurut Bombana (2010) mengemukakan bahwa teknik delphie adalah suatu proses kelompok yang digunakan untuk


(24)

individu. Ini dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat dari sejumlah individu dalam rangka meningkatkan mutu pengambilan

keputusan. Delphi tidak memerlukan pertemuan langsung (Face to

face), bagaimanapun juga, ini bermanfaat untuk melibatkan para ahli, pengguna-pengguna, pengontrol sumber daya, atau pengurus yang tidak bisa datang bersama-sama.

Kuisioner kelayakan instrumen asesmen disusun dalam rangka memperoleh data dari ahli pendidikan kebutuhan khusus dan dari para praktisi sekolah baik untuk kelayakan isi maupun praktis instrumen asesmen. Data ini diperlukan dalam rangka pengembangan draft instrumen awal menjadi draft instrumen asesmen operasional yang layak uji. Kuisioner ini dikonstruksikan berdasarkan komponen isi, praktis, dan rasional instrumen asesmen yang dikembangkan. Kuisioner ini dirancang dalam bentuk skala bertingkat menurut tingkat kalayakannya, yaitu: tidak layak, layak, sangat layak. Masing-masing aspek diberi kolom tanggapan sebagai saran dan kritik untuk perbaikan instrumen.

1) Pemilihan Kelompok Delphi

Dalam studi Delphi, peneliti memilih individu-individu yang memiliki pengetahuan luas dan berpengalaman yang sesuai dengan pengetahuan yang diperlukan (para ahli) untuk menganalisis masalah tertentu. Peneliti menggunakan tehnik purposive sampling untuk memilih kelompok Delphi. Peneliti memiliki beberapa pertimbangan dalam pemilihan kelompok Delphi untuk penelitian berdasarkan kriteria sebagai berikut: a) Memiliki pemahaman yang luas dan pengalaman terhadap teori

perkembangan anak tunarungu

b) Memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap cara-cara menyusun instrumen asesmen.


(25)

39

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2) Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen

Untuk mengumpulkan data kualitatif, peneliti menurunkan konsep teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah Myklebust kedalam draf kisi-kisi instrumen asesmen. Selanjutnya, melakukan studi Delphi dengan membagikan kuesioner/angket tentang draf rancangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif kepada para ahli. Langkah – langkah yang dilakukan dalam teknik ini adalah (Dermawan,2004):

a) Para pembuat keputusan melalui proses Delphi dengan

identifikasi isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan. b) Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi,

para ahli, mulai dipilih.

c) Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik didalam maupun luar organisasi, yang di anggap mengetahui dan menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi. d) Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim,

menghasilkan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah, serta mengirimkan kembali kuesioner kepada pemimpin kelompok, para pembuat keputusan akhir.

e) Sebuah tim khusus dibentuk merangkum seluruh respon yang muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada partisipasi teknik ini.

f) Pada tahap ini, partisipan diminta untuk menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala prioritas atau memperingkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan seluruh hasil rangkuman beserta masukan terakhir dalam periode waktu tertentu.


(26)

g) Proses ini kembali diulang sampai para pembuat keputusan telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai kesepakatan untuk menentukan satu alternatif solusi atau tindakan terbaik

2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Data kuantitatif ini disusun berdasarkan hasil studi Delphi yang telah disusun sebelumnya, sehingga memperoleh hasil sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Untuk mengetahui sejauh mana fungsionalitas instrmen asesmen ini atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur reliabilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah ini diperlukan data kuantitatif hasil uji coba, Uji coba ini dilakukan pada 3 SLB tunarungu di Kota Bandung.

a. Pemilihan Sampel

Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. . Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Penarikan sampel bertujuan ini peneliti pilih berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan peneliti. Adapun sampel dalam penelitian yaitu anak tunarungu usia sekolah yang bersekolah di SLB tunarungu kota Bandung.

b. Teknik dan Instrumen

Teknik pengumpulan data pada tahap ini menggunakan angket. Angket yang tercantum didalam instrumen asesmen dan disusun dalam rangka memperoleh data dari guru akan instrumen asesmen dalam mengukur bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang telah diujicobakan sebelumnya. Agar


(27)

41

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peneliti dapat menilai ketergunaan atau fungsionalitas dari instrumen asesmen bahasa resptif dan bahasa ekspresif yang telah disusun, maka peneliti memerlukan validitas yang sebelumnya telah diperoleh dari kelompok delphie. Kemudian peneliti memerlukan taraf kepercayaan atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur realibilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah tersebut diperlukan data kuantitatif hasil penilaian guru kelas melalui angket yang menunjukkan kelayakan terhadap instrumen asesmen tersebut atau dapat terlihat dari hasil uji coba instrumen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada saat di lapangan.

Adapan bagan instrumen pengumpulan data, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini :

N

o Sumber Data Jenis Data

Teknik

Pengumpulan Instrumen

1.

Anak tunarungu usia sekolah

Proses pembelajaran dan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif

Observasi Pedoman Observasi

2. Guru Proses pembelajaran dan hasil asesmen

Observasi dan wawancara

Pedoman observasi dan


(28)

3. Orang tua

Kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

menurut orang tua

Observasi Pedoman wawancara

4. Guru Kelas

Ketergunaan instrumen asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah

Tes Angket

Tabel 3.1

Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka hasil pengisian instrumen tersebut dikuantifikasikan dengan menggunakan Ms. Excel yang kriteria penilaiannya seperti ; mandiri, dengan bantuan, dan belum mampu. Dari hasil ujicoba tersebut maka akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah pada yang dapat dilihat dari sebuah grafik.

E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Pada tingkat yang paling sederhana, analisis data kualitatif dapat dikatakan sebagai upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan guna mengetahui bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, data yang sudah di peroleh atau terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dideskripsikan agar sesuai dengan pertanyaan penelitian yang di angkat. Di dalam penelitian kualitatif, analisis dan interpretasi data adalah upaya untuk memahami apa


(29)

43

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang telah dikatakan orang, mencari pola-pola, mengaitkan apa yang dikatakan orang di satu tempat dengan apa yang dikatakannya di tempat lain, dan memadukan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang berbeda-beda (Patton, 1990 dalam Donna 2011). Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan menafsirkan pola-pola atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam data penelitian (Frechtling & Sharp, 1997 dalam Donna, 2011).

Teknik analisis data yang digunakan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman baik untuk studi literature maupun validasi instrumen asesmen. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Brannen, 2008) yang terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Penyajian (display) data adalah menentukan bagaimana data itu akan disajikan. penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif

2. Analisis Data Kuantitatif

Teknik analisis data pada tahap ini menggunakan teknik kuantitatif. Data hasil ujicoba instrumen akan diolah untuk mengetahui apakah instrumen asesmen yang telah dikembangkan dapat mengukur kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Scoring data artinya peneliti menetapkan nilai numerik pada masing-masing kategori respon untuk setiap pertanyaan pada instrumen yang


(30)

digunakan dalam pengumpulan data (Creswell, 2010). Scoring pada penelitian ini menggunakan Ms. Excel dengan format yang telah peneliti sediakan, sehingga ketika hasil ujicoba instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif diinputkan, maka secara otomatis hasilnya akan tergambarkan secara jelas pada sebuah diagram.

Setelah uji keterlaksanaan dilaksanakan, maka peneliti akan melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas. Yang dimana validitas dan reliabilitas menurut Susetyo (2011) validitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cerminan sasaran ukur yang berupa kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui alat ukur yang tepat. Sedangkan reliabilitas adalah alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulang-ulang. Tolak ukur hasil pengembangan instrumen asesmen ini dilihat dari tingkat fungsional kegunaannya instrumen dalam mengungkap kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang diukur melalui validitas dan reliabilitas instrumen.

Menurut Sugiyono (2011) menyebutkan bahwa uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Sedangkat reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

a. Validitas

Instrumen penelitian dapat dikatakan baik jika instrumen tersebut valid. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan susatu instrumen karena suatu instrumen yang valid/sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2010).


(31)

45

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil data, informasi serta tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk yang dapat mengukur setiap item atau butir-butir dalam instrumen. Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.

Proses validasi sebuah instrumen harus dilakukan melalui penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok panel yang terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau konten dari variabel yang hendak diukur.

Validitas ini akan menghasilkan sebuah instrumen yang telah dikembangkan. Untuk mengetahui kriteria tingkat validitas dari sebuah instrumen asesmen ini menggunakan studi Delphie yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memberi penilaian terhadap butir-butir instrumen yang peneliti kembangkan, kemudian direvisi kembali sampai butir-butir instrumen dalam asesmen disetujui oleh seluruh ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus.

Setelah instrumen di judgement, kemudian validitasnya dihitung dengan menggunakan rumus:

P = F x 100% keterangan: P = persentase (%)

N F = Jumlah cocok

N = Jumlah penilai (Hasil perhitungan validitas terlampir)

b. Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui hasil konsistensi dari sebuah instrumen yang telah dikembangkan. Pengujian reliabilitas


(32)

instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (sugiyono, 2011).

Setelah instrumen divaliditas, maka langkah selanjutnya ialah menghitung reliabilitas. Instrumen tidak hanya memerlukan kevalidan tetapi harus teruji juga kereliabilitasannya. Arikunto (2010; 221) mengemukakan bahwa dapat dikatakan reliabilitas jika suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal consistency, yang dilakukan dengan mencobakan instrumen sekali. Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahsa ekspresif dihitung dan dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Perhitungan reliabilitas dengan rumus alpha cronbach menganggap semua butir tes dalam suatu perangkat ukur adalah setara satu sama lainnya. Perhitungan alpha Cronbach menggunakan variansi, yaitu variansi skor responden dan variansi skor butir (Susetyo, 2011). Rumus yang digunakan pada pengujian reliabilitas ini adalah:

ρ

α

=

�−

(1 −

∑��

2

2

)

Keterangan :

∑�

=

jumlah seluruh variansi butir

= variansi skor responden

= Jumlah butir yang setara

ρ

α = koefisien reliabilitas

A = skor responden B = skor butir


(33)

47

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menghitung koefisien reliabilitas menggunakan rumus alpha Cronbach, maka terlebih dahulu memerlukan perhitungan variansi total skor responden (A), dengan rumus:

=

�∑ 2 − ∑ 2

�2

Sedangkan rumus untuk varian butir ialah:

Σ

σB2

=

∑ �

2

2 �²

Keterangan :

� = jumlah kuadrat seluruh butir

= jumlah total skor butir kuadrat N = jumlah seluruh responden Dengan klasifikasi reliabilitas

Derajat Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ ᵣ₁₁≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,90 Tinggi 0,40 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,70 Sedang 0,20 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,40 Rendah

≤ ᵣ₁₁≤ 0,20 Sangat rendah Tabel 3.3 klasifikasi reliabilitas


(34)

F. Penjelasan Istilah Penelitian 1. Definisi Konsep Variabel

a. Variabel Independen (Bebas)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pengembangan instrumen asesmen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menyebutkan bahwa pengembangan yaitu proses, cara, perbuatan mengembangkan, atau suatu upaya untuk meningkatkan mutu, dan instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling, trompet); 4 ki orang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi. Sedangkan asesmen berasal dari bahasa Inggris to assess (kk.menaksir); Assessment (kb:taksiran).

Moh. Amin (1995) mengemukakan tentang perlunya asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Menurut Lerner (1988) dalam Abdurrahman (2003: 46) mengemukakan asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut. Asesmen adalah proses sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan (Rochyadi, 2005).

Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan instrumen asesmen merupakan


(35)

49

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

butir-butir instrumen yang dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek perkembangan tertentu yang mengacu pada sebuah teori perkembangan beserta dengan tugas perkembangannya. Setiap aspek perkembangan pada individu, terutama anak tunarungu terdapat teori-teori khusus yang membahas perkembangan tersebut. Maka instrumen asesmen ini disesuaikan dengan teori-teori para ahli dalam setiap aspek perkembangan tersebut.

b. Variabel Dependen (Terikat)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah. Menurut Tilton (dalam Yuwono, 2009, hlm. 61) mengemukakan “bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia untuk mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran, dimana dipahami dan digunakan oleh penerima”. Dapat disimpulkan bahwa bahasa reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap tingkah laku seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata yang diucapkan seseorang. Fungsi reseptif dapat terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara. Dalam gangguan bahasa reseptif, anak tidak memahami apa yang dibicarakan atau makna kata yang disampaikan.

Yuwono (2009, hlm. 66), mengungkapkan “bahasa ekspresif diartikan sebagai kemampuan anak dalam menggunakan bahasa baik secara verbal, tulisan, symbol, isyarat ataupun gesture”. Dapat disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Fungsi bahasa ekspresif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum


(36)

anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekpresi wajah, gerakan tubuh, isyarat, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal. Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan keinginannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi. 2. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel bebas

Variabel independen atau bebas ini sering disebut variabel stimulus atau input yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2011).

Pengembangan instrumen dilakukan berdasarkan teori perkembangan pada salah satu aspek perkembangan sehingga instrumen asesmen yang dibuat akan lebih fokus atau khusus untuk memperoleh informasi mengenai salah satu aspek perkembangan tersebut. Setelah instrumen asesmen dirumuskan sesuai dengan teori perkembangan yang menjadi acuan, maka instrumen asesmen yang telah divalidasi tersebut akan diserahkan kepada guru, untuk dilakukan uji coba disetiap sekolahnya. Instrumen asesmen dapat dikatakan fungsional jika menurut guru butir-butir instrumen yang terdapat dalam asesmen tersebut dapat menggali kemampuan, kebutuhan dan perkembangan anak tersebut.

Intrumen asesmen yang peneliti susun ditujukan pada anak tunarungu usia sekolah yang usianya berkisar 7-9 tahun. Instrumen asesmen ini disusun sebagai alat untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Butir instrumen yang menjadi tugas perkembangangan di setiap tahapan perkembangan diadopsi atau dikembangkan dari teori Myklebust


(37)

51

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta dikembangkan dari teori Lewis mengenai teori perkembangan bahasa pada anak tunarungu. Adapun pelaksanaan penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah sebagai berikut:

1. Melihat proses pembelajaraan yang sedang berlangsung di sekolah untuk memperoleh kondisi objektif mengenai bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu saat di kelas

2. Melakukan wawancara guru dan orang tua untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah pada saat diluar pembelajaran

3. Melakukan studi literatur mengenai teori-teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, yaitu teori Myklebust dan teori Lewis

4. Melakukan analisis kondisi objektif anak tunarungu usia sekolah di lapangan dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif menurut para ahli

5. Membuat kisi-kisi instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berdasarkan analisis hasil temuan

6. Merumuskan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

b. Variabel Terikat

Variabel independen atau terikat ini disebut juga sebagai output, hasil, atau konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dalam penelitian ini lebih menekankan pada


(38)

tahap-tahap yang anak tunarungu lewati dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya seperti yang dikemukakan pada teri Myklebust. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif selanjutnya ditunrunkan ke aspek-aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ,seperti fungsi simbol, penguasaan kosakat. Kemampuan menyelesaikan tugas, ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan anak bertanya, keamampuan anak bercerita, artikulasi, membaca ujaran, berisyarat atau memberi tanda. Teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang dijadikan sebagai dasar untuk selanjutnya dikembangkan ialah teori perkembangan Myklebust dan Lewis. Aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah kemudian dibuat menjadi beberapa indikator yang akan diukur dalam instrumen asesmen dan menjadi butir-butir instrumen asesmen.

Dirumuskannya instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang sezsuai dengan kondisi objektif maka dapat diketahuinya perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah serta dapat terungkapnya kemampuan, kebutuhan serta hambatan bahasa reseptif dan ekspresif pada nak tunarungu usia sekolah.

Penilaian dalam pelaksanaan ujicoba asesmen yang dilakukan oleh guru berdasarkan yang tercantum dalam instrumen asesmen yang telah disediakan. Anak tunarungu diberikan nilai 3 ketika mampu melakukan instruksi secara mandi, diberikan nilai 2 ketika mampu melakukan instruksi dengan bantuan, dan diberikan nilai 1 ketika anak tidak mampu melakukan sesuai dengan yang diinstruksikan walaupun sudah diberikan bantuan oleh asesor.


(39)

53

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV, maka pada bab ini akan ditarik sebuah kesimpulan hasil dari penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, serta akan dibahas mengenai rekomedasi dari hasil penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi objektif instrumen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah.

Kondisi objektif pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah menunjukkan bahwa belum tersedianya instrumen asesmen yang secara mendalam untuk membahas perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu sehingga perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif belum tergambarkan dengan jelas. Kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu berbeda-beda dari anak tunarungu yang satu dengan anak tunarungu lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pada anak tunarungu dalam aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya pun juga berbeda-beda, perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dipengaruhi oleh lingkungan sekitar anak tunarungu yang memberikan dampak, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu.

Meskipun bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu sudah mulai terbentuk saat anak berada di usia sekolah, tetapi ada beberapa anak tunarungu yang menunjukkan keterlambatannya dalam perkembangan bahasanya, hal ini dapat terlihat ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, saat anak tunarungu tersebut bersikap pasif jika


(41)

103

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dibandingkan dengan temannya yang lain, memalingkan muka saat diajak berkomunikasi,dan sebagainya.

2. Analisis hasil kondisi objektif dan literatur teori Myklebust dan teori Lewis

Penelitian yang dilakukan di tiga sekolah menunjukkan bahwa terdapat satu sekolah yang tidak memiliki instrumen asesmen, dan dua sekolah lainnya yang memiliki instrumen asesmen tetapi seluruh aspek perkembangan dikemas dalam satu instrumen asesmen termasuk aspek bahasa sehingga perkembangan anak tidak tergambar dengan jelas atau masih belum dapat tergali. Pada sekolah yang kedua terdapat kolom aspek bahasa pada instrumen asesmennya, namun hal yang diasesmen pada aspek bahasa ini hanyalah komponen mendengar, berbicara, dan penggunaan alat si saja tanpa adanya pengembangan dari komponen tersebut. Jika dilihat dari sudut pandang teori Myklebust maka hanya dua aspek saja sesuai dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif.. Dan di sekolah ketiga terdapat instrumen penelitian pada aspek bahasa namun hanya terdapat aspek bahasa verbal dan bahasa non verbal yang dikembangkan menjadi beberapa item instrumen sehingga aspek perkembangan bahasa belum cukup tergali dengan menggunakan asesmen tersebut.

Setelah mengetahui kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang belum tersedia disetiap sekolah, maka langkah selanjutnya peneliti melakukan studi literatur mengenai teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu yang dikemukakan oleh Myklebust dan Lewis.

Dalam teori Myklebust terdapat tujuh tahapan perkembangan bahsa reseptif dan bahasa ekspresif, sedangkan pada teori Lewis terdapat tugas perkembangan untuk anak tunarungu. Berdasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust, dan teori Lewis, peneliti merumuskan beberapa


(42)

aspek dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak tunarungu dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya. 3. Fungsionalitas Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif

Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah

a. Bentuk Draf Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Pada Anak Tunarungu Usia Sekolah

Berdasarkan pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang peneliti amati, terlihat pentingnya kebutuhan akan adanya instrumen yang bisa menggali dan menemukan kebutuhan anak tunarungu usia sekolah dalam perkembangan bahsa reseptif dan bahasa ekspresif. Maka pada penelitian ini terumuskan draf pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bentuk draf pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah, yaitu berbentuk angket dan dikemas menjadi buku panduan pelaksanaan asesmen yang diisi oleh guru, dan buku kerja anak yang diisi oleh anak daaat proses asesmen sedang dilakasanakan.

Terdapat tiga belas aspek perkembangan bahasa dalam instrumen, yaitu aspek fungsi simbol, penguasaan kosakata, menyelesaikan tugas, ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan bertanya, kemampuan bercerita, artikulasi, membaca ujaran, dan berisyarat atau memberi tanda. Asperkembangan bahsa tersebut selanjutnya akan dijadikan indikator yang harus dicapai dalam instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahsa ekspresif anak tunarungu usia sekolah.

b. Produk Akhir (pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah)


(43)

105

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Produk akhir penelitian ini adalah tersusunnya sebuah pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang dikemas menjadi sebuah buku panduan yang didalamnya terdapat cara melakukan asesmen dan instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahsa ekspresif, dan buku kerja siswa yang diisi oleh siswa dan didalamya terdapat soal daributir-butir instrumen siswa yang harus dikerjakan oleh siswa pada saat asesmen sedang berlangsung.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan dari hasil uji keterlaksanaan yang telah peneliti lakukan, terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini, maka berdasarkan pengalaman yang peneliti temui saat melakukan penelitian, peneliti memberikan beberapa rekomendasi pada beberapa pihak agar pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang serupa dapat dirumuskan menjadi lebih baik lagi. Adapun rekomendasi yang diberikan kepada :

1. Pihak Sekolah

Pada pihak sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan hasil penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perkembangan bahasa resepti dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah yang akan berdampak pula pada hasil belajarnya di kelas, dengan cara memberikan printout hasil penelitian kepada setiap guru. Bagi lembaga-lembaga yang menyelenggarakan layanan Pendidikan khusus diharapkan untuk mengujicobakan dan menggunakan pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah ini dalam menggali kemampuan, kebutuhan dalam


(44)

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

2. Bagi Guru

Pada pihak guru khususnya, perlu menyadari pentingnya asesmen dan hasil asesmen, sehingga asesmen dilakukan pada setiap anak dan hasil asesmen akan dijadikan sebagai acuan dalam menyusun program pembelajaran selanjutnya agar kebutuhan anak tunarungu dalam bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terpenuhi. Hasil asesemen juga perlu untuk disampaikan pada guru selanjutnya yang akan mengajar ank tunarungu usia sekolah tersebut, agar guru selanjutnya mengetahui sejauh mana perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang akan menjadi peserta didiknya. Dalam menggunakan asesmen ini, hendaknya asesor berkolaborasi dengan orangtua. Asesmen sebaiknya digunakan diawal kali masuk sekolah, sehingga kelebihan dan hambatan dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak dapat segera diketahui dan intervensi segera diberikan.

3. Orang Tua

Bagi orang tua anak tunarungu usia sekolah dapat memberikan stimulus yang positif pada saat anak berada di rumah dengan mengajaknya ia berkomunikasi dan mengenal banyak hal yang ada di lingkungan sekitarnya, agar anak dapat lebih aktif dalam bersosialisasi. Dan sebaiknya orangtua menjalin komunikasi dengan guru di sekolah untuk mengetahui perkembangan pada anaknya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian serta pengalaman peneliti selama penelitian berlangsung, peneliti menyadari keterbatasan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah dengan mempertimbangkan subjek


(45)

107

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian yang berbeda, kelas yang berbeda serta lokasi penelitian yang berbeda pula, karena diharapkan hasil penelitian ini berlaku bagi seluruh anak tunarungu usia sekolah. Peneliti berikutnya dapat melakukan pengembangan terhadap instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dengan jangka waktu pelaksanaan yang lebih lama. Sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat menemukan penemuan baru yang dapat melengkapi kekurangan pada penelitian yang peneliti lakukan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Amin, M. (1995). Ortopedagodik Anak Tunagrahita. Bandung : Depdikbud Andini, M.J. (2014) Pengembangan Instrumen Asesmen Hambatan

Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Dini. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Arifuddin. (2010). Neuropsikolinguistik. Jakarta: Raja Grafindo Persada Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi

Revisi Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Bombana. (2010). Teknik Delphie Dalam Penelitian. [online]. Tersedia:

http://teomokole.blogspot.com/2010/10/teknik-delphi-dalam-penelitian.html

Brannen, J. (2008). Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Samarinda : Pustaka Pelajar

Bunawan, L. dan Yuwati, S.C. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama

Creswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Dardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Djaali dan Pudji, M. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grasindo

Donna, P.R. 2011. Thesis “Asesmen Aspek Emosi untuk Mengetahui

Hambatan Perkembangan Emosi Anak Prasekolah”. Perpustakaan

UPI: Bandung

Eisner, N. (2012). Engaging deaf and hard of hearing students in the school library:

a handbook for teacher-librarians. Journal of University of Illinois at Urbana-Champaign, 11 (23), hlm 14-17.


(47)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Georgieva, E. (2011). M-Learning – a new Stage of e-Learning. Proceedings ofthe 5th international conference on Computer systems and Technologies, June 17-18,

Hammill Institute Preservation Project (HIPP). (2012). Helmer Rudolph Myklebust. [Online]. Tersedia: http://hammill-institute.org/hipp/helmer-rudolph-myklebust-1910%E2%80%932008/ Harrington, T. (2000). FAQ: Helen Keller quotes. - Gallaudet University, 12

(11), hlm. 43-45

Harnet, M. (2013). Minne sota brings together stakeholders to develop a plan for children who are deaf, deafblind, and hard of hearing. Education Resources Information Center, 10 (4), hlm. 74-77

Hartati, T. (2014). Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak. [online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/PENDIDIKAN_BAHASA _DAN_SASTRA_INDONESIA_DI_SEKOLAH_DASAR_KELAS_R ENDAH/BBM_2.pdf

Hernawati, T. (2007). Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Bicara Pada Anak Tunarungu. JASSI_anakku. 7 (1). 101-110

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). Pengertian Pengembangan. [online]. Tersedia di: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.

Khairin, F.N. (2012). Pengaruh Terapi Musik Mozart Dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Reseptif Dan Ekspresif Pada Anak Autistik Di Slb Bc Pambudi Dharma 1 Cimahi. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

King, J. F. (2010). The child who is deaf and hearing parents. Exceptional Parent, 40(5), hlm. 28-29.

Lewis, V. (2003). Development and Disability. Germany: Blackwell Publishing

Moleong, L.J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Paul, P. & Whitelaw, G. (2011). Hearing and Deafness. Canada: Jones and Bartlett Publisher


(48)

Preisler, G. M. (1981). Modification of Communication by a Small Deaf Child. American Annals of the Deaf, 126. 411-416.

Rochyadi, E. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran IndividualBagi Anak Tunagrahita. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Rodda, M. & Crove, C. (1987). Language, Cognition, and Deafness. London: Lawrence Erlbaum Associates

Sadja’ah, E. (2005). Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Refika Aditama: Bandung

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Erlangga: Jakarta.

Santrock, J.W. (2012). Child Development. Singapore: Connect Learn Succeed

Skinner, CE. (1990). Can Psichology be a Sciene of Mind. New York: Apleton.

Soendari, T. & Nani, E. (2011). Asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bandung: Amanah Offset.

Somantri, T. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama Spencer, P.E., Kocster, L.S., & Meadow-Orlans, K. P. (1994). Communicative

Interactions of Deaf and Hearing Children in a Day Care Centre. American Annals of the Deaf, 139, 512-518

Strong, M. (1994). Language Learning and Deafness. Australia: Cambridge University Press

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suprajitno (2004), Asuhan Keperawatan Keluarga. Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta; EGC.

Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV. Cakra

Wortham, S.C. (2006). Early Childhood Curriculum. New Jersey: Printice Hall


(49)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ziegert. A. K. (2008). A Parent’s Guide to Assessment. Journal of Organization for Autism Research. 37 (12). hlm. 48-54.


(1)

106

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

2. Bagi Guru

Pada pihak guru khususnya, perlu menyadari pentingnya asesmen dan hasil asesmen, sehingga asesmen dilakukan pada setiap anak dan hasil asesmen akan dijadikan sebagai acuan dalam menyusun program pembelajaran selanjutnya agar kebutuhan anak tunarungu dalam bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terpenuhi. Hasil asesemen juga perlu untuk disampaikan pada guru selanjutnya yang akan mengajar ank tunarungu usia sekolah tersebut, agar guru selanjutnya mengetahui sejauh mana perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang akan menjadi peserta didiknya. Dalam menggunakan asesmen ini, hendaknya asesor berkolaborasi dengan orangtua. Asesmen sebaiknya digunakan diawal kali masuk sekolah, sehingga kelebihan dan hambatan dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak dapat segera diketahui dan intervensi segera diberikan.

3. Orang Tua

Bagi orang tua anak tunarungu usia sekolah dapat memberikan stimulus yang positif pada saat anak berada di rumah dengan mengajaknya ia berkomunikasi dan mengenal banyak hal yang ada di lingkungan sekitarnya, agar anak dapat lebih aktif dalam bersosialisasi. Dan sebaiknya orangtua menjalin komunikasi dengan guru di sekolah untuk mengetahui perkembangan pada anaknya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian serta pengalaman peneliti selama penelitian berlangsung, peneliti menyadari keterbatasan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah dengan mempertimbangkan subjek


(2)

107

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian yang berbeda, kelas yang berbeda serta lokasi penelitian yang berbeda pula, karena diharapkan hasil penelitian ini berlaku bagi seluruh anak tunarungu usia sekolah. Peneliti berikutnya dapat melakukan pengembangan terhadap instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dengan jangka waktu pelaksanaan yang lebih lama. Sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat menemukan penemuan baru yang dapat melengkapi kekurangan pada penelitian yang peneliti lakukan.


(3)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Amin, M. (1995). Ortopedagodik Anak Tunagrahita. Bandung : Depdikbud Andini, M.J. (2014) Pengembangan Instrumen Asesmen Hambatan

Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Dini. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Arifuddin. (2010). Neuropsikolinguistik. Jakarta: Raja Grafindo Persada Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi

Revisi Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Bombana. (2010). Teknik Delphie Dalam Penelitian. [online]. Tersedia:

http://teomokole.blogspot.com/2010/10/teknik-delphi-dalam-penelitian.html

Brannen, J. (2008). Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.

Samarinda : Pustaka Pelajar

Bunawan, L. dan Yuwati, S.C. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu.

Jakarta : Yayasan Santi Rama

Creswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Dardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Djaali dan Pudji, M. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grasindo

Donna, P.R. 2011. Thesis “Asesmen Aspek Emosi untuk Mengetahui

Hambatan Perkembangan Emosi Anak Prasekolah”. Perpustakaan

UPI: Bandung

Eisner, N. (2012). Engaging deaf and hard of hearing students in the school library:

a handbook for teacher-librarians. Journal of University of Illinois at Urbana-Champaign, 11 (23), hlm 14-17.


(4)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Georgieva, E. (2011). M-Learning – a new Stage of e-Learning. Proceedings ofthe 5th international conference on Computer systems and Technologies, June 17-18,

Hammill Institute Preservation Project (HIPP). (2012). Helmer Rudolph Myklebust. [Online]. Tersedia: http://hammill-institute.org/hipp/helmer-rudolph-myklebust-1910%E2%80%932008/ Harrington, T. (2000). FAQ: Helen Keller quotes. - Gallaudet University, 12

(11), hlm. 43-45

Harnet, M. (2013). Minne sota brings together stakeholders to develop a plan for children who are deaf, deafblind, and hard of hearing. Education Resources Information Center, 10 (4), hlm. 74-77

Hartati, T. (2014). Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak. [online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/PENDIDIKAN_BAHASA _DAN_SASTRA_INDONESIA_DI_SEKOLAH_DASAR_KELAS_R ENDAH/BBM_2.pdf

Hernawati, T. (2007). Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Bicara Pada Anak Tunarungu. JASSI_anakku. 7 (1). 101-110

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). Pengertian Pengembangan. [online]. Tersedia di: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.

Khairin, F.N. (2012). Pengaruh Terapi Musik Mozart Dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Reseptif Dan Ekspresif Pada Anak Autistik Di Slb Bc Pambudi Dharma 1 Cimahi. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

King, J. F. (2010). The child who is deaf and hearing parents. Exceptional Parent, 40(5), hlm. 28-29.

Lewis, V. (2003). Development and Disability. Germany: Blackwell Publishing

Moleong, L.J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Paul, P. & Whitelaw, G. (2011). Hearing and Deafness. Canada: Jones and Bartlett Publisher


(5)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Preisler, G. M. (1981). Modification of Communication by a Small Deaf Child. American Annals of the Deaf, 126. 411-416.

Rochyadi, E. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran IndividualBagi Anak Tunagrahita. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Rodda, M. & Crove, C. (1987). Language, Cognition, and Deafness. London: Lawrence Erlbaum Associates

Sadja’ah, E. (2005). Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Refika Aditama:

Bandung

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Erlangga: Jakarta.

Santrock, J.W. (2012). Child Development. Singapore: Connect Learn Succeed

Skinner, CE. (1990). Can Psichology be a Sciene of Mind. New York: Apleton.

Soendari, T. & Nani, E. (2011). Asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bandung: Amanah Offset.

Somantri, T. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama Spencer, P.E., Kocster, L.S., & Meadow-Orlans, K. P. (1994). Communicative

Interactions of Deaf and Hearing Children in a Day Care Centre.

American Annals of the Deaf, 139, 512-518

Strong, M. (1994). Language Learning and Deafness. Australia: Cambridge University Press

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suprajitno (2004), Asuhan Keperawatan Keluarga. Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta; EGC.

Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV. Cakra

Wortham, S.C. (2006). Early Childhood Curriculum. New Jersey: Printice Hall


(6)

Annisa Nugraha Wahidah, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ziegert. A. K. (2008). A Parent’s Guide to Assessment. Journal of