HUBUNGAN SENSATION SEEKING TRAIT DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA SISWA SMA DI KOTA BANDUNG.

(1)

HUBUNGAN SENSATION SEEKING TRAIT DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA SISWA SMA DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Departemen Psikologi

Oleh:

Daisy Mia Arifin NIM. 1000667

DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

Hubungan Sensation Seeking Trait dengan Perilaku Seksual pada Siswa SMA di Kota Bandung

Oleh Daisy Mia Arifin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Departemen Psikologi

© Daisy Mia Arifin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

(5)

(6)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMAKASIH vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR GRAFIK xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A.Latar Belakang Masalah 1

B.Rumusan Masalah 4

C.Tujuan Penelitian 5

D.Manfaat Penelitian 5

E. Sistematika Penelitian 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS 9

A. Sensation Seeking Trait 8

1. Definisi Sensation Seeking Trait 8

2. Faktor-faktor penyebab Sensation Seeking Trait 10

3. Dimensi Sensation Seeking Trait 11

4. Ciri-ciri Pencari Sensasi 12

B. Perilaku Seksual 13


(7)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Tahapan Perilaku Seksual 14

3. Faktor Penyebab Perilaku Seksual 14

4. Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja 15

C. Remaja 17

1. Definisi Remaja 17

2. Ciri-ciri Masa Remaja 18

3. Tugas Perkembangan Remaja 19

4. Aspek-aspek perkembangan pada Masa Remaja 19

D. Penelitian Terdahulu 22

E. Kerangka Berpikir 23

F. Hipotesis Penelitian 24

BAB III METODE PENELITIAN ……….…………...…….… 25

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian.……... 25

1. Lokasi Penelitian 25

2. Populasi Penelitian 25

3. Sampel dan Teknik Sampling Penelitian 25

B. Metode Penelitian 26

C. Variabel dan Definisi Operasional 27

1. Variabel Penelitian 27

2. Definisi Operasional 27

D. Teknik Pengumpulan Data 29

1. Metode Pengumpulan Data 29

2. Skala 29

E. Instrumen pengumpulan Data 30

1. Kuesioner Sensation seeking trait 30

a. Spesifikasi Instrumen 30

b. Pengisian Kuesioner 30


(8)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Kuesioner Perilaku Seksual 31

a. Spesifikasi Instrumen 31

b. Pengisian Kuesioner 31

c. Penyekoran 32

F. Proses Pengembangan Instrumen 32

1. Uji Validitas Instrumen 32

2. Analisis Item 33

3. Realibilitas Instrumen 33

4. Pemilihan Item yang Layak Sensation seeking trait

dan Perilaku Seksual 34

G.Teknik Analisis Data 36

1. Uji Normalitas Data 36

2. Uji Korelasi 36

H.Prosedur Pelaksanaan Penelitian 37

1. Tahap Persiapan 37

2. Tahap Pengambilan Data 37

3. Tahap Pengolahan Data 38

4. Tahap Pembahasan 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39

A. Hasil 39

1. Deskripsi Demografis Subjek Penelitian 39

2. Deskripsi Sensation seeking trait 41

3. Deskripsi Perilaku Seksual 47

4. Uji Korelasi 54

5. Uji Komparasi 54

B. Pembahasan .……….………..… 57

1. Gambaran Sensation seeking trait pada siswa SMA di


(9)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Gambaran Perilaku Seksual pada Siswa SMA di kota

Bandung 59

3. Hubungan antara Sensation seeking trait dengan

Perilaku Seksual pada siswa SMA di kota Bandung 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.……….………..… 65

A. Kesimpulan .……….………….………..… 65

B. Saran .……….……….……….…...… 66

DAFTAR PUSTAKA ……….…..…… 68


(10)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Formula Penyekoran Kuesioner Sensation seeking trait 31 Tabel 3.2 Kategorisasi Skala Sensation seeking trait 31

Tabel 3.3 Penyekoran Kuesioner Perilaku Seksual 32

Tabel 3.4 Kategorisasi Skala Perilaku Seksual 32

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Sensation seeking trait 34 Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual 35

Tabel 3.7 Koefisien Korelasi Guilford 36

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ..………….….. 39

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia 40

Tabel 4.3 Deskripsi Sensation seeking trait 41

Tabel 4.4 Deskripsi Pencarian Getaran Jiwa dan Petualangan (Thrill and

Adventure Seeking) 42

Tabel 4.5 Deskripsi Pencarian Pengalaman (Experience Seeking) 44

Tabel 4.6 Deskripsi Disinhibition 45

Tabel 4.7 Deskripsi Kerentanan terhadap Rasa Bosan (Boredom

Susceptibility) 46

Tabel 4.8 Deskripsi Perilaku Seksual 47

Table 4.9 Deskripsi Bersentuhan (touching) 49

Table 4.10 Deskripsi Berciuman (kissing) 50

Tabel 4.11 Deskripsi Bercumbu (petting) 51

Tabel 4.12 Deskripsi Berhubungan Kelamin (sexsual intercourse) 53 Tabel 4.13 Mann Whitney U-test Perilaku Seksual Berdasarkan Jenis

Kelamin 54

Tabel 4.14 Kruskal’s Wallis Test Perilaku Seksual Berdasarkan Usia 55 Tabel 4.15 Rata-rata Perilaku Seksual Berdasarkan Sekolah 56


(11)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(12)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR


(13)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………….… 40 Grafik 4.2 Persentase Subjek Berdasarkan Usia 40 Grafik 4.3 Frekuensi dan Persentase Sensation seeking trait 41 Grafik 4.4 Frekuensi dan Presentase Pencarian getaran jiwa dan

petualangan (Thrill and Adventure Seeking) 43 Grafik 4.5 Frekuensi dan Presentase Pencarian Pengalaman

(Experience Seeking) 44

Grafik 4.6 Frekuensi dan Presentase Disinhibition 45 Grafik 4.7 Frekuensi dan Presentase Kerentanan terhadap Rasa Bosan

(Boredom Susceptibility) 47

Grafik 4.8 Frekuensi dan Presentase Perilaku Seksual 48 Grafik 4.9 Frekuensi dan Presentase Bersentuhan (touching) 49 Grafik 4.10 Frekuensi dan Presentase Berciuman (kissing) 51 Grafik 4.11 Frekuensi dan Presentase Bercumbu (petting) 52 Grafik 4.12 Frekuensi dan Presentase Berhubungan kelamin


(14)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penggunaan Instrumen Penelitian 74

Lampiran 2 Surat Expert Judgement 75

Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Sebelum Uji Coba 78

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Setelah Uji Coba 85

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian 90

Lampiran 6 Data Skor dan Kategorisasi pada Setiap Variabel 96

Lampiran 7 Reliabilitas dan Validitas 162

Lampiran 8 Analisis Item 163

Lampiran 9 Hasil Uji Hipotesis 164


(15)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Daisy Mia Arifin 1000667. Hubungan Sensation seeking trait dengan Perilaku Seksual pada

siswa SMA di kota Bandung. Skripsi. Departemen Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (2014).

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung. Penelitian kuantitatif ini menggunakan teknik quota sampling, dengan jumlah total subjek 240 (siswa kelas XI dan XII) dari 6 SMA yang ada di kota Bandung. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua alat ukur yaitu skala sensation seeking trait menurut Zuckerman (1979) dan skala perilaku seksual menurut Duvall dan Miller (1985). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang rendah namun signifikan dan menunjukkan bahwa tingkat

sensation seeking trait pada siswa SMA di kota Bandung berada pada kategori sedang,

sedangkan tingkat perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung berada pada kategori sangat rendah. Sementara itu, dari dua faktor demografis yang telah diteliti (yaitu jenis kelamin dan usia) ditemukan bahwa keduanya memiliki perbedaan signifikan dengan perilaku seksual, dimana remaja laki-laki memiliki sensation seeking trait dan perilaku seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan. Sedangkan dari segi usia, siswa yang berumur 18 tahun memiliki tingkat sensation seeking trait dan perilaku seksual yang lebih tinggi dibandingkan pada siswa yang berusia 17 dan 16 tahun.


(16)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Daisy Mia Arifin 1000667. The Relationship of Sensation Seeking Trait with Sexual

Behavior in High School Students in Bandung. Thesis. Department of Psychology, Faculty of Education, Indonesia University of Education, Bandung (2014).

The purpose of this study was to determine the relationship of sensation seeking trait and sexual behavior in high school students in Bandung. This quantitative study used quota sampling technique, with a total of 240 subjects (class XI and XII) from 6 high schools in Bandung. The instrument in this study consists of two measuring devices namely sensation seeking trait by Zuckerman (1979) and scale of sexual behavior by Duvall and Miller (1985). The results showed that both variables have a low relationship but significant and showed that the level of sensation seeking trait in high school students in Bandung were at a medium category, while the level of sexual behavior in high school students in Bandung were in the very low category. Meanwhile, two demographic factors that have been studied (is gender and age) found that both have significant differences in sexual behavior, where teenage boys have the sensation seeking trait and sexual behavior were higher than female adolescents. While in age aspect, students who are 18 years old had level of sensation seeking trait and sexual behavior were higher than students who are between 17 and 16 years old.


(17)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sensation seeking trait merupakan suatu sifat yang ditentukan oleh kebutuhan yang ada pada diri manusia, yang membuat seseorang membutuhkan perubahan dan pengalaman baru dalam hidupnya, dimana hal tersebut dapat dicapai dengan mengambil resiko yang bersifat fisik, ekonomi ataupun sosial (Zuckerman, 1979). Trait ini pada dasarnya dimiliki oleh semua individu sejak lahir dan didukung oleh dua faktor yang menjadi penyebab menonjolnya trait ini yakni faktor herediter (genetika) dan lingkungan. Menurut Steinberg (dalam Maslowsky, 2011) sensation seeking trait pada diri invidu biasanya akan mencapai puncaknya masa remaja akhir dan akan berakhir ketika seseorang memasuki masa dewasa. Sensation seeking trait yang terjadi pada masa remaja merupakan sebuah pembelajaran mekanisme pertahanan diri untuk mendapatkan kebebasan dan kemandirian dari orang tua serta menjadi salah satu karakteristik kepribadian remaja untuk melakukan perilaku berisiko (Cservenka dalam Steinberg and Belsky, 1996).

Remaja merupakan salah satu periode perkembangan dimana terjadinya perubahan yang pesat baik pada aspek pubertas, kognitif, dan afektif (Casey dalam Cservenka, 2013). Masa transisi tersebut ditandai dengan dengan adanya perubahan baik secara fisik maupun kematangan otaknya, seperti halnya perubahan karakter dan perilaku pada kepribadiannya. Menurut Santrock (2007), pada masa ini seorang remaja dihadapkan pada tantangan menemukan identitas siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap dewasa). Terjadinya berbagai perubahan dan pencarian identitas tersebut, menjadikan masa remaja sebagai puncak meningkatnya pengambilan resiko, yang dimunculkan dengan tingginya mengonsumsi


(18)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

alhkohol, obat-obatan terlarang, balap liar, dan perilaku seksual yang tidak aman (Casey dalam Cservenka, 2013).


(19)

3

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Frankerberger (2004), remaja berpotensi untuk melakukan perilaku–perilaku yang beresiko karena adanya kebutuhan dalam memuaskan rasa penasaran dan mencari pengalaman baru. Selain itu, terdapat kepercayaan yang popular bahwa apabila remaja melakukan perilaku seksual dan perilaku merokok atau berbahaya yang lainnya merupakan suatu tanda bahwa dirinya tak terkalahkan dan hal ini cenderung lebih tinggi remaja lakukan ketika ia bersama teman–temannya (Steinberg, 2011). Collado (2014), juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan yang ditandai dengan adanya kebutuhan akan penerimaan dan perhatian yang istimewa untuk memperlihatkan keunikan dari pengambilan resiko yang dilakukannya.

Dewasa ini, fenomena mengenai perilaku seksual pada remaja tersebut hampir dalam setiap kesempatan kita temukan, baik secara langsung, media cetak maupun media elektronik. Perilaku seksual remaja yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, tidak serta merta merupakan sebab dari adanya pelonggaran dan pergeseran nilai terhadap aturan masyarakat yang telah ditanamkan sebelumnya. Melainkan juga dikarenakan terdapat aspek yang sangat mempengaruhi perkembangan pada masa remaja itu sendiri, yakni perkembangan fisik. Perkembangan fisik pada remaja merupakan perkembangan yang ditandai dengan adanya pertambahan tinggi dan berat badan, tumbuhnya organ-organ sekunder, dan matangnya organ fisik (seksual) serta reproduksi. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1990), perkembangan fisik tersebut menyebabkan perubahan-perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) pada remaja. Peningkatan hasrat seksual tersebut tentunya membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

Penyaluran dalam bentuk tingkah laku tersebut juga menjadi akibat munculnya salah satu gejala yang ada pada masa remaja, yaitu munculnya minat pada seks. Karena meningkatnya minat pada seks, remaja selalu memiliki rasa ingin tahu dan berusaha mencari lebih banyak informasi


(20)

4

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengenai seks. Rasa ingin tahu tersebut merupakan salah satu karakteristik remaja yang hanya dapat dipuaskan dan diwujudkan melalui pengalamannya sendiri (learning by doing). Menurut Anganthi (2005), dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada remaja yang melakukan secara terbuka melakukan percobaan dalam kehidupan seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman hingga melakukan hubungan seksual. Oleh sebab itu remaja yang sedang dalam periode ini ingin mencoba dan meniru apa yang dilihat atau didengarnya (Fitria, dkk, 2013).

Rasa ingin tahu pada remaja tersebut terbukti dari suatu data Komnas Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa 62,7% remaja SMP di Indonesia sudah tidak lagi perawan. Hasil lain dari survei tersebut, juga mengungkapkan bahwa 93,7% siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno (Suhendi, 2010).

Data lainnya juga diungkapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang menyebutkan bahwa angka fertilitas remaja (ASFR) pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil temuan SDKI pada tahun 2007 (Susanto, 2010). Hal tersebut mengungkapkan bahwa tingkat perilaku seksual pada remaja semakin meningkat dari tahun ke tahunnya.

Perilaku seksual remaja juga semakin diperkuat dengan tersebarnya video mesum sepasang siswa SMP pada akhir Oktober 2013 yang lalu. Kejadian yang dilakukan di ruang kelas sekolah saat usai pelajaran sekolah.itu, dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada 23 September 2013, 25 September 2013, dan 9 Oktober 2013. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polri Rikwanto, menyatakan bahwa dari video mesum tersebut, tidak terlihat ada paksaan hubungan seksual yang dilakukan keduanya alias


(21)

5

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

suka sama suka. Begitu juga menurut penuturan saksi pelajar yang menonton dan merekam adegan tersebut. (Kompasiana.com, 2013).

Kota Bandung merupakan kota dengan tingkat perilaku seksual tertinggi pada tahun 2013. Hal tersebut tercantum pada suatu berita yang mengungkapkan bahwa 54 persen remaja di Kota Bandung mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual. Data tersebut menjadikan Bandung menempati urutan tertinggi dari keempat kota besar yang disurvei, yakni Jakarta, Surabaya, dan Medan (jppn, 2013). Koordinator Senior Mitra Citra Remaja, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (MCR PKBI), Dian Marviana mengatakan bahwa perilaku seksual di kalangan remaja Bandung sudah harus diperhatikan berbagai pihak. Hal ini didasari pada data yang di update MCR PKBI selama 6 bulan sekali, dan data terakhir angka seks bebas di Bandung mencapai 12% (Bandungupdate.com, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, serta asumsi dari Zuckerman (dalam Karti, 2008), bahwa sensation seeking trait mengalami puncaknya pada tahap perkembangan remaja akhir dan salah satu gejala yang muncul pada masa ini adalah preoccupation with seks (mulai timbul minat pada seks) (Mighwar, 2006: 22). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Anganthi (2005), yang menyatakan bahwa pada masa remaja akhir, perilaku seksual sudah mulai dikembangkan dalam bentuk pacaran. Maka, peneliti memilih subjek remaja akhir yang mana menurut Hurlock (1990), Masa remaja akhir berada rentang usia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun dan rata-rata remaja yang berusia tersebut merupakan siswa SMA kelas XI dan XII. Peneliti juga menambahkan faktor demografis dari responden yang meliputi jenis kelamin dan usia untuk melihat hubungannya dengan perilaku seksual. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud meneliti mengenai “Hubungan Sensation Seeking Trait dengan Perilaku Seksual pada Siswa SMA di kota Bandung.


(22)

6

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah terhadap hubungan antara sensation seeking trait dengan perilaku seksual siswa SMA di kota Bandung?

2. Apakah terdapat perbedaan sensation seeking trait berdasarkan jenis kelamin pada siswa SMA di kota Bandung ?

3. Apakah terdapat perbedaan sensation seeking trait berdasarkan usia pada siswa SMA di kota Bandung?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual siswa SMA di kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Gambaran mengenai perbedaan sensation seeking trait berdasarkan jenis kelamin pada siswa SMA di kota Bandung. b. Gambaran mengenai perbedaan sensation seeking trait

berdasarkan usia pada siswa SMA di kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khsusunya di bidang Psikologi Perkembangan, dengan menggali lebih dalam lagi mengenai gambaran hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual terutama pada remaja. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi/acuan bagi peneliti selanjutnya di bidang psikologi perkembangan berkaitan dengan sensation seeking trait dan perilaku seksual.

2. Manfaat Praktis


(23)

7

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi Sekolah

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran, yang dapat mendorong sekolah untuk lebih memperhatikan anak muridnya yang sedang memasuki masa remaja. Sekolah juga mampu memberikan pendidikan seksual melalui diskusi dan seminar-seminar mengenai seksualitas di lingkungan sekolah.

b. Bagi Orang Tua

Melalui penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat mendorong orang tua untuk lebih mengawasi dan memperhatikan setiap kegiatan anaknya baik di dalam maupun di luar rumah. Selain itu, orang tua juga mampu memberikan pendidikan seksual sedini mungkin dengan tidak mentabukan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas.

c. Bagi Penulis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan bukti dan penjelasan mengenai fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, juga sebagai pembelajaran dan pengalaman awal bagi penulis dalam menulis karya ilmiah.

E.Sistematika Penelitian

Adapun struktur dalam penyusunan skripsi, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian atau signifikansi penelitian. Pada bab ini, peneliti menjelaskan alasan mengapa topik sensation seeking trait dan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung diteliti.


(24)

8

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II SENSATION SEEKING TRAIT DAN PERILAKU

SEKSUAL

Kajian pustaka berisi konsep dan teori dalam bidang yang dikaji. Pada bab ini, berisi penjelasan mengenai definisi dari sensation seeking trait, perilaku seksual, dan remaja. Dengan demikian, pembaca akan terlebih dahulu memiliki pemahaman mengenai sensation seeking trait, perilaku seksual dan remaa sebelum mendapatkan penjelasan mengenai gambaran sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi tentang penjabaran rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen seperti lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik keabsahan data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan berisi tentang pengolahan dan pembahasan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pada bab ini, akan ditemukan penjelasan mengenai gambaran sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada remaja.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran berisi tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(25)

(26)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III Metode Penelitian A. Lokasi dan Populasi dan Sampel

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekitar beberapa sekolah di Bandung, yakni:

1) SMA Negeri X1, Jln. Kbr Bandung 2) SMA Negeri X2, Jln. Psrklk Bandung 3) SMA Negeri X3, Jln. Mds Bandung 4) SMA Swasta X4, Jln. Blgde Bandung 5) SMA Swasta X5, Jln. Psrkj Bandung, dan 6) SMA Swasta X6, Jln. Mlbr Bandung.

Alasan pemilihan sekolah tersebut didasarkan pada beberapa variasi mulai dari lingkungan, kluster, dan tipe sekolahnya (yakni sekolah negeri dan swasta).

2. Populasi Penelitian

Populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian (Noor, 2013:147). Menurut Furchan (2005), populasi dirumuskan sebagai “semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau obyek yang telah dirumuskan secara jelas” atau kelompok lebih besar yang menjadi sasaran generalisasi (Taniredja, 2012: 33). Dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah siswa-siswi remaja akhir (usia 16-18 tahun) yang berada dalam jenjang pendidikan SMA di Kota Bandung.


(27)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sampel dapat diartikan sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996:117). Ali (1985) menyebutkan, bahwa sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang


(28)

27

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Taniredja, 2012:34).

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik pemilihan quota sampling. Quota sampling adalah teknik mengumpulkan data dengan cara menghubungi subjek penelitian yang dapat memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi (Taniredja, 2012; 38). Pada teknik ini juga, sampel diambil dengan memberikan jatah atau quota tertentu pada setiap kelompok. Pengumpulan data dilakukan langsung pada setiap unit sampling. Setelah jatah terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.

Adapun sekolah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang bersekolah di SMA Negeri A Bandung, SMA Negeri B Bandung, SMA Negeri C, SMA Swasta D, SMA Swasta E, dan SMA Swasta F. Alasan peneliti memilih sekolah di atas karena sekolah tersebut bervariasi mulai dari lingkungan dan kategori sekolahnya (sekolah negeri dan swasta). Dari setiap sekolah diambil sekitar 40 siswa yang akan dijadikan subjek penelitian, sehingga total subjek penelitian secara keseluruhan ialah sekitar 240. Karakteristik sampel dalam penelitian ini ialah subjek yang merupakan siswa pada rentang usia 16-18 tahun yakni siswa SMA kelas XI dan XI.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel (Noor, 2013: 38). Jenis penelitian ini juga termasuk dalam penelitian inferensial, dimana kedalaman analisisnya dilakukan dengan menganalisis hubungan antarvariabel dengan pengujian hipotesis. Dengan demikian kesimpulan penelitian jauh melampaui sajian data kuantitatif saja (Azwar, 2012: 6).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional adalah metode yang melibatkan


(29)

28

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sukardi, 2004: 166). Metode korelasional bertujuan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antarvariabel atau untuk menyatakan besar kecilnya hubungan antar kedua variabel. Pada penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel sensation seeking trait dan perilaku seksual.

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu menguji kecocokan antara teori dan fakta empiris di dunia nyata (Noor, 2013: 47). Secara teoritis, variabel didefinisikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dan penelitian. Ada juga yang menganggap veriabel sebagai gejala yang bervariasi (Kerlinger & Lee, 2000, dalam Setyosari, 2012: 126) Dalam peneltian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu variabel sensation seeking trait (variabel X1) dan variabel perilaku seksual (variabel X2).

2. Definisi Operasional

a. Definisi operasional sensation seeking trait

Sensation seeking trait dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu sifat yang ditentukan oleh kebutuhan pada remaja akhir (siswa SMA kelas XI dan XII di kota Bandung) akan perubahan dan pengalaman yang baru, dimana hal tersebut dapat dicapai dengan mengambil risiko yang bersifat baik berupa fisik, finansial, maupun sosial.

Sensation seeking trait dalam penelitian ini bertolak ukur pada empat dimensi, yaitu sebagai berikut:

1) Thrill and Adventure Seeking maksudnya adalah seberapa besar kebutuhan seorang remaja untuk ikut serta dalam melakukan


(30)

29

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

aktivitas berisiko atau berbahaya seperti olahraga yang memiliki kecepatan tinggi dan berbahaya.

2) Experience Seeking maksudnya adalah seberapa besar kebutuhan seorang remaja untuk mendapatkan dan mengalami pengalaman-pengalaman baru dan menyenangkan. Misalnya melakukan perjalanan jauh ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi atau diketahui oleh orang lain.

3) Disinhibition maksudnya adalah seberapa besar keinginan atau hasrat seorang remaja untuk melakukan kegiatan–kegiatan yang mengandung resiko sosial maupun resiko terhadap kesehatannya seperti mengkonsumsi minuman keras atau perilaku seksual, dan hal lainnya yang bertentangan dengan norma yang berlaku.

4) Boredom Susceptibility maksudnya adalah seberapa besar

kemampuan seorang remaja untuk menolerir tehadap aktivitas yang berulang dan rutin. Misalnya seorang remaja mampu bertahan dalam melakukan aktivitas yang sama setiap harinya. Semakin tinggi skor keseluruhan yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat sensation seeking trait pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah skor keseluruhan yang diperoleh maka semakin rendah tingkat sensation seeking trait pada remaja.

b. Definisi Operasional Perilaku Seksual

Perilaku seksual dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang dilakukan pada hubungan antara remaja laki-laki dan perempuan berupa sentuhan fisik yang mungkin saja tidak disadari oleh remaja tersebut dan memungkinkan timbulnya orgasme. Jenis sentuhan fisik tersebut adalah:

1) Bersentuhan (touching), antara lain berpegangan tangan dan berpelukan.

2) Berciuman (kissing), antara lain mulai dari hanya sekedar kecupan bibir sampai dengan berciuman dengan menggunakan lidah.


(31)

30

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Bercumbu (petting), yaitu merupakan bentuk dari berbagai aktivitas fisik antara pria dan wanita, yang mengarah kepada pembangkit gairah seksual. Pada umumnya bentuk aktivitas yang terlibat dalam petting ini, melibatkan perilaku mencium, menyentuh atau meraba, menghisap, dan menjilat pada area-area erotis pasangan; seperti mencium payudara pasangan perempuan, atau mencium alat kelamin pasangan laki-laki.

4) Berhubungan kelamin (sexual intercourse), yaitu adanya kontak antara alat kelamin laki-laki (penis) dan alat kelamin perempuan (vagina) yang terjadi dalam proses penetrasi antara penis dan vagina sehingga dapat mencapai orgasme.

Semakin besar skor yang diperoleh, maka semakin tinggi hasrat yang dirasakan dari pengalaman perilaku seksual pada remaja. Sebaliknya, semakin kecil skor keseluruhan diperoleh, maka semakin rendah hasrat yang dirasakan dari pengalaman perilaku seksual pada remaja tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan suatu daftar pertanyaan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subyek, baik secara individual atau kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu, seperti prefrensi, keyakinan, minat, dan perilaku (Taniredja, 2012: 44). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada subjek penelitian (siswa SMA kelas XI dan XII). Subjek hanya perlu memilih salah satu jawaban yang paling sesuai atau mendekati dengan keadaan dirinya. Sebelum subjek mengerjakan kuesioner, peneliti menjelaskan instruksi atau petunjuk cara pengisian kuesioner terlebih dahulu.


(32)

31

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan model skala dan konsistensi internal. Konsistensi internal atau disebut juga rational scale berisikan beberapa pernyataan yang direspons Ya-Tidak. Pernyataan-pernyataan ini disekor sesuai dengan kunci jawaban. Sedangkan skala adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu. Bentuk jawaban skala seperti tidak pernah, pernah, sering, dan hampir selalu (Siregar, 2010: 138).

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian/instrumen pengukur variabel merupakan alat bantu yang menghubungkan konsep/konstruk dengan fakta empiris/realita. Instrumen penelitian juga merupakan pemberian bilangan atau simbol pada peristiwa empiris menurut aturan yang ditetapkan (Noor, 2013: 101). Penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala psikologis. Instrumen terdiri dari instrumen yang mengungkap penilaian kognitif terhadap sensation seeking trait dan perilaku seksual remaja.

1. Kuesioner Sensation Seeking Trait a. Spesifikasi Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen sensation seeking trait yang dikembangkan oleh Anindya Lasyitha (2009) dengan menurunkan langsung keempat karakterisitik sensation seeking trait dari Zuckerman (1979). Instrumen ini menggunakan Rational Scale atau Konsistensi Internal.

b. Pengisian Kuosiner

Responden mengisi kuosiner dengan cara memilih atau menentukan salah satu dari dua pilihan jawaban yang sesuai dengan yang dirasakan oleh responden pada setiap item pernyataan. Penentuan jawaban


(33)

32

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan dengan memberi tanda silang (×) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban pilihannya.

c. Penyekoran

Penyekoran jawaban responden pada instrumen sensation seeking trait dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban yang terdiri dari dua kategori yang harus dipilih responden. Pernyataan terdiri dari favorable dan unfavorable. Responden yang memilih pernyataan favorable mendapatkan skor 1 sedangkan unfavorable mendapatkan skor 0.

2) Menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing instrumen sensation seeking trait yang diperoleh responden.

3) Setelah itu skor-skor dari responden akan dikategorisasikan ke dalam 5 kategori (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah)

Tabel 3.1

Formula Penyekoran Kuesioner Sensation Seeking Trait

Pernyataan Nilai

a. Saya lebih suka berada dalam perkumpulan yang bebas dan tidak ada aturan

b. Saya lebih memilih berada pada situasi perkumpulan yang tenang.

1

Tabel 3.2

Kategorisasi Skala Sensation Seeking Trait

Rumus Kategori

(nmin +4,50s) ≤ X Sangat Tinggi

(nmin+3,50s) < X ≤ (nmin + 4,50s) Tinggi (nmin+2,50s) < X ≤ (nmin + 3,50s) Sedang (nmin + 1,50s) < X ≤ (nmin + 2,50s) Rendah

X < (nmin + 1,50s) Sangat Rendah

2. Kuesioner Perilaku Seksual a. Spesifikasi Instrumen


(34)

33

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen perilaku seksual yang dikembangkan oleh peneliti dengan menurunkan langsung keempat jenis sentuhan fisik dari Duvall dan Miller (1985) Instrumen ini menggunakan skala.

b. Pengisian Kuesioner

Responden mengisi kuesioner dengan cara memilih atau menentukan salah satu dari empat pilihan jawaban yang sesuai dengan yang dilakukan oleh responden pada setiap item pernyataan. Penentuan jawaban dilakukan dengan memberi tanda ceklis () pada kolom pilihan jawaban yang tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari empat kategori yaitu Tidak Pernah (TP), Pernah (P), Sering (S), atau Hampir Selalu (HS).

c. Penyekoran

Penyekoran jawaban responden pada instrumen perilaku seksual dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban yang terdiri dari empat kategori yang harus dipilih responden. Jawaban dari setiap pernyataan tersebut dinilai dengan angka sebagai berikut.

Tabel 3.3

Penyekoran Kuesioner Perilaku Seksual Pilihan Jawaban Nilai Pernyataan

Tidak Pernah 1

Pernah 2

Sering 3


(35)

34

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing instrumen perilaku seksual yang diperoleh responden kemudian menentukan mean dan standar deviasi yang selanjutnya dibuat kategorisasi berdasarkan mean dan standar deviasi tersebut.

Tabel 3.4

Kategorisasi Skala Perilaku Seksual

Rumus Kategori

M + 1,50σ≤ X Sangat Tinggi

M + 0,50σ ≤ X < M + 1,50σ Tinggi M –0,50σ ≤ X < M + 0,50σ Sedang M –1,50σ ≤ X < M –0,50σ Rendah

< M –1,50σ Sangat Rendah

F. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen

Validitas atau kesahihan adalah menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (valid measure if it successfully measure the phenomenon) (Siregar, 2012). Menurut Arikunto (1995; 219) ada dua jenis validitas unutk instrument penelitian, yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Uji validitas instrumen yang terlebih dahulu dilakukan ialah uji validitas isi. Uji validitas isi dilakukan dengan cara berkonsultasi (expert judgement) dengan pakar permasalahan yang diteliti, sampai menghasilkan suatu instrument penelitian yang benar-benar mantap (Taniredja, 2012; 43). Uji validitas isi alat ukur perilaku seksual dalam penelitian ini dilakukan oleh tiga professional judgement, yaitu dr. Riksma Nurahmi, M.Pd, Dr. Hidayat, Dipl.S.Ed. Msi, dan dr. Eusi Heryati, M.Kes.

Setelah melakukan validitas isi, peneliti melakukan uji keterbacaan instrumen yang dilakukan sebelum uji reliabilitas, dan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas dari kalimat-kalimat yang dipakai. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara maksud


(36)

35

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang ingin dinilai oleh peneliti dengan persepsi responden terhadap setiap item kuesioner. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji keterbacaan terhadap 5 siswa dari beberapa SMA di kota Bandung.

2. Analisis Item

Setelah dilakuan try out, peneliti melakukan pemilihan item kembali melalui korelasi item-total. Yaitu dengan cara mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total instrumen. Item yang akan dipilih sebagai item final ialah item yang memiliki koefisien korelasi sama dengan atau lebih besar dari 0,30. Sebagian ahli psikometri mengatakan bahwa korelasi item-total 0,20 adalah cukup (Ihsan, 2013). Maka, pada skala sensation seeking trait , terdapat beberapa item yang harus dibuang, yaitu item no.2,4,5,7,8,9,12,15,19,22,29,30,31,32,33,34, dan 39. Oleh karena itu, dari 40 item sensation seeking trait yang telah di uji coba hanya 23 item yang dipilih sebagai item final sedangkan pada perilaku seksual, tidak ada item yang terbuang.

3. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula (Siregar, 2012; 173). Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut akan digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama (Taniredja, 2012; 43).

Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan dari program SPSS versi 18.00 melalui teknik Alpha Cronbach, untuk mengetahui seberapa konsisten tiap-tiap item dalam suatu instrumen. Setelah melakukan uji realibilitas dengan menggunakan bantuan SPSS versi 18.00, didapatkan hasil bahwa instrument sensation seeking trait memiliki koefisien realibilitas sebesar 0,781 sedangkan perilaku seksual memiliki realibilitas sebesar 0,948.


(37)

36

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sehingga semua instrumen tersebut dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.

4. Pemilihan Item yang Layak Sensation Seeking Trait dan Perilaku Seksual

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Sensation seeking trait

Variabel Dimensi Indikator Item

Pernyataan Sensation

seeking trait

Pencarian

getaran jiwa dan petualangan

(Thrill and

Adventure Seeking)

Individu menyukai kegiatan yang melibatkan kecepatan tinggi

8,9

Individu menyukai kegiatan – kegiatan yang ekstrim

2, 5, 12, 22, 23.

Individu menyukai kegiatan yang melawan gravitasi

11, 13, 18 Pencarian

Pengalaman (Experience Seeking)

Individu terdorong untuk mengeksplorasi stimulus – stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru

4, 7.

Individu berperilaku tidak seperti kebanyakan orang lainnya dalam berinteraksi sosial

21

Disinhibition (Disinhibition)

Individu menyukai kegiatan – kegiatan yang beresiko terhadap kesehatannya

6, 20.

Individu menyukai kegiatan – kegiatan yang beresiko terhadap kehidupan sosialnya

1, 15,19

Kerentanan terhadap Rasa Bosan (Boredom Susceptibility)

Individu tidak menyukai pengalaman yang berulang

3. Individu menyukai hal – hal yang baru

17. Individu tidak terlalu suka dengan hal – hal yang mudah ditebak

10.

Individu menyukai orang – orang yang berperilaku berbeda dengan kebanyakan


(38)

37

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.6

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual

orang

Variabel Dimensi Indikator Item Pernyataan

Perilaku Seksual

Bersentuhan (touching)

Individu merasakan hasrat

seksual ketika

berpegangan tangan dengan lawan jenisnya.

1

Individu merasakan hasrat seksual ketika berpelukan dengan lawan jenisnya.

2

Berciuman (kissing)

Individu merasakan hasrat seksual ketika berciuman dengan lawan jenisnya.

3, 4

Bercumbu (petting),

Individu merasakan hasrat seksual ketika saling menyentuh atau meraba area erotis lawan jenisnya.

5, 6

Individu merasakan hasrat seksual ketika saling menghisap atau menjilat area erotis lawan jenisnya.

7, 8, 9

Berhubungan kelamin (sexsual intercourse),

Individu merasakan hasrat seksual yang kuat ketika melakukan hubungan

intim dengan

pasangannya.


(39)

38

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

G. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas Data

Sebelum uji korelasi, peneliti melakukan uji normalitas data menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan bahwa data sensation seeking trait tidak berdistribusi normal pada tingkat signifikansi 0.154 (>0.05) sedangkan data perilaku seksual berdistribusi normal pada tingkat signifikansi 0.000 (<0.05).

2. Uji Korelasi

Menurut Taniredja (2012; 95) uji korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah di antara dua buah variabel atau lebih terdapat hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut. Hubungan dua variabel atau lebih dikatakan hubungan positif, bila nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel yang lain, dan sebaliknya bila satu variabel diturunkan maka akan menurunkan variabel yang lain. Sedangkan hubungan negative terjadi apabila nilai satu variabel dinaikkan akan menurunkan variabel yang lainnya (Sugiyono, 2012; 225).

Dalam penelitian ini sumber data untuk kedua variabel berasal dari sumber sama, yakni jenis data yang dikorelasikan adalah data interval, serta data dari kedua variabel tersebut berdistribusi normal. Sehingga, penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Product Moment (Sugiyono, 2012). maka hasil dari koefisien korelasi yang didapat akan diinterpretasikan melalui tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7

Koefisien Korelasi Guilford

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00-0.199 Sangat Rendah

0.20-0.399 Rendah

0.40-0.59 Sedang

0.60-0.799 Kuat


(40)

39

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Sugiyono, 2012)

Uji korelasi ini dilakukan pada tingkat signifikansi 0.05. Angka signifikan sebesar 0.05 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan penelitian sebesar 95%. Untuk pengujian dalam SPSS digunakan kriteria yaitu jika angka signifikan hasil riset <0.05, maka hubungan kedua variabel signifikan.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Mencari fenomena penelitian dan menentukan variabel penelitian psikologi yang sesuai dengan permasalahan.

b. Melakukan studi pustaka mengenai kajian teoritis serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian.

c. Menentukan desain peneltian dan membuat alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.

d. Menetapkan populasi dan sampel serta teknik sampling yang akan digunakan.

e. Mempersiapkan surat izin penelitian melalui Fakultas, Kesbang dan Disdik.

f. Memberikan surat perizinan pada pihak sekolah untuk melakukan penelitian serta memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan di sekolah yang bersangkutan.

2. Tahap Pengambilan Data

a. Menentukan kelas yang dapat dijadikan sampel penelitian dengan meminta izin pada guru atau pihak yang bersangkutan.

b. Menjelaskan kepada siswa tentang maksud peneliti dan meminta kesediaan subjek untuk menjadi responden.

c. Menyebarkan kuesioner penelitian, kemudian memberikan petunjuk dan penjelasan terlebih dahulu mengenai pengisian kuesioner kepada para siswa yang menjadi responden.


(41)

40

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Memberikan reward kepada para siswa yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

3. Tahap Pengolahan data

a. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

b. Melakukan skoring terhadap data yang telah diperoleh kemudian menginputnya dalam software Microsoft Excel.

c. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik melalui software SPSS 18.00 untuk menguji realibilitas penelitian dan korelasi antar variabel penelitian.

4. Tahap Pembahasan

a. Menampilkan dan mendeskripsikan hasil penelitian yang telah diolah.

b. Menginterpretasikan hasil analisis dan membahas berdasarkan kajian pustaka dan latar belakang penelitian.

c. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi-rekomendasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.


(42)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

A. Kesimpulan

Secara keseluruhan, perilaku seksual siswa SMA di kota Bandung memiliki tingkat perilaku seksual yang sangat rendah. Kebanyakan dari mereka tidak pernah melakukan pegangan tangan dan berpelukan ketika bersama lawan jenisnya, sangat jarang juga di antara mereka yang memiliki pengalaman dalam hal berciuman, bercumbu, bahkan berhubungan seksual. Pengalaman perilaku sekual tersebut nyatanya tidak sesuai dengan sedangnya kebutuhan sensation seeking trait yang dimiliki oleh mayoritas siswa. Hal ini dikarenakan kebanyakan siswa hanya senang untuk melakukan kegiatan beresiko dan pengalaman baru yang berupa aktivitas fisik yang menuntut kecepatan dan berbahaya seperti terjun payung, menyelam, atau mendaki gunung. Namun jika dilihat dari tingkat kebutuhan sensation seeking trait yang lain, mayoritas dari siswa tersebut memiliki kebutuhan yang rendah untuk mendapatkan pengalaman baru seperti menjelajahi tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya, hal tersebut menandakan bahwa mereka tidak ingin melakukan sesuatu yang hanya akan membuatnya tersesat dan tidak aman.

Selain itu, mereka juga tidak terlalu memiliki kebutuhan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung resiko sosial maupun resiko terhadap kesehatannya sehingga jarang di antara mereka yang memiliki keinginan untuk melakukan perilaku seksual karena mereka tahu bahwa hal tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat terlebih hal tersebut dapat beresiko terhadap kesehatannya. Mayoritas dari remaja tersebut pun tidak terlalu memerlukan kebutuhan untuk menolerir aktivitas/kegiatan yang berulang dan rutin setiap harinya, sehingga wajar apabila mereka lebih senang untuk melakukan kegiatan yang sewajarnya dan sama dalam kesehariannya.


(43)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan yang telah diuraikan


(44)

67

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terdapat hubungan yang lemah namun signifikan antara sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung. Namun demikian, sensation seeking trait tidak terlalu berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja disebabkan sensation seeking trait hanya memberikan kontribusi sebesar 4%. Selanjutnya, apabila dilihat dari kedua faktor demografis yang diteliti dalam penelitian ini (yaitu jenis kelamin dan usia), ditemukan bahwa keduanya memiliki perbedaan signifikan dengan perilaku seksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan. Begitu juga dengan usia, remaja yang berumur 18 tahun atau yang merupakan usia menuju ambang masa dewasa memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang berusia 17 tahun, dan remaja usia 17 tahun memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi dengan remaja yang berusia 16 tahun. Kemudian, hasil penelitian perilaku seksual pada beberapa sekolah juga menunjukkan perbedaan yang siginifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah negeri dari kluster pertama yang memiliki tingkat prestasi yang cukup menonjol dan lingkungan yang religious memiliki tingkat perilaku seksual terendah. Sedangkan, sekolah swasta dengan lingkungan yang tidak terlalu religious serta letaknya yang strategis dengan pusat perbelanjaan di kota Bandung memiliki tingkat perilaku seksual tertinggi.

B. Saran

Berikut merupakan saran yang dirumuskan oleh peneliti setelah melakukan pembahasan dari hasil penelitian.

1. Penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku seksual pada siswa SMA sangat rendah, hal tersebut sudah memberikan sikap yang positif bagi kalangan remaja untuk tidak akan berani bertindak tanpa berani juga untuk bertanggung jawab. Terlebih, jika sikap remaja tersebut lebih diarahkan oleh pihak sekolah dengan memberikan informasi mengenai dampak negatif/bahaya dari perilaku seksual yang melanggar aturan, seperti melalui penyuluhan dan seminar yang rutin dilakukan setiap tahunnya/setiap penerimaan siswa baru.


(45)

68

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Bagi orangtua, khususnya para ibu diharapkan mampu menunjukkan sikap keterbukaan dan kepeduliannya terhadap perilaku seksual pada anaknya yang berada pada masa remaja, misalnya dengan melakukan pendekatan mengenai bagaimana seharusnya remaja menjaga diri dan bersikap terhadap lawan jenisnya. Hal ini tersebut juga akan lebih baik apabila orang tua dapat memberikan pendidikan seksual pada remaja sedini mungkin.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan adanya penemuan yang kurang mendalam dan berkorelasi mengenai Hubungan Sensation seeking trait dengan Perilaku Seksual pada Siswa SMA di kota Bandung, maka peneliti menyarankan untuk melakukan penyebaran kuesioner melalui media sosial atau online sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat karena dengan begitu, sampel akan lebih terbuka dan merasa aman akan kerahasiaan datanya. Selain itu, peneliti juga menyarankan untuk menambahkan satu variabel atau lebih sehingga terlihat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja.


(46)

(47)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Mubiar, (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja (Tinjauan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Bandung: Refika Aditama. Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.

Anganthi dan Taufik. (2005). Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual. Jurnal penelitian Humaniora, vol.6, No.2, 2005: 115-129. Anonim. (2014). Seks Bebas Remaja Bandung Sudah Memprihatinkan [online]. Tersedia: m.bandungupdate.com/news/read/381-seks-bebas-remaja-bandung-sudah-meprihatinkan/html. [18 Februari 2014].

Anonim. (2014). Survei: Seks Bebas Remaja Tertinggi di Bandung [online]. Tersedia:www.jppn.com/read/2014/02/11/216015/survei:-seks-bebas-remaja-tertinggi-di-bandung.html.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bethin, A., Slovic,P., & Severson, H. (1993). A psychometric study of adolescent risk perception. Journal of Adolescence, 16, 153-168.

Bobak, I.M, dkk. (1995). Maternity Nursing. Edisi IV. St.Louis: Mosby Year Book.

Cestac et al. (2011). Young Driver’s Sensation Seeking, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control and Their Roles in Predicting Speeding Intention: How Risk-taking Motivations Evolve with Gender and Driving Experience. Journal Safety Science, 49, 424-432.

Chen et al. (2013). Brief Sensation Seeking Scale for Chinese-Cultural Adaptation and Psychometric Assessment. Journal Personality and Individual Differences, 54, 604-609.


(48)

69

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Collado, A., et al. (2014). Longitudinal trajectories of sensation seeking, risk taking propensity, and impulsivity across early to middle adolescence. Journal of Addictive Behavior.

Depkes Bandung, (2005). Modul Pelatihan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Bandung.

Duvall, E,M. dan Miller, B.C (1985). Marriage and Famili Development. (6th ed). New York: Harper & Row Publishers, Inc.

El-Idhami, Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fitria, Aida dkk. (2013). Persepsi Siswa Tentang Perilaku Seksual Remaja dan Implikasinya Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Negeri Padang. [Online]. Tersedia: http:// ejournal. unp.ac.id/index.php/konselor/article/viewFile/995/1038. [1 Maret 2013]. Frankenberger, Kristina D. (2004). “Adolescent Egocentrism, Risk Perception,

and Sensation Seeking Among Smoking and Non Smoking Youth”. Journal of

Adolescent Research [online]. Tersedia: http://jar.sagepub.com/content /19/5/576. [14 November 2011].

Hadjam, dan Mayasari. (2000). Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran ditinjau dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. No.2, 120-127.

Hurlock, E.B. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Imran, I. (1998). Perkembangan Seksualitas Remaja. Bandung: PKBI Jawa Barat. J.P. Chaplin. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Judarwanto, Widodo (2013). Video Mesum Anak SMP, Dampak Serbuan Media Pornografi? [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/24/video-mesum-anak-smp-dampak-serbuan-media-pornografi-604 293.html.[24 October 2013.


(49)

70

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lashyita, Anindiya. (2008). Hubungan Antara Tipe Kepribadian Opennes to Experience dengan Sensation Seeking Terhadap Pengguna Ipad. Skripsi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia [online]. Diterbitkan: http://repository.upi.edu/.

Liu et al. (2007). Personal Values and Involvement to Mother and Father in Late Childhood and Early Adolescence: A cross-sectional study. BMC Public Health, 7, 135.

Maslowsky, J., et al. (2011). Costs-benefits analysis mediation of the relationship between sensation seeking and risk behavior among adolescents. Journal of Personality and Individual Differences, 51, 802-806.

Masters, William. H, et all. (1992). Human Sexuality. New York: HarpersCollins Publishers Inc.

Mighwar. (2006). Psikologi Remaja: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Bandung: Pustaka Setia.

Noor, Juliansyah. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana.

Ortin et al. (2012). Sensation Seeking as Risk Factor for Suicidal Ideation and Suicide Attempts in Adolescence. Journal of Affective Disorders, 143, 214-222. Papalia Diane. E, Sally Wendkos Olds , Ruth Duskin Feldman. (2001). Human Development eighth edition. New York : Mc Graw Hill

Pradipta, Anggita Septia. (2008). Gambaran Trait Sensation Seeking dan Perilaku Seksual Backpacker Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. [online]. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123794-155.33%20 PRA%20g%20-%20Gambaran%20Trait%20-%20HA.pdf.

Roth et al. (2007). Beyond a Youthful Behavior Style-Age and Sex Differences in Sensation Seeking based on Need Story. Journal Personality and Individual Differences, 43, 1839-1850.

Santrock, John W. (2003). Adolenscence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.


(50)

71

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sarracino, et al. (2011). Sex-specific Relationship among Attachment Security, Social Values, and Sensation Seeking in Early Adolescence: Implications for Adolescents’s Externalizing Problem Behavior. Journal of Adolescence, 34, 541-554.

Setyosari, Punaji. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Siregar, Syofian. (2012). Stastika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Steinberg, Laurance. (2011). How Peers Affect the Teenage Brain. You and Your Adolescent [online]. Tersedia: http://www.psychologytoday.com/blog/you-and-your-adolescent/201102/how-peers-affect-the-teenage-brain.[14 November 2011]. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suhendi, Adi (2010). 62,7 Persen Remaja SMP Tidak Perawan [online].

Tersedia:http://megapolitan.kompas.com/read/2010/06/13/08364170/62.7.Persen. Remaja.SMP.Tidak.Perawan-5. [13 Juni 2013].

Sukardi. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Susanti, F. (2008). Menuju Masa Akil Baligh. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. Susanto, Cornelius Eko (2010). Angka Kehamilan Remaja Meningkat [online]. Tersedia: http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/05/28/913/ 15703 1/Angka-Kehamilan-Remaja-Meningkat. [28 Mei 2013].


(51)

72

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suwarni, Linda. (2009). Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA di kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, vol.4, no.2.

Taniredja, dan Hidayati Mustafidah. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Alfabeta.

Yusuf LN, Syamsu. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zuckerman, M. (1979). Sensation Seeking: Beyond The Optimal Level Of Arausal. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

_____________. (2007). Sensation Seeking and Risky Behavior. Washington, DC: American Psychology Assosiation.


(1)

(2)

Daisy Mia Arifin, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Mubiar, (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja

(Tinjauan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Bandung: Refika Aditama.

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.

Anganthi dan Taufik. (2005). Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual. Jurnal penelitian Humaniora, vol.6, No.2, 2005: 115-129.

Anonim. (2014). Seks Bebas Remaja Bandung Sudah Memprihatinkan [online]. Tersedia: m.bandungupdate.com/news/read/381-seks-bebas-remaja-bandung-sudah-meprihatinkan/html. [18 Februari 2014].

Anonim. (2014). Survei: Seks Bebas Remaja Tertinggi di Bandung [online]. Tersedia:www.jppn.com/read/2014/02/11/216015/survei:-seks-bebas-remaja-tertinggi-di-bandung.html.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bethin, A., Slovic,P., & Severson, H. (1993). A psychometric study of adolescent risk perception. Journal of Adolescence, 16, 153-168.

Bobak, I.M, dkk. (1995). Maternity Nursing. Edisi IV. St.Louis: Mosby Year Book.

Cestac et al. (2011). Young Driver’s Sensation Seeking, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control and Their Roles in Predicting Speeding Intention: How Risk-taking Motivations Evolve with Gender and Driving Experience.

Journal Safety Science, 49, 424-432.

Chen et al. (2013). Brief Sensation Seeking Scale for Chinese-Cultural Adaptation and Psychometric Assessment. Journal Personality and Individual Differences, 54, 604-609.


(3)

69

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Collado, A., et al. (2014). Longitudinal trajectories of sensation seeking, risk taking propensity, and impulsivity across early to middle adolescence. Journal of

Addictive Behavior.

Depkes Bandung, (2005). Modul Pelatihan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Bandung.

Duvall, E,M. dan Miller, B.C (1985). Marriage and Famili Development. (6th ed). New York: Harper & Row Publishers, Inc.

El-Idhami, Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fitria, Aida dkk. (2013). Persepsi Siswa Tentang Perilaku Seksual Remaja dan Implikasinya Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jurnal Fakultas

Psikologi Universitas Negeri Padang. [Online]. Tersedia: http:// ejournal.

unp.ac.id/index.php/konselor/article/viewFile/995/1038. [1 Maret 2013].

Frankenberger, Kristina D. (2004). “Adolescent Egocentrism, Risk Perception,

and Sensation Seeking Among Smoking and Non Smoking Youth”. Journal of

Adolescent Research [online]. Tersedia: http://jar.sagepub.com/content /19/5/576.

[14 November 2011].

Hadjam, dan Mayasari. (2000). Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran ditinjau dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi Universitas

Gajah Mada. No.2, 120-127.

Hurlock, E.B. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Imran, I. (1998). Perkembangan Seksualitas Remaja. Bandung: PKBI Jawa Barat.

J.P. Chaplin. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Judarwanto, Widodo (2013). Video Mesum Anak SMP, Dampak Serbuan Media

Pornografi? [online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/24/video-mesum-anak-smp-dampak-serbuan-media-pornografi-604 293.html.[24 October 2013.


(4)

Lashyita, Anindiya. (2008). Hubungan Antara Tipe Kepribadian Opennes to

Experience dengan Sensation Seeking Terhadap Pengguna Ipad. Skripsi

Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia [online]. Diterbitkan: http://repository.upi.edu/.

Liu et al. (2007). Personal Values and Involvement to Mother and Father in Late Childhood and Early Adolescence: A cross-sectional study. BMC Public Health, 7, 135.

Maslowsky, J., et al. (2011). Costs-benefits analysis mediation of the relationship between sensation seeking and risk behavior among adolescents. Journal of

Personality and Individual Differences, 51, 802-806.

Masters, William. H, et all. (1992). Human Sexuality. New York: HarpersCollins Publishers Inc.

Mighwar. (2006). Psikologi Remaja: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Bandung: Pustaka Setia.

Noor, Juliansyah. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana.

Ortin et al. (2012). Sensation Seeking as Risk Factor for Suicidal Ideation and Suicide Attempts in Adolescence. Journal of Affective Disorders, 143, 214-222.

Papalia Diane. E, Sally Wendkos Olds , Ruth Duskin Feldman. (2001). Human

Development eighth edition. New York : Mc Graw Hill

Pradipta, Anggita Septia. (2008). Gambaran Trait Sensation Seeking dan Perilaku

Seksual Backpacker Jakarta. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. [online]. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123794-155.33%20

PRA%20g%20-%20Gambaran%20Trait%20-%20HA.pdf.

Roth et al. (2007). Beyond a Youthful Behavior Style-Age and Sex Differences in Sensation Seeking based on Need Story. Journal Personality and Individual

Differences, 43, 1839-1850.

Santrock, John W. (2003). Adolenscence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.


(5)

71

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sarracino, et al. (2011). Sex-specific Relationship among Attachment Security, Social Values, and Sensation Seeking in Early Adolescence: Implications for

Adolescents’s Externalizing Problem Behavior. Journal of Adolescence, 34,

541-554.

Setyosari, Punaji. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Siregar, Syofian. (2012). Stastika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Steinberg, Laurance. (2011). How Peers Affect the Teenage Brain. You and Your

Adolescent [online]. Tersedia:

http://www.psychologytoday.com/blog/you-and-your-adolescent/201102/how-peers-affect-the-teenage-brain.[14 November 2011].

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhendi, Adi (2010). 62,7 Persen Remaja SMP Tidak Perawan [online].

Tersedia:http://megapolitan.kompas.com/read/2010/06/13/08364170/62.7.Persen. Remaja.SMP.Tidak.Perawan-5. [13 Juni 2013].

Sukardi. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Susanti, F. (2008). Menuju Masa Akil Baligh. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.

Susanto, Cornelius Eko (2010). Angka Kehamilan Remaja Meningkat [online]. Tersedia: http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/05/28/913/ 15703 1/Angka-Kehamilan-Remaja-Meningkat. [28 Mei 2013].


(6)

Suwarni, Linda. (2009). Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA di kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan

Indonesia, vol.4, no.2.

Taniredja, dan Hidayati Mustafidah. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah

Pengantar). Bandung: Alfabeta.

Yusuf LN, Syamsu. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zuckerman, M. (1979). Sensation Seeking: Beyond The Optimal Level Of Arausal. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

_____________. (2007). Sensation Seeking and Risky Behavior. Washington, DC: American Psychology Assosiation.