APLIKASI GRUP KRISTALOGRAFI UNTUK PEMBENTUKAN MOTIF BATIK YANG DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN GRAPHICAL USER INTERFACE (GUI).

(1)

i

APLIKASI GRUP KRISTALOGRAFI UNTUK PEMBENTUKAN MOTIF BATIK YANG DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN GRAPHICAL USER

INTERFACE (GUI)

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh:

Hammam Al Faruq 13305141045

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

HALAMAN MOTTO

“Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar saja, Ia akan merasakan hinanya kebodohan dalam hidupnya”

(Muhammad bin Idris Asy Syafi’i)

“Go down deep enough into anything and you will find mathematics”


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, atas berkat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak terlupa shalawat dan salam kepada

Rasullulah Nabi Muhammad Shollallohu’alaihiwasalam atas petunjuk jalan kebenaran bagi umat manusia di muka bumi.

Ku persembahkan karya kecilku ini kepada :

Orang tuaku, Bapak Muh. Syaifuddin dan Ibu Sugiarti, terima kasih atas semua pengorbanan, dukungan, doa, motivasi serta kasih sayang yang tak terhingga.

Adikku, Luthfi Abdurrouf, Hafsoh Sakinah, dan Nafisah Ulya terima kasih selama ini sudah menjadi sosok adik yang begitu baik yang selalu memberi dorongan,


(7)

vii

APLIKASI GRUP KRISTALOGRAFI UNTUK PEMBENTUKAN MOTIF BATIK YANG DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN GRAPHICAL USER

INTERFACE (GUI) Oleh

Hammam Al Faruq 13305141045

ABSTRAK

Batik merupakan salah satu seni budaya yang telah diakui dunia sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO sejak Oktober tahun 2009. Oleh karena itu, batik merupakan salah satu warisan seni budaya yang patut dilestarikan dan dikembangkan. Beberapa penelitian sudah dilakukan dalam pengembangan motif batik. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan grup kristalografi. Namun, pada penelitian tersebut motif batik yang dihasilkan kurang beragam. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membentuk motif batik menggunakan aplikasi grup kristalografi.

Pada penelitian ini tahapan-tahapan yang dilakukan adalah: (1) menentukan pola dasar yang akan digunakan untuk membentuk motif batik, (2) mengindentifikasi grup yang termasuk ke dalam grup kristalografi, (3) mengaplikasikan pola dasar ke dalam grup kristalografi, (4) visualisasi menggunakan Graphical User Interface (GUI) pada MATLAB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap grup kristalografi dapat dimanfaatkan untuk membentuk motif batik. Namun saat diimplementasikan menggunakan Graphical User Interface (GUI) pada MATLAB, hanya 11 grup yang dapat ditampilkan. Hal ini dikarenakan keterbatasan program yang dibuat dalam memproses suatu pola dasar. Selain itu, tidak semua grup menghasilkan motif yang berbeda. Terdapat beberapa grup yang menghasilkan motif yang sama yaitu grup ���, grup �4�, dan grup �4. Hal ini dikarenakan hasil operasi pola dasar pada grup tersebut sama. Motif batik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebanyak 207 motif batik dari 21 pola dasar yang digunakan.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Aplikasi Grup Kristalografi untuk Pembentukan Motif Batik yang Diimplementasikan dengan Graphical User Interface (GUI)”. Penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada program Studi Matematika.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari doa, bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan dan fasilitas dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan bantuan dan fasilitas serta kelancaran dalam pengurusan administrasi selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Matematika sekaligus dosen pembimbing yang telah mendukung dan memberi kelancaran dalam penulisan skripsi ini serta memberikan arahan, motivasi, serta saran kepada penulis.

4. Ibu Dr. Karyati dan Bapak Musthofa, M.Sc selaku Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan koreksi perbaikan secara komperhensif skripsi ini.


(9)

ix

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Orang tua serta ketiga adikku yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan, serta semangat yang tiada hentinya kepada penulis.

7. Seluruh sahabat dan teman Matematika E 2013 yang telah memberi semangat, motivasi dan bantuannya selama ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah berperan serta membantu dalam pembuatan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, penulis mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 18 Mei 2017 Penulis

Hammam Al Faruq NIM 13305141045


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II ... 5

KAJIAN PUSTAKA ... 5

A. Definisi dan Sifat-sifat Sederhana Grup ... 5

B. Transformasi ... 10

C. Isometri ... 12

D. Translasi ... 12

E. Refleksi ... 14

F. Rotasi ... 17

G. Glide/ Refleksi geser ... 18


(11)

xi

I. Frieze Group ... 22

J. Graphical User Interface (GUI) ... 27

BAB III ... 29

METODE PENELITIAN ... 29

A. Desain Penelitian ... 29

B. Perencanaan layar GUI ... 30

BAB IV ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Grup Kristalografi ... 32

B. Kisi Satuan ... 34

C. Penerapan Grup Kristalografi untuk Motif Batik ... 50

D. Graphical User Interface (GUI) untuk Pembentukan Motif Batik ... 53

BAB V ... 60

PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Translasi titik � terhadap vektor �U ... 13

Gambar 2.2 Jajar genjang ����U ... 13

Gambar 2.3 �,�′,�,�′ segaris ... 14

Gambar 2.4 Refleksi titik � terhadap garis �U... 15

Gambar 2.5 Keadaan titik titik �,�′,�, dan �′ terhadap garis �U ... 15

Gambar 2.6 Rotasi segitiga ��� sebesar 90° dengan titik pusat �U ... 17

Gambar 2.7 Rotasi titik � dan � dengan pusat �U ... 18

Gambar 2.8 Glide segitiga ���U ... 19

Gambar 2.9 Segiempat ����U ... 21

Gambar 2.10 Ilustrasi grup �1U ... 23

Gambar 2.11 Contoh untuk pola grup �1U ... 23

Gambar 2.12 Ilustrasi grup �2U ... 23

Gambar 2.13 Contoh untuk pola grup �2U ... 24

Gambar 2.14 Ilustrasi grup �3U ... 24

Gambar 2.15 Contoh untuk pola grup �3U ... 24

Gambar 2.16 Ilustrasi grup �4U ... 25

Gambar 2.17 Contoh pola grup �4U ... 25

Gambar 2.18 Ilustrasi grup �5U ... 25

Gambar 2.19 Contoh pola grup �5U ... 26

Gambar 2.20 Ilustrasi grup �6U ... 26

Gambar 2.21 Contoh pola grup �6U ... 26

Gambar 2.22 Ilustrasi grup �7U ... 27

Gambar 2.23 Contoh pola grup �7U ... 27

Gambar 2.24 Layar default GUI ... 28

Gambar 3.1 Diagram tahapan penelitian ... 29

Gambar 3.2 Rancangan Awal GUI ... 30

Gambar 4.1 Poligon-poligon yang memenuhi bidang ... 33

Gambar 4.2 Kisi-kisi satuan ... 35


(13)

xiii

Gambar 4.4 Contoh motif grup �1U ... 36

Gambar 4.5 Kisi satuan untuk �2U ... 36

Gambar 4.6 Contoh motif grup �2U ... 37

Gambar 4.7 Kisi satuan untuk ��U ... 37

Gambar 4.8 Contoh motif grup ��U ... 37

Gambar 4.9 Kisi satuan untuk ��U ... 38

Gambar 4.10 Contoh motif grup ��U ... 38

Gambar 4.11 Kisi satuan untuk ��U ... 39

Gambar 4.12 Contoh motif grup ��U ... 39

Gambar 4.13 Kisi satuan untuk ���U ... 39

Gambar 4.14 Contoh motif grup ���U ... 40

Gambar 4.15 Kisi satuan untuk ���U ... 40

Gambar 4.16 Contoh motif grup ���U ... 40

Gambar 4.17 Kisi satuan untuk ���U ... 41

Gambar 4.18 Contoh motif grup ���U ... 41

Gambar 4.19 Kisi satuan untuk ���U ... 42

Gambar 4.20 Contoh motif grup ���U ... 42

Gambar 4.21 Kisi satuan untuk �4U ... 42

Gambar 4.22 Contoh motif grup �4U ... 43

Gambar 4.23 Kisi satuan untuk �4�U ... 43

Gambar 4.24 Contoh motif grup �4�U ... 43

Gambar 4.25 Kisi satuan untuk �4�U ... 44

Gambar 4.26 Contoh motif grup �4�U ... 44

Gambar 4.27 Kisi satuan untuk �3U ... 45

Gambar 4.28 Contoh motif grup �3U ... 45

Gambar 4.29 Kisi satuan untuk �3�1U ... 46

Gambar 4.30 Contoh motif grup �3�1U ... 46

Gambar 4.31 Kisi satuan untuk �31�U ... 46

Gambar 4.32 Contoh motif grup �31�U ... 47


(14)

xiv

Gambar 4.34 Contoh motif grup �6U ... 47

Gambar 4.35 Kisi satuan untuk �6�U ... 48

Gambar 4.36 Contoh motif grup �6�U ... 48

Gambar 4.37 Daerah generator untuk setiap grup kristalografi ... 51

Gambar 4.38 Langkah-langkah pembentukan motif menggunakan grup �3�1U ... 52

Gambar 4.39 Pola dasar ... 53

Gambar 4.40 Langkah-langkah pembentukan motif menggunakan grup �4U ... 53

Gambar 4.41 Tampilan awal GUI untuk pembentukan motif batik... 54

Gambar 4.42 Tampilan pola dasar pada layar utama ... 55

Gambar 4.43 Hasil motif batik menggunakan grup ��U ... 55

Gambar 4.44 Motif batik menggunakan grup ���U ... 56

Gambar 4.46 (a) Pola dasar direfleksikan terhadap garis vertikal (b) pola dasar dirotasikan dengan sudut 270o...57

Gambar 4.45 Motif batik menggunakan grup �4U ... 56

Gambar 4.47 Motif batik menggunakan grup �4...57


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi fungsi dari tiap isometri ... 21 Tabel 4.1 Keterangan kisi satuan ... 49 Tabel 4.2 Klasifikasi grup kristalografi ... 49


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 64 Lampiran 2 ... 76 Lampiran 3 ... 77


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Batik merupakan salah satu seni budaya yang telah diakui dunia sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO sejak Oktober tahun 2009. Di Indonesia batik sudah ada sejak zaman Majapahit dan sangat populer pada abad setelahnya. Sampai abad 20 semua batik yang dihasilkan adalah batik tulis, kemudian setelah itu baru dikenal batik cap. Oleh karena itu, batik merupakan salah satu warisan seni budaya yang patut dilestarikan dan dikembangkan.

Dalam usaha untuk melestarikan dan mengembangkan batik, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan membuat inovasi dalam pembentukan motif batik. Dalam pembentukan motif tersebut ada 3 teknik yang digunakan yaitu: klowongan, isen isen, dan ornamentasi harmoni. Klowongan merupakan proses pembentukan elemen dasar dari desain batik secara umum. Isen-isen adalah proses pengisisan bagian bagian ornamen. Ornamentasi harmoni adalah penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Bisa dikatakan inti dari pembentukan motif batik adalah upaya untuk mengisi ruang kosong dalam bidang dua dimensi yang diciptakan secara generatif dan iteratif (Asti, 2011). Hingga saat ini telah ditemukan beberapa inovasi dalam pembentukan motif batik. Salah


(18)

2

satu yang sudah dilakukan adalah dengan memanfaatkan grup kristalografi.

Grup kristalografi adalah grup simetri tak hingga yang didalamnya terdapat dua translasi atau pergeseran. Grup ini dapat mengisi suatu bidang datar dengan poligon yang kongruen tanpa tumpang tindih kecuali pada sisi-sisinya. Poligon-poligon tersebut dapat diisi menggunakan sebuah pola dasar sehingga nantinya dapat terbentuk suatu motif. Menurut (Gallian, 2006) terdapat 17 grup yang termasuk ke dalam grup kristalografi. Setiap grup dapat membentuk suatu motif yang berbeda-beda.

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan yang berkaitan dengan grup kristalografi diantaranya adalah: “Kristalografi Bidang Datar Batik Cap” (Kartono, dkk 2013) yang menghasilkan 13 motif batik cap dengn memanfaatkan grup kristalografi secara manual, “Survei Pola Grup Kristalografi Bidang Ragam Batik Tradisional” (Ganardi, dkk, 2012) dengan hasil 180 dari 262 motif batik di Indonesia menggunakan grup kristalografi , “Similiar Symmetries: The Role Of Wallpaper Groups in Perceptual Texture Similarity” (Clarke, dkk, 2011) yang meneliti tentang tingkat kesamaan tiap pola pada grup kristalografi berdasarkan penglihatan manusia dan “The Plane Symmetry Groups: Their Recognition and Notation” (Schattshneider, 1978).

Dalam penelitian ini penulis akan membentuk motif batik menggunakan aplikasi grup kristalografi dan diimplementasikan


(19)

3

menggunakan Graphical User Interface (GUI) dalam software MATLAB. Pembentukan motif batik dilakukan dengan menggunakan sebuah pola dasar tertentu yang diaplikasikan kedalam 17 grup kristalografi, sehingga dari satu pola dasar dapat menghasilkan 17 motif batik yang berbeda. Pembentukan motif batik menggunakan grup kristalografi tersebut kemudian diimplementasikan menggunakan Graphical User Interface (GUI) pada MATLAB. Hal ini dikarenakan mempermudah pengguna dalam mengakses aplikasi grup kristalografi untuk membentuk motif batik. Dengan Graphical User Interface (GUI), pengguna dapat memasukkan input pola dasar dalam bentuk gambar dan mendapat output berupa motif batik dalam bentuk gambar. Kemudian setelah itu akan dianalisa mengenai motif-motif yang dihasilkan dari tiap grup kristalografi berdasarkan pola dasar yang digunakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana motif batik yang dihasilkan dari aplikasi grup kristalografi untuk pembentukan motif batik yang diimplementasikan dengan Graphical User Interface (GUI)?”.

C. Batasan Masalah

Untuk mencegah meluasnya permasalahan yang ada dan lebih terarah, maka dilakukan pembatasan masalah, yaitu:


(20)

4

1. Grup kristalografi yang digunakan pada penelitian ini adalah grup kristalografi dimensi dua.

2. Graphical User Interface (GUI) yang digunakan pada penelitian ini adalah Graphical User Interface (GUI) pada program MATLAB versi R2011b.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan pada rumusan masalah adalah membentuk motif batik menggunakan aplikasi grup kristalografi yang diimplementasikan dengan Graphical User Interface (GUI).

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi dunia seni batik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan motif-motif batik.

2. Bagi mahasiswa, menambah pengetahuan tentang grup kristalografi yang diaplikasikan pada penelitian ini sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian tentang grup kristalografi lebih lanjut.

3. Bagi institusi, diharapkan dapat menambah referensi mengenai aplikasi grup kristalografi.


(21)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Secara umum, pada bab ini membahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu, grup, transformasi, translasi, refleksi, rotasi, glide/refleksi geser, grup simetri, frieze group, graphical user interface (GUI) pada MATLAB versi R2011b.

A. Definisi dan Sifat-sifat Sederhana Grup

Sebelum dijelaskan mengenai definisi grup terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai operasi biner.

Definisi 2.1 (Grillet, 2007 hal. 1) Operasi pada himpunan adalah suatu operasi biner jika operasi merupakan fungsi ��� → �.

Dengan kata lain operasi ∗ pada anggota himpunan � adalah operasi biner jika untuk setiap dua anggota �,� di � maka (� ∗ �) juga di �.

Contoh 2.1 (Sukirman, 2014 hal.60) Operasi + pada himpunan bilangan bulat ℤ merupakan operasi biner, sebab operasi + dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari (ℤ ×ℤ)→ ℤ, yaitu untuk setiap (�,�) di

(ℤ ×ℤ) maka (�+�) juga di ℤ. Jumlah dari dua bilangan bulat adalah bilangan bulat pula.

Definisi 2.2 (Anderson, 2015 hal. 207). Jika adalah himpunan tidak kosong dan didefinisikan operasi biner ,maka (�, ∗) disebut grup jika memenuhi semua aksioma berikut ini:

i. Bersifat asosiatif, yaitu (� ∗ �)∗ � =� ∗(� ∗ �), untuk setiap

�,�,�di .

ii. Terdapat elemen identitas, yaitu elemen (disebut elemen identitas) pada sedemikian sehingga � ∗ � =� ∗ �= � untuk setiap di . iii. Setiap elemen mempunyai invers, yaitu untuk setiap elemen � ∊ �,

terdapat elemen di (disebut invers dari ) sedemikian sehingga


(22)

6 Contoh 2.2 (Sukirman, 2014 hal. 72)

1. Himpunan bilangan bulat terhadap operasi penjumlahan (ℤ, +), merupakan suatu grup.

Bukti:

a. Himpunan ℤ bersifat asosiatif. Ambil sebarang �,�,� di ℤ maka,

(�+�) +�= �+�+�

= �+ (�+�)

b. Terdapat elemen identitas yaitu 0, sebab

�+ 0 = 0 +�= �

c. Setiap elemen mempunyai invers

Ambil sebarang � di ℤ terdapat � = 0 yaitu elemen identitas misalkan � invers dari � maka,

�+�= �+� = 0

�=−�

Jadi invers untuk setiap � di ℤ adalah −�

2. Himpunan � dengan operasi ∗ didefinisikan oleh � ∗ �=�+� −5 ,

untuk setiap �,� di � adalah suatu grup. Bukti:

a. Himpunan � bersifat asosiatif Ambil sebarang �,�,�di � maka, (� ∗ �)∗ � = (�+� −5) +� −5 = �+� −5 +� −5


(23)

7

= �+ (�+� −5)−5 = � ∗ (� ∗ �)

b. Terdapat elemen identitas

Ambil sebarang �di � maka terdapat � yaitu elemen identitas sedemikian sehingga,

� ∗ �= � ∗ �= �

�+� −5 = � �= 5

Jadi elemen identitasnya adalah 5

c. Setiap elemen mempunyai invers � ∗ �= � ∗ �= �

�+� −5 = 5 �= 10− �

Jadi invers dari � ∊ � adalah 10− �

Untuk selanjutnya penulisan (�, ∗) disederhanakan menjadi � dan

� ∗ � menjadi �� kecuali lambang operasinya diperlukan, maka lambang operasi harus dituliskan.

Order dari grup � yang dinotasikan dengan �(�) atau |�|, adalah banyaknya elemen dari grup�. Suatu grup disebut grup hingga jika banyaknya elemen dari � adalah berhingga dan jika order dari � tak hingga, maka grup � disebut grup tak hingga.

Teorema 2.3 (Gallian, 2006 hal. 50). Jika suatu grup, maka untuk setiap �,� di berlaku (��)−1 =�−1�−1.


(24)

8 Bukti :

Oleh karena � suatu grup, sehingga untuk setiap � di � berlaku bahwa

(��)(��)−1 = �dan (��)(�−1�−1) = (�(��−1)�−1) =���−1 = ��−1 =, maka (��)−1 =−1−1.

Teorema 2.4 Sifat kanselasi (Gallian, 2006 hal. 48 ). Misalkan suatu grup, maka ∀�,�,� ∊ � berlaku bahwa:

i. Jika ��=��, maka � =�. ii. Jika �� =��, maka �= �. Bukti:

i. Ambil sembarang �,�,� ∊ � dan diketahu bahwa ��=��, maka

�−1(��) =−1(��) (Karena suatu grup dan � ∊ � maka −1 ∊ �) (�−1�)�= (�−1�)� ( asosiatif)

��=�� ( ��−1 = � (identitas)) �= �

ii. Bukti analog dengan (i)

Definisi 2.5 (Sukirman, 2014 hal. 91). Misalkan suatu grup, � ∊ � dan

suatu bilangan bulat positif maka,

�� =… . sebanyak faktor.

�−� = (−1) dengan −1 invers dari .

�0 = elemen identitas.

Teorema 2.6 (Sukirman, 2014 hal. 92). Jika suatu grup, dan sembarang bilangan-bilangan bulat, maka untuk setiap di berlaku

��= �+�

(��)� = ���

Bukti:

Karena � dan � bilangan bulat maka terdapat tiga keadaan, yaitu: Keadaan I : � dan � keduanya positif


(25)

9

(sebanyak m faktor) (sebanyak n faktor) =�����…� (sebanyak (�+�) faktor) =��+�

Keadaan II : � dan � keduanya negatif, misalnya � = −� dan � = −�dengan � dan �bilangan bulat positif.

�� = −�−�

�� = (−1)(−1)

= (�−1�−1�−1… �−1 )(�−1�−1�−1… �−1 )

(sebanyak k faktor ) (sebanyak t faktor ) = (�−1�−1�−1… �−1 ) (sebanyak (�+�) faktor )

= (�−1)�+� = �−(�+�) = �(−�)+(−�) = ��+�

Keadaan III : salah satu positif dan lainnya negatif, misalkan � bulat positif dan � bulat negatif dan |�| > |�|. Misalkan �= −�dengan � suatu bilangan bulat positif.

��= −� = (−1)

= (�����… .�)(�−1 −1−1−1 ) (sebanyak � faktor )(sebanyak � faktor)

=���… (��−1) �−1�−1… �−1 ) (dan seterusnya sebanyak

(� − �) faktor)


(26)

10

= ��−� = ��+(−�)

= ��+�

Untuk kasus |�|≤|�| bukti analog.

B. Transformasi

Definisi 2.7 (Rotman, 2005 hal. 88) Terdapat suatu fungsi � ∶ ℝ2 → ℝ2, maka,

i. Fungsi � ∶ ℝ2 → ℝ2 disebut injektif jika untuk setiap �,�di ℝ2 dengan � ≠ � maka �(�)≠ �(�).

ii. Fungsi � ∶ ℝ2 → ℝ2 disebut surjektif jika untuk setiap di ℝ2 maka terdapat � ∈ ℝ2 sedemikian sehingga � =�(�).

Contoh 2.3 (Umble, 2015 hal.35) Fungsi � ∶ ℝ2 → ℝ2 yang dinyatakan sebagai �(�,�) = (�+ 2,� −3) adalah fungsi injektif dan surjektif. Bukti:

a. Akan dibuktikan �(�,�) = (�+ 2,� −3) fungsi injektif. Ambil sebarang �,� di ℝ2, � = (�1,�1) dan �= (�2,�2). Dengan menggunakan kontraposisi dari definisi fungsi injektif yaitu jika untuk setiap �,� di ℝ2 dengan �(�) =�(�) maka � =�, didapatkan

�(�) =�(�)

(�1 + 2,�1−3) = (�2+ 2,�2−3)

sehingga �1+ 2 =�2+ 2 ↔ �1 = �2 dan �1−3 =�2−3 ↔ �1 =

�2. Terbukti bahwa �(�,�) = (�+ 2,� −3) suatu fungsi injektif. b. Akan dibuktikan �(�,�) = (�+ 2,� −3) fungsi surjektif. Ambil

sebarang � di ℝ2, � = (�1,�1) terdapat � di ℝ2 dengan �=


(27)

11

3) = (�1,�1) =�. Terbukti bahwa �(�,�) = (�+ 2,� −3) fungsi surjektif.

Definisi 2.8 (Leonard, 2014 hal. 212). Suatu fungsi disebut transformasi jika:

i. Fungsi tersebut memetakan dari satu himpunan ke himpunan yang sama.

ii. Fungsi tersebut injektif. iii. Fungsi tersebut surjektif. Contoh 2.4 (Eccles, 1971 hal.13)

1. Suatu fungsi � ∶ ℝ2 → ℝ2 dinyatakan sebagai �(�,�) = (�+ 1,�)

adalah suatu transformasi. Bukti :

a. Akan dibuktikan �(�,�) = (�+ 1,�) adalah suatu fungsi.

�(�,�) = (�+ 1,�) adalah fungsi jika �= � maka �(�) =�(�). Ambil sebarang �,� ∈ ℝ2, � = (�1,�1) dan � = (�2,�2). Jika

� =� maka �1 = �2 dan �1 = �2.

�(�1,�1) = (�1+ 1,�1)

= (�2 + 1,�2)

=�(�2,�2)

Dapat disimpulkan bahwa �(�,�) = (�+ 1,�) adalah suatu fungsi. b. � satu-satu (injektif), sebab jika �(�1,�1) = �(�2,�2) maka

didapatkan Persamaan 2.1 berikut:

(�1+ 1,�1) = (�2+ 1,�2) 2.1 dari Persamaan 2.1 diperoleh

�1 + 1 = 2�2+ 1 2.2


(28)

12 dari Persamaan 2.2 diperoleh

�1+ 1 =�2+ 1 ↔ �1 =�2 sehingga (�1,�1) = (�2,�2).

c. � onto (surjektif), karena jika diambil sebarang (�1,�1) di ℝ2, maka ada (�2,�2) di ℝ2 yaitu (�2,�2) = (�1−1,�1) sehingga

�(�2,�2) = � (�2−1,�2) = � (�1−1 + 1,�1) = (�1,�1) Jadi � suatu transformasi.

C. Isometri

Definisi 2.9 (Gallian, 2006 hal. 453). Suatu isometri pada dimensi- pada ruang ℝ� adalah suatu fungsi dari ℝ� ke ℝ� yang mempertahankan jarak.

Karena pembahasan dimensi pada penelitian ini adalah dimensi-2

sehingga, dengan kata lain fungsi �: ℝ2 → ℝ2 adalah suatu isometri jika titik � dan � pada ℝ2 mempunyai jarak yang sama dengan titik �(�) dan

�(�). Jarak kedua titik didefinisikan sebagai berikut:

�� = �((�2− �1)2+ (�2− �1)2) 2.4 Contoh 2.5 (Umble, 2015 hal. 36) Suatu transformasi identitas adalah suatu isometri karena �′ =�(�) =� dan �′ = �(�) =� sedemikian sehingga ��= �’�’.

D. Translasi

Definisi 2.10 ( Umble, 2015 hal. 47). Diberikan titik , dan vektor

� = (�.�). Translasi dari ke adalah suatu transformasi , ∶ ℝ2 →

ℝ2 yang memenuhi: i. � = �,�(�).


(29)

13 ii. Jika �= �, maka , = �.

iii. Jika vektor �= �� maka = �,.

Contoh 2.6 Titik �(1,1) ditranslasikan terhadap vektor �= (2.2)

sehingga menghasilkan titik �′(3,3) seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Translasi titik � terhadap vektor �

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa translasi merupakan suatu isometri. Misalkan �adalah suatu translasi dengan � (�) =�′ dan

�� (�) =�′ maka ��′�����= � dan ��′�����= � sehingga ��′�����= ��′�����. Terdapat dua kondisi titik-titik �,�′,�,�′, yaitu:

a. �,�′,�,�′ tidak segaris maka ��′�����= ��′����� dan ��′����� ∥ ��′����� sehingga

�,�′,�,�′ adalah suatu jajargenjang, sehingga �������′�′ = ������.

Gambar 2.2 Jajar genjang ��′��′


(30)

14

Gambar 2.3 �,�,�,�′ segaris Dari Gambar 2.3 tersebut didapat:

�′

������ = ������� − ��′ �����′

= ������� − ��′ ����� ′ (sebab ��′ = ��′ )

= ������

Sehingga terbukti bahwa translasi merupakan suatu isometri.

E. Refleksi

Definisi 2.11 (Umble, 2015 hal. 61). Jika suatu garis maka pencerminan terhadap garis adalah suatu fungsi : ℝ2 → ℝ2 yang memenuhi: i. Jika titik pada garis , maka (�) =�.

ii. Jika titik tidak pada garis dan (�) =�′ maka tegak lurus ruas garis ��′�����.

Contoh 2.7 Titik �(3,2) direfleksikan terhadap garis � sehingga menghasilkan titik �′(3,4) seperti pada Gambar 2.4, dituliskan sebagai


(31)

15

Gambar 2.4Refleksi titik � terhadap garis �

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa refleksi merupakan suatu isometri. Misalkan �(�) =�′ dan �(�) =�′, ada beberapa keadaan khusus letak titik-titik �,�′,�, dan �′ terhadap garis �, yaitu :

Gambar 2.5 Keadaan titik titik �,�,�, dan � terhadap garis �

a. Keadaan I

�,�′,�,�′ segaris, misalkan ruas garis ��′����� memotong garis � di titik

� maka diperoleh ������′� =������ dan ������′� =������. Ruas garis ������′� dikurangi dengan ruas garis ������′� sehingga diperoleh ������ − �′� �����′� = ��

���� − ������ , maka �������′�′ = ������ . b. Keadaan II


(32)

16 c. Keadaan III

Misalkan ��′ memotong garis � di titik � maka terdapat segitiga

∆�′�′� dan ∆���. Besar sudut ∠�′��′ adalah 90�, demikian pula dengan besar sudut ∠��� adalah 90�. Ruas garis ������ sama dengan ruas garis �′������, sedangkan ruas garis ������ berimpit dengan ruas garis

�′�

����� sehingga ∆�′�′� ≅ ∆���. Jadi dapat disimpulkan bahwa

�′

������ = ������. d. Keadaan IV

Analog dengan bukti keadaan 3 maka diperoleh ∆��� ≅ ∆�′��. Akibatnya ������= �′������ dan besar sudut ∠��� sama dengan besar sudut

∠�′��, sehingga besar sudut ∠��� sama dengan besar sudut ∠�′��. Jadi dapat disimpulkan ∆��� ≅ ∆�′�′�, dan berakibat �������′�′ =

�� �����. e. Keadaan V

Menggunakan cara yang sama dengan keadaan sebelumnya, maka didapat ∆��� ≅ ∆�′�� dan ∆��� ≅ ∆�′�� akibatnya diperoleh ������ =������′� dan ������= �′������. Ruas garis ������ dijumlahkan dengan ruas garis ������ didapat ������+������ = ������′�+�′������, sehingga

��

����� =�������′�′.

Berdasarkan kelima keadaan tersebut maka terbukti bahwa refleksi merupakan isometri.


(33)

17 F. Rotasi

Definisi 2.12 (Umble, 2015 hal. 53). Diberikan titik , ,di ℝ2 dan di

. Rotasi terhadap titik dengan sudut �° adalah suatu fungsi ,

ℝ2 → ℝ2 yang memenuhi: i. ,�(�) =�.

ii. Jika � ≠ � dan ,(�) =�′ dengan �������′ =������ dan �∠���′ =�. Sudut putar � bernilai positif jika arah putaran berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, sebaliknya sudut putar � bernilai negatif jika arah perputarannya searah dengan arah perputaran jarum jam.

Contoh 2.8 Segitiga ��� dirotasikan sebesar 90° dengan titik pusat �.

�(�,�)(�) =�′, �(�,�)(�) =�′,�(�,�)(�) =�′, sehingga menghasilkan segitiga �′�′�′ seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6Rotasi segitiga ABC sebesar 90° dengan titik pusat D

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa rotasi merupakan suatu isometri. Misalkan �(�,�)(�) =�′ dan �(�,�)(�) =�′ seperti pada Gambar 2.7.


(34)

18

Gambar 2.7Rotasi titik � dan � dengan pusat �

Berdasarkan definisi, maka �������′ =������ , �∠���′ = � dan �������′ = ��

���� , �∠���′ = �. Pandang ∆��� dan ∆��′�′ maka �������′ = ������,

��′

�����= ������, dan �∠��� = �∠�′��′ sehingga ∆��� ≅ ∆��′�′. Karena

∆��� ≅ ∆��′�′ maka ������= �������′�′. Jadi terbukti bahwa rotasi merupakan isometri.

Untuk selanjutnya penulisan lambang rotasi �(�,�) disederhanakan menjadi �.

G. Glide/ Refleksi geser

Definisi 2.13 (Umble, 2015 hal. 96). Diberikan suatu garis dan vektor . Transformasi , ∶ ℝ2 → ℝ2 disebut glide/ refleksi geser dengan sumbu

dan vektor jika i. ,� = ����. ii. (�) =�.

Contoh 2.9 Glide segitiga ��� terhadap sumbu � dan vektor � menghasilkan segitiga �"�"�"


(35)

19

Gambar 2.8 Glide segitiga ���

Pada Gambar 2.8 di atas menunjukkan proses glide dari segitiga

���sehingga menghasilkan segitiga �"�"�". Pertama segitiga ��� direfleksikan terhadap garis � sehingga menghasilkan segitiga �′�′�′. Kemudian segitiga �′�′�′ ditranslasikan menggunakan vektor � sehingga menghasilkan segitiga �"�"�".

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa glide/ refleksi geser merupakan suatu isometri. Misalkan terdapat garis �, vektor �, �(�) = �", dan �(�) =�". Berdasarkan definisi � = ���, maka didapatkan Persamaan berikut:

�(�) = �(�′)���(�) 2.5

�(�) = �(�′)���(�) 2.6 Misalkan ���(�) =�′ dan ���(�) =�′, maka jarak ������ sama dengan �′�′������karena ��� adalah suatu isometri dan diperoleh Persamaan 2.7.

��


(36)

20

Selanjutnya jika �(�′) =�" dan �(�′) =�", maka jarak �′�′������ sama dengan �������"�" karena � adalah suatu isometri dan diperoleh Persamaan 2.8.

�′�′

������= ������� "�" 2.8

Berdasarkan Persamaan 2.7 dan 2.8, maka dapat diperoleh Persamaan 2.9 yaitu:

��

���� = ������� "�" 2.9

Dengan demikian maka jarak ������ sama dengan jarak �������"�" sehingga glide/refleksi geser merupakan suatu isometri.

H. Grup simetri

Definisi 2.14 Grup simetri pada ℝ� (Gallian, 2006 hal. 435). Misalkan F adalah himpunan titik-titik pada ℝ�. Grup simetri untuk F pada ℝ� adalah himpunan semua isometri pada ℝ� yang memuat F ke dirinya sendiri.

Dengan kata lain misalkan � adalah suatu bangun dan

�1,�2,�3,�4,�5 adalah suatu transformasi isometri, dimana �1(�) =�,

�2(�) =�,�3(�) =�,�4(�) =�,�5(�) =� maka �1,�2,�3,�4,�5 membentuk grup simetri bangun �.


(37)

21

Gambar 2.9 Segiempat ����

Pada Gambar 2.9 terdapat suatu bangun ����. Himpunan isometri yang memuat bangun ���� yaitu:

�� ∶ ���� → ����

�� ∶ ���� → ����

�(�, 180°)∶ ���� → ����

�(�, 360°):���� → ���� =�

Komposisi fungsi dari setiap isometri-isometri diatas ada pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Komposisi fungsi dari tiap isometri

o � �180°

� � �� �� �180°

�� �� � �180° ��

�� �� �180° � ��

�180° �180° �� �� �

Dari Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa, 1. Bersifat asosiatif

Misalkan


(38)

22

(�) �180°= �180°180°= � Maka �(�180°) = (�) �180° 2. Terdapat elemen identitas yaitu �360°

Hal itu dikarenakan, a. �360° =�360° =�

b. ��360°= �360°�� = ��

c. �180°�360°= �360°�180° =�180°

3. Setiap elemen memiliki invers, invers dari

(�, �,�180°,�) adalah (��, ��,�180°,�).

Jadi isometri isometri tersebut membentuk suatu grup yaitu �2: { �, ��,�180°,�360° =�}.

I. Frieze Group

Frieze group merupakan grup simetri tak hingga yang hanya memuat satu translasi (Umble, 2015). Grup ini membentuk suatu pola tertentu. Menurut (Gallian, 2006) terdapat 7 macam grup simetri tak hingga yang membentuk tujuh pola yang berbeda. Tujuh macam grup simetri tersebut adalah :

1. Pola I

Pada grup simetri di pola I hanya terdiri dari translasi. Misalkan � adalah sebuah translasi maka grup pada pola I dapat ditulis sebagai :


(39)

23

Grup �1 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Ilustrasi grup �1 Contoh untuk pola grup �1 ada pada Gambar 2.11

Gambar 2.11 Contoh untuk pola grup 1 2. Pola II

Grup simetri pola II seperti pada pola I namun isometri yang digunakan adalah glide/ refleksi geser. Misalkan � adalah glide/ refleksi geser maka grup pola II dapat ditulis sebagai :

�2 = { �� |� ∊ ℤ }

Grup �2 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 Ilustrasi grup �2 Contoh untuk pola grup �2 ada pada Gambar 2.13


(40)

24

Gambar 2.13 Contoh untuk pola grup 2 3. Pola III

Grup simetri untuk pola III dibangun oleh translasi dan refleksi terhadap garis vertikal. Misalkan � suatu translasi dan � suatu refleksi, maka grup pola III dapat ditulis sebagai:

�3 = { �� �� |� ∊ ℤ,�= 0 ���� 1 } Grup �3 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Ilustrasi grup 3 Contoh untuk pola grup �3 ada pada Gambar 2.15

Gambar 2.15 Contoh untuk pola grup 3 4. Pola IV

Pada pola IV, grup simetri �4 dibangun oleh translasi dan rotasi 180° dengan pusat p yaitu titik antara dua translasi. Misalkan � suatu translasi dan � adalah rotasi 180° maka �4 ditulis sebagai:


(41)

25

Grup �4 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Ilustrasi grup 4 Contoh untuk pola grup �4 ada pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Contoh pola grup 4 5. Pola V

Grup simetri �5 untuk pola V dibentuk oleh glide/ refleksi geser dan rotasi 180°. Jika � suatu glide dan � adalah rotasi 180° maka grup untuk pola V dituliskan sebagai :

�5 = { �� �� |� ∊ ℤ,�= 0 atau 1 } Grup �5 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Ilustrasi grup 5 Contoh untuk pola grup �5 ada pada Gambar 2.19.


(42)

26

Gambar 2.19 Contoh pola grup 5 6. Pola VI

Grup simetri �6 untuk pola VI dibentuk oleh translasi dan refleksi terhadap garis horizontal. Jika � adalah suatu translasi dan � adalah refleksi terhadap garis horizontal, maka grup �6 dapat ditulis sebagai berikut:

�6 = { �� �� |� ∊ ℤ,�= 0 atau 1 } Grup �6 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Ilustrasi grup �6 Contoh untuk pola grup �6 ada pada Gambar 2.21.


(43)

27 7. Pola VII

Grup simetri �7 untuk pola VI dibentuk oleh translasi , refleksi horizontal dan refleksi vertikal. Jika � adalah suatu translasi, �1 suatu refleksi horizontal, dan �2 adalah refleksi vertikal maka grup �7 dapat dituliskan sebagai berikut:

�7 = { �� �1��2� �� ∊ ℤ,�,� = 0 atau 1, } Grup �7 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Ilustrasi grup 7 Contoh untuk pola grup �7 ada pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Contoh pola grup 7

J. Graphical User Interface (GUI)

Untuk memudahkan pengguna dalam melihat aplikasi grup kristalografi dalam pembentukan motif batik maka digunakan program pada MATLAB yaitu Grapichal User Interface (GUI). GUI berguna untuk menampilkan software yang dibuat (Wittman, 2008). GUI merupakan


(44)

28

tampilan yang dibangun dengan obyek grafik. Pada umumnya orang lebih mudah menggunakan GUI meskipun tidak mengetahui perintah yang ada didalamnya.

Keunggulan GUI pada MATLAB dibandingkan dengan bahasa pemrograman yang lain seperti, visual basic, Delphi, visual C++ adalah (Teuinsuka, 2009)

1. Banyak digunakan dan sesuai untuk aplikasi-aplikasi berorientasi sains.

2. Mempunyai fungsi built-in sehingga tidak mengharuskan pengguna membuat perintah sendiri.

3. Ukuran file (gambar dan M-file) yang relatif kecil. 4. Kemampuan grafis cukup baik.

GUI dapat ditampilkan dengan menuliskan “guide” pada command window lalu pilih Blank GUI (Default) untuk menampilkan halaman baru. Tampilan awal pada GUI terlihat dalam Gambar 2.24


(45)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari desain penelitian dan perencanaan layar aplikasi.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Menentukan pola dasar yang akan digunakan untuk membentuk motif batik.

2. Mengindentifikasi semua grup kristalografi.

3. Mengaplikasikan pola dasar ke dalam grup kristalografi.

4. Visualisasi aplikasi grup kristalografi menggunakan GUI pada MATLAB

Berikut ini merupakan diagram tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini:

Gambar 3.1 Diagram tahapan penelitian Menentukan pola dasar

Identifikasi semua grup kristalografi

Menerapkan pola dasar ke dalam grup kristalografi Visualisasi grup kristalografi


(46)

30 B. Perencanaan layar GUI

Setelah mengetahui penerapan pola dasar ke dalam grup kristalografi, maka untuk dapat memudahkan pengguna dibuat aplikasi menggunakan GUI. Rancangan awal GUI aplikasi grup kristalografi ditunjukkan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Rancangan Awal GUI

Tahapan-tahapan dalam merancang tampilan GUI yaitu:

1. Menulis judul program, kemudian diletakkan pada bagian atas tengah tampilan dengan Static Text.

2. Membuat tombol untuk setiap grup kristalografi dengan push button sebanyak 17.

3. Membuat tombol “browse” dengan push button yang berfungsi untuk meng-input pola dasar

4. Membuat tombol “save” dengan push button yang berfungsi untuk menyimpan hasil motif batik


(47)

31

5. Membuat axes menu untuk layar utama yang berfungsi untuk menampilkan input dan output


(48)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai definisi grup kristalografi dan grup yang termasuk didalamnya, langkah-langkah pembentukan motif batik dengan grup kristalografi, dan Graphical User Interface (GUI) untuk pembentukan motif batik.

A. Grup Kristalografi

Definisi 4.1 (Umble, 2015 hal. 157) Grup kristalografi merupakan grup simetri tak hingga yang menggunakan dua translasi yaitu ,� (yang disebut dengan translasi dasar) yang memenuhi:

i. Vektor dan adalah dua vektor yang berbeda

ii. Jika adalah translasi pada suatu grup simetri, terdapat dan bilangan bulat sedemikian sehingga � =������ = ������

Contoh 4.1 Grup �1 = {�1�,�2�| �,� ∈ ℤ} adalah suatu grup kristalografi.

Sebab:

a. Himpunan �1 Bersifat asosiatif

Ambil sembarang �1�,�1�+1,�1�+2 ∈ �1 �1�( �1�+1�1�+2) = �1

1

(+1)+(�+2)

= �1�(�)+(�+1)�+(�+2) = (�1��1�+1)�1�+2 b. Terdapat elemen identitas

�1��10 =�10�1=�1� �2��20 =�20�2=�2


(49)

33

Elemen identitas untuk �1� adalah �10 dan untuk �2� adalah �20 c. Setiap elemen mempunyai invers

�1��1−� =�10 �2��2−� =�20

Jadi invers untuk �1� adalah �1−� dan untuk �2� adalah �2−�

Ide dari grup kristalografi bermula dari sebuah masalah bagaimana mengisi sebuah bidang dengan poligon-poligon yang kongruen sehingga setiap sisi dari poligon-poligon tersebut tidak saling tumpang tindih. Kemudian didapat bahwa poligon poligon yang memenuhi bidang tersebut hanyalah segi empat, segitiga, dan heksagonal (segi enam) seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Poligon-poligon yang memenuhi bidang

Sebuah bidang yang luas dapat diisi dengan poligon-poligon yang kongruen ini sehingga seluruh bidang terisi dengan melakukan isometri pada poligon-poligon tersebut. Untuk mengisi bidang dengan menggunakan segi empat dapat dilakukan dengan translasi sebuah segi empat ke atas, ke bawah, ke kanan dan ke kiri seperti pada Gambar 4.1 (c). Pada kasus segi enam, maka pengisisan bidang dapat dilakukan dengan translasi ke arah sudut 60 derajat. Pada Gambar 4.1 (a) Pengisian bidang menggunakan segitiga dilakukan dengan cara yang sama dan ditambahkan


(50)

34

dengan rotasi atau refleksi. Rotasi dengan sudut 60 derajat akan membentuk segienam dan translasi akan memenuhi seluruh bidang.

Dengan cara tersebut akan didapatkan pola-pola simetri tertentu. Pola pola tersebut akan membentuk suatu grup simetri. Menurut (Scattschneider, 1978) terdapat tepat 17 grup yang memenuhi kriteria tersebut. Ke-17 grup tersebut sering disebut dengan grup kristalografi dua dimensi atau juga wallpaper group.

B. Kisi Satuan

Definisi 4.2 (Umble, 2015 hal. 157) Misalkan adalah grup krstalografi dengan translasi dasar ,� . Diberikan sebarang titik , misalkan ��(�) =�, ��(�) =�, dan ��(�) =�. Kisi satuan pada adalah daerah yang dibatasi oleh segiempat ����.

Sebuah kisi satuan dapat memiliki lebih dari satu pusat rotasi lipat-n. Sebuah kisi satuan dikatakan mempunyai orde-� jika mempunyai pusat rotasi lipat-� yang tertinggi. Nilai � yang memenuhi orde tersebut adalah 2, 3, 4, atau 6. Hal ini dikarenakan poligon kongruen yang dapat digunakan hanyalah segitiga, segiempat dan segi enam. Jika sebuah pola tidak mengandung rotasi, tetapi terdapat refleksi dan glide dalam grup simetri tersebut maka kisi satuan harus mempunyai barisan titik titik yang saling sejajar. Hal ini mengakibatkan hanya terdapat 5 tipe kisi satuan yang berbeda ( Schattschneider, 1978). Kelima kisi tersebut adalah jajar genjang, persegipanjang, belah ketupat, persegi, dan segi enam (yang tersusun dari dua segitiga sama sisi), seperti pada Gambar 4.2.


(51)

35

Gambar 4.2 Kisi-kisi satuan

Setiap jenis kisi satuan dapat membentuk pola dengan bantuan suatu isometri tertentu. Pola pola tersebut membentuk 17 grup kristalografi yang berbeda ( Schattschneider, 1978). Ketujuh belas grup kristalografi tersebut adalah :

1. Grup �1

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =�,�dan �2 = ��,�, sehingga dapat dituliskan sebagai �1 = {�1�,�2�| �,� ∈

ℤ}. Kisi satuan dalam grup �1 adalah jajargenjang seperti pada Gambar 4.3.


(52)

36

Gambar 4.3 Kisi satuan untuk �1 Contoh untuk grup �1 terdapat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Contoh motif grup �1 2. Grup �2

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =��,�dan �2 = �,� dengan arah translasi yang saling berlawanan. Dapat dinyatakan dengan �2 =��,�,��,�,���. Kisi satuan dalam grup �2 sama seperti grup �1 yaitu jajargenjang.

Gambar 4.5 Kisi satuan untuk �2 Contoh untuk pola grup �2 terdapat pada Gambar 4.6.


(53)

37

Gambar 4.6 Contoh motif grup �2 3. Grup ��

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = ��,� , �2 = ��,� dan refleksi dengan satu sumbu sehingga dapat dituliskan sebagai �� =�� 1�,�2�,�� |�,� ∈ ℤ,� = 0 atau 1 �. Kisi satuan dalam grup �� berupa persegi panjang.

Gambar 4.7 Kisi satuan untuk �� Contoh dari grup �� ada pada Gambar 4.8


(54)

38 4. Grup ��

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =�,�, �2 =��,�, dan glide sehingga dapat dinyatakan sebagai �� =�� 1�,�2�,�� |�,�,� ∈ ℤ�. . Kisi satuan dalam grup �� berupa persegi panjang.

Gambar 4.9 Kisi satuan untuk �� Contoh dari grup �� ada pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Contoh motif grup �� 5. Grup ��

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =�,, �2 = �, dan refleksi sehingga dapat dituliskan sebagai �� =�� 1�,�2�,�� |�,� ∈ ℤ,� = 0 atau 1 �. Kisi satuan dalam grup �� berupa belah ketupat.


(55)

39

Gambar 4.11 Kisi satuan untuk �� Contoh dari pola grup �� ada pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Contoh motif grup �� 6. Grup ���

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =�,, �2 =�,, refleksi terhadap garis horisontal yaitu ���⃖����⃗ , dan refleksi terhadap vertikal yaitu ���⃖�����⃗ sehingga dapat dituliskan sebagai ��� = �� 1,�2,

1� �2�|�,� ∈ ℤ,�,�= 0 atau 1 �. Kisi satuan dalam grup ��� berupa persegi panjang.

Gambar 4.13 Kisi satuan untuk ��� Contoh dari grup ��� ada pada Gambar 4.14.


(56)

40

Gambar 4.14 Contoh motif grup ��� 7. Grup ���

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 = ��,�, dan refleksi. Translasi yang digunakan adalah translasi dengan arah yang berlawanan, sehingga dapat dituliskan sebagai ���= �� 1�,�2�,�1� �2�|�,� ∈ ℤ,�,�= 0 atau 1 �. Kisi satuan dalam grup ��� berupa persegi panjang atau persegi.

Gambar 4.15 Kisi satuan untuk ��� Contoh dari grup ��� ada pada Gambar 4.16.


(57)

41 8. Grup ���

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 = �, dan glide ke dua arah, sehingga dapat dituliskan sebagai ��� =�� 1�,�2�,�� ��|�,�,� ∈ ℤ,� = 0 atau 1�. Kisi satuan dalam grup ��� berupa persegi panjang.

Gambar 4.17 Kisi satuan untuk ��� Contoh dari grup ��� ada pada Gambar 4.18.

Gambar 4.18 Contoh motif grup ��� 9. Grup ���

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = ��,� , �2 = �,�, glide dan refleksi, sehingga dapat dituliskan sebagai ��� =��� 1�,�2�,�� ��|�,�,� ∈ ℤ,� = 0 atau 1��. Kisi satuan dalam grup ��� berupa belah ketupat.


(58)

42

Gambar 4.19 Kisi satuan untuk ��� Contoh dari grup ��� ada pada Gambar 4.20.

Gambar 4.20 Contoh motif grup ��� 10. Grup �4

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 = ��,�, dan rotasi 90° searah perputaran jarum jam, sehingga dapat dituliskan sebagai �4 =�� 1�,�2�,��|�,� ∈ ℤ,�= 0,1,2, atau 3�. Kisi satuan dalam grup �4 berupa persegi.

Gambar 4.21 Kisi satuan untuk �4 Contoh dari grup �4 ada pada Gambar 4.22.


(59)

43

Gambar 4.22 Contoh motif grup �4 11. Grup �4�

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = ��,� , �2 = �,�, rotasi 90° searah perputaran jarum jam dan refleksi dengan 4 sumbu refleksi, sehingga dapat dituliskan �4�= �� 1,�2,|,� ∈ ℤ, = 0,1,2, atau 3,= 0 atau 1. Kisi satuan dalam grup �4� berupa persegi.

Gambar 4.23 Kisi satuan untuk �4� Contoh dari grup �4� ada pada Gambar 4.24.


(60)

44 12. Grup �4�

Grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 = �,, rotasi 90° searah perputaran jarum jam dan refleksi dengan 4 sumbu refleksi, sehingga dapat dituliskan sebagai �4�= �� 1�,�2�,�� ��|�,� ∈ ℤ,� = 0,1,2, atau 3,� = 0 atau 1�. Kisi satuan dalam grup �4� berupa persegi.

Gambar 4.25 Kisi satuan untuk �4� Contoh dari grup �4� ada pada Gambar 4.26.

Gambar 4.26 Contoh motif grup �4� 13. Grup �3

Pada grup ini kisi satuan berupa segienam. Pola pada grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =�,, �2 = �,, dan rotasi 120° searah perputaran jarum jam, sehingga grup �3 dapat dinyatakan sebagai �3 = �� 1�,�2�,�� |�,� ∈ ℤ ,�= 0,1, atau 2�.


(61)

45

Gambar 4.27 Kisi satuan untuk �3 Contoh untuk grup �3 terdapat pada Gambar 4.28.

Gambar 4.28 Contoh motif grup �3

14. Grup �3�1

Pada grup ini kisi satuan berupa segienam. Pola pada grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 = ��,� , rotasi 120° searah perputaran jarum jam, dan refleksi, sehingga grup �3�1 dapat dinyatakan sebagai �3�1 = �� 1�,�2�,���� |�,� ∈ ℤ ,�= 0,1,���� 2,� = 0 atau 1�.


(62)

46

Gambar 4.29 Kisi satuan untuk �3�1 Contoh untuk grup �3�1 ada pada Gambar 4.30.

Gambar 4.30 Contoh motif grup �3�1 15. Grup �31�

Pada grup ini kisi satuan berupa segienam. Pola pada grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = �,�, �2 =��,�, rotasi 120° searah perputaran jarum jam, dan refleksi, sehingga grup �31� dapat dinyatakan sebagai �31�= �� 1�,�2�,���� |�,� ∈ ℤ ,�= 0,1, atau 2,�= 0 atau 1�.

Gambar 4.31 Kisi satuan untuk �31� Contoh untuk grup �31� ada pada Gambar 4.32.


(63)

47

Gambar 4.32 Contoh motif grup �31� (Durbin, 1985) 16. Grup �6

Pada grup ini kisi satuan berupa segienam. Pola pada grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 =��,�, �2 = ��,�, dan rotasi 60° searah perputaran jarum jam, sehingga grup �6 dapat dinyatakan sebagai �6 = �� 1�,�2�,�� |�,� ∈ ℤ ,� = 0,1,2,3,4 atau 5�

Gambar 4.33 Kisi satuan untuk �6 Contoh untuk grup �6 ada pada Gambar 4.34.


(64)

48 17. Grup �6�

Pada grup ini kisi satuan berupa segienam. Pola pada grup ini dibentuk oleh dua translasi yaitu �1 = ��,�, �2 =��,�, rotasi 60° searah perputaran jarum jam, dan refleksi, sehingga grup �6� dapat dinyatakan sebagai �6� = �� 1�,�2�,���� |�,� ∈ ℤ ,�= 0,1,2,3,4 atau 5,�= 0 atau 1�.

Gambar 4.35 Kisi satuan untuk �6� Contoh untuk grup �6� ada pada Gambar 4.36.

Gambar 4.36 Contoh motif grup �6� (Gallian, 2006)

Penamaan grup kristalografi tersebut menggunakan penamaan internasional. Untuk keterangan gambar dari tiap tiap kisi dapat dilihat pada tabel berikut.


(65)

49

Tabel 4.1 Keterangan kisi satuan Pusat rotasi lipat-2 Pusat rotasi lipat-3 Pusat rotasi lipat-4 Pusat rotasi lipat-6

Untuk memudahkan dalam membedakan setiap pola, maka Tabel 4.2 digunakan untuk mengenali pola pada grup kristalografi.

Tabel 4.2 Klasifikasi grup kristalografi

Jenis Grup

Model Kisi Satuan

Pusat rotasi

lipat-n

Refleksi Glide

p1 jjg 1 tidak ada tidak ada

p2 jjg 2 tidak ada tidak ada pm ppj 1 ada tidak ada pg ppj 1 tidak ada ada

cm bkt 1 ada ada

pmm ppj 2 ada tidak ada

pmg ppj 2 ada ada

pgg ppj 2 tidak ada ada

cmm bkt 2 ada ada


(66)

50

p4m psg 4 ada ada

p4g psg 4 ada ada

p3 s6 3 tidak ada tidak ada

p3m1 s6 3 ada ada

p31m s6 3 ada ada

p6 s6 6 tidak ada tidak ada

p6m s6 6 ada ada

Keterangan :

a. jjg : jajargenjang b. bkt : belah ketupat c. ppj : persegi panjang d. psg : persegi

e. s6 : segienam

C. Penerapan Grup Kristalografi untuk Motif Batik

Untuk dapat membentuk suatu motif dari pola dasar, maka perlu untuk mengetahui daerah generator dari setiap grup kristalografi. Daerah generator pada sebuah pola adalah daerah terkecil pada bidang dimana grup simetri daerah tersebut memenuhi seluruh bidang ( Schattschneider, 1978). Daerah generator dari setiap grup kristalografi dapat dilihat pada Gambar 4.37.


(67)

51

Gambar 4.37 Daerah generator untuk setiap grup kristalografi ( Schattschneider, 1978).

Kemudian untuk membentuk motif dengan pola dasar tertentu maka dibutuhkan langkah langkah sebagai berikut :

1. Tempatkan pola dasar pada daerah generator.

2. Operasikan pola dengan isometri yang terdapat pada grup kristalografi.

3. Pola di translasikan searah dengan vektor yang membentuk rusuk kisi satuan.


(68)

52

Contoh 4.1. Membentuk motif dengan grup kristalografi

1. Membentuk motif dengan pola dasar “ ∫ “ menggunakan grup �3�1.

Gambar 4.38 Langkah-langkah pembentukan motif menggunakan grup �3�1

Pola dasar “ ∫ “ ditempatkan pada daerah generator seperti pada Gambar 4.38 (a). Karena isometri yang terdapat pada grup �3�1 adalah ���,� ,��,�,�120°,���⃖����⃗�, selanjutnya pola di refleksikan terhadap garis ��⃖����⃗ seperti pada Gambar 4.38 (b). Kemudian pola tersebut dirotasikan 120° dengan pusat rotasi � sebanyak dua kali dan dilanjutkan dengan translasi searah dengan sisi/rusuk kisi satuan yaitu garis �������⃗ dan �������⃗ sehingga menghasilkan motif batik pada Gambar 4.38 (d).

2. Membentuk motif dengan pola pada Gambar 4.39 menggunakan grup �4.


(69)

53

Gambar 4.39 Pola dasar

Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat motif dari pola dasar tersebut adalah:

a. Pola dasar ditempatkan pada daerah generator seperti pada Gambar 4.40 (a).

b. Pola dasar dirotasikan dengan sudut 90° sebanyak tiga kali seperti pada Gambar 4.40 (b).

c. Pola tersebut ditranslasikan vertikal dan horizontal sehingga menghasilkan motif pada Gambar 4.40 (c).

Gambar 4.40 Langkah-langkah pembentukan motif menggunakan grup �4

D. Graphical User Interface (GUI) untuk Pembentukan Motif Batik

Untuk mempermudah dalam mengaplikasikan grup kristalografi untuk pembentukan motif batik, maka dibuat program menggunakan Graphical User Interface (GUI) pada MATLAB. Program ini dapat membentuk motif batik menggunakan grup kristalografi. Pada program ini pola dasar yang berupa gambar akan diproses menjadi suatu matriks


(70)

54

persegi. Dikarenakan gambar diproses menjadi matriks persegi maka grup kristalografi yang mempunyai kisi satuan berupa segienam tidak dapat diproses secara maksimal. Pola dasar dengan kisi satuan segienam apabila disatukan menjadi sebuah motif maka terdapat celah antar kisi satuan, sehingga menyebabkan motif batik yang dibentuk tidak memenuhi kriteria grup kristalografi. Terdapat 6 grup yang menggunakan kisi satuan berupa segienam. Oleh karena itu dari 17 grup yang ada, grup kristalografi yang dapat digunakan pada program ini hanyalah 11 grup. Kesebelas grup tersebut adalah �1, �2, ��, ��, �4�, ���, ���, ���, ��, ���, dan �4.

Pada Gambar 4.41 merupakan tampilan program pembentukan motif batik menggunakan grup kristalografi.

Gambar 4.41 Tampilan awal GUI untuk pembentukan motif batik Pada program tersebut tombol “browse” digunakan untuk memasukkan pola dasar yang akan diproses menjadi motif batik. Setelah pola dasar dipilih maka pola dasar akan tampil di layar utama seperti pada gambar 4.42. Untuk membentuk motif batik maka pengguna dapat


(71)

55

memilih grup kristalografi yang akan digunakan menggunakan 11 tombol di sebelah kanan.

Gambar 4.42 Tampilan pola dasar pada layar utama

Setelah grup kristalografi dipilih maka motif batik akan muncul di layar utama dan layar “figure” seperti pada Gambar 4.43

Gambar 4.43 Hasil motif batik menggunakan grup ��

Untuk menyimpan hasil motif batik maka dapat menggunakan tombol save pada layar “figure”. Motif batik akan disimpan dalam bentuk gambar.


(72)

56

Program ini dapat menghasilkan beberapa motif batik dari satu pola dasar. Namun tidak setiap grup kristalografi menghasilkan motif yang berbeda. Pada beberapa pola dasar menghasilkan motif batik yang sama dengan menggunakan grup kristalografi yang berbeda, seperti pada Gambar 4.44 dan 4.45.

Gambar 4.44 Motif batik menggunakan grup ���

Gambar 4.45 Motif batik menggunakan grup �4

Pada Gambar 4.44 dan 4.45 motif batik yang dihasilkan sama, padahal menggunakan grup kristalografi yang berbeda. Hal ini disebabkan


(73)

57

karena hasil operasi pola dasar pada kedua grup sama, sehingga menghasilkan motif yang sama.

Dari beberapa pola dasar yang digunakan pada penelitian ini, ada 3 grup yang dapat menghasilkan motif yang sama. Grup tersebut adalah, grup �4, grup �4� dan grup ���.

Grup �4 akan menghasilkan motif yang sama dengan grup ��� jika rotasi 270° pada pola dasar sama dengan pencerminan terhadap garis horizontal seperti pada Gambar 4.46, rotasi 180° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis horizontal kemudian dilanjutkan pencerminan terhadap garis vertikal, rotasi 90° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis vertikal.

Gambar 4.46 (a) Pola dasar direfleksikan terhadap garis vertikal (b) pola dasar dirotasikan dengan sudut 270o

Motif yang dihasilkan oleh grup �4 dan ��� dapat dilihat pada Gambar 4.47 dan 4.48.


(74)

58

Gambar 4.47 Motif batik menggunakan grup �4

Gambar 4.48Motif batik menggunakan grup ���

Grup �4 akan menghasilkan motif yang sama dengan grup �4� jika pola dasar dirotasikan 90o kemudian direfleksikan terhadap sumbu vertikal akan kembali menghasilkan pola dasar. Grup ��� dapat menghasilkan motif yang sama dengan grup �4� jika rotasi 270° pada pola dasar sama dengan pencerminan terhadap garis horizontal, rotasi 180° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis horizontal kemudian dilanjutkan pencerminan terhadap garis vertikal, rotasi 90° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis vertikal.

Pada penelitian ini digunakan sebanyak 21 pola dasar. Sebanyak 9 pola dasar dapat menghasilkan 11 motif batik berbeda dan 12 pola dasar


(75)

59

lainnya menghasilkan 9 motif batik yang berbeda. Oleh karena itu pada penelitian ini dihasilkan 207 motif batik dari 21 pola dasar.


(76)

60 BAB V PENUTUP

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan pada penelitian ini dan saran untuk penelitian yang akan datang.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai aplikasi grup kristalografi dalam pembentukan motif batik yang diimplementasikan dengan Graphical User Interface (GUI), diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Pada Graphical User Interface (GUI) dengan MATLAB pola dasar yang berupa gambar akan diproses menjadi suatu matriks persegi. Dikarenakan gambar diproses menjadi matriks persegi maka grup kristalografi yang mempunyai kisi satuan berupa segienam tidak dapat diproses secara maksimal. Pola dasar dengan kisi satuan segienam apabila disatukan menjadi sebuah motif maka terdapat celah antar kisi satuan, sehingga menyebabkan motif batik yang dibentuk tidak memenuhi kriteria grup kristalografi. Terdapat 6 grup yang menggunakan kisi satuan berupa segienam. Oleh karena itu dari 17 grup yang ada, grup kristalografi yang dapat digunakan pada program ini hanyalah 11 grup. Kesebelas grup tersebut adalah �1, �2, ��, ��, �4�, ���, ���, ���, ��, ���, dan

�4.

2. Tidak semua grup kristalografi menghasilkan motif batik yang berbeda. Terdapat 3 grup yang dapat menghasilkan motif batik yang sama, yaitu


(77)

61

dengan grup �4� dan �4 jika rotasi 270° pada pola dasar sama dengan pencerminan terhadap garis horizontal, rotasi 180° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis horizontal kemudian dilanjutkan pencerminan terhadap garis vertikal, rotasi 90° sama dengan pencerminan pola dasar terhadap garis vertikal. Grup �4 akan menghasilkan motif yang sama dengan grup �4� jika pola dasar dirotasikan 90o kemudian direfleksikan terhadap sumbu vertikal akan kembali menghasilkan pola dasar.

3. Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 207 motif batik dari 21 pola dasar. Sebanyak 9 pola dasar dapat menghasilkan 11 motif batik berbeda dan 12 pola dasar lainnya menghasilkan 9 motif batik yang berbeda B. Saran

Dalam penelitian ini, ketujuhbelas grup dapat diaplikasikan untuk membeuat motif batik. Namun hanya 11 yang dapat diimplementasikan menggunakan GUI pada MATLAB. Hal ini dikarenakan keterbatasan MATLAB dalam memproses input berupa gambar. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya agar mengimplementasikan aplikasi grup kristalografi untuk membentuk motif batik menggunakan program lain, sehingga hasil yang didapat lebih maksimal. Disarankan juga kepada peneliti selanjutnya untuk memanfaatkan grup-grup yang lain sehingga diharapkan dapat menghasilkan motif batik yang baru dan lebih beragam.


(78)

62

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Marlow. (2015). A First Course in Abstract Algebra Rings, Goups, and Fields (3rd ed.). USA: CRC Press.

Asti, Musman & Arini B, Ambar. (2011). Batik: Warisan Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: Andi.

Clarke, Alasdair D.F., Green, P.R., Halley, F. et al. (2011). Similiar Symmetries: The Role of Wallpaper Groups in Perceptual Texture Similarity. Symmetry, 3, 246-264

Durbin, John R. (1985). Modern Algebra An Introduction (6th ed.). New York: Wiley

Eccles, Frank M. (1971). An Introduction To Transformational Geometry. London: Addison Wesley Publishing Company.

Gallian, Joseph A. (2006). Contemporary Abstract Algebra (7th ed.). Brook/Cole Cengage Learning.

Ganardi, A.D., Guritman,S., Kustanto,A. et al. (2012). Survey Pola Grup Kristalografi Bidang Ragam Batik Tradisonal. Jurnal Matematika dan Aplikasinya, 11, 1-10

Grillet, P.A. (2007). Abstract Algebra (2nd ed.). New York: Springer

Kartono, R. Heri, Sulistyo U., Priyo, Sidik S. (2013) Kristalografi Bidang Datar Batik Cap. Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret, 2, 105-114.

Leonard, I.E. (2014). Classical Geometry: Euclidian, Transformational, Inversive, and Projective. New Jersey: Wiley

Martin, George E. (1982). Transformation Geometry An Introduction to Symetry. New York. Springer Verlag.

Rotman, Joseph J. (2005). First Course in Abstract Algebra (3rd ed.). New Jersey: Prentice Hall

Schattschneider, Doris. (1978). The Plane Symmetry Groups: Their Recognition and Notation. American Mathematical Monthly, 85, 439-450


(79)

63

Teuinsuska. (2009). Modul MATLAB-Praktikum Pengolahan Sinyal Digital. Surabaya: ITS.

Umble, Ronald N. (2015). Transformational Plane Geometry. USA: CRC Press Wittman, Todd. (2008). Building a Matlab GUI. Diakses dari

http://www.math.ucla.edu/~wittman/reu2008/matlabGUI.pdf pada hari Kamis, 04 Mei 2017, Pukul 13.30 WIB.


(80)

64 LAMPIRAN Lampiran 1

Script m-file Graphical User Interface (GUI) menggunakan software MATLAB

function varargout = batik_kris2(varargin)

% BATIK_KRIS2 MATLAB code for batik_kris2.fig % BATIK_KRIS2, by itself, creates a new BATIK_KRIS2 or raises the existing

% singleton*. %

% H = BATIK_KRIS2 returns the handle to a new BATIK_KRIS2 or the handle to

% the existing singleton*. %

%

BATIK_KRIS2('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the local

% function named CALLBACK in BATIK_KRIS2.M with the given input arguments.

%

% BATIK_KRIS2('Property','Value',...) creates a new BATIK_KRIS2 or raises the

% existing singleton*. Starting from the left, property value pairs are

% applied to the GUI before batik_kris2_OpeningFcn gets called. An

% unrecognized property name or invalid value makes property application

% stop. All inputs are passed to batik_kris2_OpeningFcn via varargin. %

% *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows only one

% instance to run (singleton)". %

% See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES

% Edit the above text to modify the response to help batik_kris2

% Last Modified by GUIDE v2.5 18-May-2017 09:58:30

% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1;


(81)

65

'gui_Singleton', gui_Singleton, ...

'gui_OpeningFcn',

@batik_kris2_OpeningFcn, ...

'gui_OutputFcn',

@batik_kris2_OutputFcn, ...

'gui_LayoutFcn', [] , ...

'gui_Callback', []);

if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});

end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});

else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});

end

% End initialization code - DO NOT EDIT

% --- Executes just before batik_kris2 is made visible.

function batik_kris2_OpeningFcn(hObject, eventdata,

handles, varargin)

% This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% varargin command line arguments to batik_kris2 (see VARARGIN)

% Choose default command line output for batik_kris2 handles.output = hObject;

% Update handles structure guidata(hObject, handles);

% UIWAIT makes batik_kris2 wait for user response (see UIRESUME)

% uiwait(handles.figure1);

clear all

clc

axis off


(82)

66

% --- Outputs from this function are returned to the command line.

function varargout = batik_kris2_OutputFcn(hObject,

eventdata, handles)

% varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT);

% hObject handle to figure

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Get default command line output from handles structure

varargout{1} = handles.output;

% --- Executes on button press in Browse.

function Browse_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to Browse (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG ORI_IMG

% Loading the Image

[filename, pathname, filterindex]=uigetfile( ...

{'*.jpg','JPEG File (*.jpg)'; ...

'*.*','Any Image file (*.*)'}, ...

'Pick an image file');

var=strcat(pathname,filename); ORI_IMG=imread(var);

IMG=ORI_IMG;

% Showing the origional image imshow(IMG);

% --- Executes on button press in p1.

function p1_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to p1 (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double (IMG);


(83)

67

if lebar >= 100

G = zeros(tinggi,(lebar-90),3, 'uint8')+255;

else

G = zeros(tinggi,(lebar-20),3, 'uint8')+255;

end

H=[F F F F F F F G G G G] ; I=[G F F F F F F F G G G]; J=[G G F F F F F F F G G]; K=[G G G F F F F F F F G]; L=[G G G G F F F F F F F]; Z = [ H ; I ; J ; K ; L]; imshow(Z);

figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in p2.

function p2_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to p2 (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F=double (IMG);

[ tinggi, lebar, warna]= size(F);

if lebar >= 100

H = zeros(tinggi,(lebar-90),3, 'uint8')+255;

else

H = zeros(tinggi,(lebar-20),3, 'uint8')+255;

end

s=size(F);

result=zeros(s(2),s(1),s(3)); %rotasi 90 derajat

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k=s(1)-i+1; l=s(2)-j+1; result(k,l,:)=F(i,j,:); end res=uint8(result); G=res; G=uint8(G);

I= [ F F F F F F F H H; H G G G G G G G H]; J= [ H ; H];

Z = [ I J J; J I J; J J I]; imshow(Z);

figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in pm.


(84)

68

% hObject handle to pm (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double (IMG); %refleksi sumbu y F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

G1(i,k,:)=F2(i,j,:);

end

G=uint8(G1); F = uint8(F);

Z =[ G F G F G F G F G F ;G F G F G F G F G F

;G F G F G F G F G F; G F G F G F G F G F; G F G F G F G F G F ];

imshow(Z);

figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in pg.

function pg_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to pg (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double (IMG); %refleksi sumbu x F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(1)-i+1;

G1(k,j,:)=F2(i,j,:);

end

G = uint8 (G1); F = uint8(F);

Z =[ F G F G F G F G F G;F G F G F G F G F G

;F G F G F G F G F G; F G F G F G F G F G;F G F G F G F G F G];


(85)

69 figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in cmm.

function cmm_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to cmm (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double(IMG);

[tinggi, lebar] = size(F);

B = zeros(tinggi,(lebar/3),3, 'uint8')+255;

%refleksi sumbu x F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(1)-i+1;

G1(k,j,:)=F2(i,j,:);

end

G = uint8 (G1); %refleksi sumbu y G3= double (G); s = size(G3);

H1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

H1(i,k,:)=G3(i,j,:);

end

H =uint8 (H1); %refleksi sumbu y F3= double (F); s = size(F3);

K1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

K1(i,k,:)=F3(i,j,:);

end

K= uint8(K1);

L= [K F ; H G; K F; H G; K F;H G; K F]; M =[H G; K F ; H G; K F; H G; K F;H G]; Z = [ L M L M L M];imshow(Z);

figure;imshow(Z);


(86)

70

function cm_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to cm (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double(IMG);

[tinggi, lebar] = size(F);

G = zeros(tinggi,lebar/3,3, 'uint8')+255;

%refleksi sumbu y F3= double (F); s = size(F3);

K1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

K1(i,k,:)=F3(i,j,:);

end

K= uint8(K1); F= uint8(F);

L=[ K F K F K F K F K ]; M=[F K F K F K F K F ];

Z=[ L; M; L; M; L; M];imshow(Z); figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in pmm.

function pmm_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to pmm (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double(IMG); %refleksi sumbu x F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(1)-i+1;

G1(k,j,:)=F2(i,j,:);

end

G = uint8 (G1); %refleksi sumbu y G3= double (G); s = size(G3);


(87)

71 H1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

H1(i,k,:)=G3(i,j,:);

end

H =uint8 (H1); %refleksi sumbu y F3= double (F); s = size(F3);

K1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

K1(i,k,:)=F3(i,j,:);

end

K= uint8(K1);

L = [K F K F K F K F K F]; M = [H G H G H G H G H G]; Z = [ L; M;L;M;L; M];

imshow(Z);

figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in pgg.

function pgg_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to pgg (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double (IMG); %refleksi sumbu y G3= double (F); s = size(G3);

K1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

K1(i,k,:)=G3(i,j,:);

end

K =uint8 (K1); %refleksi sumbu x F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)


(88)

72 k = s(1)-i+1;

G1(k,j,:)=F2(i,j,:);

end

G = uint8 (G1); %refleksi sumbu y G3= double (G); s = size(G3);

L1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;

L1(i,k,:)=G3(i,j,:);

end

L =uint8 (L1); F=uint8(F);

M = [ F G F G F G F G]; N = [K L K L K L K L]; Z = [ M; N; M; N; M; N]; imshow(Z);

figure;imshow(Z);

% --- Executes on button press in pmg.

function pmg_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to pmg (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

global IMG

F = double (IMG); %refleksi sumbu x F2= double (F); s = size(F2);

G1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(1)-i+1;

G1(k,j,:)=F2(i,j,:);

end

G = uint8 (G1); %refleksi sumbu y G3= double (G); s = size(G3);

H1= zeros(s(1),s(2),s(3));

for i = 1:s(1)

j = 1:s(2); k = s(2)-j+1;


(1)

82


(2)

83


(3)

84


(4)

85


(5)

86

10.

Grup

�4


(6)

87