PENERAPAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURALISME DALAM PENGEMBANGAN NILAI TOLERANSI DI SEKOLAH : Studi Kasus SMA Negeri 3 Palu.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ...vii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang...1

B. Identifikasi dan Pertanyaan Penelitian...12

C. Tujuan Penelitian ...13

D. Manfaat Penelitian ...14

E. Asumsi Penelitian ...14

F. Sistematika Penulisan ...15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam dan Ruang Lingkupnya ...17

B. Pengertian Multikulturalisme dan Ruang Lingkupnya ...36

C. Konsep Toleransi ...41

D. Peranan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme dalam Mengembangkan Nilai Toleransi Di Sekolah ...48

E. Relevansi Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme dengan Pendidikan Umum ...76

F. Teori-Teori Multikulturalisme...82

G. Penelitian Terdahulu ...84

H. Alur Pikir Penelitian ...92

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian ...93

B. Defenisi Konseptual ...95

C. Lokasi dan Subyek Penelitian ...96

D. Teknik Pengumpulan Data ...97

E. Sumber Data ...100


(2)

BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...105

B. Temuan-Temuan Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ...113

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...151

B. Rekomendasi ...152

DAFTAR PUSTAKA ...154

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...163 RIWAYAT HIDUP


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Republik Indonesia dibangun atas keragaman agama dan etnis. Ideologi Pancasila didasarkan pembentukannya untuk mengakomodir keragaman itu. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan aliansi perubahan dari redaksional ideologis “Ketuhanan, dengan kewajiban mengamalkan Syari’at Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya”. Dilihat dari pemeluk agama terdapat beberapa agama (yang diakui pemerintah) dan dipeluk oleh penduduk Indonesia yang berjumlah 237.6 juta jiwa (Damanik, Kompas.com, 2010). Bangsa Indonesia mengakui beberapa agama yaitu, Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu.

Dalam konteks internal agama, terdapat pula keragaman aliran, mazhab, dan sekte. Ajaran agama Islam mengenal berbagai aliran atau mazhab. Selain agama terdapat pula 245 aliran kepercayaan (Kementerian kebudayaan dan pariwisata, 2003). Ada mazhab di bidang aqidah, ada mazhab di bidang fiqh, dan ada mazhab di bidang politik (Adam, 2010: 17).

Keragaman suku, budaya, dan ideologi keagamaan sebagai entitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan manusia, sebagaimana ditegaskan di dalam Al Qur’an (Q.S. Al Hujurat: 13) yang artinya: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling


(4)

mengenal...” (QS. Al Hujurat: 13). Implikasi dari keragaman ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan prespektif dalam berbagai aspek, termasuk penafsiran ajaran agama. Dalam Islam terdapat aspek tertentu yang multi-interpretatif terkait pemikiran keislaman, namun dalam aspek peneguhan aqidah bersifat mutlak ( Umar, 1999 : 7).

Realitas keragaman tersebut dapat dikembangkan berdasar pada penguatan toleransi internal dan eksternal penganut agama. Toleransi internal dilakukan karena di dalam satu agama terdapat bermacam-macam aliran/paham keagamaan, sedangkan toleransi eksternal bermakna saling menghormati antarpemeluk agama (Adam, 2010: 16).

Noer (2001 : 239) mengemukakan bahwa pluralisme sebagai sikap yang mengakui dan menghargai yang plural secara etnis, kebudayaan dan keagamaan tentu sangat diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kerukunan beragama. Karena itu, sikap ini harus ditumbuhkan pada diri generasi muda bangsa kita.

Selain toleransi, semangat pluralisme dan multikulturalisme dapat dikembangkan melalui upaya peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran agama serta peningkatan pendidikan keagamaan, karena pendidikan keagamaan merupakan prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk dapat melakukan rekonstruksi pemikiran dan praktik keislaman ditengah kehidupan masyarakat yang plural (Noer, 2001: 242). Pendidikan keagamaan memiliki peran strategis untuk mengembalikan cara berpikir dan sikap peserta didik agar dapat memahami pluralitas bermasyarakat.


(5)

Kemajemukan, disamping sebagai potensi kehidupan sosial untuk saling bantu membantu, juga memiliki potensi untuk terjadinya ketegangan sosial. Persaingan untuk merebut kepentingan dan harta benda, menyebabkan perpecahan dalam keragaman. Isu agama sering dimunculkan untuk dijadikan alat untuk merebut kepentingan dan harta benda.

Kymlicka (Arifin, 2010: 3) mengemukakan bahwa perbedaan identitas budaya bukan penyebab langsung, tetapi sikap masyarakat terhadap perbedaan identitas itu sebagai sumber pemicunya. Dikatakannya pulralitas etnik, ras, dan agama sebagai corak negara-negara postkolonial lebih berfungsi banyak sebagai faktor disintegratif daripada faktor integratif sebagai efek dari kekeliruan mereka dalam memahami dan mensikapi pluralitas yang ada.

Selanjutnya Al Muchtar (2004: 5) menjelaskan bahwa konflik etnisitas, termasuk konflik agama sebagai akibat ketidakcerdasan masyarakat terhadap realitas diversitas etnis. Sedangkan Karnavian (2009: 75) menyatakan bahwa konflik terjadi bukan karena multikulturalitas kebangsaan, tetapi secara mikro lebih disebabkan oleh ketidakpuasaan antar perilaku lintas suku, agama, keamanan, dan birokrasi.

Dinamika kehidupan sosial masyarakat Kota Palu sering diwarnai bentrok antar suku, antar penganut agama serta antar kelompok pemuda, namun tidak sampai meluas seperti kerusuhan Poso yang berlangsung dari 1998 – 2005 (Dokumen Kerusuhan Poso, 2007). Walaupun demikian, tetap saja kekerasan sosial itu selalu menelan korban harta dan jiwa seperti kasus perkelahian antar


(6)

kampung, penembakan misterius, pemboman tempat-tempat ibadah dan fasilitas umum. Kejadian seperti itu berimbas adanya sikap curiga dan tidak adanya sikap saling menghargai dan menyebabkan lunturnya nilai-nilai toleransi di antara warga.

Ketegangan dan kerusuhan yang bernuansa agama di beberapa daerah di Indonesia juga terus berlanjut yang mengakibatkan hancurnya tempat-tempat ibadah. Fenomena ini sebenarnya menunjukkan adanya kesenjangan (gap) antara idealitas agama (das sollen) sebagai ajaran dan pesan-pesan suci Tuhan, dengan realitas empirik yang terjadi dalam masyarakat (das sein) (Zainuddin, 2006: 190).

Setiap kelompok masyarakat selalu menganggap diri mereka sebagai golongan yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok itu terwujud dalam bentuk kelompok agama atau suku. Berbagai gejolak muncul dan meledak diakibatkan oleh etnosentrisme itu. Ibnu Khaldun (1986 : 57) menyebut ego kelompok sebagai ta’assub. Solidaritas kelompok disebut ashabiyah. Untuk membangun persaudaraan sesama umat manusia disebut al-‘usbah.

Gagasan Ibnu Khaldun tentang perbedaan-perbedaan pandangan golongan pada setiap kelompok masyarakat, menjadi basis sosiologi masyarakat modern untuk mengurai sejumlah kemelut yang melanda masyarakat. Seruan toleransi kepada orang-orang selain dari golongan kelompoknya, menjadi seruan global untuk mewujudkan perdamaian dunia.

Fajar (2005: 173-176) melihat faktor yang menyebabkan agama terjebak dalam arena konflik sosial karena:


(7)

1) pemahaman yang dangkal terhadap apa yg dipandang mempunyai nilai otoritatif dan kemutlakan dalam agama. 2) kerangka pandang teologis ekslusif simbolistik berimplikasi pada lahirnya warisan stigma sejarah masa lalu yang terus melekat sebagai memori dan membentuk kesadaran kolektif para pemeluk agama yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka negatif terhadap eksistensi dan dinamika agama lain. 3) agama mudah dimanfaatkan untuk memblow-up isu-isu di luar dunia keagamaan yang sedang mengemuka. 4) dalam konteks pluralitas agama, kegiatan dakwah acapkali menimbulkan gesekan-gesekan dengan komunitas lain sebagai akibat dari dangkalnya orientasi.

Pancasila yang merupakan dasar ideologi bangsa, pandangan hidup bangsa, cita-cita bangsa dan sumber dari segala sumber hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengisyaratkan tentang karakter dan pola fikir seluruh rakyat Indonesia. Lima butir Pancasila itu menggambarkan bagaimana sebenarnya sifat asli bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan saling menghargai berbagai perbedaan.

Namun realita yang saat ini terjadi sangat jauh dengan apa yang selama ini dicita-citakan. Rasa solidaritas antara pemerintah dengan rakyat atau rakyat dengan sesama rakyat Indonesia seakan-akan telah terkikis seiring dengan berbagai perkembangan zaman yang seolah belum mampu diikuti oleh bangsa Indonesia. Perbedaan yang seharusnya mengajari kita untuk saling menghargai dan menghormati kini seolah menjadi hal yang tabu. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah juga sering disalahartikan untuk menindas rakyatnya.

Masih segar diingatan kita tragedi kerusuhan Poso yang terjadi dari tahun 1998 sampai 2005 (Dokumen Kerusuhan Poso, 2007) yang menelan korban nyawa dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya. Kekerasan yang mengatasnamakan agama di daerah yang dulunya masyarakat hidup berdampingan dengan damai, saling bahu membahu tiba-tiba berubah 180 derajat


(8)

dengan adanya kerusuhan. Sikap tidak percaya dan saling mencurigai di masyarkat antara pemeluk agama (Kristen dan Islam) telah mencabik kedamaian di tanah Sintuvu Maroso.

Kota Ambon Manise telah menjadi saksi sejarah buram kedamaian dan persatuan di Indonesia. Hal ini karena kerusuhan Ambon yang terjadi selama Januari hingga maret 1999 telah menjadi kerusuhan berdarah yang mengerikan (AnneAhira.com). Kota yang ditinggali oleh masyarakat berbeda agama sebelum kerusuhan 1999 adalah kota yang aman walaupun, ada terjadi kekerasan kecil yang disebabkan oleh hal-hal kecil tetapi tidak sampai menyulut kerusuhan besar. Isu agama yang dilontarkan untuk memprovokasi massa sebagai satu-satunya penyebab kerusuhan tersebut.

Diakhir tahun 2011 lalu, saat seluruh rakyat Indonesia berharap tragedi kemanusiaan di Bima menjadi penutup kisah suram pertikaian di Indonesia pada tahun 2011, justru kembali terjadi lagi fenomena yang cukup menyita perhatian kita. Pembakaran Pondok Pesantren dan sejumlah rumah pengikut Islam Syiah di Sampang Madura yang kali ini dilakukan oleh sesama warga. Alasan dari pembakaran tersebut adalah perbedaan cara beribadah antara pengikut syiah dengan masyarakat lainnya yang juga memeluk agama Islam. Ini merupakan satu pukulan telak bagi kita yang mengaku plural tapi justru melakukan hal-hal brutal karena dipicu perbedaan yang ada (Kompas, Desember 2011). Bukankah insan yang mengaku beragama seharusnya mengedepankan etika dalam menyelesaikan perbedaan yang ada apalagi dengan orang yang seakidah dengannya. Padahal


(9)

MUI telah mengisyaratkan bahwa Syiah bukanlah aliran sesat dalam agama Islam dan diterima keberadaannya didunia sebagai bagian dari Islam (Adam, 2012 : 2).

Kerusuhan yang terjadi baru-baru ini dikala umat muslim merayakan lebaran idul fitri pada 26 Agustus 2012, yaitu perseteruan antara pengikut Syi’ah dan pengikut Sunni di Sampang Madura (Kompas, Agustus 2012).

Citra kesantunan rakyat Indonesia yang selama ini menjadi contoh bagi negara lain dalam membina kerukunan umat beragama seakan luntur dengan kejadian yang sangat disayangkan oleh berbagai pihak tersebut. Tak kurang kasus ini mengundang reaksi dari berbagai ormas Islam yang mengatakan kedewasaan masyarakat semakin lama semakin merosot dalam menghadapi perbedaan terutama yang menyangkut keyakinan yang ada.

Menurut Mulyana (2000: 237) menyatakan bahwa salah satu usaha untuk menanggulangi konflik adalah dengan mendidik manusia untuk menjadi pribadi yang menghargai keanekaragaman budaya. Melalui pendidikan kita dapat menciptakan generasi yang tidak terkungkung oleh pandangan kesukuan dan ideologi agama tertentu.

Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di sekolah adalah Pendidikan Agama Islam yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sserta berakhlak mulia. Dengan demikian pendidikan agama termasuk Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah diatur oleh Undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan,


(10)

biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen pendidikan lainnya (Saleh, 2005: 17).

Namun, Pendidikan Agama Islam yang di sekolah masih banyak kelemahan bahkan oleh sebagian pihak dianggap gagal, kegagalan ini dapat dirasakan dari dekadensi moral dan diabaikannya nilai-nilai ajaran agama. Pendidikan agama tidak mampu mencegah peserta didik berperilaku buruk seperti pergaulan bebas, tawuran, narkoba, konflik sara, kurangnya toleransi dan penghargaan kepada orang lain. Melihat hal itu banyak kalangan yang meragukan keefektifan Pendidikan Agama Islam bagi peningkatan kesadaran peserta didik baik secara agama maupun kultural.

Noer dalam Sumarthana (2001: 239-240) menyatakan setidaknya ada empat faktor penyebab kegagalan tersebut, yaitu: Pertama, penekanannya lebih pada proses trasnfer ilmu agama ketimbang pada proses transformasi nilai-nilai keagamaan dan moral kepada anak didik; Kedua, sikap bahwa pendidikan agama tidak lebih dari sekedar sebagai “hiasan kurikulum” belaka dan sebagai “pelengkap” yang dipandang sebelah mata; Ketiga, kurangnya penekanan pada nilai moral yang mendukung kerukunan antara agama, seperti cinta, kasih sayang, persahabatan, suka menolong, suka damai dan toleransi; Keempat, kurangnya perhatian untuk mempelajari agama-agama lain.

Berdasarkan pengamatan Budimansyah (2009:289), pelaksanaan pendidikan di sekolah tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada


(11)

dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomototik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai

hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua.

Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku peserta didik. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on

experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk

menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum.

Pendidikan damai dalam masyarakat multikultural menjadi perhatian UNESCO dalam merespon berkecamuknya konflik dan perang di berbagai belahan dunia. Pendidikan di sekolah dan kelas di yakini bisa menjadi contoh terdepan menunjukkan sikap toleransi, saling menghormati, dan hidup damai dengan orang lain (Kompas, 7 Maret 2011).

Pendidikan berbasis multikultural terus diajarkan dalam lingkungan persekolahan, untuk membekali peserta didik untuk dapat hidup berdampingan dengan orang-orang yang di luar kelompoknya. Peserta didik akan terbiasa dalam


(12)

lingkungan sekolah yang bilamana kebijakan lembaga pendidikan itu dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan harmonis.

Pendidikan agama akan dapat memenuhi fungsinya apabila ia mampu menggerakkan para anak didik untuk belajar mengamalkan ajaran-ajaran agama yang mereka terima dalam kehidupan sehari-hari. Jika pendidikan agama yang hanya menekankan hafalan, maka kurang relevansi dengan usaha-usaha mengelola perubahan sosial (Noer, 2001: 235).

Pendidikan agama yang hanya menampilkan keyakinan keagamaan semata-mata tanpa mengajarkan aspek sosial dari agama itu, selalu mengantarkan siswa untuk fanatik terhadap agama yang dianutnya. Fanatisme yang membabi buta selalu melahirkan bentrok sosial, karena tidak adanya kemampuan komunikatif antar agama dan kultural.

Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural merupakan alternatif untuk memperbaiki berbagai permasalahan pendidikan yang dihadapi dan diharapkan mampu memberi solusi agar terjalin sikap saling menghormati dan saling menghargai, serta meningkatkan kebersamaan di antara peserta didik yang berbeda agama dan budaya. Sardjiyo dalam Hamid (2009: 237) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural yang menjadi basis pendidikan Islam menjadi jembatan emas yang menghubungkan lembaga pendidikan dari kemanusiaan masyarakatnya dengan berbagai keragaman. Pendidikan multikultural senantiasa mengakomodasi semua keinginan dan kebutuhan semua masyarakat yang multikultur.


(13)

Mathar dalam Hamid (2009:11) mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri, Indonesia terdiri dari berbagai ras yang berbeda (baik asli, dari luar, maupun campuran), suku bangsa yang berbeda (bangsa Jawa, bangsa Bugis, bangsa Melayu, bangsa Batak, sdan sebagainya), berbagai agama yang berbeda, berasal dari banyak negara pribumi (kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Aceh, kerajaan Bugis, kerajaan Makassar, dan lain-lain), dan bercorak-ragam kebudayaan yang berbeda. Karena itu, semua keanekabercorak-ragaman yang saling berbeda itu harus diterima sebagai kenyataan bangsa Indonesia. Kesadaran sebagai bangsa yang multikultural seyogyanya ditumbuhkan terus.

Lembaga-lembaga pendidikan merupakan ajang penanaman nilai-nilai toleransi, kemudian seyogyanya dapat diintegrasikan dalam masyarakat luas. Jika integrasi itu gagal, maka pencapaian nilai-nilai toleransi tidak maksimal. Peserta didik diajarkan kebaikan dalam persekolahan, tapi tidak mendapatkan keteladan di luar sekolah, maka akan menimbulkan ketimpangan pencapaian hasil.

Oleh karena itu, integrasi nilai toleransi seyogyanya terjelma dalam semua lapisan masyarakat. Disinilah peran pemerintah untuk mengoptimalkan keikutsertaan masyarakat dalam membangun peradaban nilai. Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah membuahkan kebijakan holistik dan integratif dengan menyerukan sistem kehidupan multikultural. Kota ini telah berhasil memperlihatkan wajah multikultural dengan tidak terprovokasi oleh insiden-insiden yang terjadi di Kabupaten Poso.

Saat ini, dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah inovasi pendidikan. Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam dunia pendidikan seiring


(14)

dengan perubahan orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang sentralistik ke desentralistik. Pemerintah Kabupaten / Kota senantiasa melakukan inovasi pendidikan berbasis lokal di daerahnya masing-masing. Misalnya, Pemerintah Kota Palu memprakarsai pendidikan berbasis multikultural, karena di daerah itu hadir berbagai penganut agama, aliran keagamaan, dan berbagai etnis lokal di Sulawesi Tengah menjadikan Kota Palu sebagai etalase kehidupan sosial.

Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis tertarik membuat rancangan penulisan tesis dengan judul, “PENERAPAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURALISME DALAM PENGEMBANGAN NILAI TOLERANSI DI SEKOLAH (Studi Kasus SMA Negeri 3 Palu)”.

B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Pada pergaulan siswa di sekolah, sering terjadi kelompok mayoritas meremehkan kelompok minoritas, tawuran antar pelajar yang disebabkan oleh perbedaan agama dan suku, sering guru dan kepala sekolah tidak memperdulikan kekerasan yang terjadi pada kelompok minoritas, kurangnya perhatian sekolah terhadap pentingnya nilai toleransi dalam menumbuhkan sikap saling menghargai dalam lingkungan sekolah.

Berlandaskan identifikasi masalah di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian berikut :

1. Bagaimana desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?


(15)

2. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?

3. Bagaimana hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?

4. Bagaimanakah solusi dalam menghadapi hambatan pada pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.

2. Mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.

3. Mengetahui hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu


(16)

4. Mengetahui solusi dalam menghadapi hambatan pada pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Untuk pengembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan agama Islam

berbasis multikultural dari aspek nilai toleransi yang diimplementasikan dalam kehidupan multikultural.

2. Meningkatkan toleransi sesama warga negara dalam rangka mengharmonisasikan perbedaan-perbedaan kesukuan, agama, ras, dan antar kelompok.

3. Memberikan pemahaman yang mendalam kepada siswa untuk menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

4. Sumbangan bagi Pemerintah kota Palu untuk meningkatkan pendidikan berbasis multikulturalisme pada sekolah-sekolah yang berbasis multikultural.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi merupakan anggapan-anggapan sebelum penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan untuk membangun kerangka teoritis dan kerangka pemikiran penulis. 1. Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural akan dapat mencapai tujuannya bilamana seluruh guru di sekolah menampilkan nilai-nilai toleransi dan sikap saling menghargai pada setiap mata pelajaran yang diajarkan.


(17)

2. Nilai-nilai toleransi akan terpancar dalam diri setiap siswa pada pergaulan sosial di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat jika lembaga pendidikan dan struktur sosial mendukung serta menampilkan keteladanan yang dapat dicontoh oleh para siswa.

3. Kehidupan multikultural merupakan fitrah manusia yang harus diakomodasi oleh lembaga pendidikan dalam rangka membangun karakter bangsa yang yang damai dan sejahtera.

F. Sistematika Penulisan

Keseluruhan penulisan tesis ini yang terdiri dari lima bab, yang terdiri dari:

Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini terbagi dalam bagian ke dalam beberapa sub bab yaitu: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi dan Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Signifikansi dan Manfaat Penelitian, (5) Asumsi Penelitian dan, (6) Sistematika Penulisan.

Bab II berisi kajian pustaka. Pada bab ini diuraikan tentang kajian pustaka yang merupakan kerangka teori yang berhubungan dengan penelitian penulis yang berisi tentang: (1) Pendidikan Agama Islam dan Ruang lingkupnya, (2) Konsep multikulturalisme dan Ruang Lingkupnya, (3) Konsep Toleransi, dan (4) Peranan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme dalam Pengembangan Nilai Toleransi di sekolah.

Bab III berisi metodologi penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang tindakan yang tepat digunakan dalam melakukan pra penelitian, proses penelitian


(18)

dan menyimpulkan hasil penelitian yang terdiri dari: (1) Jenis Penelitian, (2) Definisi konseptual, (3) Lokasi dan Subyek penelitian, (4) Teknik Pengumpulan Data, (5) Sumber Data, (6) Teknik Analisis Data, (7) Validatas Data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini terdiri dari tiga sub judul yang menguraikan tentang: (1) Deskripsi Lokasi Penelitian, (2) Hasil temuan penelitian, dan (3) Pembahasan hasil temuan.

Bab V berisi kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang berisi interpretasi peneliti mengenai hasil penelitian yang disusun secara sistematis, juga pada bab ini berisi tentang rekomendasi penulis.


(19)

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan (1975: 5) bahwa: “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Penelitian ini bertujuan untuk memotret, menganalisis, serta mendeskripsikan penerapan PAI berbasis multikuturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.

Penelitian kualitatif juga dipilih berdasarkan asumsi bahwa penelitian terhadap penerapan PAI berbasis multikulturalisme menekankan pada aspek proses dan melibatkan kerja lapangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Merriam (Cresswell, 1994: 140) yang menyebutkan enam asumsi, yaitu:

1. Peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukan pada hasil atau produk.

2. Penelitian kualitatif tertarik pada makna-bagaimana orang membuat hidup, pengalaman, dan struktur dunianya masuk akal.

3. Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan analisa data. Data didekati melalui instrumen manusia,bukannya melalui inventaris, daftar pertanyaan, atau mesin.

4. Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik berhubungan dengan orang, latar, lokasi, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya.

5. Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang didapat melaui kata atau gambar. 6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti


(21)

Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Selanjutnya, Bogdan dan Biklen (Moleong, 2004: 4) mengatakan lima karakteristik penelitian kualitatif, yaitu:

(1) Penelitian kualitatif mempunyai setting alamiah, dan peneliti adalah insrtumen kunci, (2) penelitian kualitatif bersifat deskriptif, (3) penelitian ini lebih mengutamakan proses namun tidak melupakan produk atau hasil, (4) penelitian kualitatif sering menganalisis datanya secara induktif, dan (5) makna adalah hal yang esensial dalam pendekatan kualitatif.

Sebagaimana penelitian secara deskriptif lainnya, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pencandraan (deskripsi) secara sistematis, dan faktual (Suryabrata, 2005: 75). Pengecekan langsung ke latar penelitian yang alamiah dilakukan untuk memahami konteks situasi secara menyeluruh karena cara terbaik untuk memahami suatu tindakan atau peristiwa di suatu latar tertentu adalah dengan mengamatinya secara langsung. Pengamatan secara langsung ini memungkinkan peneliti untuk mengetahui dimana, bagaimana, dan dalam kondisi apa suatu peristiwa terjadi.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi kasus. Creswell (2010: 20) menjelaskan bahwa: “Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa,

aktivitas, proses, atau sekelompok individu”. Sedangkan menurut Yin (1996: 18)

mendefinisikan studi kasus yang lebih teknis, yaitu: „Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan jelas, dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan”.


(22)

Sevila (1993: 74) menjelaskan bahwa pendekatan studi kasus sangat berguna untuk meneliti, mencari kesimpulan, dan menemukan pola kecenderungan serta arah lain yang dapat digunakan dalam membuat dugaan-dugaan pertumbuhan dan perkembangan di masa yang akan datang.

B. Definisi Konseptual

1. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Seperangkat pembelajaran pada bidang studi yang dibelajarkan dengan dukungan komponen pendidikan. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang membimbing siswa agar berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

2. Berbasis Multikulturalisme

Pendidikan yang berlandaskan pada aspek keragaman baik dari segi agama, etnis, suku, dan ras. Pembelajaran mesti memberdayakan hidup. Siswa mesti dibantu untuk kian mampu hidup sebagai manusia bermartabat, bersama manusia lain, dan memperlakukan mereka dengan bermartabat pula.

3. Toleransi

Penghargaan terhadap sesama manusia dalam konteks kehidupan harmonis. Toleransi juga merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain.


(23)

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini memilih lokasi di SMA Negeri 3 Palu dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, sekolah ini merupakan salah satu sekolah percontohan yang berada di kota Palu dan sekolah yang mampu mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Kedua, sekolah ini memiliki siswa, guru, tenaga administrasi dari berbagai etnis, suku, dan agama yang beragam, yang menjadikan sekolah ini sebagai prioritas peneliti. Suasana kondusif yang ditampilkan sekolah ini juga kegiatan pembelajaran. Hal ini menjadi inti dari penelitian tentang kehidupan multikultural. Ketiga, kesiapan dan kesediaan pihak sekolah yang memberi izin untuk melakukan penelitian serta mengharapkan hasil temuan penelitian ini dapat dijadikan bahan pemikiran, dasar pertimbangan, umpan balik, serta evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan, strategi-strategi, serta implementasi pembinaan pendidikan agama Islam berbasis multikulturalisme di sekolah.

2. Subyek penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Nasution (1996: 32) adalah “Sumber yang dapat memberikan informasi, dapat berupa hal, peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi atau yang dapat diwawancarai”.

Sedangkan yang menjadi subyek penelitian adalah siswa SMA Negeri 3 Palu, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru bidang studi Pendidikan Agama Islam,


(24)

pegawai Tata Usaha, petugas keamanan, pegawai kantin, orang tua, dan beberapa orang masyarakat yang tempat tinggalnya berdekatan dengan lokasi penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan beragam metode pengumpulan data seperti observasi/pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Mc Millan & Schumacher (Sugiyono, 2006: 253) mengemukakan bahwa “Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif mengandalkan teknik pengamatan berperan serta, wawancara, dan dokumen”

Sejalan dengan itu Miles dan Huberman (Cresswell, 1994: 143) mengemukakan bahwa:

Menentukan ukuran yang harus dipertimbangkan peneliti dalam pengumpulan data, yaitu latar (tempat penelitian akan berlangsung), pelaku (orang yang akan diamati dan diwawancarai), peristiwa (apa yang diamati dan diwawancarai), dan proses (sifat kejadian yang dilakukan di dalam latar).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi

Observasi, merupakan teknik yang memungkinkan peneliti mencari inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati.

Tujuan dari observasi adalah peneliti melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), bagaimana teori digunakan langsung (theory-in-use), dan sudut pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara atau survai (Alwasilah, 2009: 155). Aspek yang diobservasi


(25)

meliputi; sudut pandang responden, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Sedangkan observasi menurut Moleong (2008: 175) adalah:

...Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.

Manfaat dari teknik observasi berdasarkan dasar-dasar metodologi penelitian (Patton, 1998: 136-138) yaitu, sebagai berikut:

a. Merupakan alat yang murah, mudah dan langsung untuk mengadakan penelitian terhadap berbagai macam fenomena sosial yang terjadi.

b. Para responden yang sangat sibuk pada umumnya tidak berkberatan jika ia diamati. Ia akan berkeberatan jika diminta untuk mengisi daftar pertanyaan melalui angket, atau berkeberatan untuk diwawancarai, karena kesibukannya.

c. Banyak peristiwa psikis penting yang tidak mungkin dapat diperoleh dengan cara menggunakan teknik quisioner dan wawancara, tetapi hal ini dapat diperoleh dengan cara menggunakan teknik observasi atau pengamatan secara langsung.

Teknik ini dilaksanakan oleh peneliti guna mengamati kebijakan kepala sekolah dalam hal pembinaan pendidikan agama Islam berbasis multikulturalisme. Pengamatan tehadap proses pembelajaran kurikuler maupun ekstra kurikuler, interaksi guru dan siswa dalam dan di luar kelas, pergaulan antar siswa di dalam dan di luar kelas. Begitu pula, peneliti mengamati konteks pelayanan yang berbasis nilai-nilai multikultural, yakni mengamati jika ada diskriminasi terhadap agama atau suku tertentu.

2. Wawancara.

Teknik ini dilaksanakan dengan metode tanya-jawab. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang menghendaki jawaban dari responden. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh


(26)

lewat observasi (Alwasilah, 2009: 154). Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan Lincoln dan Guba (Moleong, 2008: 186) antara lain:

Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik dari manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan tanya-jawab dengan beberapa informan. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang penerapan PAI Berbasis Multikulturalisme di SMA Negeri 3 Palu. Informasi ini didapatkan dengan melakukan wawancara kepada kepala sekolah mengenai kebijakan-kebijakan apa yang ditempuh oleh beliau dalam mengaktualisasikan PAI Berbasis Multikulturalisme dengan tujuan mendapatkan informasi yang konkrit tentang pengembangan nilai-nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada guru untuk mengetahui tahap-tahap pelaksanaan PAI Berbasis Multikulturalisme di SMA 3 Palu. Siswa sebagai peserta didik juga sebagai informan untuk menerangkan tentang pergaulan, kondisi pembelajaran. Sedangkan kepada staf administrasi, diharapkan untuk memberikan informasi tentang administrasi persekolahan, pelayanan administrasi dapat teraktualkan dalam pelayanan kepada guru dan siswa.


(27)

3. Dokumentasi.

Pengadaan dokumentasi dalam penelitian untuk mendukung data-data penelitian. Dokumentasi itu dapat berupa dokumen teks, fotografi, Raport,

Silabus dan RPP.

Dalam penelitian ini, teknik ini digunakan dengan menganalisis data yang berupa RPP, daftar nilai, daftar hadir siswa, daftar hadir guru. Yang bertujuan untuk mensinkronkan tatalaksana pengelolaan pendidikan di SMA Negeri 3 Palu dengan tata kelola sistem Pendidikan Nasional.

E. Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data dalam mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari manusia, peristiwa atau suasana, dan dokumen yang ada di lingkungan SMA Negeri 3 Palu.

Sumber data dari manusia meliputi informan, yaitu: Kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, petugas keamanan, serta informan lain yang mendukung penelitian ini.

Sumber data berupa peristiwa satau suasana adalah setiap peristiwa atau suasana yang terkait dengan aktivitas keseharian yang terdiri dari interkasi guru dan siswa, interkasi antar siswa, interkasi siswa dengan karyawan yang berhubungan dengan penerapan PAI berbasis Multikultural dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu. Hasil analisis dokumen juga merupakan sumber data yang dapat menunjang hasil penelitian.


(28)

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, penulis melakukan teknik analisis data melalui tiga langkah, yaitu: Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16).

1. Reduksi data; diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

2. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan kesimpulan/verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, periset

kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada. Selama penelitian masih berlangsung, setiap kesimpulan yang ditetapkan akan terus menerus diverifikasi hingga benar-benar diperoleh konklusi yang valid dan kokoh.

G. Validitas Data

Untuk menetapkan keabsahan temuan memerlukan pengujian validitas data. Validitas menurut Alwasilah (2009: 169) adalah “Kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran, dan segala jenis laporan”. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang peneliti gunakan adalah kriteria yang sebagaimana Moleong (2008: 324-325) kemukakan sebagai berikut:


(29)

1. Derajat kepercayaan (kredibilitas). Kriteria ini berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Kriteria keteralihan merupakan persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

3. Ketergantungan merupakan substitusi istilah reabilitas dalam penelitian yang non kualitatif. Pada cara non kualitatif, reabilitas ditunjukan dengan jalan mengadakan replikasi studi. Jika dua atau beberapa kali diadakan pengulangan suatu studi dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan reabilitasnya tercapai.

4. Kriteria kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut non kualitatif. Non kualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antarsubjek.

Sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data, peneliti melaksanakan teknik: 1. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai


(30)

pembanding terhadap data itu (Moleong, 2008: 330). Teknik triangulasi ini bisa berupa sumber data, teknik pengambilan data, dan triangulasi waktu (Sugiyono, 2006: 307).

a. Triangulasi sumber, untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk mengkaji kredibilitas data

b. Triangulasi teknik, untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data yang diperoleh dari wawancara, lalu dicek dengan observasi atau dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin semuanya benar tapi sudut pandangnya yang berbeda-beda.

c. Triangulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu dan situasi berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.


(31)

2. Pemeriksaan sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara mengajak rekan-rekan sejawat untuk mendiskusikan hasil sementara yang diperoleh dari penelitian ini. Peneliti menerima masukan, saran, dan kritikan dari rekan-rekan agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran.

3. Member check

Teknik ini digunakan setelah peneliti mentafsirkan data yang didapat dari penelitian kemudian dibacakan atau diperlihatkan kembali untuk mendapatkan konfirmasi bahwa tafsiran itu apakah sesuai dengan pandangan mereka.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap penerapan pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di sekolah pada SMA Negeri 3 Palu, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme di SMA Negeri 3 Palu didasarkan pada banyaknya suku, aliran, mazhab dan organisasi keislaman, yang juga sering merekrut siswa SMA. Guru PAI mendesain pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam mengekspresikan pengalaman keagamaan mereka, walaupun awalnya guru-guru PAI masih kaku menyusun silabus dan RPP, tetapi akhirnya mereka dapat memahami tindakan yang tepat dalam penyususnannya.

2. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme di SMA Negeri 3 Palu dilakukan dengan mengacu pada sistem pendidikan nasional dengan menganut kearifan lokal Kota Palu pada khususnya dan Provinsi Sulawesi Tengah pada umumnya. Guru PAI melaksanakan pembelajaran PAI dengan melakukan sinegisitas dengan guru PAI lainnya dengan menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Keragaman suku, agama, dan aliran serta organisasi keagamaan bukan alasan


(33)

untuk melakukan diskriminasi pembelajaran dalam pendidikan agama Islam berbasis multikulturalisme.

3. Hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme di SMA Negeri 3 Palu, sudah baik dengan tingkat partispasi aktif para siswa dalam kegiatan belajar, juga tampak pada harmonisasi kehidupan sekolah yang bervisi lingkungan hidup dan toleransi. Para siswa tampak berbaur dengan siswa yang berbeda agama dan suku. Begitu pula kalangan siswa muslim dapat memahami perbedaan mazhab.

4. Solusi dalam menghadapi hambatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme di SMA Negeri 3 Palu, ditempuh dengan melakukan kegiatan ekstrakurikuler dengan melibatkan para pakar yang ada di Kota Palu dan Guru-guru banyak mengakses informasi pendidikan baik dari media cetak dan media elektronik tentang pendidikan agama Islam berbasis multikulturalisme.

B. Rekomendasi

Bertitik tolak dari kesimpulan, mengenai Pendidikan Agama Islam Berbasisi Multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi, maka penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Lembaga Pendidikan, hendaknya pembinaan nilai toleransi tidak hanya

dilakukan oleh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saja, tetapi secara terpadu dan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain, sehingga pencapaian


(34)

nilai-nilai toleransi di lingkungan sekolah khususnya dan di lingkungan masyarakat pada umumnya dapat terjaga dan dapat tercapai dengan baik.

2. Pemerintah, sebagai pengambil kebijakan diharapkan dapat memfasilitasi

kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan keharmonisan dan kedamaian di kalangan masyarakat yang sangat majemuk ini. Selain itu, upaya peningkatan fasilitas belajar sebagai sarana pendukung terutama bahan ajar dan referensi yang berhubungan dengan nilai toleransi.

3. Peneliti Lain, sehubungan dengan keterbatasan dalam menggali permasalahan penelitian, maka diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi bahan kajian bagi peneliti lain, sehingga memungkinkan peneliti lain dapat melakukan penelitian lanjutan tentang Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi dengan konsep berbeda.


(35)

(36)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Al-Qur’an dan Terjemahnya. (1999). Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia.

Abdullah, M.A.(2000). Dinamika Islam Kultural, Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer. Bandung: Mizan.

Adam. M. (2010). Dinamika Perbandingan Mazhab. Bandung: Makrifat. Alwasilah, A. C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Al-Hakim, Suparlan. (2002). Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT). Jakarta: P3G, Dirjen Dikdasmen. Ali, Muhamad. (2003). Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai

Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. AnNahlawy. (1989). Ushul at Tarbiyah Islamiyah wa Asalibuha. Beirut: Dar al

Fikr.

Arends, I.R (2008). Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Assegaf, A.R. (2004). Pendidikan tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos.

Baidhawy, Z. (2005). Membangun Sikap Multikulturalis Perspektif Teologi Islam, dalam Baidhawy dan Thoyibi, M (ed). Reinvensi Islam Multikultural. Surakarta: PSB-PS UMS.

Banghart, F.W dan Trull, A (t.t). Educational Planning. New York: Collier McMillan Limited.

Banks, J.A. (1993). Multicultural Education: Issue and Perspective. Needham Heighst. Massachusetts: Ally and Bacon.

Bastaman, H.D. (1997). Integrasi Psikologi dengan Islam menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Blum, A.L (2001). Anti Rasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar Ras, Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik Bagi Sebuah Masyarakat Multikultural,


(37)

dalam Larry May dan Shari Collins-Chobanian, Etika Terapan: Sebuah Pendekatan Multikultural, Terjemahan. Shinta Carolina dan Dadang Rusbiantoro. Yogyakarta. Tiara Wacana.

Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Prodi PKN SPs UPI.

_________(2009). Pembelajaran Pendidikan Kesadaran Masyarakat Multikultural. Bandung: PT Genesindo.

Bukhari. (1987). Shahih al Bukhari. Beirut: Dar al Fikr.

Combs, P.H (1982). Apakah Perencanaan Itu (terj). Jakarta. Bahtera Karya Aksara.

Creswell, J.W. (1994). Research Design, Quantitave & Qualitative Approaches. Sage Publication. Alihbahasa oleh: Angkata III & IV KIK UI bekerjasama dengan Nur Khabibah, (2002). Jakarta: KIK Press.

___________(2007). Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approach. California. Sage Publications.

___________.(2010). Design Research. California. Sage Publications. Darajat, Zakiah, (1996). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, Materi Dasar Pendidikan Akta V, buku 11 B (1983)

Driyarkara, N. (1980). Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Dolls, R. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process. Boston: Allyn&Bacon.

Eilers, F. Josef. (1995). Berkomunikasi Antara Budaya. Flores: Nusa Indah. Elmubarok, Z. (2009). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Fadjar, A.M. (2005). Holistika Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers. __________(1998). Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI

Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque, USA : Brown Communications, Inc.


(38)

Hakam, K. A. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung. MKDU Press. .

Hamid, F.A. (editor). (2009). Memelihara Kerukunan Melalui Pendidikan Multikultural. Jakarta: Kemenko Kesra.

Hanbal, A.B (1985). Musnad. Beirut: Dar al Fikr.

Harsanto, R. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Yogyakarta. Kanisius.

Hasan, M.T. (2000). Islam dalam Perspektif Sosio Kultural. Jakarta: Lantobara Press.

Ihsan, F. (1997). Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1995). Jakarta: Balai Pustaka

Kaswardi, E.K. (1993). Pendidikan Nilai Memasuki tahun 2000. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Khairil, M. (2010). Strategi Komunikasi Teroris. Bandung : UNPAD Press. Khaldun, Ibnu. (1986). Muqaddimah Ibn Khaldun. Jakarta. Pustaka Firdaus

Kaufman, R.A (1972). Educational System Planning. New Jersey. Prentice Hall, inc.

Kottak, C.P (1987). Anthropology: The Exploration of Human Diversity, New York. Random House.

Kymlicka, W.(2002). Kewargaan Multikultural. Jakarta. Pustaka LP3ES. Al-Maraghi, M. (1986). Tafsir al Maraghi. Beirut: Dar al Fikr.

Mahfud, C. (2010). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ma’arif, S. (2007). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Maftuh. (2009). Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. Bandung: UPI.

Majid, A (2012). Pendidikan Berbasis Ketuhanan. Bandung: CV. Maulana Media Grafika


(39)

Maksum, A dan Ruhendi, LY.(2004). Paradigma Pendidikan Universal. Yogyakarta: IRCiSoD .

Mardiatmaja, B.S. (1986). Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius. Marimba, A.D. (1964). Pendidikan Islam: Rekonstruksi dan Demokratisasi.

Jakarta: Kompas.

Maslikah. (2007). Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis kebangsaan. Surabaya: Media Grafika.

Miles, M.B dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

Miskawaih. (1934). Takhzibul Akhlak. Mesir: al Matba’ah al Mishriyah.

Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muhaimin. (2002). Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, D dan Rakhmat, J. (2000). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta. Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru profesional, Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munawwir, A.W. (1997). Kamus al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif. Naim, N. dan Sauqi, A. (2008). Pendidikan Multikultural ; Konsep dan Aplikasi.

Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Nata, A. (2002). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo. _______(2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Nasution, H. (1985). Islam Ditinjau dari berbagaia Aspeknya. Jakarta: UI Press. Nelson, H.B (1952). The Fifty First Year Book: General Education. Chicago: The


(40)

Noer, K.A. (2001). “Pluralisme dan Pendidikan di Indonesia” dalam Th. Sumartana dkk. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta : Interfidet.

Parekh, B. (2008). Rethinking Multiculturalism, Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta. Kanisius.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. A Philosophy of The Curriculum for General Education. New York: McGraw Hill Company.

Piliang, Y.A. (1998). Sebuah Dunia yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Bandung. Mizan.

Pulungan, J.S. (1994). Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rakhmat, J, (2007). Dahulukan Akhlak Di Atas Figh. Bandung: Mizan.

Riyanto, Yatim. (2006). Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IKAPI : Universiti Press.

Rodger, A.R. (1982). Educational and Faith in Open Society. Britain. The Handel Press.

Rosyada, D. (2007). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta. Kencana.

Sadulloh, U. dkk (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung Alfabeta.

Salim, A. (2006). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta. Tiara Wacana.

Sarantakos, S. (1993). Social Research. Melbourne. Macmillan Education Australia PTY. LTD.

Sauri, S dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arfindo Raya.

______ (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo

Stavenhagen, R. (1986). Problems and Prospects of Multiethnic States. Tokyo. United Nations University Press.


(41)

Sealy, J. (1985). Religious Education Philosophical Perspective. London: George Allen & Unwin.

Sevilla, C. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Shaleh, A.R. (2005). Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk Bangsa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Shihab, A. (1998). Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung : Mizan.

Skeel, D.J. (1995). Elementary Sosial Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Soedjatmoko. (1999). Etika Pembebasan : Pilihan Karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta : LP3S.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumartana, Th, dkk. (2001). Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, N. (2002), Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

Superka, D.P. dan Johnson, P.L. (1975). Values Education: Approaches and Materials. Washington DC: Inc Boulder, Colo.

Suryabrata, S. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Jakarta : Departemen Pendidikan

Nasional.

Syaltut, M. (1998). Islam: Aqidah dan Syari’ah. Jakarta: Pustaka Amani.

Tafsir, A. (2005). Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Tilaar, H.A.R, (2004). Multikulturalisme, Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. Umar, N. (1999). Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al Qur’an. Jakarta:

IAIN Syarif Hidayatullah.


(42)

Yaqin, M. A. (2005). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pilar Media.

Yin, R. K. Penerjemah: Mudzakir M.D (1996). Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Zainuddin, M. (2006). Pendidikan Berwawasan Agama. Malang: UIN Malang Press.

Zukhairini (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya. Usaha Nasional.

Zurqoni dan Muhibat. (2011). Menggali Islam Membumikan Pendidikan: Upaya Membuka Wawasan Keislaman & Pemberdayaan Pendidikan Islam. Jogjakarta. Ar Ruzz Media.

Jurnal

Assegaf, A.R. dkk (2003). “Kondisi dan Pemicu Kekerasan dalam Pendidikan”.

Istiqro’. 02, (1), 37-53.

Aunurrahman. (2010). “Pendidikan Multikultural: Menuju Harmoni Sosial dan Pencegahan Konflik” Jurnal Pendidikan Karakter. 02, (2), 44-51.

Fatimah. (2005). “Kerukunan Umat Beragama dalam Al-Qur’an: Problem

Epistemologis”. Istiqro’. 4, (1), 203-224.

Hasan, H.S (2000). “Pendekatan Multikutural untuk Menyempurnakan Kurikulum Nasional”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Januari-November. 522.

Thamrin. M. Dan Budimansyah. D. (2011). “Pengembangan Model Pembinaan Nilai Toleransi dalam Interaksi Multikultural di Panti Asuhan Unit Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat”. Jurnal Penelitian Pendidikan Umum. 1, (1), 34-49.

Zulkarnain, dkk (2003). “Model Interaksi Sosial Antar Umat Beragama”. Istiqro’. 2, (1), 88-98.

Wiranu, C.U. (2008). “Agama dan Keberagama(a)n”. Bimas Islam. 1, (1), 93-101. Internet:


(43)

Damanik, C. (2010). “Kependudukan Penduduk Indonesia 236,7 Juta Jiwa” [Online]. Tersedia: http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16[16 Agustus 2010]

Filosuf. R.R. (2011). Pentingnya Toleransi Bagi Bangsa Indonesia Yang

Multikultural. [Online]. Tersedia: http ://rivarizalfilosuf.blogspot.com

/2011/11/toleransi-masyarakat-multikultural.html. [3 Februari 2012]

Dzaky. M. (2012). Konsep Toleransi dalam Ajaran Islam [Online]. Tersedia: (http://muhammadzacky.com/konsep-toleransi-dalam-ajaran-islam.php) [29 Desember 2011].

NRCVE. (2003). Programmes in the Area of Value Education. [Online]. Tersedia: http://valueeducation.nic.in/programmes.htm.

Burhanuddin H. (2012). Menanamkan Pendidikan Multikultural dan Toleransi

Dalam Wadah Pembelajaran [Online]. Tersedia:

http://hamamburhanuddin.wordpress.com/artikel-2/pendidikan/menanamkan-pendidikan-multikulturan-dan-toleransi-dalam-wadah-pembelajaran. [5 Mei 2012] Sudrajat.Com

Koran dan Majalah

Abdullah. (2006). Multikulturalisme. Kompas (16 Maret 2006)

Baedowi. A. (2012). Pendidikan Bina Damai. Media Indonesia (11 Juni 2012) Ma’arif, S. (2012). Radikalisme Hedonis dan Radikalisme Agama. Pikiran Rakyat (13 Oktober 2012).

Tesis dan Disertasi

Arifin, S. (2010). Pengembangan Model Internalisasi Nilai Toleransi (Tasamuh) dalam Kehidupan Multikultural Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI Bandung.

Thamrin, M. (2011). Pengembangan Model Pembinaan Nilai Toleransi dalam Interaksi Multikultural di Panti Asuhan Unit Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI Bandung

Supardan, D. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nsional, Global, Dalam Integrasi Bangsa. Disertasi Doktor pada Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.


(44)

Rifai, U. (2010) Pengembangan Budaya Demokrasi dalam Relasi Antar Etnik Siswa di Daerah Pasca Konflik. Tesis pada Prodi PKN UPI Bandung.

Bohari. (2010). Pembelajaran Sejarah Berbasis Multikultural dalam Membangun Kerukunan Antar Etnik. Tesis pada Prodi Sejarah UPI Bandung.

Lain-lain:

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2003). Data Aliran Kepercayaan di Indonesia, Jakarta: Depbudpar.


(45)

(1)

Noer, K.A. (2001). “Pluralisme dan Pendidikan di Indonesia” dalam Th. Sumartana dkk. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta : Interfidet.

Parekh, B. (2008). Rethinking Multiculturalism, Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta. Kanisius.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. A Philosophy of The Curriculum for General Education. New York: McGraw Hill Company.

Piliang, Y.A. (1998). Sebuah Dunia yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Bandung. Mizan.

Pulungan, J.S. (1994). Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rakhmat, J, (2007). Dahulukan Akhlak Di Atas Figh. Bandung: Mizan.

Riyanto, Yatim. (2006). Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IKAPI : Universiti Press.

Rodger, A.R. (1982). Educational and Faith in Open Society. Britain. The Handel Press.

Rosyada, D. (2007). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta. Kencana.

Sadulloh, U. dkk (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung Alfabeta.

Salim, A. (2006). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta. Tiara Wacana.

Sarantakos, S. (1993). Social Research. Melbourne. Macmillan Education Australia PTY. LTD.

Sauri, S dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arfindo Raya.

______ (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo

Stavenhagen, R. (1986). Problems and Prospects of Multiethnic States. Tokyo. United Nations University Press.


(2)

Sealy, J. (1985). Religious Education Philosophical Perspective. London: George Allen & Unwin.

Sevilla, C. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Shaleh, A.R. (2005). Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk Bangsa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Shihab, A. (1998). Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung : Mizan.

Skeel, D.J. (1995). Elementary Sosial Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Soedjatmoko. (1999). Etika Pembebasan : Pilihan Karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta : LP3S.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumartana, Th, dkk. (2001). Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, N. (2002), Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

Superka, D.P. dan Johnson, P.L. (1975). Values Education: Approaches and Materials. Washington DC: Inc Boulder, Colo.

Suryabrata, S. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Jakarta : Departemen Pendidikan

Nasional.

Syaltut, M. (1998). Islam: Aqidah dan Syari’ah. Jakarta: Pustaka Amani.

Tafsir, A. (2005). Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Tilaar, H.A.R, (2004). Multikulturalisme, Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.

Umar, N. (1999). Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al Qur’an. Jakarta:

IAIN Syarif Hidayatullah.


(3)

Yaqin, M. A. (2005). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pilar Media.

Yin, R. K. Penerjemah: Mudzakir M.D (1996). Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Zainuddin, M. (2006). Pendidikan Berwawasan Agama. Malang: UIN Malang Press.

Zukhairini (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya. Usaha Nasional.

Zurqoni dan Muhibat. (2011). Menggali Islam Membumikan Pendidikan: Upaya Membuka Wawasan Keislaman & Pemberdayaan Pendidikan Islam. Jogjakarta. Ar Ruzz Media.

Jurnal

Assegaf, A.R. dkk (2003). “Kondisi dan Pemicu Kekerasan dalam Pendidikan”. Istiqro’. 02, (1), 37-53.

Aunurrahman. (2010). “Pendidikan Multikultural: Menuju Harmoni Sosial dan

Pencegahan Konflik” Jurnal Pendidikan Karakter. 02, (2), 44-51.

Fatimah. (2005). “Kerukunan Umat Beragama dalam Al-Qur’an: Problem Epistemologis”. Istiqro’. 4, (1), 203-224.

Hasan, H.S (2000). “Pendekatan Multikutural untuk Menyempurnakan Kurikulum

Nasional”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Januari-November. 522.

Thamrin. M. Dan Budimansyah. D. (2011). “Pengembangan Model Pembinaan

Nilai Toleransi dalam Interaksi Multikultural di Panti Asuhan Unit Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat”. Jurnal Penelitian Pendidikan Umum. 1, (1), 34-49.

Zulkarnain, dkk (2003). “Model Interaksi Sosial Antar Umat Beragama”. Istiqro’. 2, (1), 88-98.

Wiranu, C.U. (2008). “Agama dan Keberagama(a)n”. Bimas Islam. 1, (1), 93-101. Internet:


(4)

Damanik, C. (2010). “Kependudukan Penduduk Indonesia 236,7 Juta Jiwa” [Online]. Tersedia: http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16[16 Agustus 2010]

Filosuf. R.R. (2011). Pentingnya Toleransi Bagi Bangsa Indonesia Yang Multikultural. [Online]. Tersedia: http ://rivarizalfilosuf.blogspot.com /2011/11/toleransi-masyarakat-multikultural.html. [3 Februari 2012]

Dzaky. M. (2012). Konsep Toleransi dalam Ajaran Islam [Online]. Tersedia: (http://muhammadzacky.com/konsep-toleransi-dalam-ajaran-islam.php) [29 Desember 2011].

NRCVE. (2003). Programmes in the Area of Value Education. [Online]. Tersedia: http://valueeducation.nic.in/programmes.htm.

Burhanuddin H. (2012). Menanamkan Pendidikan Multikultural dan Toleransi

Dalam Wadah Pembelajaran [Online]. Tersedia:

http://hamamburhanuddin.wordpress.com/artikel-2/pendidikan/menanamkan-pendidikan-multikulturan-dan-toleransi-dalam-wadah-pembelajaran. [5 Mei 2012] Sudrajat.Com

Koran dan Majalah

Abdullah. (2006). Multikulturalisme. Kompas (16 Maret 2006)

Baedowi. A. (2012). Pendidikan Bina Damai. Media Indonesia (11 Juni 2012)

Ma’arif, S. (2012). Radikalisme Hedonis dan Radikalisme Agama. Pikiran Rakyat (13 Oktober 2012).

Tesis dan Disertasi

Arifin, S. (2010). Pengembangan Model Internalisasi Nilai Toleransi (Tasamuh) dalam Kehidupan Multikultural Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI Bandung.

Thamrin, M. (2011). Pengembangan Model Pembinaan Nilai Toleransi dalam Interaksi Multikultural di Panti Asuhan Unit Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI Bandung

Supardan, D. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nsional, Global, Dalam Integrasi Bangsa. Disertasi Doktor pada Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.


(5)

Rifai, U. (2010) Pengembangan Budaya Demokrasi dalam Relasi Antar Etnik Siswa di Daerah Pasca Konflik. Tesis pada Prodi PKN UPI Bandung.

Bohari. (2010). Pembelajaran Sejarah Berbasis Multikultural dalam Membangun Kerukunan Antar Etnik. Tesis pada Prodi Sejarah UPI Bandung.

Lain-lain:

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2003). Data Aliran Kepercayaan di Indonesia, Jakarta: Depbudpar.


(6)

Dokumen yang terkait

Peran Pendidikan agama islam dalam pengembangan sikap toleransi beragama siswa di SMP Waskito pamulang

1 28 117

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN RELIGIUSITAS SISWA DI SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa Di SMA Negeri 3 Yogyakarta.

0 2 16

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN RELIGIUSITAS SISWA DI SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa Di SMA Negeri 3 Yogyakarta.

0 1 21

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN NILAI-NILAI TOLERANSI BERAGAMA SISWA DI SMP NEGERI 1 NGUNUT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 14

PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURALISME dalam SE

0 0 19

PERAN LABORATORIUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN PESERTA DIDIK ( Studi Kasus di SMA Negeri 3 Malang)

0 0 31

Pendidikan Agama Islam Berbasis Nilai Ukhuwwah Islamiyyah (Studi­ Kasus­ Pembelajaran­ PAI­ di­ SMA­Lazuardi­ GIS,­

0 0 18

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural Humanistik dalam Membentuk Budaya Toleransi Peserta Didik Di SMA Negeri Model Madani Palu, Sulawesi Tengah

0 0 24

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM Sri Mawarti Pengawas Sekolah di Kota Pekanbaru puslit.lppmuin-suska.ac.id Abstrak - NILAI-NILAI PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM

1 1 21

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN TOLERANSI BERAGAMA SISWA DI SMA NEGERI 4 JAYAPURA PROVINSI PAPUA

0 0 184